“Mengapa kau pulang tanpa membawa hasil? Bukankah aku sudah mengatakannya, jika aku tak mengijinkanmu pulang tanpa memberikan apa yang aku mau?” sentak Argi penuh amarah. Membuat Bayu terlonjak kaget. Tak sekali Argi marah, namun kali ini terasa lebih menakutkan dari sebelumnya. “Maaf, bos. Aku tadi sudah berusaha untuk menemui Taufan, tapi sekuriti di sana mengusirku dengan kasar,” jelas Bayu sembari menunduk. “Apa kau kehabisan akal? Kau bisa menemuinya di luar, bodoh!” teriak Argi berapi-api. Bahkan Clara yang berada di sampingnya ikut merasa ketakutan. “Baiklah jika diperbolehkan ijinkan aku untuk pulang ke rumah menemui anak istriku. Besok pagi aku akan kesana lagi.” “Tidak perlu! Pulanglah!” Argi mengibas tangannya ke arah Bayu, lalu kembali duduk dengan raut wajah yang masih memerah. Setelah melihat Bayu keluar dari ruangan, Clara mendekati Argi yang hatinya masih diliputi amarah. “Apa yang membuatmu marah seperti ini? Mungkin kamu bisa ceritakan padaku, untuk meringankan
Ruth terkejut tatkala melihat isi pesan dari Rumi. Memang cukup mudah untuk menutupi kebohongan, namun menutup mulut anak usia dua tahun tentu sangat sulit.Wajah Ruth tampak cemas memikirkan hal yang akan terjadi jika Akira mengetahui keberadaan Anggara masih hidup.Hal itu tertangkap oleh Baskoro yang baru saja membuka matanya setelah tidur siang.“Apa Ruth? Mengapa wajahmu terlihat cemas? Apa terjadi sesuatu?” Baskoro mendekati istrinya, namun Ruth hanya berdiam tak menjawab, malah menyodorkan ponsel ke arahnya. Membuat wajah Baskoro mengerut bingung.“Rumi baru saja mengirim pesan, mas,” ucap Ruth menatap pada suaminya.Baskoro mengalihkan pandangannya pada layar ponsel yang masih belum terkunci. Kini matanya melihat dan mulai membaca isi pesan yang dikirim Rumi. Namun Ruth tak melihat perubahan raut wajah dari Baskoro. Baskoro tersenyum tipis, lalu mengembalikan ponsel ke istrinya.“Untuk apa kau cemas? Bukankah harusnya seperti itu? Akira memang harus tahu jika Anggara masih hid
“Apa maksudmu? Kau tahu kan jika aku sudah memiliki istri dan sebentar lagi akan memiliki anak?” ujar Argi yang merasa tak senang mendengar permintaan Clara. Sungguh dia mengira Clara sudah menjebaknya.“Tapi, sayang. Aku sudah memberikan semua milikku hanya untukmu, bahkan aku yang menemanimu selama beberapa bulan ini. Aku tahu bagaimana hubunganmu dengan istrimu. Kau tidak mencintainya, maka kau menerimaku.” Argi mendorong tubuh Clara untuk menjauh darinya. Lalu bangkit berdiri sembari memasukkan kedua tangan dalam saku celana.“Kau jangan sok tahu, Clara. Aku menikahi istriku karena memang dahulu aku mencintainya. Bahkan dulunya istriku adalah cinta pertamaku, sebelum pria pengkhianat merebutnya dariku.” Ekspresi Argi kembali dingin.“Lalu bagaimana denganku? Apa kau hanya menganggap aku sebagai pemuas nafsumu sesaat? Kau akan membuangku jika kau sudah tak membutuhkanku? Itu yang akan kau lakukan?” Clara sangat cemburu mendengar ucapan Argi, sungguh dia tidak terima jika pria yan
