Halo semua... 🙌 Terimakasih masih mengikuti kisah Akira 🫶 Tinggalkan jejak kalian di kolom komentar 🫰
‘Braakkkk’Argi menggebrak meja kerja, melampiaskan amarahnya ketika mendengar berita yang begitu menggemparkan.Argi Rinega pengusaha kondang tanah air, tengah terlibat hubungan terlarang dengan mantan sekretarisnya.Tentu berita itu membuat reputasinya hancur seketika. Bahkan beberapa investor menarik investasinya dari perusahaan Rinega Corp. Bukan tanpa alasan, justru berita inilah penyebab utama nama baik Argi Rinega terasa dipermalukan di depan umum.“Cari siapa yang sudah menyebar berita ini! Dan cari wanita murahan itu, bawa dia ke hadapanku!” teriaknya pada orang yang tengah dia hubungi lewat sambungan telepon.Bayu yang berada satu ruangan dengan Argi, juga merasa terkejut. Dia tidak menyangka jika berita ini tersebar begitu cepat.“Bayu, apa kau yakin bukan kau yang menyebarkan berita ini?” tanya Argi dengan tatapan tajam pada asisten pribadinya.“Tentu, untuk apa aku menyebarnya? Bukankah kita—,”“Tentu demi uang? Aku tidak yakin jika bukan kau pelakunya. Karena yang menget
Anggara sengaja menutupi tubuh mereka dengan selimut tebal yang sudah disediakan Alice. Hidung bangirnya mengendus wangi sampo dari rambut sang istri. Meskipun wanginya sedikit berbeda, namun mampu membangkitkan hasrat kelelakian Anggara. Tangan besarnya terulur untuk menyibak rambut Akira yang menutupi sebagian lehernya. Mengusap dengan gerakan lembut area leher serta pundak Akira yang sedikit terbuka. Sentuhan yang membuat Akira ikut terhanyut di dalam pusaran cinta yang diciptakan oleh suaminya. Tangan Anggara bergerak untuk memutar tubuh Akira agar menghadap ke arahnya. Kini dia bisa memandang wajah cantik istrinya, meskipun dalam ruangan yang minim penerangan. Hanya sorot lampu dari arah dapur yang menjadi satu-satunya penerangan. Anggara menelusuri setiap inci wajah cantik itu. Menyibak rambut panjang yang sedikit menutupi wajah Akira. Berakhir pada usapan ibu jarinya pada bibir ranum Akira. Bibir yang tampak merah meski tanpa sapuan lipstik. Sungguh bibir yang selalu membua
Anggara tak tahan lagi, celananya terasa sesak karena miliknya yang begitu keras.Dia beranjak membuka semua kain yang melekat di tubuhnya. Membiarkan Akira melihat dengan jelas miliknya yang sudah tegak berdiri, sembari dirinya mengikat kencang rambut panjangnya agar tidak mengganggu.Tangan Akira terulur menyentuh dada Anggara, dimana lukisan wajahnya terukir di tubuh suaminya. Tanda cinta Anggara yang sengaja dibuat, dulu saat mereka melakukan bulan madu di Bali.Setelah sekian lama, akhirnya kembali melihat bukti cinta itu. Senyuman tipis terlukis di bibir Akira.Anggara merendahkan tubuhnya, memposisikan dirinya tepat di atas Akira dengan posisi kedua kaki Akira yang berada di samping pinggangnya.Tangan Anggara membelai rambut juga wajah istrinya yang selalu terlihat cantik meski sedikit tirus.“Apa aku boleh meminta hakku sekarang, sayang?” tanya Anggara meminta ijin sebelum miliknya memasuki rahim sang istri.“Apa mas tidak merasa jijik padaku? Aku bahkan merasa tubuh ini koto
“Daddy sama mami kemana? Kenapa Ash gak diajak?” ucap Ashley dengan bibir mengerucut.Meskipun keberadaan Tante kembarnya membuat Ashley terhibur, namun hati Ashley tidak tenang tanpa kehadiran orang tuanya.Akira menatap pada putrinya yang tengah merajuk. Alasan apa yang akan dia katakan? Akira bingung sendiri.“Ash sayang, mami dan Daddy lagi ada keperluan sebentar. Sekarang bukankah kami sudah kembali? Hum?” kini Anggara yang berinisiatif untuk menjawab, ketika dilihatnya wajah istrinya tampak kebingungan.Sementara itu, dari sudut lain Tio dan Alice saling bertukar pandang. Melihat kedua ponakannya yang kembali dengan rambut basah, mereka pun tahu kemana Anggara dan Akira pergi semalaman.“Ash sudah makan?” tanya Akira pada putrinya.“Kak, katanya Ashley tidak mau makan tadi, sebelum mami dan Daddy kembali,” sahut Grace.“Baiklah, ayo kita makan sayang,” Akira menuntun putrinya memasuki ruang makan.Sementara paman Tio mengajak Anggara untuk mengobrol di teras rumah, sembari memin
Jika keberadaannya ketahuan, tentu jalan untuk melarikan diri akan sulit. Apalagi bukan hanya Akira yang harus dia lindungi, ada putrinya bahkan bik Rumi yang menjadi tanggung jawabnya.Anggara memutuskan untuk menepi di sisi jalan, melihat pada mobil yang semakin lama semakin menjauh dan menghilang dari pandangan.“Bagaimana mas? Apa anak buahmu sudah sampai?” tanya Akira penasaran. Rasa takut, cemas bercampur aduk jadi satu. Hingga membuat tangannya terasa dingin.“Aku akan mengirimkan lokasi terbaru kita pada mereka,” ucap Anggara lalu segera mengirimkan lokasi mereka terkini.Tiga puluh menit berlalu, hingga tak lama muncullah mobil putih yang dia tunggu. Berhenti di depan mobil mereka.“Tunggu dulu disini sayang, aku menemui mereka dulu!”Anggara segera keluar dan menghampiri para anak buahnya, dimana Dewa menjadi pemimpin.Akira menunggu dengan rasa cemas yang tak kunjung hilang. Dia ingin permasalahan ini cepat selesai, namun tidak ingin kehilangan Anggara untuk kedua kalinya.
Sementara itu, setelah mendengar kabar jika anak buahnya sudah mendapatkan wanita yang diminta, Argi segera memacu kendaraan roda empatnya menuju lokasi persembunyian.“Kita mau kemana?” tanya Bayu yang duduk di samping Argi. Terlihat bingung karena secara tiba-tiba bosnya mengajak keluar.“Kita akan menemui Clara,” jawab Argi tanpa menoleh ke samping. Tatapannya fokus ke jalanan, menyalip setiap kendaraan yang menghalangi jalannya.“Apa mereka sudah menemukannya?” tanya Bayu lagi. Sebenarnya Bayu masih bingung, kenapa dia diikutsertakan dalam urusan yang dia sendiri tidak terlibat.“Apa kau bodoh? Untuk apa aku pergi jika anak buahku belum menemukan wanita murahan itu!” jawab Argi dengan amarah. Entahlah, semenjak berita tentang dirinya menyebar, sikap Argi menjadi sangat sensitif. Hampir setiap waktu dia melampiaskan amarahnya pada orang terdekat.Bayu terdiam, dengan dada bergemuruh. Dia masih tak mengerti maksud temannya. Sifat Argi sangat berubah, tidak seperti dulu lagi. Namun
“Permisi, Pa. Apa ada mas Anggara di dalam?” ucap Akira sembari mengetuk pintu ruang kerja ayah mertuanya. Meskipun pintu ruangan itu sedikit terbuka, namun Akira tidak langsung masuk. Karena takut mengganggu pembicaraan Baskoro dengan suaminya. Yang dia tahu Anggara berada di dalam.“Masuklah, Akira!” suara Baskoro terdengar dari dalam. Akira segera membuka pintu lebih lebar. Tatapannya merotasi ke sekeliling ruangan. Namun tak melihat keberadaan suaminya di sana.“Dimana mas Anggara, pa?” tanya Akira penasaran.“Aang masih ada urusan sebentar. Kamu tidak perlu khawatir,” jawab Baskoro dengan mimik datar. Sesuai dengan permintaan putranya, dia tidak akan memberitahu Akira.“Kemana, pa? Kok tumben mas Anggara gak ijin ke aku?” tanya Akira lagi dengan kedua alis saling bertaut, wajahnya masih terlihat cemas.Baskoro menghela nafas, memandang pada menantunya dari balik kacamatanya.“Tadi suamimu buru-buru, sepertinya ini mengenai perusahaan. Kamu tidak perlu khawatir, secepatnya suamim
Anggara membawa Clara menuju rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan medis. Wajah Clara terlihat pucat dengan beberapa bekas tamparan yang masih membekas di pipinya. “Apa anda suaminya?” tanya dokter yang menangani Clara. “Bukan, aku hanya menolong,” balas Anggara singkat. “Apa yang terjadi dengan nona ini?” tanya dokter lagi. Sebelum memberikan tindakan, tentu dia harus mengetahui kronologi yang terjadi sehingga pasien seperti ini. “Beberapa orang menculiknya, dan aku berhasil menemukannya. Sepertinya dia mendapatkan perlakuan kasar, dan wanita ini sedang hamil,” jelas Anggara. Mata dokter melebar mendengar penjelasan Anggara. “Baiklah saya akan memberikan tindakan pertolongan, dan memeriksa kondisi janinnya. Apa anda bisa menghubungi keluarga nona ini?” tanya dokter lagi. “Akan saya usahakan,” jawab Anggara, meskipun dia tidak tahu perihal tentang Clara. Anggara pun digiring keluar ruangan, saat dokter mulai memeriksa keadaan pasien. Mungkin saat ini istrinya sedang kebi
“Bagaimana kabarmu?” tanya Raditya dengan pandangan menelisik. Dia hendak memastikan kebenaran dari ucapan putranya.Hingga tatapannya tertuju pada perut Clara, yang terlihat masih datar. Tak lama, tatapannya pun kembali pada wajah Clara.“Kondisi saya seperti yang anda lihat. Andai pak Anggara tidak memberikan pekerjaan ini, mungkin saja hidup saya luntang-lantung,” ucap Clara menjelaskan.“Bolehkah aku bertanya?”Clara kembali memandang ke arah Raditya dengan mata memicing.“Silahkan, pak Radit!”“Apa benar kau telah mengandung benih putraku, Clara?” tanya Raditya sengaja mengurangi volume suaranya agar obrolan mereka tidak didengar orang lain.Clara menundukkan pandangan, jari jemarinya saling meremas di atas paha. Entah apa maksud dari kedatangan Raditya kesini, namun haruskah Clara menjawab jujur?Clara masih trauma akan sikap Argi yang kasar padanya sejak pertemuan terakhir mereka. Perkataan Argi yang tidak terima jika dirinya mengandung calon bayi keluarga Rinega, masih terngia
Argi Rinega menerima hukuman pidana penjara selama dua belas tahun. Itulah keputusan dari hakim yang menangani kasusnya.Tentu hal ini membuat orang tua Argi kecewa. Putra semata wayangnya harus menjalani hukuman berat.Meskipun pihak dari pengacara yang disewa oleh Raditya meminta pengajuan banding untuk meringankan hukuman. Namun dengan tegas putranya malah menolak.“Biarkan aku menjalani hukumanku. Mungkin dengan ini putraku akan memaafkan kesalahanku,” ucapnya sembari memeluk ibunya yang tengah terisak.Hati Lina hancur. Ibu mana yang tidak merasa sedih jika harus hidup terpisah dengan putranya.“Kami sudah tua nak, dua belas tahun itu bukan waktu yang sebentar. Biarkan pengacara papa untuk kali ini membantumu. Setidaknya untuk memotong masa hukumanmu,” ucap Lina sembari terisak.Argi bergeming, tangannya mengusap pelan punggung wanita yang telah melahirkannya.“Maaf, aku sudah mengecewakan kalian dengan perbuatanku,” hanya itu yang mampu terucap di mulut Argi. Hingga salah beber
