“Ada apa ini??”
Terdengar suara bariton yang kemudian hadir di antara Renata dan lelaki tua itu. Rupanya, ada seorang lelaki yang datang. Setidaknya, Renata bisa sedikit lega dan berharap bahwa pria itu bisa menjadi penyelamat baginya.Pria tersebut lantas mengedarkan netranya ke segala arah untuk memastikan dugaannya, termasuk ke arah seorang gadis yang jatuh tersungkur di bawah dengan pakaian dan rambut yang terlihat berantakan. Ia juga sempat melihat bagaimana pria tua tersebut sempat menjambak dan menarik pakaian Renata dengan kasar sebelumnya.“Apa yang kau lakukan?”“Siapa kau? Tak perlu ikut campur!!”BUG!PUK!Lelaki tua yang sempat menyiksa Renata hendak melayangkan sebuah pukulan ke arah pria tersebut. Beruntung, pria penyelamat itu dapat dengan tangkas menghalau dengan cepat hingga terjadilah aksi saling cek-cok di dalam ruangan toilet.Perkelahian berlangsung selama lima menit lebih. Aksi saling pukul membuat keduanya sama-sama mendapatkan luka memar di berbagai sisi. Beruntung, pria penyelamat ini masih sangat muda dan tangkas sehingga mampu mengalahkan lawannya.Segera setelah lelaki tua dan mesum itu dapat dikalahkan, pria tersebut melaporkannya kepada pihak kepolisian dan menghubungi sang pemilik hotel atas insiden ini.Sembari masih mengatur napasnya yang masih tersengal, dengan sangat hati-hati pria tersebut mendekat ke arah Renata yang masih nampak sangat ketakutan.“Kamu nggak papa?” ujar pria tersebut.Renata hanya diam termangu tak bersuara. Tangannya bergetar persis seperti orang yang sedang kedinginan. Ia bahkan tak lagi bisa mengeluarkan air matanya mengingat betapa takutnya ia saat ini.Dengan rasa simpatinya yang cukup besar, pria tersebut menyelimuti tubuh Renata dengan jaket tebal miliknya. Ia bisa menebak, bahwa mungkin wanita yang kini ada bersamanya sedang mengalami trauma cukup hebat akibat kejadian itu.“Jangan takut, semua sudah baik-baik saja. Namaku Darren, aku akan mengantarmu pulang kalau begitu. Mari,” sambung Darren lagi sembari mencoba merangkul bahu Renata dan mengajaknya berdiri.Namun Renata menolak. Tubuhnya semakin menggigil hingga mengeluarkan keringat yang cukup banyak di wajahnya. Tentu saja, hal ini membuat Darren semakin panik. Terlebih di tempat itu memang masih banyak orang yang berlalu lalang menyaksikan proses penangkapan lelaki mata keranjang tersebut.“Baiklah kalau kau menolak untuk pulang. kita menyingkir dari sini untuk sejenak. Aku pikir kamu akan semakin tertekan bertemu dengan banyak orang, terlebih jika ada media yang meliputnya. Kemari, aku bantu.”Sangat hati-hati, Darren mulai membawa tubuh kecil Renata menjauhi kerumunan orang dengan merangkul bahunya begitu erat. Ia juga menutupi wajah dan identitas Renata menggunakan jaket miliknya. Setidaknya, Renata harus menjauh dari orang-orang terlebih dahulu.“Kamu tunggu di sini, biar aku belikan secangkir kopi hangat.”“Jangan pergi. Please …. Tetap di sini sampai tubuhku mulai stabil…” pinta Renata tanpa mengubah ekspresinya. Ia menahan tangan Darren untuk pergi.Sejujurnya, Darren sudah sangat mengkhawatirkan Renata. Bukankah gadis ini sebaiknya ke rumah sakit untuk mengobati rasa takutnya?Tapi, Darren juga tak bisa menolak permintaan gadis itu. Ia memilih dan mencoba untuk mengerti. “Baiklah, tapi aku tak bisa membiarkanmu tetap berada di luar seperti ini. Udara malam bisa membuat tubuhmu semakin menggigil. Lantas kemana aku bisa membawamu pergi malam ini?”Renata diam sejenak. Ia berpikir bahwa tak mungkin pulang ke rumah malam ini dalam keadaan yang