SUAMI PARUH WAKTU – 17“Eits, nggak usah deh ma … aku beneran cape banget. Mungkin karena memang kesehatanku belum pulih sepenuhnya, jadi aku masih sering pusing. Atau … barangkali karena aku tidak bisa jauh dari Darren, hehe … Papah sih!”‘Oh astaga!! Demi mengalihkan topik, gue rela deh keliatan bucin ke Darren. Kalau cuma alasan biasa mah, mama papa gak akan percaya!’ Setiap kali Renata merasa kikuk, bingung dan canggung, ia akan berusaha untuk mengalihkan topik pembicaraan mereka dengan cara – cara tertentu. Dan tak ketinggalan, Renata masih seringkali bergumam karena tak jarang Renata merasa kesal dengan situasinya saat ini. Renata sampai rela untuk terlihat begitu mencintai Darren dan tak bisa terpisahkan dari calon suaminya itu.Mendengar ucapan itu keluar dari mulut putri kesayangannya, membuat Pak Wilyasa tak bisa berkata banyak. Jujur saja, Pak Wilyasa pun sampai memikirkan hal itu lebih dalam. Bagi pak Wilyasa, apa yang kemudian dibicarakan oleh Renata memang terdengar s
‘Ayo Renata … balas pesanku. Aku hanya ingin tahu siapa orang-orang yang kita temui tadi di restaurant. Akankah aku juga mengenalinya?’ gumam Darren yang masih menatap layar ponselnya guna menanti balasan pesan dari Renata.Selang beberapa menit, ponsel Darren menyala. Ada dering notifikasi pesan masuk disana. Renata menjawab pesan dari Darre.“Tidak ada apa – apa. Pulanglah. Besok kita bicarakan lagi. Selamat malam!” Hanya itu yang Renata tulis. Semua nampak anu – abu dan samar. Darren tak tahu apa – apa. Darren ingin tahu sesuatu, sebab Renata nampak begitu aneh secara tiba-tiba.‘Apa aku perhatikan saja mereka. Ya, setidaknya aku harus mengenali satu-satu dari mereka, aku harus tahu semua yang terlibat di situ malam ini. Tidak mungkin Renata menjadi seperti itu jika memang semua nampak baik-baik saja.” Darren berbicara pada dirinya sendiri.Ia memantapkan hati. Darren akan tetap bertahan disini, dan memperhatikan keadaan sekitar. Semua dimulai dari arah kiri, ada seorang pria ber
Suami Paruh Waktu – 19“Terima kasih, Ri. Tidak usah repot – repot untuk menyiapkan hadiah sebesar ini. Dengan hadirnya dirimu saja sudah membuatku terkesan,” Renata menarik lengkung manis di bibirnya. Hingga kedua sudutnya mengembang sempurna.Lengkap dengan perpaduan make up flawless, lipstik yang glossy dan riasan yang softly. Semua membuat tampilan Renata Michelle hari ini nampak begitu natural dan sangat cantik.Terlebih, ditambah dengan balutan gaun berwarna gold rancangan dari desainer ternama kota Jakarta kala itu. Jelas kualitas bahan dan rancangan yang tidak akan mengecewakan.Gaun gold yang bertabur berlian swarovski membuat Renata Michelle menjadi semakin bersinar di tengah – tengah acara tersebut yang mana ini mengalahkan kecantikan para tamu undangan yang hadir.Ya, hari ini adalah hari paling bahagia bagi Darren dan Renata. Tapi tidak bagi Riri sahabat Renata. Ia seperti menunjukkan ekspresi yang berbeda dan nampak terlihat tidak tulus.“Sama-sama, Ren. Ini untukmu seca