Akira terus menggedor pintu kamar Rumi, untuk mencari pertolongan. Perutnya kembali merasakan nyeri tak tertahankan, hingga dia memutuskan untuk meminta bantuan Rumi. Bahkan untuk menopang tubuhnya sendiri, Akira sudah tidak mampu. Hingga dia terjatuh di depan pintu kamar Rumi dengan tangan yang terus menggedor pintu. Tak lama Rumi membuka pintu kamar, dan alangkah terkejutnya melihat kondisi majikannya. “Non, non Akira kenapa non?” wajah Rumi tampak panik, lalu segera bersimpuh di hadapan Akira. “Tolong bawa aku ke rumah sakit, bik. Perutku rasanya sakit, aku sudah tidak tahan lagi, bik,” jawab Akira dengan lirih. “Baik non, kita akan ke rumah sakit.” Rumi memapah Akira untuk duduk di sofa. Lalu dia segera menghubungi Soni, sang supir. Namun hingga berkali-kali panggilannya tak dijawab. Membuat Rumi semakin bingung. “Duh, gimana ini? Non Akira harus segera mendapat pertolongan.” Rumi terlihat kebingungan, hingga akhirnya terlintas di pikirannya untuk meminta pertolongan pada Ru
Anggara terus berjalan mondar-mandir di depan pintu. Ukuran perut Akira masih belum terlalu besar, sehingga Anggara bisa memastikan jika kandungannya masih muda dan belum saatnya bayi itu lahir.Waktu terus berlalu, namun pintu ruangan tak kunjung terbuka. Membuat perasaan Anggara tidak tenang, dadanya derus berdegup kencang karena rasa cemas.Hingga tak lama pintu ruangan terbuka, terlihat dokter wanita keluar dari sana. Anggara pun segera menghampiri dokter itu.“Bagaimana dok? Bagaimana kondisinya?” “Apa tuan adalah suami pasien?”Tanpa berpikir Anggara mengangguk. Ya, tentu dia masih menjadi suami Akira.“Ada satu hal yang ingin saya sampaikan. Dan mohon maaf sebelumnya, saya ingin bertanya sesuatu.” Dari raut wajah sang dokter, Anggara menangkap jika dirinya akan mendengar kabar buruk.“Katakan, dok! Apa yang ingin dokter tanyakan?” ujar Anggara sembari menghembuskan nafas berat.“Pasien sepertinya mengalami tekanan yang berat, maksud saya kondisi mental ibu hamil sangat mempeng
Operasi dilakukan demi menyelamatkan dua nyawa, ibu dan bayi. Setelah dua tahun berlalu semenjak melahirkan anak pertamanya, kini bekas sayatan di perut Akira mulai dirobek kembali.Akira masih dalam keadaan setengah sadar, karena bius anestesi yang hanya menghilangkan sensasi nyeri dari pinggang ke bawah.Sayu-sayu Akira bisa mendengar obrolan dokter dan suster yang masih berusaha mengeluarkan bayinya. Waktu terasa berjalan sangat lambat, begitu yang dirasakan Anggara yang tengah menunggu di luar.Keadaan begitu berbalik. Dulunya kelahiran Ashley, justru Argilah yang berada di sisi Akira. Namun kini ketika bayinya akan lahir, justru Anggara yang menjaga.Meskipun Anggara tahu jika bayi yang sedang berjuang di dalam bukanlah darah dagingnya, namun Anggara tidak bisa bersikap abai. Jika hal ini menyangkut tentang Akira dan bayi itulah yang kelak akan menjadi adik bagi Ashley, putrinya.Anggara melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan. Waktu menunjuk pukul dua dini hari. Sudah
Setelah Akira dipindah ke ruang rawat, Anggara segera menjenguknya. Melihat kondisi istrinya yang masih tak sadarkan diri, membuat hati Anggara begitu terenyuh. Wajah cantik Akira terlihat sangat pucat. Anggara rela tidak tidur semalaman, hanya untuk berjaga di sisi Akira. Mulutnya tak henti-hentinya melantunkan doa, agar istrinya segera sadar. Bunyi monitor menambah kesedihan di hati Anggara. Baru beberapa jam lalu, mereka kembali berbicara setelah sekian lama tidak bertemu, bahkan Anggara masih bisa merasakan lembutnya pelukan Akira di tubuhnya. Namun sekarang keadaan begitu mengiris hati Anggara. Anggara masih mencoba mencari tahu apa yang membuat keadaan istrinya, menjadi seperti ini. Mungkin Rumi mengetahui penyebab Akira seperti ini, karena hanya wanita itu yang selalu berada di sisi istrinya. Anggara teringat akan janjinya pada Ashley. Dia segera melihat ke arah jam tangan, sudah menunjukkan jam delapan kurang. “Sayang, aku pamit jemput putri kita. Cepatlah sadar demi ak