sangat kacau seperti ini. Akan seperti apa kira-kira perasaan papa dan mamanya kala melihat putrinya menjadi korban dari pelecehan seksual yang menjijikkan seperti ini?Ia juga tak punya teman lain. Hanya Riri sahabat dekatnya. Pun untuk pergi ke rumah Riri rasanya lebih tidak mungkin. Sebab sahabatnya itu sudah memliki keluarga dan suami. Tak baik jika Renata harus menginap di rumahnya.Renata tak punya pilihan lain. Ia kemudian menggerakkan bola matanya secara perlahan dan menatap wajah Darren yang setengah berlutut di hadapannya saat ini hanya untuk memperhatikan keadaan Renata.“Eum, maaf sebelumnya … Boleh kah aku menginap di rumahmu malam ini?” pinta Renata lirih. Suaranya terbata-bata, seolah ia ragu-ragu untuk mengatakannya.“Ha? Di rumahku? Tapi ….” Darren menghentikan kalimatnya. Ia ingin sekali menolak dengan lembut, namun melihat kondisi Renata sepertinya ia tak akan sampai hati untuk menolaknya.“Apa ada masalah jika aku menginap di rumahmu? Kau sudah memiliki istri dan anak?”“Bukan-bukan! Bukan begitu…” respon Darren cepat.Sebenarnya Renata ingin bertanya tentang banyak hal tentang pria tersebut. Ia juga merasa sangat malu karena harus ikut bersama pria asing pada malam hari seperti ini. Tapi lagi dan lagi ia tak punya pilihan lain.Hotel? Hotel cukup membuatnya trauma setelah kejadian tadi. Lagipula, jika bersama Darren entah mengapa Renata akan merasa aman. Lebih aman daripada ia harus menginap di apartemennya seorang diri atau menginap di sebuah hotel.Tapi … Bagaimana kalau pria ini keberatan? Bagaimana kalau ia sudah memiliki istri? Bagaimana kalau dia bukan pria baik-baik?Setelah cukup lama Darren berpikir, akhirnya ia memutuskan untuk mengambil pilihan tercepat. Khawatir jika ia menolaknya, wanita ini mungkin bisa saja tak sadarkan diri di tempat seperti ini karena menahan kondisi tubuhnya atau justru ada kejahatan lain yang mengintainya.“Aku memang tidak tinggal seorang diri. Aku tinggal bersama ibuku. Kalau memang kau tak ingin pulang ke rumahmu, aku bersedia membawamu pulang.”“Sungguh? Maaf karena aku menjadi beban untukmu…” Renata menyembunyikan wajahnya dengan menunduk.“Tak apa. Aku bisa mengerti. Kita harus segera pergi secepatnya… wajahmu … wajahmu jauh lebih pucat dari yang sebelumnya,” tukas Darren kian khawatir.Renata menggangguk. “Oh ya? Ah, tak masalah. Aku baik-baik saja.”Namun Darren tak percaya. Segera, ia membawa Renata menuju ke mobilnya. Setelah itu, mereka menuju ke rumah Darren.TOK!TOK!“Ibu, Darren pulang … maaf karena terlambat.” Darren mencoba memanggil ibunya dari pintu luar rumahnya.KLAK!Tahu bahwa Darren tengah merangkul seorang wanita, wajah ibu Darren lantas berubah tepat ketika ia membuka pintunya. Ia juga sempat menengok jam dinding yang berada di dalam rumah. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.“Siapa ini, Darren?”Darren lupa, ia seharusnya memikirkan terlebih dahulu jawaban apa yang kiranya akan ia berikan jika ibunya bertanya tentang hal tersebut.Jelas saja, ibunya curiga dan juga kecewa. Pasalnya Darren memang tak pernah membawa wanita manapun pulang ke rumahnya malam-malam begini dalam keadaan seperti itu.Jangankan untuk membawa seorang gadis pulang, bergaul dan berkencan dengan banyak wanita saja rasanya Darren tak pernah. Alasannya sederhana, ibu Darren cukup selektif dan juga sensitif tentang hal ini.“Ibu tanya sekali lagi, siapa dia dan ada apa ini Darren?” sama sekali tak ada senyum yang menghiasi wajah ibu Darren seperti biasanya.Darren masih bingung sebab ia bahkan sama sekali tak tahu siapa dan bagaimana identitas gadis ini. Semua kebaikannya hanya di dasarkan atas rasa simpati dan kasihan semata. Padahal bisa saja Darren bertemu dengan kesialannya jika terus melakukan tindakan ceroboh seperti ini.Sekilas, Darren sempat melihat pakaian dan juga semua aksesoris yang Renata kenakan di tubuhnya. Jadi jika ia tidak salah menilai, gadis yang datang bersamanya ini adalah putri dari keluarga kaya raya.“Ini atasanku, Bu. Ehm ... beliau ini atasan Darren selama di kantor. Ceritanya panjang, aku juga tak tahu pasti bagaimana keadaannya … namun yang pasti beliau sedang mengalami musibah malam ini. bolehkah aku membawanya masuk, bu?”Darren sibuk berkeliling semua ruangan mencari dimana keberadaan Renata.“Dia kemana, Bu?” “Dia siapa? Ahh … bos kamu itu ya? sudah pergi sejak subuh tadi, katanya ada pekerjaan mendesak. Hmmm, bukankah seharusnya ia beristirahat dulu ya?”Ibu Darren sama sekali tak tahu secara mendetail tentang keadaan Renata yang memalukan. Sebab Darren sudah berjanji untuk merahasiakan itu dari siapapun. “Ibu kenapa membiarkan dia pergi? Kalau dia bertemu orang jahat lagi gimana? Ibu juga kenapa tidak membangunkan aku?” pekik Darren dengan suara yang sedikit kesal.“Ibu sudah bangunkan kamu, loh! Lagipula dia terlihat buru-buru. Jadi ibu bisa apa?” Ekspresi Darren masih terlihat kesal. Ia terduduk tanpa berbicara apapun untuk menanggapi ucapan ibunya.“Hmm … ngomong-ngomong ibu belum tahu siapa namanya. Anaknya lumayan baik dan ramah meskipun dia seorang atasan. Ibu suka. Siapa namanya?”KRIK!Otak Darren seketika berputar cepat. Setelah mengingat-ingat memorinya semalam, Darren memang belum sem
“Darren? Darimana kamu tahu alamat rumahku?”“Soal itu, aku sengaja mencari tahunya. Maaf jika –”Renata sudah lebih dulu menarik tangan Darren dan membawanya ke taman belakang rumah Renata. Tepat di dekat kolam berenang miliknya. Wajah Renata sungguh sangat panik. Khawatir jika nantinya Darren menceritakan tentang kejadian malam itu dan membuat orang tua Renata khawatir. Ia yakin, suara gemericik air yang cukup keras tak bisa membuat mama atau papa Renata mendengar dengan jelas percakapan Darren dan Renata sekalipun mereka datang kemari.Darren hanya bisa tersenyum tipis kala melihat wajah Renata dari jarak dekat, terlihat lucu baginya. Renata melihat ke kanan dan ke kiri seperti seorang pencuri yang harus memastikan keadaan sebelum ia melangsungkan aksi pencuriannya itu.“Kita bicara di sini saja, ya? tak apa kan?” tanya Renata masih dengan dahi yang berkerut.Darren kembali tersenyum dan mengangguk. Lalu duduk tepat di sebelah Renata tanpa di persilahkan untuk duduk sebelumnya.“
Suami Paruh Waktu – 6“Aku yang akan mengalah, Renata. Kamu bisa melakukan apapun hal yang kau sukai. Aku tidak akan memaksakan nantinya hakku jika kau tak ingin melakukannya. Yang perlu digarisbawahi, aku menolak dengan tegas adanya pernikahan pura-pura. Sekarang aku kembalikan padamu, pilihan mana yang akan kau ambil?”Tatapan Darren begitu tegas. Bak sebuah pedang yang mungkin bisa saja mengunus jantung Renata kapanpun ia mau. Darren begitu memukau, begitu berwibawa dengan pesonanya.Bahkan, setiap inchi tubuhnya, setiap tutur kata yang keluar dari bibirnya, setiap sentuhan dan perhatian kecil yang ia berikan, mampu membuat Renata menjadi lebih tenang. “Apakah itu artinya … aku tidak harus melayanimu kan?” ujar Renata ragu – ragu.Darren tersenyum simpul. Tak lama kemudian ia mengangguk. “Tidak masalah kalau kau keberatan. Aku bisa menerima jika memang kau menolak untuk itu. Jangan khawatir, selama aku tahu bagaimana kondisinya, sekali lagi aku tidak akan memaksanya.”Tetap saja,