“Kamu loh, Ren sudah memasuki usia kepala tiga. Tahun depan sudah seharusnya ngasih mama cucu, tau!”Suasana masih pagi, namun seperti biasa mama Erna selalu saja membahas hal yang sama. Satu hari yang sudah berlalu selalu menjadi hal yang penting baginya, karena waktu-waktu tersebut telah membuat usia kita semakin bertambah, terkhusus untuk anak gadis kesayangannya. Dan seperti hari-hari sebelumnya, Renata Michelle selalu menanggapi keluh kesah mamanya dengan sebuah senyum ambigu tanpa arti. Pun, setelahnya ia kembali mengabaikan sang mama dan kembali melahap roti isi daging yang menjadi menu kesukaannya.“Hey! Mama itu sedang mengajak kamu bicara,” sambung mama Erna yang kini menyambar roti milik Renata.“Pah, lihat mama! Aku harus buru-buru ke kantor, Ma. Aku ada rapat, setelahnya aku juga harus bertemu klien, belum lagi –”“Bla bla bla ….” Mama Erna menirukan gaya bicara Renata yang hampir tak memiliki jeda sama sekali.Alhasil Renata menyandarkan punggungnya kesal. Sementara mam
“Kenapa sih, Ren? Ada masalah?” Riri berjalan dari arah pantry, menghampiri Renata di ruangannya. Ia mengulurkan sebuah cangkir yang berisi kopi seduh instant favoritnya.Renata mulai mengalihkan pandangannya ke arah Riri dan hanya menggedikkan bahunya seolah memberikan sebuah jawaban tersirat atas pertanyaan Riri. “Kopi luwak?” tanya Renata menunjuk ke arah cangkir kopi Riri.Kini giliran Riri yang mengangguk. “Yah, seperti biasa. Kopi penghilang kantuk. Udah buruan cerita … kali aja aku bisa bantu kamu kan wahai ibu bos?”Renata hanya menarik sudut bibirnya sekilas, “Hmm, gimana yaa … mama sama papa udah terus-terusan mendesak agar aku segera menikah. Bayangin, Ri … kalau tidak bisa mendapatkan jodoh dalam waktu satu bulan, aku harus siap untuk dijodohkan. Parah kan?” Riri tak bisa menahan tawanya yang terlanjur meledak. “Pft! Memangnya ini zaman Siti Nurbaya? Haduh, haduh…”Bersahabat baik sejak masa putih biru membuat Riri sangat paham watak dan karakter sahabatnya itu. Renata
“Ada apa ini??” Terdengar suara bariton yang kemudian hadir di antara Renata dan lelaki tua itu. Rupanya, ada seorang lelaki yang datang. Setidaknya, Renata bisa sedikit lega dan berharap bahwa pria itu bisa menjadi penyelamat baginya.Pria tersebut lantas mengedarkan netranya ke segala arah untuk memastikan dugaannya, termasuk ke arah seorang gadis yang jatuh tersungkur di bawah dengan pakaian dan rambut yang terlihat berantakan. Ia juga sempat melihat bagaimana pria tua tersebut sempat menjambak dan menarik pakaian Renata dengan kasar sebelumnya.“Apa yang kau lakukan?” “Siapa kau? Tak perlu ikut campur!!”BUG!PUK!Lelaki tua yang sempat menyiksa Renata hendak melayangkan sebuah pukulan ke arah pria tersebut. Beruntung, pria penyelamat itu dapat dengan tangkas menghalau dengan cepat hingga terjadilah aksi saling cek-cok di dalam ruangan toilet.Perkelahian berlangsung selama lima menit lebih. Aksi saling pukul membuat keduanya sama-sama mendapatkan luka memar di berbagai sisi. Be
Darren sibuk berkeliling semua ruangan mencari dimana keberadaan Renata.“Dia kemana, Bu?” “Dia siapa? Ahh … bos kamu itu ya? sudah pergi sejak subuh tadi, katanya ada pekerjaan mendesak. Hmmm, bukankah seharusnya ia beristirahat dulu ya?”Ibu Darren sama sekali tak tahu secara mendetail tentang keadaan Renata yang memalukan. Sebab Darren sudah berjanji untuk merahasiakan itu dari siapapun. “Ibu kenapa membiarkan dia pergi? Kalau dia bertemu orang jahat lagi gimana? Ibu juga kenapa tidak membangunkan aku?” pekik Darren dengan suara yang sedikit kesal.“Ibu sudah bangunkan kamu, loh! Lagipula dia terlihat buru-buru. Jadi ibu bisa apa?” Ekspresi Darren masih terlihat kesal. Ia terduduk tanpa berbicara apapun untuk menanggapi ucapan ibunya.“Hmm … ngomong-ngomong ibu belum tahu siapa namanya. Anaknya lumayan baik dan ramah meskipun dia seorang atasan. Ibu suka. Siapa namanya?”KRIK!Otak Darren seketika berputar cepat. Setelah mengingat-ingat memorinya semalam, Darren memang belum sem
“Darren? Darimana kamu tahu alamat rumahku?”“Soal itu, aku sengaja mencari tahunya. Maaf jika –”Renata sudah lebih dulu menarik tangan Darren dan membawanya ke taman belakang rumah Renata. Tepat di dekat kolam berenang miliknya. Wajah Renata sungguh sangat panik. Khawatir jika nantinya Darren menceritakan tentang kejadian malam itu dan membuat orang tua Renata khawatir. Ia yakin, suara gemericik air yang cukup keras tak bisa membuat mama atau papa Renata mendengar dengan jelas percakapan Darren dan Renata sekalipun mereka datang kemari.Darren hanya bisa tersenyum tipis kala melihat wajah Renata dari jarak dekat, terlihat lucu baginya. Renata melihat ke kanan dan ke kiri seperti seorang pencuri yang harus memastikan keadaan sebelum ia melangsungkan aksi pencuriannya itu.“Kita bicara di sini saja, ya? tak apa kan?” tanya Renata masih dengan dahi yang berkerut.Darren kembali tersenyum dan mengangguk. Lalu duduk tepat di sebelah Renata tanpa di persilahkan untuk duduk sebelumnya.“
Suami Paruh Waktu – 19“Terima kasih, Ri. Tidak usah repot – repot untuk menyiapkan hadiah sebesar ini. Dengan hadirnya dirimu saja sudah membuatku terkesan,” Renata menarik lengkung manis di bibirnya. Hingga kedua sudutnya mengembang sempurna.Lengkap dengan perpaduan make up flawless, lipstik yang glossy dan riasan yang softly. Semua membuat tampilan Renata Michelle hari ini nampak begitu natural dan sangat cantik.Terlebih, ditambah dengan balutan gaun berwarna gold rancangan dari desainer ternama kota Jakarta kala itu. Jelas kualitas bahan dan rancangan yang tidak akan mengecewakan.Gaun gold yang bertabur berlian swarovski membuat Renata Michelle menjadi semakin bersinar di tengah – tengah acara tersebut yang mana ini mengalahkan kecantikan para tamu undangan yang hadir.Ya, hari ini adalah hari paling bahagia bagi Darren dan Renata. Tapi tidak bagi Riri sahabat Renata. Ia seperti menunjukkan ekspresi yang berbeda dan nampak terlihat tidak tulus.“Sama-sama, Ren. Ini untukmu seca
‘Ayo Renata … balas pesanku. Aku hanya ingin tahu siapa orang-orang yang kita temui tadi di restaurant. Akankah aku juga mengenalinya?’ gumam Darren yang masih menatap layar ponselnya guna menanti balasan pesan dari Renata.Selang beberapa menit, ponsel Darren menyala. Ada dering notifikasi pesan masuk disana. Renata menjawab pesan dari Darre.“Tidak ada apa – apa. Pulanglah. Besok kita bicarakan lagi. Selamat malam!” Hanya itu yang Renata tulis. Semua nampak anu – abu dan samar. Darren tak tahu apa – apa. Darren ingin tahu sesuatu, sebab Renata nampak begitu aneh secara tiba-tiba.‘Apa aku perhatikan saja mereka. Ya, setidaknya aku harus mengenali satu-satu dari mereka, aku harus tahu semua yang terlibat di situ malam ini. Tidak mungkin Renata menjadi seperti itu jika memang semua nampak baik-baik saja.” Darren berbicara pada dirinya sendiri.Ia memantapkan hati. Darren akan tetap bertahan disini, dan memperhatikan keadaan sekitar. Semua dimulai dari arah kiri, ada seorang pria ber
SUAMI PARUH WAKTU – 17“Eits, nggak usah deh ma … aku beneran cape banget. Mungkin karena memang kesehatanku belum pulih sepenuhnya, jadi aku masih sering pusing. Atau … barangkali karena aku tidak bisa jauh dari Darren, hehe … Papah sih!”‘Oh astaga!! Demi mengalihkan topik, gue rela deh keliatan bucin ke Darren. Kalau cuma alasan biasa mah, mama papa gak akan percaya!’ Setiap kali Renata merasa kikuk, bingung dan canggung, ia akan berusaha untuk mengalihkan topik pembicaraan mereka dengan cara – cara tertentu. Dan tak ketinggalan, Renata masih seringkali bergumam karena tak jarang Renata merasa kesal dengan situasinya saat ini. Renata sampai rela untuk terlihat begitu mencintai Darren dan tak bisa terpisahkan dari calon suaminya itu.Mendengar ucapan itu keluar dari mulut putri kesayangannya, membuat Pak Wilyasa tak bisa berkata banyak. Jujur saja, Pak Wilyasa pun sampai memikirkan hal itu lebih dalam. Bagi pak Wilyasa, apa yang kemudian dibicarakan oleh Renata memang terdengar s
SUAMI PARUH WAKTU – 16“Ayo kita pulang, Ma … aku lelah, sangat lelah.”Pak Wilyasa dan mama Erna hanya bisa mengernyitkan keningnya melihat putrinya yang merasa lelah secara tiba – tiba. Keduanya pun lantas mengikuti permintaan Renata tanpa membantahnya lagi.“Eh, ada apa dengan kepalamu Rena … Kalau gitu ke rumah sakit saja ya?” imbuh mama Erna yang merasa cemas kala Renata mulai memegangi kepalanya dengan kedua tangannya.Dengan sigap Renata mengelak. “Ah tidak, Ma. Ini sama sekali tidak parah. Aku masih bertahan, ini hanya butuh istirahat saja…”“Kamu yakin, Rena? Yah kenapa si kamu tidak mau ke rumah sakit, hum? Bagaimana kalauk kondisinya tidak baik – baik saja?” sela mama Erna yang sudah mulai memegangi kedua bahu Renata sembari memijatnya dengan tenaga yang cukup kuat.“Iya, Ma. Tenang saja. aku hanya butuh tidur, sudah … trust me.” Renata terus saja mencari alasan sembari menekan – nekan pelipisnya.“Ya sudah, kita pulang sekarang.” Pak Wilyasa memutuskan dengan cepat. Ia seg
Suami Paruh Waktu – 15“Kalian ini sepertinya memang ditakdirkan untuk berjodoh … bagaimana kalau kita sekalian bahas rencana pernikahannya saja, ya kan Pa?” tukas mama Erna yang nampak begitu antusias.“Hmph … sebenarnya papa masih butuh waktu untuk bisa mengenal dia. Tapi semua papa kembalikan lagi pada Renata. Kalau memang sudah siap dan sudah memutuskan untuk segera menikah, maka papa akan ikut keputusan Rena.”Mama Erna tersenyum lebar mendengar keputusan sang suami. Itu artinya, Pak Wilyasa akan setuju dengan apapun keputusan dari Renata, sehingga hanya tinggal menuggu bagaimana respon Rena saja untuk memutuskan hal tersebut.“Bagaimana, Renata? Kamu setuju kan?” tanya mama Erna kembali. Di antara empat manusia yang hadir, mama Erna lah yang paling antusias dengan rencana pernikahan Renata. Karena secara tidak langsung Renata hanya selangkah lagi untuk meresmikan ikatan cinta mereka. Dan ini berarti semakin dekat mama Erna untuk bisa segera memiliki seorang cucu.“Aku … setuju,
Suami Paruh Waktu – 14“Apa kamu serius dengan ucapanmu itu, Renata? Papa ingin kamu memberi keputusan yang terbaik, dan kami siap menunggu jika kamu memang butuh waktu untuk memantapkan hatimu.” Pak Wilyasa menatap tajam ke arah Renata dan memperhatikan setiap gerak ekspresi di wajah putri kesayangannya itu.Sebenarnya, pernyataan Pak Wilyasa tidak sulit, tidak juga bisa dibilang lebay, apalagi berlebihan. Keinginan dari Pak Wilyasa murni dan mutlak karena kasih sayang ia pada putri tunggalnya.Bahkan, sebelum datang pada pertemuan hari ini dengan tujuan melihat pribadi Darren, orang tua Renata yakni mama Erna dan Pak Wilyasa sudah dulu membicarakan hal ini setiap hari. Lebih tepatnya pada waktu – waktu sebelum mereka terlelap dalam istirahat malam. Keinginan orang tua Renata sangat sederhana, mereka tentunya menginginkan seorang menantu yang mampu menjaga Renata dan mampu mengerti segala kekurangan Renata. Terlebih, jika mengingat usia Renata yang tidak bisa lagi dikatakan muda, R
