“Darren? Darimana kamu tahu alamat rumahku?”
“Soal itu, aku sengaja mencari tahunya. Maaf jika –”Renata sudah lebih dulu menarik tangan Darren dan membawanya ke taman belakang rumah Renata. Tepat di dekat kolam berenang miliknya.Wajah Renata sungguh sangat panik. Khawatir jika nantinya Darren menceritakan tentang kejadian malam itu dan membuat orang tua Renata khawatir.Ia yakin, suara gemericik air yang cukup keras tak bisa membuat mama atau papa Renata mendengar dengan jelas percakapan Darren dan Renata sekalipun mereka datang kemari.Darren hanya bisa tersenyum tipis kala melihat wajah Renata dari jarak dekat, terlihat lucu baginya. Renata melihat ke kanan dan ke kiri seperti seorang pencuri yang harus memastikan keadaan sebelum ia melangsungkan aksi pencuriannya itu.“Kita bicara di sini saja, ya? tak apa kan?” tanya Renata masih dengan dahi yang berkerut.Darren kembali tersenyum dan mengangguk. Lalu duduk tepat di sebelah Renata tanpa di persilahkan untuk duduk sebelumnya.“Kamu mencari tahu rumahku darimana?”“Dari kantormu. Ini, kau meninggalkan ini di kamar ibuku,” ujar Darren sembari menunjukkan sebuah kartu nama Renata Michelle.Renata lantas tersenyum canggung. “Maaf, karena aku tak sempat mengucapkan terima kasih kemarin. Juga pada ibumu….” Senyum Renata terlihat kikuk.“Hmm, bicara tentang ibuku … dia mau kau sering berkunjung kalau kau punya waktu luang.” Darren kembali menarik sudut bibirnya yang indah. Sementara Renata, hanya mampu mengulum senyum karena malu.Perlahan namun pasti, Darren seperti telah berhasil membawa Renata kembali ke dalam dunianya yang ceria. Hingga tanpa terasa mereka sudah hampir satu setengah jam menceritakan banyak hal dengan gelak tawa keduanya.“Lihat, Pah! Baru kali ini Renata membawa teman lelakinya ke rumah, kan? Coba perhatikan, mereka terlihat sangat cocok bukan? Tampan dan cantik, apa Renata sebenarnya telah berkencan dengan seseorang?”"Entahlah, papa juga belum yakin."Secara diam-diam tanpa sepengetahuan Renata dan Darren, mama Erna dan Pak Wilyasa tengah memantau interaksi mereka dari balkon yang berada di belakang kolam berenang rumahnya.. Sehingga bisa terlihat jelas meski posisi duduk Renata dan Darren membelakangi orang tuanya.“Darren, maaf aku mengatakan ini. Um ... boleh aku meminta sesuatu padamu?”Tatapan mereka saling bertemu. Renata yang menatap Darren sendu juga gugup sementara Darren yang menatap Renata dengan begitu hangat.“Tentu saja boleh, katakanlah!”“Apa kau mau melakukan pernikahan denganku?”UHUK!!!Seperti tersetrum listrik puluhan ampere, Darren merasa tubuhnya kaku mendengar pertanyaan dari Renata. Ia juga beberapa kali menenangkan pikirannya, bahwa ia pasti salah mendengar. Tidak mungkin Renata mengajaknya menikah bukan?“Kamu nggak papa?” ujar Renata panik, ia kemudian mengulurkan tissue dan membersihkan pakaian Darren yang basah karena minuman.“Nggak, nggak papa. Kamu tadi bilang apa?”“Oh itu … iya aku mau kamu dan aku menikah. Tapi tenang, ini bukan pernikahan sungguhan. Bukan pula pernikahan kontrak, karena ini hanya pura-pura tanpa ada ikrar janji diantara kita dan Tuhan,” tukas Renata ragu-ragu. Ia takut Darren mungkin akan menolaknya.Dan benar saja, Darren sampai kesulitan menelan salivanya sendiri. ia tak percaya dan tak bisa menebak maksut pembicaraan Renata terhadapnya.“Aku … sungguh tak mengerti maksut ucapanmu. Lantas pernikahan macam apa yang kamu inginkan?” tatapan Darren sungguh tajam, penasaran sekaligus tak percaya.Renata juga sempat bingung bagaimana menjelaskannya kepada pria ini. namun Renata sudah memikirkannya dengan matang selama seminggu terakhir. Setelah kejadian itu, Renata pikir ia tak akan bisa menjalani kehidupan normal tanpa Darren di sisinya.Ia terlalu takut menjalin kehidupan dengan pria asing lainnya. Belum lagi mengingat janjinya kepada mama Erna tentang pernikahan dan perjodohan. Terlalu menakutkan baginya jika nantinya Renata dijodohkan dengan pria yang menakutkan.Maka dari itu, Renata hanya ingin Darren. Ia sudah begitu nyaman bersama Darren dan segala kepribadiannya, caranya memperlakukan Renata juga menyelamatkannya, termasuk Renata juga menyukai kesederhanaan ibu Darren.