“Apa maksudmu? Kau tahu kan jika aku sudah memiliki istri dan sebentar lagi akan memiliki anak?” ujar Argi yang merasa tak senang mendengar permintaan Clara. Sungguh dia mengira Clara sudah menjebaknya.“Tapi, sayang. Aku sudah memberikan semua milikku hanya untukmu, bahkan aku yang menemanimu selama beberapa bulan ini. Aku tahu bagaimana hubunganmu dengan istrimu. Kau tidak mencintainya, maka kau menerimaku.” Argi mendorong tubuh Clara untuk menjauh darinya. Lalu bangkit berdiri sembari memasukkan kedua tangan dalam saku celana.“Kau jangan sok tahu, Clara. Aku menikahi istriku karena memang dahulu aku mencintainya. Bahkan dulunya istriku adalah cinta pertamaku, sebelum pria pengkhianat merebutnya dariku.” Ekspresi Argi kembali dingin.“Lalu bagaimana denganku? Apa kau hanya menganggap aku sebagai pemuas nafsumu sesaat? Kau akan membuangku jika kau sudah tak membutuhkanku? Itu yang akan kau lakukan?” Clara sangat cemburu mendengar ucapan Argi, sungguh dia tidak terima jika pria yan
Akira terus menggedor pintu kamar Rumi, untuk mencari pertolongan. Perutnya kembali merasakan nyeri tak tertahankan, hingga dia memutuskan untuk meminta bantuan Rumi. Bahkan untuk menopang tubuhnya sendiri, Akira sudah tidak mampu. Hingga dia terjatuh di depan pintu kamar Rumi dengan tangan yang terus menggedor pintu. Tak lama Rumi membuka pintu kamar, dan alangkah terkejutnya melihat kondisi majikannya. “Non, non Akira kenapa non?” wajah Rumi tampak panik, lalu segera bersimpuh di hadapan Akira. “Tolong bawa aku ke rumah sakit, bik. Perutku rasanya sakit, aku sudah tidak tahan lagi, bik,” jawab Akira dengan lirih. “Baik non, kita akan ke rumah sakit.” Rumi memapah Akira untuk duduk di sofa. Lalu dia segera menghubungi Soni, sang supir. Namun hingga berkali-kali panggilannya tak dijawab. Membuat Rumi semakin bingung. “Duh, gimana ini? Non Akira harus segera mendapat pertolongan.” Rumi terlihat kebingungan, hingga akhirnya terlintas di pikirannya untuk meminta pertolongan pada Ru
Anggara terus berjalan mondar-mandir di depan pintu. Ukuran perut Akira masih belum terlalu besar, sehingga Anggara bisa memastikan jika kandungannya masih muda dan belum saatnya bayi itu lahir.Waktu terus berlalu, namun pintu ruangan tak kunjung terbuka. Membuat perasaan Anggara tidak tenang, dadanya derus berdegup kencang karena rasa cemas.Hingga tak lama pintu ruangan terbuka, terlihat dokter wanita keluar dari sana. Anggara pun segera menghampiri dokter itu.“Bagaimana dok? Bagaimana kondisinya?” “Apa tuan adalah suami pasien?”Tanpa berpikir Anggara mengangguk. Ya, tentu dia masih menjadi suami Akira.“Ada satu hal yang ingin saya sampaikan. Dan mohon maaf sebelumnya, saya ingin bertanya sesuatu.” Dari raut wajah sang dokter, Anggara menangkap jika dirinya akan mendengar kabar buruk.“Katakan, dok! Apa yang ingin dokter tanyakan?” ujar Anggara sembari menghembuskan nafas berat.“Pasien sepertinya mengalami tekanan yang berat, maksud saya kondisi mental ibu hamil sangat mempeng