SUAMI PARUH WAKTU – 13“Saya berjanji untuk bisa memberikan rasa bahagia pada Renata, pada putri papa … meskipun saya tahu bahwa saya tidak punya latar belakang kehidupan yang lebih mewah atau setara dengan papa.”Darren mengatakan kalimat tersebut dengan sangat jelas dan terperinci. Bahkan, Darren sampai beberapa kali mengulang kata yang sama bahwa Darren akan berusaha sebisa mungkin untuk memberikan kehidupan yang nyaman dan layak untuk Renata, juga berjanji untuk menemani, menjaga, dan memberikan rasa nyaman untuk sang istri.“Hmphh … lalu?” Pak Wilyasa menarik napasnya jauh ke dalam lalu menghembuskannya dengan ringan ketika mendengar dari penuturan Darren. Bukan orang tua Renata tak suka dengan Darren, keduanya justru sangat mendukung dan benar – benar merestui hubungan keduanya sampai ke jenjang pernikahan.Hanya saja, bukan jawaban seperti itu yang pak Wilyasa inginkan. Ia sama sekali tidak bermasalah dengan harta kekayaan, jabatan, atau bahkan latar belakang kehidupan Darren.
Suami Paruh Waktu – 12“Kamu ini … papa itu tanya baik – baik, Renata. Kamu kan tinggal jawab saja. Iya kan?” Mama Erna ikut angkat suara sebab Renata terdengar ketus dan malas menanggapi rasa penasaran orang tuanya.“Rena bukannya nggak mau jawab atau bagaimana, Ma … Rena saja bahkan tidak tahu Darren dimana. Terakhir kali kamu saling berkabar, Darren sudah di perjalanan. Mungkin … sebentar lagi juga Darren tiba. Tunggu saja, Ma ..” balas Renata dengan merendah. Ia selalu merasa salah setiap kali memberikan jawaban, sehingga Renata merasa kesal dan kembali harus menahan rasa kesalnya dengan menarik napas sedalam mungkin.Tak lama kemudian, Renata menangkap sosok lelaki bertubuh tegap dan proporsiional yang ia kenali dengan sangat jelas. “Nah itu, dia Darren … itu Darren, Ma, Pa.” Renata menarik sudut bibirnya dengan spontan kala bola matanya terfokus pada satu titik.Mendengar itu, mama Erna dan Pak Wilyasa sedikit membuka kedua bola matanya dengan lebih lebar dari sebelumnya. Kedu
SUAMI PARUH WAKTU – 11“Ka – kamu, marah?” ucap Renata yang terbata – bata. Darren tidak langsung memberikan jawaban dari lisannya. Namun tatapannya jelas sekali menjawab bahwa Darren tidak menyukai cara Renata yang seolah merendahkan harga diri Darren.“Aku tersinggung. Kamu terlihat begitu arrogant di mataku.” Renata semakin terkesiap. Ini kali pertama seseorang begitu jelas dan berani mengatakan hal semacam itu di hadapannya. Renata berpikir, kalau saja ia tidak bergantung pada Darren dan menginginkan pria ini untuk terus berada di sisinya, Renata tidak akan membiarkan orang lain menatapnya seperti itu.“Jadi kau menolak kesepakatan ini?” tukas Renata membuka kembali pembicaraan mereka. Selain Darren, Renata juga harus menahan diri. kalau saja bukan Darren yang mengatakan hal tersebut, mustahil rasanya Renata masih berbicara dengan nada bicara selembut ini. Kalau saja itu orang lain, Renata mungkin akan marah karena penilaian yang arrogant tentang dirinya.“Oke kalau memang itu