“Sejujurnya … aku belum siap untuk menikah. Aku juga sulit mengatakan hal ini. aku tak tahu mengapa aku ada di posisi ini. aku terjebak, aku bingung…” suara Renata kian parau. Ia berusaha untuk menahan tangis dan rasa takutnya.Darren mencoba untuk mengerti. Ia memberi kesempatan Renata untuk menenangkan dirinya. “Tenanglah, aku akan mencoba memahami kamu.”“Kau tau kenapa aku harus mengalami pelecehan seksual semacam itu? Itu semua karena usahaku untuk mengenal lelaki dan melakukan sebuah pernikahan. Usiaku tak lagi muda, orang tuaku memintaku untuk menikah, sementara aku enggan dan tabu dalam dunia percintaan. Jika aku tak bisa menemukan jodohku sendiri, maka aku akan dijodohkan dengan pria asing…”Darren belum menanggapi. Tatapannya sama sekali tak mengerjap dari ekspresi wajah Renata.“Tapi … tapi aku juga tak bisa melakukan perjodohan. Aku takut, Darren … aku takut karena kejadian malam itu!!”Bola mata Renata mulai basah oleh genangan air mata yang perlahan jatuh. Darren masih belum menyentuhnya, hanya memberikan dua lembar tissue untuk Renata.“Lantas apa yang kau inginkan dariku? Percayalah akan ada lelaki yang nantinya dengan tulus mencintaimu…” tukas Darren. Ia merasa dirinya semakin bingung.“Aku hanya ingin kamu menjadi suamiku beberapa waktu ke depan, karena aku tak ingin menikah dengan orang asing. Kamu pilihanku. Mungkin ini terdengar tak masuk akal, tapi hanya ini pilihan yang aku punya. Kita bisa berpura-pura menjadi suami istri dalam jangka waktu tertentu saja.”Darren lantas terdiam. Ia juga sudah mengalihkan pandangannya dari wajah cantik Renata. Ia butuh beberapa menit untuk memberikan Renata sebuah jawaban.“Maaf, Renata. Tapi aku menolaknya. Aku tak bisa melakukan pernikahan pura-pura. Kalau kau bersedia, aku akan menikahimu secara nyata dan sungguh-sungguh. Bukan pura-pura.”Sungguh, Darren terlihat semakin tampan kala ia memberikan sebuah jawaban yang begitu tegas. Pancaran aura dalam dirinya menunjukkan bahwa Darren pria sejati yang sangat berwibawa dan bertanggungjawab.Namun sayangnya bukan itu jawaban yang Renata inginkan. Renata justru kecewa kala permintaannya di tolak.“Tapi tak mungkin, usiaku terpaut jauh di atasmu. Apa bisa kita menjalin hubungan suami dan istri?” Renata akan mencoba dengan berbagai alasan untuk mematahkan prinsip Darren.“Apa ada yang salah soal umur? Tidak kan? Lagi pula aku tidak mempermasalahkan usiamu.”“Tapi aku belum siap untuk menikah…”“Apa yang membuatmu belum siap untuk menikah, katakan … agar aku bisa membantumu agar bersiap.”Sempat terdiam beberapa detik sampai akhirnya, ragu-ragu Renata mulai menjawab, “Aku … masih belum ingin menjalin komitmen dengan seseorang… aku juga masih menginginkan lebih banyak untuk karirku…”Kini saatnya Darren yang menjadi diam. Perlu pemikiran berhari-hari untuk menuntaskan masalah ini sebab Darren tahu sepertinya Renata tetap enggan mengalah dan keras kepala.“Intinya aku tak bisa melakukan pernikahan sungguhan!” pinta Renata sekali lagi.Tanpa Renata kira sebelumnya, tangan Darren mulai bergerak meraih tangan Renata. Ia genggam dengan erat tangan gadis itu. Senyum Darren mengembang sempurna, sikap Darren menunjukkan seakan Darren terlihat lebih dewasa daripada Renata.“Kalau begitu … aku akan mengalah. Kita masih bisa tetap menikah sungguhan tanpa ada komitmen di dalamnya.""Apa boleh melakukan hal semacam itu?" tanya Renata ragu."Aku rasa tak apa asal ada kesepakatan dan pengertian dari keduanya. Jadi saat kau menjadi istriku, kamu bisa melakukan apapun hal yang kau sukai selama itu tidak melanggar aturan pernikahan. Aku juga tidak akan memaksakan hakku jika kau tak ingin melakukannya. Tapi yang jelas, aku menolak dengan tegas adanya pernikahan pura-pura. Sekarang aku kembalikan padamu, pilihan mana yang akan kau ambil?”Suami Paruh Waktu – 6“Aku yang akan mengalah, Renata. Kamu bisa melakukan apapun hal yang kau sukai. Aku tidak akan memaksakan nantinya hakku jika kau tak ingin melakukannya. Yang perlu digarisbawahi, aku menolak dengan tegas adanya pernikahan pura-pura. Sekarang aku kembalikan padamu, pilihan mana yang akan kau ambil?”Tatapan Darren begitu tegas. