Kedua mata Aldi terbelalak. Pria itu sama sekali tidak pernah menyangka kalau sebelum ijab qobul diucapkan, Ryana telah mengetahui aibnya. Aib yang selama ini ia tutup rapat-rapat agar jangan sampai ketahuan sang kekasih. Namun Tuhan memang Maha Baik, ia tidak akan membiarkan gadis baik seperti Ryana berjodoh dengan pria macam Aldi.
Sementara Rayyan tersenyum menyeringai. Seketika hatinya merasa puas, Ryana yang tadinya hanya diam saja. Kini berani buka suara dan bertindak. "K-kamu, d-dapat darimana video itu?" tanya Aldi gelagapan. Sementara di sofa, Bu Rusli banjir air mata. Sungguh wanita tua itu tidak dapat membendung segala perasaannya yang campur aduk menjadi satu. Bu Rusli merasa Aldi telah menaruh kotoran di wajahnya. Rasa malu dan sedih kini dirasakan di benaknya. Pak Rusli pun berusaha menenangkan istrinya sambil mengusap punggungnya. Mereka menyadari kesalahan yang dilakukan anaknya cukup besar dan sulit dimaafkan. "Halah, enggak penting kami tau darimana! Kamu enggak bisa mengelak lagi, Mas," seru Rayyan berang. Aldi bak seorang penjahat yang ketahuan mencuri. Pria itu kini merasa gelisah. Dia merasa kalau selama ini telah menutup rapat-rapat 'rahasianya' dari Ryana. Kalau ditanya, dia mencintai Ryana atau tidak. Jawabannya pasti iya. Namun cinta hanya sebatas di mulutnya saja. Percuma cinta hanya di mulut saja. Buktinya Aldi juga tidak bisa menahan nafsu syahwatnya sebelum ijab qobul ia lafadzkan. Jelas ini namanya sudah terang-terangan berzina. "Benar kan yang di video itu kamu, Mas?" Ryana terus saja mencerca Aldi. Aldi terdiam. Percuma saja mengelak. Bukti sudah ada di hadapan. Pernikahannya dengan Ryana yang sudah di depan mata terancam gagal."Sudahlah, Mas. Akui saja! Memang pria yang ada di video itu kamu kan, Mas? Huh, aku engga menyangka aja selama ini. Di balik sosok Mas Aldi yang baik, alim, dan pendiam. Ternyata kamu malah berzina dengan perempuan jal4ng. Kamu enggak pantas bersanding dengan kakakku, Mas. Lebih baik pernikahan kalian dibatalkan saja. Daripada kakakku menderita seumur hidup karena teringat oleh ulah kotormu," kata Rayyan kembali menimpali. Wajah Aldi memerah, ia begitu geram mendengar kalimat yang diucapkan oleh adik Rayyan. Ia menilai Rayyan terlalu ikut campur urusan dengan Ryana. Aldi benci bila urusannya terlalu diikut campur i Tentu saja, Aldi tidak ingin pernikahannya dengan Ryana besok batal. Ia masih ingin memperjuangkan Ryana menjadi istrinya. "Hei, anak kecil. Enggak usah ikut campur kamu! Jangan banyak bacot! Biarkan aku dan Ryana yang akan menentukan masa depan kami. Kamu itu cuma anak kecil yang enggak tau apa-apa. Ryana itu mencintaiku. Aku yakin itu. Masa cuma gara-gara kejadian kayak gini aja pernikahan kami harus batal. Ah, enggak akan. Mana masakan sudah dimasak, undangan sudah disebar, dan dekorasi juga sudah dipasang," sahut Aldi dengan percaya diri. Rayyan dan Ryana mencebikkan bibir mereka. Sudah tau salah, namun Aldi masih saja sombong. Tidak ingat kalau dirinya sudah melakukan kesalahan fatal. Lagipula wanita mana yang mau menikah dengan lelaki yang sudah bergonta-ganti pasangan. "Jelas persoalan ini juga urusanku, Mas. Karena Ryana adalah kakakku. Jadi aku berhak tau urusannya. Jangan kepedean juga kamu, Mas. Mana mungkin kakakku mau menikah dengan kamu," balas Rayyan makin kesal."Sudah, sudah, cukup! Pernikahan kita batal, Mas! Kesalahanmu sangat fatal. Mohon maaf, aku tidak mau menikah dengan pria yang telah berbagi tubuh dengan wanita lain. Jadi besok Mas dan kedua orantua Mas tidak perlu datang ke rumahku. Pernikahan kita batal. Maaf aku membatalkan pernikahan kita. Aku tidak peduli dengan makanan yang sudah dimasak maupun undangan yang sudah disebar. Hatiku saat ini hancur, Mas," kata Ryana dengan tatapan nanar. Aldi yang sudah terlanjur kepedean, kini tertegun. Ia tidak menyangka kalau Ryana yang polos malah membatalkan pernikahannya secara sepihak. Orangtua Aldi yang dari tadi hanya mendengarkan percakapan mereka, akhirnya pasrah. Mereka tidak bisa memaksakan kehendak Ryana. Biar bagaimanapun keputusan tetaplah di tangan Ryana. "Apa? Aku enggak salah dengar nih? Kamu membatalkan pernikahan kita? Oh, My God. Apa kata orang dan kata keluargamu, Ry? Apa kamu enggak malu?" sahut Aldi yang syok namun ia berusaha menutupi kegelisahannya. Aldi mengira kalau pernikahannya dengan Ryana akan tetap terjadi besok karena semua persiapan pernikahan mereka sudah matang seratus persen. Makanya ia tetap percaya diri walaupun ia sudah dengan sengaja mengkhianati Ryana. "Tidak, Mas. Aku sama sekali tidak malu membatalkan pernikahan kita. Daripada aku menjalani seumur hidupku dengan pengkhianat sepertimu, Mas." Kalimat yang diucapkan Ryana bagaikan sebuah bel4ti yang menusvk hatinya. Sangat sakit rasanya. "Tapi, Ry. Maaf aku khilaf. Aku enggak sengaja menaklukannya," jawab Aldi tertunduk. Kini penyesalan mulai menghinggapi benaknya. Ia memang awalnya tidak pernah memikirkan bagaimana dampak perbuatannya sebelum berbuat hal tidak terpuji itu. Ryana menatap ke arah lain. Sungguh nyeri hatinya menatap wajah kekasih yang begitu dicintainya, namun tega mengkhianatinya. Apa yang ia perjuangkan selama ini terasa sia-sia. "Maaf, maaf. Mudah sekali kamu mengucapkan kata maaf setelah luka yang kamu torehkan kepadaku, Mas? Wanita mana yang sanggup menerima lelaki pengkhianat seperti kamu," balas Ryana sambil menahan rasa sakit yang semakin lama malah kian terasa begitu menyakitnya. Ibaratnya Aldi sedang menuangkan cairan garam di atas lukanya yang menganga lebar. "Kenapa kamu enggak bisa memaafkanku, Ry. Aku cinta sama kamu. Kamu juga cinta sama aku kan. Oke, habis ini aku janji enggak akan mengulangi perbuatan itu lagi, Ry," jawab Aldi menyakinkan kekasihnya. "Semudah itu kamu mengucapkan janji setelah menyakitimu, Mas. Sama sekali kamu tidak memikirkan bagaimana perasaanku yang sudah tersakiti karena ulahmu. Bagiku tidak ada namanya maaf bagi seorang pengkhianat. Belum menikah saja sudah berani berselingkuh, apalagi nanti ketika sudah berumah tangga. Maaf, lebih baik kita putus saja. Pernikahan kita batal. Kamu tidak perlu bersedih kalau kita tidak jadi menikah, Mas. Kamu bisa menikah dengan wanita selingkuhan kamu itu. Permisi." "Bapak, Ibu. Maafkan saya tidak bisa melanjutkan hubungan ini ke jenjang pernikahan. Saya tidak sanggup, Bu, Pak. Maafkan saya memilih jalan saya sendiri. Saya yakin setelah ini saya dan Aldi mempunyai jalan masing-masing untuk meraih kebahagiaan tanpa harus kami bersatu dalam sebuah pernikahan," kata Ryana kepada Bapak dan Ibu Rusli. Bu Rusli pun beranjak dari tempat duduknya. Wanita tua itu menghambur memeluk Ryana. Ia tau perasaan yang kini dirasakan Ryana. Ia juga tidak bsia menahan keputusan Ryana. Ryana pun memeluk balik calon mertuanya yang tidak akan pernah menjadi mertuanya itu. Kini keduanya larut dalam isak tangis. "Maafkan Ibu, Nak. Maafkan Ibu dan Bapak yang telah