Akira segera menjalani perawatan di sebuah klinik. Hal ini karena Anggara hanya menemukan klinik yang terdekat dengan lokasi pemakaman.“Dari kalian, siapa yang menjadi suami pasien?” tanya seorang petugas nakes yang bertugas. Melihat pada dua pria tampan yang mengantar satu wanita, tentu petugas tampak bingung.Anggara sedikit terkejut mendengar pertanyaan suster, sedari tadi dia tidak menyadari keberadaan Argi yang ternyata mengikutinya hingga klinik.“Saya suami pasien,” jawab Anggara setelah menoleh sekilas ke belakang.“Baik, ikuti saya. Dokter ingin berbicara dengan anda,” ucap suster, lalu membuka pintu ruangan lebih lebar.Anggara segera memasuki ruangan, sementara suster mencegah Argi yang hendak masuk.“Maaf, hanya suami pasien. Anda bisa menunggu di luar.”Suster segera menutup pintu ruangan. Lalu mengantar Anggara untuk menghampiri dokter.Sekilas Anggara melihat pada Akira yang tengah berbaring di atas ranjang pasien. Kondisinya masih memprihatinkan, kedua matanya masih t
Selama di perjalanan, mobil Anggara terus mengikuti mobil milik Argi yang berada di depannya.Perjalanan menuju ke suatu tempat yang entah kemana.“Mas, aku takut,” ucap Akira yang entah mengapa hatinya mendadak diliputi rasa khawatir dan ketakutan. Padahal Argi akan mengantarkan mereka untuk bertemu putranya.Namun mengapa justru Akira merasakan dadanya terasa sakit tanpa sebab. Air mata terus jatuh bercucuran. Apakah karena kerinduan yang mendalam pada putranya?Anggara menggenggam tangan Akira dengan tatapan fokus ke depan. Dia tidak ingin kehilangan jejak Argi, tentu Anggara sedikit merasa was-was akan ajakan Argi.Mungkinkah Argi semudah itu menyerah untuk memberikan putranya pada Akira?Atau apakah ini sebuah jebakan?“Bersabarlah, kita akan segera bertemu dengan putra kita. Tidak perlu takut, sayang. Ada aku!” ucap Anggara menenangkan hati istrinya.Anggara dibuat terkejut tatkala mobil mereka terhenti di sebuah pemakaman umum. Kedua alisnya saling bertaut, wajahnya terlihat me
Anggara mulai mengorek informasi dari media berita yang kini dia telusuri. Dan memang benar ucapan Bayu, sudah seminggu berlalu perusahaan itu di tutup.Lalu kemana perginya Argi? Mengapa di saat seperti ini justru dia menghilang? Apakah ini sebuah kesengajaan yang merupakan cara Argi untuk menghindar dari hukumannya?Tapi mengapa dia meminta pengacaranya untuk menolak gugatan cerai?Anggara mengalami jalan buntu, berhari-hari mencari keberadaan Argi namun hasilnya nihil. Hingga hari itu dia mendapatkan kabar dari anak buahnya.“Bos Anggara, kami sudah mengecek di bandara, jika sepuluh hari yang lalu ada penumpang atas nama Argi Rinega, serta Raditya Rinega dan istrinya melakukan penerbangan ke luar negeri,” ucap Dewa dari seberang telepon.“Kemana tujuan mereka?”“Singapura.”Anggara kembali terdiam. Haruskah dia mencari putra Akira hingga ke negeri Singa?Selama persidangan cerai belum usai, maka dia tidak bisa berbuat apapun untuk merebut putra Akira. Tentu hal asuh harus jatuh ke
“Baiklah, karena berkas sudah lengkap, nanti saya akan segera mengurusnya,” ucap pengacara Kim pada Anggara dan Akira, yang saat itu berkunjung ke kantornya.“Kapan persidangan pertama akan dilakukan, Kim?” tanya Anggara memastikan.“Nanti akan saya kabari, pak Anggara. Kemungkinan besar satu hingga dua Minggu ke depan, tergantung dari pihak pengadilan yang memberi jadwal. Mungkin dua hari ke depan kita akan mengirim surat gugatan cerai kepada yang bersangkutan. Jika pihak yang digugat menyetujuinya, maka proses akan semakin cepat,” jelas Kim.Tentu hal itu tidak mungkin terjadi, Anggara tahu betul bagaimana ucapan terakhir Argi. Dia tidak akan semudah itu melepaskan Akira. Namun apapun yang terjadi, Anggara akan mengusahakan untuk gugatan cerai itu diterima.“Tolong hubungi aku tentang perkembangan prosesnya nanti,” ucap Anggara akhirnya, sebelum memutuskan obrolan.***Hari berlalu sangat cepat, pihak kepolisian sudah berhasil membuktikan kesalahan pria yang melakukan penculikan, me