Suami Paruh Waktu – 7“Sudahlah Renata. Papa lelah menunggu jawaban dari kamu yang bahkan tidak ada tanggapan sama sekali. Hanya baik, ramah, apalagi? Papa bahkan yakin, kamu sendiri pun juga tahu jawaban semacam apa yang sebenarnya papa inginkan.”Wilyasa menarik napasnya dalam, sementara Renata hanya diam dengan pandangan mata yang ia coba sembunyikan dari ayah dan ibunya. Bukan Renata gugup atau takut, perasaannya lebih kepada bodoamat, acuh dan enggan membahas terkait hal yang menurutnya belum menjadi prioritasnya. Namun, Renata tidak bisa menunjukkan bagaimana perasaannya begitu saja. Renata nampak diam dan terus saja mengambil jawaban paling aman dari pertanyaan – pertanyaan yang ayah dan ibunya sampaikan.“Begini saja lah, Kalau kamu tidak ingin menjawab, bawa dia ke pertemuan keluarga kita besok malam. Papa akan adakan acara khusus untuk besok malam, dan biar papa sendiri yang akan menilai bagaimana karakter laki – laki itu,” tukas Pak Wilyasa dengan sangat tegas.Wajah Renat
SUAMI PARUH WAKTU – 8“Aku ingin mengatakan sesuatu yang penting padamu.”“Ya, katakan saja. aku bisa mendengar dan menerima keputusan darimu.” Darren berusaha untuk melapangkan dadanya. Begitu mendengar suara Renata yang nampak berat, Darren sudah berpikir dan yakin bahwa Renata mungkin tidak setuju dengan pilihan pernikahan yang diajukan oleh Darren.“Nanti malam papa mengundangmu secara khusus ke acara keluarga untuk makan malam. Eum …” Renata menjeda ucapannya. Jelas sekali terlihat bahwa Renata sedang berpikir dan menimbang – nimbang ucapannya. Sementara Darren secara perlahan mulai menarik ke atas lengkung di bibirnya, sembari menantikan kalimat selanjutnya dari Renata“Aku memberitahumu sekarang agar kamu bisa mulai bersiap – siap mulai saat ini. Bisa jadi banyak pertanyaan yang nantinya akan papa tanyakan padamu.”Darren kembali tersenyum. “Pertanyaan? Seperti apa?” tanya Darren yang berpura – pura seolah tidak paham dan butuh penjelasan lebih.“Seperti …. Ah, sudah jangan ba
SUAMI PARUH WAKTU – 9 “Kamu memang berhasil untuk selalu membuatku penasaran, Renata…” Darren membatin, seiring dengan kepergian Renata yang mulai nampak semakin menjauh dari jangkauannya. Darren segera menghidupkan motor tuanya, dan mengikuti mobil Renata dari belakang.BLAK!Renata menutup pintu mobilnya cukup keras. Ia menganakan masker dan kaca mata hitam. pakaiannya kali ini, benar – benar membuat dirinya tersamarkan hingga tak ada yang bisa terlihat dari wajahnya sama sekali. Namun karena Darren sudah tahu lebih dulu saat ia menghampir ke rumah Renata, maka sudah tidak heran lagi saat Darren tahu kelakuan Renata yang cukup unik ini.“Gerah pakai baju serba hitam. Lepas saja maskernya. Selagi ada aku, katamu akan lebih aman kan?” Darren tiba – tiba muncul dari belakang saat Renata hendak melangkah masuk ke dalam café.“Oh astaga! Dari mana kamu tahu kalau itu aku? muncul dari mana kamu?” pekik Renata kesal. Ia benar – benar terkejut dengan suara Darren. Untuk bisa keluar rumah
SUAMI PARUH WAKTU - 10“Tapi aku punya alasan kuat untuk itu, Darren. Aku punya alasan mengapa aku bersikeras dengan pilihanku ini.”“Apa? Apa alasannya, Rena?” “Ibu Rena?” Darren memanggilnya sekali lagi sebab Renata seperti tidak lekas memberinya jawaban.“Karena aku merasa kita belum benar – benar saling mengenal satu sama lain. Pun alasan lain adalah karena aku memang merasa belum siap melakukan pernikahan. Aku sudah pernah menyampaikan ini sebelumnya…” jawab Renata ragu – ragu.“Kalau begitu, beri aku kesempatan untuk bisa mengenalmu. Aku juga akan memberimu kesempatan lebih banyak untuk bisa mengenalku. Dua hari, cukup?” Suara Darren terdengar lebih mendominasi. Ia benar – benar ingin menikahi Renata dengan layak, bukan hanya pernikahan pura – pura di atas kertas yang bahkan tidak bisa ia pertanggungjawabkan nantinya.“Pertemuannya bahkan malam ini, Darren. Apa kemudian cukup untuk kita saling mengenal. Itu juga yang menjadi perhatianku, bagaimana kita bisa menjawab dari papak
SUAMI PARUH WAKTU – 11“Ka – kamu, marah?” ucap Renata yang terbata – bata. Darren tidak langsung memberikan jawaban dari lisannya. Namun tatapannya jelas sekali menjawab bahwa Darren tidak menyukai cara Renata yang seolah merendahkan harga diri Darren.“Aku tersinggung. Kamu terlihat begitu arrogant di mataku.” Renata semakin terkesiap. Ini kali pertama seseorang begitu jelas dan berani mengatakan hal semacam itu di hadapannya. Renata berpikir, kalau saja ia tidak bergantung pada Darren dan menginginkan pria ini untuk terus berada di sisinya, Renata tidak akan membiarkan orang lain menatapnya seperti itu.“Jadi kau menolak kesepakatan ini?” tukas Renata membuka kembali pembicaraan mereka. Selain Darren, Renata juga harus menahan diri. kalau saja bukan Darren yang mengatakan hal tersebut, mustahil rasanya Renata masih berbicara dengan nada bicara selembut ini. Kalau saja itu orang lain, Renata mungkin akan marah karena penilaian yang arrogant tentang dirinya.“Oke kalau memang itu
Suami Paruh Waktu – 19“Terima kasih, Ri. Tidak usah repot – repot untuk menyiapkan hadiah sebesar ini. Dengan hadirnya dirimu saja sudah membuatku terkesan,” Renata menarik lengkung manis di bibirnya. Hingga kedua sudutnya mengembang sempurna.Lengkap dengan perpaduan make up flawless, lipstik yang glossy dan riasan yang softly. Semua membuat tampilan Renata Michelle hari ini nampak begitu natural dan sangat cantik.Terlebih, ditambah dengan balutan gaun berwarna gold rancangan dari desainer ternama kota Jakarta kala itu. Jelas kualitas bahan dan rancangan yang tidak akan mengecewakan.Gaun gold yang bertabur berlian swarovski membuat Renata Michelle menjadi semakin bersinar di tengah – tengah acara tersebut yang mana ini mengalahkan kecantikan para tamu undangan yang hadir.Ya, hari ini adalah hari paling bahagia bagi Darren dan Renata. Tapi tidak bagi Riri sahabat Renata. Ia seperti menunjukkan ekspresi yang berbeda dan nampak terlihat tidak tulus.“Sama-sama, Ren. Ini untukmu seca
‘Ayo Renata … balas pesanku. Aku hanya ingin tahu siapa orang-orang yang kita temui tadi di restaurant. Akankah aku juga mengenalinya?’ gumam Darren yang masih menatap layar ponselnya guna menanti balasan pesan dari Renata.Selang beberapa menit, ponsel Darren menyala. Ada dering notifikasi pesan masuk disana. Renata menjawab pesan dari Darre.“Tidak ada apa – apa. Pulanglah. Besok kita bicarakan lagi. Selamat malam!” Hanya itu yang Renata tulis. Semua nampak anu – abu dan samar. Darren tak tahu apa – apa. Darren ingin tahu sesuatu, sebab Renata nampak begitu aneh secara tiba-tiba.‘Apa aku perhatikan saja mereka. Ya, setidaknya aku harus mengenali satu-satu dari mereka, aku harus tahu semua yang terlibat di situ malam ini. Tidak mungkin Renata menjadi seperti itu jika memang semua nampak baik-baik saja.” Darren berbicara pada dirinya sendiri.Ia memantapkan hati. Darren akan tetap bertahan disini, dan memperhatikan keadaan sekitar. Semua dimulai dari arah kiri, ada seorang pria ber