Anggara sudah berada di perjalanan kembali ke rumah sakit. Dia merasa tidak nyaman meninggalkan Akira sendirian.Untungnya jalanan belum terlalu ramai, sehingga mereka secepatnya tiba di rumah sakit Griya Medika.Anggara menggendong putrinya memasuki kamar Akira, sementara Rumi berjalan mengekor di belakang.“Mami?” Ashley begitu antusias melihat wajah Akira, tangannya menggapai ke arah ibunya yang terbaring.“Mami masih tidur, Ash. Kita jangan ganggu dulu ya, kasihan mami perlu istirahat,” ucap Anggara memperingatkan putrinya. Namun dia tetap melangkah menghampiri ranjang pasien, dan mendudukkan Ashley di tepi ranjang.Tangan Ashley terulur menyentuh pipi Akira. “Daddy, mami sakit?”“Hum, mamimu sedikit sakit, hanya perlu istirahat sebentar. Doakan mami agar lekas sembuh, Ash.”Ash mengangguk lalu kembali menatap wajah Akira.“Cepat sembuh ya, mami,” ujar Ashley sembari mengusap lembut pipi Akira. Namun melihat Akira tak kunjung merespon, membuat Ashley bingung.Ashley hendak mengaju
“Lakukan, mas! Aku menginginkannya!” ujar Akira dengan nafas terengah-engah, menahan gejolak gairah yang mulai muncul.Anggara kembali memagut bibir Akira, sembari memasukkan miliknya dalam tubuh sang istri. Gerakan perlahan, hingga miliknya terbenam seluruhnya dalam rahim Akira.Menikmati sensasi yang membuat keduanya sama-sama tenggelam dalam lautan kenikmatan.“Mphhhhhh…” Akira mendesah tertahan, karena mulutnya yang terbungkam. Membiarkan lidah Anggara menjelajahi rongga mulutnya.Hingga tak lama, Anggara mengurai tautan bibirnya sebelum Akira kehabisan nafas. Lidahnya kembali menjelajahi daun telinga Akira hingga leher putihnya. Sensasi yang membuat milik Akira semakin basah. Namun Anggara masih dalam posisi diam, membiarkan miliknya terbenam dan terasa diurut.Akira sudah tidak tahan lagi, dia menginginkan lebih.“Mas Aang, bergeraklah! Aku tak tahan lagi!” rintih Akira dengan tatapan memohon. Keinginannya sudah tak bisa ditahan lagi, karena nafsunya yang sudah membumbung tinggi
Seharian ini, Akira menghabiskan waktu untuk bermain bersama putrinya di dalam kamar. Niatnya hanya untuk membayar waktu yang telah terbuang selama beberapa hari ini mengabaikan Ashley.“Mami mungkin bukan ibu yang terbaik, tapi mami akan selalu menyayangi Ash. Maafkan mami jika beberapa hari ini membuat Ash kesepian,” ucap Akira lirih sembari mencium pipi gembul putrinya yang sudah tertidur.“Tidak, kamu adalah ibu yang terbaik untuk anak-anak kita!” suara Anggara terdengar dari belakangnya. Membuat Akira seketika menoleh.“Mas?”Anggara tersenyum hangat, lalu melangkah menuju sisi ranjang.“Akira, aku selalu berjanji akan menjadikanmu wanita yang paling bahagia. Berhentilah menyalahkan dirimu, dan yakinlah kita mampu melewati ini.”Anggara meraih tangan Akira lalu membawanya ke bibir. Sebuah ungkapan cinta yang selalu terdengar romantis di pendengaran Akira.Akira beranjak dari posisinya, duduk di samping Anggara.“Mas tidak perlu melakukan apapun, karena dicintai dengan cara sepert
Hari-hari berlalu terasa begitu menyesakkan bagi hati seorang ibu yang mengalami kehilangan buah hatinya.Semenjak putranya tiada, Akira selalu mengunjungi makam putranya. Bahkan bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk berada di pusara sang putra.Meskipun kehadiran suami dan putri kecilnya menjadi pelipur lara, namun rasa sakit belum sepenuhnya hilang dari hati Akira.“Ikhlaskan kepergian putra kita, sayang. Apa kamu tahu, putra kita kini sudah bahagia di surga. Bisa bertemu dengan nenek dan kakeknya,” hibur Anggara yang kini duduk bersimpuh di samping istrinya.Tak henti-hentinya Anggara mencari cara untuk menghibur hati Akira. Kepergian putra Akira juga menjadi pukulan terberat untuknya.Akira memaksakan senyumnya. Dia tahu Anggara begitu cemas melihat kondisinya.“Mas, aku sudah ikhlas jika memang ini jalan yang terbaik untuk Odelio.”Akira menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Kepergian putranya bukan berarti membuat hidupnya terpuruk. Ada Ashley yang masih ha
“Bagaimana kabarmu?” tanya Raditya dengan pandangan menelisik. Dia hendak memastikan kebenaran dari ucapan putranya.Hingga tatapannya tertuju pada perut Clara, yang terlihat masih datar. Tak lama, tatapannya pun kembali pada wajah Clara.“Kondisi saya seperti yang anda lihat. Andai pak Anggara tidak memberikan pekerjaan ini, mungkin saja hidup saya luntang-lantung,” ucap Clara menjelaskan.“Bolehkah aku bertanya?”Clara kembali memandang ke arah Raditya dengan mata memicing.“Silahkan, pak Radit!”“Apa benar kau telah mengandung benih putraku, Clara?” tanya Raditya sengaja mengurangi volume suaranya agar obrolan mereka tidak didengar orang lain.Clara menundukkan pandangan, jari jemarinya saling meremas di atas paha. Entah apa maksud dari kedatangan Raditya kesini, namun haruskah Clara menjawab jujur?Clara masih trauma akan sikap Argi yang kasar padanya sejak pertemuan terakhir mereka. Perkataan Argi yang tidak terima jika dirinya mengandung calon bayi keluarga Rinega, masih terngia
Argi Rinega menerima hukuman pidana penjara selama dua belas tahun. Itulah keputusan dari hakim yang menangani kasusnya.Tentu hal ini membuat orang tua Argi kecewa. Putra semata wayangnya harus menjalani hukuman berat.Meskipun pihak dari pengacara yang disewa oleh Raditya meminta pengajuan banding untuk meringankan hukuman. Namun dengan tegas putranya malah menolak.“Biarkan aku menjalani hukumanku. Mungkin dengan ini putraku akan memaafkan kesalahanku,” ucapnya sembari memeluk ibunya yang tengah terisak.Hati Lina hancur. Ibu mana yang tidak merasa sedih jika harus hidup terpisah dengan putranya.“Kami sudah tua nak, dua belas tahun itu bukan waktu yang sebentar. Biarkan pengacara papa untuk kali ini membantumu. Setidaknya untuk memotong masa hukumanmu,” ucap Lina sembari terisak.Argi bergeming, tangannya mengusap pelan punggung wanita yang telah melahirkannya.“Maaf, aku sudah mengecewakan kalian dengan perbuatanku,” hanya itu yang mampu terucap di mulut Argi. Hingga salah beber
Akira segera menjalani perawatan di sebuah klinik. Hal ini karena Anggara hanya menemukan klinik yang terdekat dengan lokasi pemakaman.“Dari kalian, siapa yang menjadi suami pasien?” tanya seorang petugas nakes yang bertugas. Melihat pada dua pria tampan yang mengantar satu wanita, tentu petugas tampak bingung.Anggara sedikit terkejut mendengar pertanyaan suster, sedari tadi dia tidak menyadari keberadaan Argi yang ternyata mengikutinya hingga klinik.“Saya suami pasien,” jawab Anggara setelah menoleh sekilas ke belakang.“Baik, ikuti saya. Dokter ingin berbicara dengan anda,” ucap suster, lalu membuka pintu ruangan lebih lebar.Anggara segera memasuki ruangan, sementara suster mencegah Argi yang hendak masuk.“Maaf, hanya suami pasien. Anda bisa menunggu di luar.”Suster segera menutup pintu ruangan. Lalu mengantar Anggara untuk menghampiri dokter.Sekilas Anggara melihat pada Akira yang tengah berbaring di atas ranjang pasien. Kondisinya masih memprihatinkan, kedua matanya masih t
Selama di perjalanan, mobil Anggara terus mengikuti mobil milik Argi yang berada di depannya.Perjalanan menuju ke suatu tempat yang entah kemana.“Mas, aku takut,” ucap Akira yang entah mengapa hatinya mendadak diliputi rasa khawatir dan ketakutan. Padahal Argi akan mengantarkan mereka untuk bertemu putranya.Namun mengapa justru Akira merasakan dadanya terasa sakit tanpa sebab. Air mata terus jatuh bercucuran. Apakah karena kerinduan yang mendalam pada putranya?Anggara menggenggam tangan Akira dengan tatapan fokus ke depan. Dia tidak ingin kehilangan jejak Argi, tentu Anggara sedikit merasa was-was akan ajakan Argi.Mungkinkah Argi semudah itu menyerah untuk memberikan putranya pada Akira?Atau apakah ini sebuah jebakan?“Bersabarlah, kita akan segera bertemu dengan putra kita. Tidak perlu takut, sayang. Ada aku!” ucap Anggara menenangkan hati istrinya.Anggara dibuat terkejut tatkala mobil mereka terhenti di sebuah pemakaman umum. Kedua alisnya saling bertaut, wajahnya terlihat me
Anggara mulai mengorek informasi dari media berita yang kini dia telusuri. Dan memang benar ucapan Bayu, sudah seminggu berlalu perusahaan itu di tutup.Lalu kemana perginya Argi? Mengapa di saat seperti ini justru dia menghilang? Apakah ini sebuah kesengajaan yang merupakan cara Argi untuk menghindar dari hukumannya?Tapi mengapa dia meminta pengacaranya untuk menolak gugatan cerai?Anggara mengalami jalan buntu, berhari-hari mencari keberadaan Argi namun hasilnya nihil. Hingga hari itu dia mendapatkan kabar dari anak buahnya.“Bos Anggara, kami sudah mengecek di bandara, jika sepuluh hari yang lalu ada penumpang atas nama Argi Rinega, serta Raditya Rinega dan istrinya melakukan penerbangan ke luar negeri,” ucap Dewa dari seberang telepon.“Kemana tujuan mereka?”“Singapura.”Anggara kembali terdiam. Haruskah dia mencari putra Akira hingga ke negeri Singa?Selama persidangan cerai belum usai, maka dia tidak bisa berbuat apapun untuk merebut putra Akira. Tentu hal asuh harus jatuh ke
“Baiklah, karena berkas sudah lengkap, nanti saya akan segera mengurusnya,” ucap pengacara Kim pada Anggara dan Akira, yang saat itu berkunjung ke kantornya.“Kapan persidangan pertama akan dilakukan, Kim?” tanya Anggara memastikan.“Nanti akan saya kabari, pak Anggara. Kemungkinan besar satu hingga dua Minggu ke depan, tergantung dari pihak pengadilan yang memberi jadwal. Mungkin dua hari ke depan kita akan mengirim surat gugatan cerai kepada yang bersangkutan. Jika pihak yang digugat menyetujuinya, maka proses akan semakin cepat,” jelas Kim.Tentu hal itu tidak mungkin terjadi, Anggara tahu betul bagaimana ucapan terakhir Argi. Dia tidak akan semudah itu melepaskan Akira. Namun apapun yang terjadi, Anggara akan mengusahakan untuk gugatan cerai itu diterima.“Tolong hubungi aku tentang perkembangan prosesnya nanti,” ucap Anggara akhirnya, sebelum memutuskan obrolan.***Hari berlalu sangat cepat, pihak kepolisian sudah berhasil membuktikan kesalahan pria yang melakukan penculikan, me