Operasi dilakukan demi menyelamatkan dua nyawa, ibu dan bayi. Setelah dua tahun berlalu semenjak melahirkan anak pertamanya, kini bekas sayatan di perut Akira mulai dirobek kembali.Akira masih dalam keadaan setengah sadar, karena bius anestesi yang hanya menghilangkan sensasi nyeri dari pinggang ke bawah.Sayu-sayu Akira bisa mendengar obrolan dokter dan suster yang masih berusaha mengeluarkan bayinya. Waktu terasa berjalan sangat lambat, begitu yang dirasakan Anggara yang tengah menunggu di luar.Keadaan begitu berbalik. Dulunya kelahiran Ashley, justru Argilah yang berada di sisi Akira. Namun kini ketika bayinya akan lahir, justru Anggara yang menjaga.Meskipun Anggara tahu jika bayi yang sedang berjuang di dalam bukanlah darah dagingnya, namun Anggara tidak bisa bersikap abai. Jika hal ini menyangkut tentang Akira dan bayi itulah yang kelak akan menjadi adik bagi Ashley, putrinya.Anggara melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan. Waktu menunjuk pukul dua dini hari. Sudah
Setelah Akira dipindah ke ruang rawat, Anggara segera menjenguknya. Melihat kondisi istrinya yang masih tak sadarkan diri, membuat hati Anggara begitu terenyuh. Wajah cantik Akira terlihat sangat pucat. Anggara rela tidak tidur semalaman, hanya untuk berjaga di sisi Akira. Mulutnya tak henti-hentinya melantunkan doa, agar istrinya segera sadar. Bunyi monitor menambah kesedihan di hati Anggara. Baru beberapa jam lalu, mereka kembali berbicara setelah sekian lama tidak bertemu, bahkan Anggara masih bisa merasakan lembutnya pelukan Akira di tubuhnya. Namun sekarang keadaan begitu mengiris hati Anggara. Anggara masih mencoba mencari tahu apa yang membuat keadaan istrinya, menjadi seperti ini. Mungkin Rumi mengetahui penyebab Akira seperti ini, karena hanya wanita itu yang selalu berada di sisi istrinya. Anggara teringat akan janjinya pada Ashley. Dia segera melihat ke arah jam tangan, sudah menunjukkan jam delapan kurang. “Sayang, aku pamit jemput putri kita. Cepatlah sadar demi ak
Anggara sudah berada di perjalanan kembali ke rumah sakit. Dia merasa tidak nyaman meninggalkan Akira sendirian.Untungnya jalanan belum terlalu ramai, sehingga mereka secepatnya tiba di rumah sakit Griya Medika.Anggara menggendong putrinya memasuki kamar Akira, sementara Rumi berjalan mengekor di belakang.“Mami?” Ashley begitu antusias melihat wajah Akira, tangannya menggapai ke arah ibunya yang terbaring.“Mami masih tidur, Ash. Kita jangan ganggu dulu ya, kasihan mami perlu istirahat,” ucap Anggara memperingatkan putrinya. Namun dia tetap melangkah menghampiri ranjang pasien, dan mendudukkan Ashley di tepi ranjang.Tangan Ashley terulur menyentuh pipi Akira. “Daddy, mami sakit?”“Hum, mamimu sedikit sakit, hanya perlu istirahat sebentar. Doakan mami agar lekas sembuh, Ash.”Ash mengangguk lalu kembali menatap wajah Akira.“Cepat sembuh ya, mami,” ujar Ashley sembari mengusap lembut pipi Akira. Namun melihat Akira tak kunjung merespon, membuat Ashley bingung.Ashley hendak mengaju
“Aku memintamu untuk menggantikanku dalam pertemuan hari ini. Dan tolong pesankan tiket pesawat untuk kepulanganku hari ini,” ucap Argi kepada Clara yang baru saja terbangun dari tidur.Clara beranjak dari tempat tidur, membiarkan tubuh telanjangnya terpampang nyata di hadapan kekasihnya.“Mas, apa yang membuatmu ingin pulang? Bukankah kita harus menyelesaikan pekerjaan hingga satu minggu ke depan?” Clara melangkah menghampiri Argi yang tengah berdiri di depan cermin.“Aku akan meminta Bayu untuk membantumu. Ada hal penting yang menungguku di rumah,” jawab Argi tanpa menoleh ke arah Clara.Tubuh polos Clara memeluk tubuh Argi dari belakang.“Hal penting apa, sayang? Sampai kamu meninggalkan pekerjaanmu? Apa ini ada hubungannya dengan istrimu?” Clara mengendus aroma parfum di tubuh Argi, sembari tangannya mulai menyentuh bagian sensitif Argi dari belakang.“Hentikan Clara! Cepat bersihkan tubuh kotormu! Dan lakukan perintahku tadi!” Sentak Argi, sembari menggeser tubuhnya.Clara kecewa
Argi segera melakukan perjalanan pulang setelah mendapatkan jadwal penerbangan pada malam hari.Sebelumnya, dia telah menelpon supir untuk mengantarkan mobilnya di bandara.Di sepanjang perjalanan, tak henti-hentinya rasa cemas itu mengusik ketenangannya. Bolak-balik mencoba menelpon Akira dan Rumi, namun kedua wanita itu tak kunjung menjawab. Membuat amarah dihatinya kian membara.Setelah menanti, akhirnya Argi tiba di bandara. Dia segera melangkah menuju mobilnya yang sudah terparkir, dan Soni juga berada di samping mobil.“Pulanglah, biar aku yang menyetir sendiri.” Argi melempar beberapa lembar uang untuk Soni, sebagai ongkos pulang.Dengan rasa tak sabar, Argi memacu kendaraan roda empatnya menuju rumah.Hari sudah sangat larut, dia mengemudikan mobil mewahnya dengan kecepatan tinggi. Menyalip setiap kendaraan yang ada di depannya. Tanpa peduli suara klakson dari kendaraan lain, yang merasa terganggu akan tindakannya menyalip.Hingga tak lama, Argi tiba di kediamannya. Buru-buru
Dokter wanita menghembuskan nafas pelan, lalu kembali memandang Akira. “Jangan khawatir nyonya Akira, bayi-bayi anda tumbuh dengan baik. Kabar yang akan kalian dengar justru adalah kabar baik.” Dokter menjeda ucapannya. Anggara yang sedari tadi memperhatikan ucapan dokter dengan serius, kini bisa bernafas lega. Dokter mengalihkan pandangan ke Anggara lalu berkata, “pak Anggara, istri anda tengah mengandung bayi kembar.” Ucapan dokter sontak membuat Anggara terkejut hingga matanya membulat sempurna. Namun hanya sesaat, raut wajahnya berganti dengan kebahagiaan. “Benarkah?” tanyanya seakan ingin memastikan perkataan dokter. Dokter wanita itu segera menunjuk ke arah monitor, memperlihatkan rahim Akira yang memiliki dua kantong janin yang terpisah. Masing-masing kantong terlihat calon buah hati mereka yang terlihat sangat kecil. Rasa kebahagian Akira kini semakin lengkap. Kehilangan putra tercinta setahun yang lalu, namun kini Tuhan menggantinya dengan dua anak sekaligus. Tak henti
“Seperti dugaan saya, nyonya Akira hamil. Dan usia kandungannya masih lima Minggu,” ucap dokter Arya. “Nanti jika ingin mengetahui detailnya, anda bisa mengunjungi rumah sakit. Kami bisa melakukan USG untuk memastikan.” Orang-orang yang berdiri mengelilingi Akira sangat terkejut, terlebih Anggara yang sudah berbulan-bulan menantikan kabar baik ini. “Secepatnya kami akan mengunjungi rumah sakit. Lalu apa ada obat untuk mengurangi mual? Hari ini istri saya sering merasakan mual,” tanya Anggara sembari menggenggam erat tangan Akira. “Saya akan resepkan obat mual dan vitamin. Nanti tolong pak Anggara menebusnya di apotik terdekat.” Dokter pun segera menulis resep dan memberikannya pada Anggara. “Terima kasih, dok.” Anggara hendak mengantarkan dokter itu, namun Baskoro menahannya. “Temanilah istrimu! Biar papa yang mengantar dokter Arya,” ucap Baskoro terdengar seperti sebuah perintah. Anggara pun mengangguk, kembali menghampiri istrinya dan duduk di sisi ranjang. “Kau dengar? Anak k