SUAMI PARUH WAKTU – 17“Eits, nggak usah deh ma … aku beneran cape banget. Mungkin karena memang kesehatanku belum pulih sepenuhnya, jadi aku masih sering pusing. Atau … barangkali karena aku tidak bisa jauh dari Darren, hehe … Papah sih!”‘Oh astaga!! Demi mengalihkan topik, gue rela deh keliatan bucin ke Darren. Kalau cuma alasan biasa mah, mama papa gak akan percaya!’ Setiap kali Renata merasa kikuk, bingung dan canggung, ia akan berusaha untuk mengalihkan topik pembicaraan mereka dengan cara – cara tertentu. Dan tak ketinggalan, Renata masih seringkali bergumam karena tak jarang Renata merasa kesal dengan situasinya saat ini. Renata sampai rela untuk terlihat begitu mencintai Darren dan tak bisa terpisahkan dari calon suaminya itu.Mendengar ucapan itu keluar dari mulut putri kesayangannya, membuat Pak Wilyasa tak bisa berkata banyak. Jujur saja, Pak Wilyasa pun sampai memikirkan hal itu lebih dalam. Bagi pak Wilyasa, apa yang kemudian dibicarakan oleh Renata memang terdengar s
SUAMI PARUH WAKTU – 16“Ayo kita pulang, Ma … aku lelah, sangat lelah.”Pak Wilyasa dan mama Erna hanya bisa mengernyitkan keningnya melihat putrinya yang merasa lelah secara tiba – tiba. Keduanya pun lantas mengikuti permintaan Renata tanpa membantahnya lagi.“Eh, ada apa dengan kepalamu Rena … Kalau gitu ke rumah sakit saja ya?” imbuh mama Erna yang merasa cemas kala Renata mulai memegangi kepalanya dengan kedua tangannya.Dengan sigap Renata mengelak. “Ah tidak, Ma. Ini sama sekali tidak parah. Aku masih bertahan, ini hanya butuh istirahat saja…”“Kamu yakin, Rena? Yah kenapa si kamu tidak mau ke rumah sakit, hum? Bagaimana kalauk kondisinya tidak baik – baik saja?” sela mama Erna yang sudah mulai memegangi kedua bahu Renata sembari memijatnya dengan tenaga yang cukup kuat.“Iya, Ma. Tenang saja. aku hanya butuh tidur, sudah … trust me.” Renata terus saja mencari alasan sembari menekan – nekan pelipisnya.“Ya sudah, kita pulang sekarang.” Pak Wilyasa memutuskan dengan cepat. Ia seg
Suami Paruh Waktu – 15“Kalian ini sepertinya memang ditakdirkan untuk berjodoh … bagaimana kalau kita sekalian bahas rencana pernikahannya saja, ya kan Pa?” tukas mama Erna yang nampak begitu antusias.“Hmph … sebenarnya papa masih butuh waktu untuk bisa mengenal dia. Tapi semua papa kembalikan lagi pada Renata. Kalau memang sudah siap dan sudah memutuskan untuk segera menikah, maka papa akan ikut keputusan Rena.”Mama Erna tersenyum lebar mendengar keputusan sang suami. Itu artinya, Pak Wilyasa akan setuju dengan apapun keputusan dari Renata, sehingga hanya tinggal menuggu bagaimana respon Rena saja untuk memutuskan hal tersebut.“Bagaimana, Renata? Kamu setuju kan?” tanya mama Erna kembali. Di antara empat manusia yang hadir, mama Erna lah yang paling antusias dengan rencana pernikahan Renata. Karena secara tidak langsung Renata hanya selangkah lagi untuk meresmikan ikatan cinta mereka. Dan ini berarti semakin dekat mama Erna untuk bisa segera memiliki seorang cucu.“Aku … setuju,