“Auwhhh! Apa kalian tidak bisa bekerja dengan benar?” sentak Argi pada suster yang tengah mengobati luka di wajahnya.“Maaf tuan, saya tidak sengaja,” suster menunduk dengan tangan gemetar karena ketakutan.“Pergilah! Dasar tidak becus!” Argi mengibas tangannya untuk mengusir suster yang merawatnya.Bayu yang berdiri tak jauh dari sana, tak heran dengan sikap arogan Argi. Namun dia ikut merasa prihatin atas apa yang menimpa teman sekaligus bosnya itu.Dia tidak menyangka akan terjadi keributan seperti tadi. Dua temannya saling berkelahi. Tentu menurut pandangan Bayu, Argi adalah pihak yang salah. Bagaimana tidak, jika Argi memukul lebih dulu saat kondisi Anggara tidak fokus. Jadi wajar jika Anggara memberinya pelajaran.“Hey, apa kau sudah menghubungi para investor? Bagaimana? Apa mereka mau menerima tawaran kita?” pertanyaan yang ditujukan pada asistennya.“Hasilnya nihil, tidak ada satupun yang mau menginvestasi ke perusahaan kita. Mungkin kamu harus memulihkan nama baikmu dulu, bar
Anggara membawa Clara menuju rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan medis. Wajah Clara terlihat pucat dengan beberapa bekas tamparan yang masih membekas di pipinya. “Apa anda suaminya?” tanya dokter yang menangani Clara. “Bukan, aku hanya menolong,” balas Anggara singkat. “Apa yang terjadi dengan nona ini?” tanya dokter lagi. Sebelum memberikan tindakan, tentu dia harus mengetahui kronologi yang terjadi sehingga pasien seperti ini. “Beberapa orang menculiknya, dan aku berhasil menemukannya. Sepertinya dia mendapatkan perlakuan kasar, dan wanita ini sedang hamil,” jelas Anggara. Mata dokter melebar mendengar penjelasan Anggara. “Baiklah saya akan memberikan tindakan pertolongan, dan memeriksa kondisi janinnya. Apa anda bisa menghubungi keluarga nona ini?” tanya dokter lagi. “Akan saya usahakan,” jawab Anggara, meskipun dia tidak tahu perihal tentang Clara. Anggara pun digiring keluar ruangan, saat dokter mulai memeriksa keadaan pasien. Mungkin saat ini istrinya sedang kebi
“Permisi, Pa. Apa ada mas Anggara di dalam?” ucap Akira sembari mengetuk pintu ruang kerja ayah mertuanya. Meskipun pintu ruangan itu sedikit terbuka, namun Akira tidak langsung masuk. Karena takut mengganggu pembicaraan Baskoro dengan suaminya. Yang dia tahu Anggara berada di dalam.“Masuklah, Akira!” suara Baskoro terdengar dari dalam. Akira segera membuka pintu lebih lebar. Tatapannya merotasi ke sekeliling ruangan. Namun tak melihat keberadaan suaminya di sana.“Dimana mas Anggara, pa?” tanya Akira penasaran.“Aang masih ada urusan sebentar. Kamu tidak perlu khawatir,” jawab Baskoro dengan mimik datar. Sesuai dengan permintaan putranya, dia tidak akan memberitahu Akira.“Kemana, pa? Kok tumben mas Anggara gak ijin ke aku?” tanya Akira lagi dengan kedua alis saling bertaut, wajahnya masih terlihat cemas.Baskoro menghela nafas, memandang pada menantunya dari balik kacamatanya.“Tadi suamimu buru-buru, sepertinya ini mengenai perusahaan. Kamu tidak perlu khawatir, secepatnya suamim