Karena tamu undangan sudah hadir, maka acara segera dimulai. Anggara dan Akira berdiri di samping putri kesayangannya.Ashley tampak cantik dengan balutan dress putih. Rambut hitam lebatnya terurai berhiaskan sebuah mahkota di atas kepala.Lagu selamat ulang tahun berkumandang, mengiringi orang-orang yang bernyanyi. Setelah lagu selesai, Ashley meniup lilin angka tiga itu dengan antusias.Kini giliran Ashley menyuapkan kue pertama pada kedua orang tuanya. Ashley mengambil sesendok kue, hendak memberikan suapan pertama pada ibunya.Akira menerima suapan itu, lalu mencium kening Ashley dengan penuh kasih. Namun saat hendak menelan kue, mendadak perutnya bergejolak. Diapun segera menutup mulutnya dengan telapak tangan.“Ada apa sayang?” tanya Anggara dengan raut wajah panik. Namun Akira hanya menepuk bahu Anggara dan segera menuruni panggung dengan langkah terburu-buru.Anggara kehilangan konsentrasi, namun tak mungkin jika dirinya pergi dari sana meninggalkan putrinya sendiri. Maka dari
Dalam sepekan, Anggara dan keluarganya menghabiskan waktu liburnya di Pulau Dewata, tentu waktu yang membahagiakan dan banyak kenangan yang terukir.Janji Anggara dua tahun lalu sudah digenapi. Sebelum dia berangkat ke Jepang, Anggara telah berjanji akan mengajak istrinya untuk berlibur ke Bali. Namun karena kasus kematian palsunya, membuat janji itu tertunda.Namun takdir kembali mempertemukan dirinya dengan Akira dan keluarga kecilnya.Waktu berjalan sangat cepat, kehidupan rumah tangga Akira dan Anggara hanya dipenuhi oleh kebahagian.Pagi itu keluarga Anggara tengah menyiapkan sebuah pesta untuk ulang tahun Ashley yang ketiga.Pekarangan rumah telah ditata oleh tim pendekor yang sengaja disewa Anggara. Dekorasi layaknya pesta kebun. Dengan sebuah panggung kecil di tengah taman. Serta beberapa pernak pernik anak perempuan, dari bunga dan balon warna-warni.Anggara sengaja meliburkan seluruh karyawannya agar bisa datang memeriahkan acara. Juga tetangganya yang memiliki anak kecil ju
Malam semakin larut, ketika mereka tiba di tempat penginapan. Jarak yang tak terlalu jauh, namun karena kondisi macet membuat perjalanan terasa lambat.Kini Anggara dan Akira berada di kamar mereka yang berada di bangunan terpisah dengan bangunan utama, dimana kedua orangtuanya beristirahat.“Mas Aang, mau mandi duluan?” tanya Akira yang merasa tubuhnya terasa lengket karena perjalanan panjang.“Mandilah terlebih dulu, nanti aku menyusul,” jawab Anggara, lalu membimbing istrinya untuk memasuki kamar mandi terlebih dulu.Akira memutuskan untuk merendam tubuhnya dalam bathup yang telah terisi dengan air hangat. Mungkin dengan ini, bisa membuat tubuhnya rileks dan rasa lelahnya hilang.Akira segera mengikat rambut panjangnya dan menanggalkan seluruh kain yang melekat di tubuhnya, lalu melangkah memasuki bathup.Dan benar, tubuhnya terasa rileks ketika terendam dalam air hangat yang dipenuhi busa itu.Hingga beberapa menit berlalu, Akira menyadari jika suaminya tak kunjung datang. Bukanka
Anggara sudah merencanakan liburan keluarga. Selama satu pekan menghabiskan liburan di Pulau Dewata. Menyerahkan segala tugas kantornya pada Taufan dan Bayu.Meskipun awalnya Anggara hendak melakukan bulan madu berdua, namun hatinya tidak tenang jika tidak mengajak Ashley.Baskoro dan Ruth turut serta dalam perjalanan kali ini.“Ang, papa dan mama tinggal di rumah saja. Bukankah ini liburan untuk kalian berdua? Maksud mama, kamu dan istrimu?” “Justru itu ma, aku akan tenang jika putriku juga ikut. Maka dari itu, Aang meminta mama dan papa juga ikut. Kita bisa menghabiskan akhir tahun di sana,” jelas Anggara.Hingga akhirnya Ruth dan Baskoro pun menuruti permintaan putranya, karena Anggara sudah terlanjur memesan tiket untuk semua keluarganya.“Baiklah, anggap saja mama jadi pengasuh Ash nanti dan kalian cepatlah memiliki momongan lagi. Mama tidak sabar ingin menggendong cucu lagi,” balas Ruth mengerlingkan mata ke arah menantunya. Membuat Akira tersipu dengan pipi merona merah."Ini