Suami Paruh Waktu – 14“Apa kamu serius dengan ucapanmu itu, Renata? Papa ingin kamu memberi keputusan yang terbaik, dan kami siap menunggu jika kamu memang butuh waktu untuk memantapkan hatimu.” Pak Wilyasa menatap tajam ke arah Renata dan memperhatikan setiap gerak ekspresi di wajah putri kesayangannya itu.Sebenarnya, pernyataan Pak Wilyasa tidak sulit, tidak juga bisa dibilang lebay, apalagi berlebihan. Keinginan dari Pak Wilyasa murni dan mutlak karena kasih sayang ia pada putri tunggalnya.Bahkan, sebelum datang pada pertemuan hari ini dengan tujuan melihat pribadi Darren, orang tua Renata yakni mama Erna dan Pak Wilyasa sudah dulu membicarakan hal ini setiap hari. Lebih tepatnya pada waktu – waktu sebelum mereka terlelap dalam istirahat malam. Keinginan orang tua Renata sangat sederhana, mereka tentunya menginginkan seorang menantu yang mampu menjaga Renata dan mampu mengerti segala kekurangan Renata. Terlebih, jika mengingat usia Renata yang tidak bisa lagi dikatakan muda, R
SUAMI PARUH WAKTU – 13“Saya berjanji untuk bisa memberikan rasa bahagia pada Renata, pada putri papa … meskipun saya tahu bahwa saya tidak punya latar belakang kehidupan yang lebih mewah atau setara dengan papa.”Darren mengatakan kalimat tersebut dengan sangat jelas dan terperinci. Bahkan, Darren sampai beberapa kali mengulang kata yang sama bahwa Darren akan berusaha sebisa mungkin untuk memberikan kehidupan yang nyaman dan layak untuk Renata, juga berjanji untuk menemani, menjaga, dan memberikan rasa nyaman untuk sang istri.“Hmphh … lalu?” Pak Wilyasa menarik napasnya jauh ke dalam lalu menghembuskannya dengan ringan ketika mendengar dari penuturan Darren. Bukan orang tua Renata tak suka dengan Darren, keduanya justru sangat mendukung dan benar – benar merestui hubungan keduanya sampai ke jenjang pernikahan.Hanya saja, bukan jawaban seperti itu yang pak Wilyasa inginkan. Ia sama sekali tidak bermasalah dengan harta kekayaan, jabatan, atau bahkan latar belakang kehidupan Darren.
Suami Paruh Waktu – 12“Kamu ini … papa itu tanya baik – baik, Renata. Kamu kan tinggal jawab saja. Iya kan?” Mama Erna ikut angkat suara sebab Renata terdengar ketus dan malas menanggapi rasa penasaran orang tuanya.“Rena bukannya nggak mau jawab atau bagaimana, Ma … Rena saja bahkan tidak tahu Darren dimana. Terakhir kali kamu saling berkabar, Darren sudah di perjalanan. Mungkin … sebentar lagi juga Darren tiba. Tunggu saja, Ma ..” balas Renata dengan merendah. Ia selalu merasa salah setiap kali memberikan jawaban, sehingga Renata merasa kesal dan kembali harus menahan rasa kesalnya dengan menarik napas sedalam mungkin.Tak lama kemudian, Renata menangkap sosok lelaki bertubuh tegap dan proporsiional yang ia kenali dengan sangat jelas. “Nah itu, dia Darren … itu Darren, Ma, Pa.” Renata menarik sudut bibirnya dengan spontan kala bola matanya terfokus pada satu titik.Mendengar itu, mama Erna dan Pak Wilyasa sedikit membuka kedua bola matanya dengan lebih lebar dari sebelumnya. Kedu
SUAMI PARUH WAKTU – 11“Ka – kamu, marah?” ucap Renata yang terbata – bata. Darren tidak langsung memberikan jawaban dari lisannya. Namun tatapannya jelas sekali menjawab bahwa Darren tidak menyukai cara Renata yang seolah merendahkan harga diri Darren.“Aku tersinggung. Kamu terlihat begitu arrogant di mataku.” Renata semakin terkesiap. Ini kali pertama seseorang begitu jelas dan berani mengatakan hal semacam itu di hadapannya. Renata berpikir, kalau saja ia tidak bergantung pada Darren dan menginginkan pria ini untuk terus berada di sisinya, Renata tidak akan membiarkan orang lain menatapnya seperti itu.“Jadi kau menolak kesepakatan ini?” tukas Renata membuka kembali pembicaraan mereka. Selain Darren, Renata juga harus menahan diri. kalau saja bukan Darren yang mengatakan hal tersebut, mustahil rasanya Renata masih berbicara dengan nada bicara selembut ini. Kalau saja itu orang lain, Renata mungkin akan marah karena penilaian yang arrogant tentang dirinya.“Oke kalau memang itu