gagal mendidik Aldi. Kami berdua menghargai keputusanmu, Nak. Kami juga tidak tega melihat gadis sebaik kamu bersanding dengan anak kami. Kamu berhak meraih kebahagiaamu sendiri," ujar Bu Rusli sambil memeluk erat tubuh Ryana.Ryana melepaskan pelukannya dari Bu Rusli. Memutuskan membatalkan pernikahannya dengan Aldi bukan berarti memutuskan tali silaturahim dengan kedua orangtua Aldi. Tetapi Ryana tidak mungkin sanggup hidup bersama lelaki yang sudah mengkhianati dirinya. "Ryana minta maaf, Bu, Pak. Maafkan Ryana membatalkan pernikahan ini. Hati Ryana sudah terlanjur sakit. Ryana tidak bisa meneruskan untuk bersama Mas Aldi," kata Ryana lagi. Emosi yang dirasakan Pak Rusli bercampur aduk rasanya. Pria tua itu tidak dapat menghalangi keputusan Ryana. Ryana masih muda dan jalan hidupnya masih panjang. "Pergilah, Nak Ryana. Kejar kebahagiaanmu meski tidak bersama dengan Aldi. Kamu berhak bahagia, Nak," balas Pak Rusli kemudian. Ryana menganggukkan kepalanya. Kemudian ia menggamit lengan adiknya tanpa menatap Aldi dan kedua orangtuanya. "Kalau begitu saya pamit. Maaf dan makasih untuk semuanya," imbuh Ryana lagi. Aldi dan kedua orangtuanya hanya diam, seolah mereka tidak punya daya dan upaya lagi untuk m
Hari ini langit begitu cerah, sang mentari menampakkan sinarnya yang hangat. Namun cerahnya sinar mentari tidak secerah sinar yang ada di wajah Ryana. Meski pernikahannya dengan Aldi batal. Namun Ryana tetap dirias oleh seorang MUA (Make Up Artist). Ryana yang rencananya memakai kebaya, kini memilih pakaian gamis putih berpayet dan hijab putih segiempat panjang menutup dada. Gadis itu meminta dirias sederhana saja, tanpa bulu mata palsu maupun lensa mata. Tetap saja Ryana tidak bisa menahan kesedihannya. Air mata berlinang jatuh ke pipi mulusnya yang tidak dapat dibendung lagi. Berkali-kali Mbak Susi--MUA-- dan Mbak Putri asistennya menenangkan hati Ryana. Mereka perlahan menghapus air mata di pipi gadis itu. Hingga proses make up yang memakan waktu satu jam itu selesai. Ryana berusaha untuk mengikhlaskan apa yang terjadi pada Sang Ilahi. Semua skenario yang kita jalani sudah menjadi kehendakNya. Kita sebagai seorang insan yang beriman, hanya bisa pasrah dengan ketetapanNya. .Bu E
Bu Erin terperangah dengan ucapan Hasfi. Ia dan suaminya itu sudah mengenal Hasfi semenjak SMA. Memang selama ini, Rayyan ada bercerita kalau Hasfi kuliah sambil bekerja karena ia berasal dari keluarga yang ekonominya menengah ke bawah. Hasfi hanya tinggal bersama dengan ibunya saja karena ayah dan ibunya sudah lama bercerai. Untuk mencukupi kebutuhannya, Hasfi bekerja sebagai afiliator di sebuah aplikasi sosial media yang kini digandrungi anak muda. Memang tidak mudah dirinya membagi waktu antara bekerja dan kuliah. Sebelum memutuskan menjadi afiliator, pria berusia dua puluh satu tahun itu menjadi penulis novel online. Menjadi penulis novel online pada awalnya adalah sebuah pekerjaan yang cukup menjanjikan bagi seorang mahasiswa seperti Hasfi. Ia bisa menulis kapan pun ia mau dan ada waktu senggang. Namun lama kelamaan persaingan di dunia menulis pun cukup meningkat. Semakin banyak orang yang terjun di dunia kepenulisan, hal ini membuat Hasfi kewalahan menghadapi banyaknya pesaing
Siapa yang tidak terbakar api cemburu ketika melihat kekasihnya bersanding dengan pria lain di pelaminan. Rasa marah, kesal, dan kecewa bercampur aduk menjadi satu. Mengaduk-aduk perasaan Aldi yang tidak terima dengan apa yang dilihatnya di live akun Rayyan. Ryana nampak cantik dengan riasan wajah natural, ia terlihat menyalami para tamu undangan yang seolah tidak ada habisnya. Di samping Ryana, berdiri seorang pemuda yang gagah dan berani melamar Ryana di usianya yang terbilang masih sangat muda bagi seorang pria. Justru Aldi merasa dikhianati oleh Ryana. Padahal ia duluan yang bermain api. Lantas saat ini berbalik dia lah yang merasakan cemburu luar biasa. "Ini enggak bisa dibiarkan, aku harus segera ke sana! Aku ingin membuat perhitungan. Aku enggak mau melihat Ryana bahagia. Enak aja dia enak-enakan bahagia. Sedangkan aku di sini malah terpuruk!" Aldi segera mengambil jaketnya dan mengambil kunci motor gedenya. Aldi berjalan melewati ruang tamu. Di sana ibunya sedang menjahit be
Suasana yang tadinya mencekam, kini perlahan kembali menjadi tenang. Dua satpam tersebut sudah membawa dan mengusir Aldi dari komplek. Pak Iman juga ikut serta dalam pengusiran tersebut. Ia memperingatkan Aldi agar jangan pernah lagi mengganggu putrinya. Kalau tidak, lelaki paruh baya itu tidak akan segan-segan melaporkan Aldi ke kantor polisi. "Pergi kamu! Jangan pernah lagi kembali ke sini. Aku sudah muak melihat wajahmu. Jangan tampakkan wajahmu lagi dihadapanku atau putriku lagi," cerca Pak Iman marah besar. Dirinya tak terima pesta pernikahan putrinya malah mau dihancurkan oleh kedatangan mantan calon menantunya itu. Kedua mata Aldi menatap Pak Iman dengan tatapan mata tajam. Dendam yang membara di hatinya kini berkobar kembali. Ia merasa Ryana sudah memutuskan dirinya secara sepihak. Ia tidak bisa menerima keputusan Ryana dan sampai saat ini masih menyalahkannya. "Kalian semua kepar*t! Egois! Belum pernah aku menemui orang-orang egois seperti kalian yang maunya hanya menang s
Acara pernikahan Ryana dan Hasfi sudah selesai dilaksanakan. Para tamu mulai sepi, ibu-ibu yang rewang juga sudah mulai pulang. Mbak Susi dan Mbak Putri merapikan alat makeup dan baju pengantin yang dipakai oleh Ryana dan Hasfi. Tukang dekorasi dan tenda juga merapikan dekorasi. Sofi dan Gladis sibuk mengangkat kado-kado dan kotak tempat amplop uang untuk pengantin. Ryana dan Hasfi berganti pakaian kimono mandi yang berbahan handuk karena mereka siap-siap ingin membersihkan diri karena seharian badan terasa lengket. "Lho kok pengantin baru malah mandinya sendiri-sendiri?" tanya Gladis yang menggoda pengantin baru. Ryana memilih mandi di kamar mandi yang ada di kamarnya. Memang setiap kamar di rumah keluarga Pak Iman ada kamar mandinya walau hanya kamar mandi kecil dengan shower dan toilet jongkok. Hanya kamar tamu saja yang tidak ada kamar mandinya. Sedangkan Hasfi berjalan meninggalkan ruangan, ia memilih mandi di kamar mandi belakang. Lagipula orang-orang yang membantu masak dan k
Ryana begitu terkejut sekaligus kagum dengan Hasfi. Ia merasa lega dan tidak salah memilih suami. Meskipun pernikahan ini pernikahan dadakan, namun ia merasa tidak menyesal menikah dengan Hasfi. Hanya saja yang masih mengganjal di hatinya adalah dirinya belum menunaikan kewajiban utamanya sebagai seorang istri, yaitu melayani suami di ranjang. Wajar saja belum siap. Kedekatan Ryana dengan Hasfi tidak seintens dengan Aldi. Jadinya saat ini mereka masih dalam tahap mengenal satu sama lain. Namun sudah dalam ikatan pernikahan yang sah. "Mbak, tenang aja. Aku akan bekerja dan memberikan nafkah selayaknya. Tapi aku enggak bisa menjanjikan apa-apa sama Mbak. Enggak selamanya juga kontenku akan laris. Aku hanya ingin Mbak Ryana selalu ada di sisiku dan mendukungku," kata Hasfi sungguh-sungguh. Pemuda itu kini menatap kedua mata Ryana dan memegang tangan halus gadis itu. Sungguh baru kali ini Ryana merasakan tubuhnya berdesir karena sentuhan seorang pria. Ya, pria halal yang mau mengikrarka
Mentari pagi menyapa dengan sinarnya masuk melalui celah-celah jendela kaca ketika Ryana membuka gorden jendelanya. Tadi Ryana dan Hasfi sholat subuh berjamaah dan dilanjutkan dengan mengaji Al-Qur'an. Malam pertama pengantin mereka sudah mereka lalui walau hanya tidur bersama. Di pagi yang cerah ini, Ryana sudah memantapkan hatinya untuk menerima Hasfi sebagai suaminya dan belajar mencintai pemuda itu. "Aku bantu Ibu di dapur dulu ya," kata Ryana kepada pria yang baru saja menjadi suaminya itu. Hasfi yang mengecek ponselnya pun menoleh ke arah Ryana dan menganggukkan kepalanya. Hari ini ia izin tidak masuk kuliah karena akan mengantarkan istrinya membeli cincin dan seserahan seperti janjinya tadi malam. Padahal ada dua mata kuliah hari ini. Sedangkan Ryana karena izin cuti menikah, ia libur seminggu ke depan. Sekalian hari ini mereka juga mau mampir ke KUA setempat untuk menyerahkan berkas dan dokumen nikah mereka. Ryana berjalan menuju dapur. Di sana Ibunya sudah selesai memasak
Pedih bagai tersayat-sayat yang dirasakan oleh Bu Hasna. Pak Alfian serasa kembali mengoyak luka lamanya yang perlahan sudah mulai sembuh. Padahal sebelumnya Bu Hasna berharap tidak akan pernah bertemu dengan mantan suaminya. Memang hanya sekali saja ia bertemu dengan suaminya setelah resmi palu perceraian itu terjadi. Ya, waktu itu ketika Hasfi dan dirinya melihat Pak Alfian membelikan mainan untuk ketiga anak tirinya. "Hasna! Tunggu, Hasna! Aku mohon jangan pergi," pekik Pak Alfian sambil mengejar Bu Hasna yang berjalan meninggalkannya. Lia merasa situasi saat ini sedang tidak kondusif. Namun dirinya tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak mungkin ia meninggalkan Tantenya dalam situasi sulit seperti ini. Ia pun bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Bu Hasna. Ya, menjadi single parent bagi seorang Bu Hasna bukanlah hal yang mudah. Walau ia hanya punya anak tunggal. Bukan berarti ia bisa dengan mudah menjalani semua ini.Bu Hasna terus melajukan jalannya. Begitu juga Lia yang berada di
Ya, malam ini Hasfi tidak bisa tertidur. Pikirannya berkelana kemana-mana. Terutama pikirannya tertuju pada masa lalunya yang kelam. Hidup beranjak dewasa tanpa didampingi dan mendapat kasih sayang dari sang ayah memanglah berat buat Hasfi. Tetapi sang ibunda terus menguatkannya dan memberikan semangat. Bahwa hidup akan terus berjalan, dengan atau tanpa ayah di sisinya. Mulanya Hasfi meratapi nasibnya. Nasibnya memang berbeda dengan anak-anak di sekitarnya. Perlahan ia mencoba menerima. Waktu bermainnya otomatis berkurang karena harus membantu ibunya mencari uang. 'Ya Allah, begitu pelik rasanya kehidupanku di masa lampau. Tidak menyangka kalau kehidupanku saat ini berubah total. Yang asalnya tidak punya apa-apa, sekarang malah berlebih. Alhamdulillah ya Allah. Terima kasih atas semua karunia yang Engkau berikan,' gumam Hasfi dalam hati. Pria muda itu melirik istrinya yang tertidur di sebelahnya. Wajah ayu Ryana terlihat teduh. Tak salah memang sejak lama ia mengagumi sosok Ryana. Y
Ryana sebenarnya senang saja karena akan pindah dari kontrakan ini. Apalagi kata Hasfi rumah yang akan mereka tinggali itu adalah rumah milik Ayahnya. Hanya saja mereka baru beberapa hari pindah ke rumah ini, masa baru pindah lagi? Ibarat kata, rasa lelah karena pindahan belum sepenuhnya hilang. Ryana terdiam beberapa menit. Begitu pun Hasfi. Makanan yang tadi dibawakan Hasfi dari rumah Ayahnya juga tidak ada mereka sentuh. Hasfi masih agak kenyang. Begitu pula dengan Ryana yang tadi siang makan di sekolah. Sampai-sampai Hasfi melupakan rasa sakitnya akibat jatuh dari sepeda motornya."Besok kamu pijat refleksi aja, Bang. Mana habis jatuh gitu," celetuk Ryana memecah keheningan di antara mereka. "Ah, iya. Boleh juga, Yang. Kamu juga ikut pijat ya, nemenin aku," balas Hasfi langsung menyetujui. "Oke. Ya sudah. Kita pindah aja lagi, Bang. Tapi jangan besok juga. Kan aku mesti ngajar, kamu juga harus kuliah. Belum lagi malam hari kita kudu pijat. Hari Minggu nanti aja kalo mau pindaha
"Kalau begitu Hasfi pulang dulu, Yah," kata Hasfi ingin berpamitan kepada Ayahnya. Ia merasa tidak ada lagi hal yang perlu dibicarakan kepada Ayahnya. "Lho kok pulang sekarang? Apa kaki dan tanganmu udah enggak sakit lagi? Biar Agus dan Budi aja nanti yang nganterin kamu pulang," jawab Pak Alfian terkejut karena Hasfi ingin pulang. Agus dan Budi adalah supir dan ART di rumah Pak Alfian. "Tapi Hasfi belum membuat video konten untuk pekerjaan, Yah." "Oh gitu ya sudah tidak apa-apa. Tunggu sebentar." Pak Alfian membuka tas kerjanya. Ia mengeluarkan uang sejumlah sepuluh juta dari dompet besarnya, lalu memberikan uang itu kepada putra sulungnya itu."Ini uang yang Ayah janjikan tadi. Terimalah. Anggap saja sebagai ganti bayar uang sewa dan hadiah pernikahanmu. Oh iya, nanti kalau sudah tiga bulan di kontrakan. Kamu sebaiknya pindah ke rumah Ayah. Cukup dekat dari sini. Hanya berbeda blok saja. Kalau rencanamu ingin membangun rumah, sebaiknya diurungkan saja rencanamu. Lebih baik uang
Hasfi kecewa dengan sikap sang Ayah yang tidak mempercayainya. Di sisi lain ia bahagia dan bersyukur karena Tuhan sudah mempertemukan kembali dirinya dengan ayah kandungnya sendiri. Dari kata-kata Pak Alfian memang sudah terdengar jelas bagi siapa saja yang mendengarnya seperti sedang meremehkan anaknya sendiri. Padahal kualitas Hasfi jauh sekali di atas anak-anak Tania yang ia rawat bertahun-tahun. Tetapi mental mereka mental kerupuk. Tidak tahan banting. Jauh berbeda dengan Hasfi yang mentalnya sudah kuat, tidak lapuk karena badai kehidupan yang menghantam. "Apa tujuan kalau Hasfi berbohong dengan Ayah? Adakah Hasfi terlihat sebagai anak yang pembohong? Untuk apa juga Hasfi sombong berkata kepada Ayah kalau penghasilan Hasfi memang adanya begitu. Hasfi hanya ingin membuktikan kepada Ayah. Kalau anak yang dulu Ayah telantarkan demi wanita lain, malah lebih sukses dengan kaki dan tangan sendiri. Oh, tentunya juga dengan bimbingan dan kasih sayang Ibu yang tidak kenal lelah mendidik
Pak Alfian malah semakin tertawa dengan pertanyaan Hasfi. Ya, ia baru tau Hasfi pernah menyambangi rumahnya ketika SMP dari Satpam Komplek. Itupun ketika sebulan sesudah kejadian. Waktu itu memang istri keduanya sedang hamil. Pak Alfian memarahi istrinya yang tidak memberitahukan kalau anaknya kemari. Tania pun berbohong dan berkata kalau Hasfi kemari karena ingin minta uang. Tania juga bilang ia langsung saja memberikan uang yang diminta Hasfi. Padahal Hasfi tidak ada menerima uang sepeser pun dari Ibu tirinya itu. Sebagai seorang suami yang baik. Pak Alfian percaya saja dengan kata-kata istrinya. Tentu saja Tania berusaha merayu dan menangis tersedu-sedu dengan air mata buayanya. Pria itu lama-lama luluh juga dengan tangisan istrinya. "Sudah Ayah usir dari rumah ini. Ketiga anak itu memang anak Tania. Sekalian juga Ayah usir, biarkan saja mereka ikut Mamanya," jawab Pak Alfian dengan santai."Bu-bukankah waktu Hasfi kemari, Bu Tania sedang mengandung?" tanya Hasfi dengan suara be
Hasfi dan pria tua itu saling bertatapan mata. Pria tua itu merasa sangat mengenal Hasfi. Begitu juga dengan Hasfi. Mereka berdua terkejut dan terperangah melihat satu sama lain. "A-ayah," gumam Hasfi lirih ketika menoleh ke pria itu. Kata-kata yang baru saja diucapkan Hasfi itu meluncur begitu saja, seolah tanpa ia sadari.Begitupun dengan pria tua itu. Sejak pertama kali pria tua itu sudah curiga kalau yang ia lihat itu adalah anaknya. Belasan tahun ia tidak melihat putranya. Ketika dulu ditinggalkan, Hasfi masih duduk di bangku SD. Kini Hasfi sudah tumbuh menjadi laki-laki dewasa yang berwajah tampan dan gagah. Tetapi garis wajah Hasfi tetap diingat oleh si pria itu. Hubungan darah sampai bagaimana pun tetaplah kental dan tidak akan pernah terputus sampai kapanpun. Begitu juga dengan Hasfi dan Pak Alfian. Keduanya saling mengenal. Hasfi juga tidak bisa menghindar. "Iya, Nak. Kamu Hasfi kan? Alhamdulillah, kamu masih ingat Ayah." Pak Alfian terharu. Matanya berkaca-kaca.Hasfi se
Hasfi mengira keadaan akan baik-baik saja setelah dia pindah dari rumah mertuanya. Ia bahkan sempat berpesan kepada Pak Iman agar jangan memberi tau siapa pun dimana alamat rumah kontrakannya. Namun ia sendiri juga tak menyangka kalau ibu mertuanya akan nekat kemari. Tetapi ia yakin kalau yang memberikan alamat rumah kontrakannya pasti Bapak mertuanya itu. Hasfi mencoba untuk bersikap tenang. Baginya sudah biasa dan bahkan makanan sehari-hari dicibir hanya mahasiswa namun berani menikahi seorang gadis adalah hal yang biasa ia terima. Sekarang ia sudah terbiasa menikmati cibiran tersebut. Justru dengan cibiran tersebut bisa menjadi cambukan agar kehidupannya lebih baik. Hasfi tersenyum. Begitulah jawaban yang akan ia berikan kepada lontaran hinaan yang ditujukan pada dirinya. Terang saja hal tersebut malah membuat Bu Erin makin berang. "Ditanyain orangtua kok malah senyum-senyum? Emangnya kamu senang ya aku bilang pengangguran. Emang dasarnya kayaknya kamu pengangguran deh. Bohong
Begitu lah kehidupan. Kadang kita dihadapkan dengan orang-orang yang menghalangi jalan kita. Namun sebisa mungkin tetaplah kita teguh pada pendirian kira. Jangan sampai larut terhadap arus orang-orang yang tidak menyukai kita. * * Ezra terkejut bukan main karena bertemu dengan Ryana di sini. Sungguh ini adalah pertemuan yang tidak ia sangka sama sekali. "Lho jadi kalian saling kenal?" tanya Lia kebingungan. "Enggak kok. Ya, maksudnya cuma kenal gitu doang," jawab Ezra dengan cepat berkelit. Ryana tersenyum tipis. Ia mengajak Hasfi masuk. Ia paham maksudnya Lia tidak ingin diganggu oleh kehadiran mereka. "Ya Allah. Syukurlah kamu pulang, Lia. Tadi Hasfi menghubungi kamu, katanya nomor kamu enggak aktif. Kamu kemana aja sih?" celetuk Bu Hasna yang langsung memecah ketegangan di antara mereka. "Ma-maaf, Tante. Habisnya Lia tadi sibuk jalan sama temen. Maaf ya, kita tadi ada urusan penting," jawab Lia mencoba berkelit. "Oh iya, enggak papa. Suruh temannya masuk. Udah magrib, engga