“Lakukan, mas! Aku menginginkannya!” ujar Akira dengan nafas terengah-engah, menahan gejolak gairah yang mulai muncul.Anggara kembali memagut bibir Akira, sembari memasukkan miliknya dalam tubuh sang istri. Gerakan perlahan, hingga miliknya terbenam seluruhnya dalam rahim Akira.Menikmati sensasi yang membuat keduanya sama-sama tenggelam dalam lautan kenikmatan.“Mphhhhhh…” Akira mendesah tertahan, karena mulutnya yang terbungkam. Membiarkan lidah Anggara menjelajahi rongga mulutnya.Hingga tak lama, Anggara mengurai tautan bibirnya sebelum Akira kehabisan nafas. Lidahnya kembali menjelajahi daun telinga Akira hingga leher putihnya. Sensasi yang membuat milik Akira semakin basah. Namun Anggara masih dalam posisi diam, membiarkan miliknya terbenam dan terasa diurut.Akira sudah tidak tahan lagi, dia menginginkan lebih.“Mas Aang, bergeraklah! Aku tak tahan lagi!” rintih Akira dengan tatapan memohon. Keinginannya sudah tak bisa ditahan lagi, karena nafsunya yang sudah membumbung tinggi
Seharian ini, Akira menghabiskan waktu untuk bermain bersama putrinya di dalam kamar. Niatnya hanya untuk membayar waktu yang telah terbuang selama beberapa hari ini mengabaikan Ashley.“Mami mungkin bukan ibu yang terbaik, tapi mami akan selalu menyayangi Ash. Maafkan mami jika beberapa hari ini membuat Ash kesepian,” ucap Akira lirih sembari mencium pipi gembul putrinya yang sudah tertidur.“Tidak, kamu adalah ibu yang terbaik untuk anak-anak kita!” suara Anggara terdengar dari belakangnya. Membuat Akira seketika menoleh.“Mas?”Anggara tersenyum hangat, lalu melangkah menuju sisi ranjang.“Akira, aku selalu berjanji akan menjadikanmu wanita yang paling bahagia. Berhentilah menyalahkan dirimu, dan yakinlah kita mampu melewati ini.”Anggara meraih tangan Akira lalu membawanya ke bibir. Sebuah ungkapan cinta yang selalu terdengar romantis di pendengaran Akira.Akira beranjak dari posisinya, duduk di samping Anggara.“Mas tidak perlu melakukan apapun, karena dicintai dengan cara sepert
Hari-hari berlalu terasa begitu menyesakkan bagi hati seorang ibu yang mengalami kehilangan buah hatinya.Semenjak putranya tiada, Akira selalu mengunjungi makam putranya. Bahkan bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk berada di pusara sang putra.Meskipun kehadiran suami dan putri kecilnya menjadi pelipur lara, namun rasa sakit belum sepenuhnya hilang dari hati Akira.“Ikhlaskan kepergian putra kita, sayang. Apa kamu tahu, putra kita kini sudah bahagia di surga. Bisa bertemu dengan nenek dan kakeknya,” hibur Anggara yang kini duduk bersimpuh di samping istrinya.Tak henti-hentinya Anggara mencari cara untuk menghibur hati Akira. Kepergian putra Akira juga menjadi pukulan terberat untuknya.Akira memaksakan senyumnya. Dia tahu Anggara begitu cemas melihat kondisinya.“Mas, aku sudah ikhlas jika memang ini jalan yang terbaik untuk Odelio.”Akira menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Kepergian putranya bukan berarti membuat hidupnya terpuruk. Ada Ashley yang masih ha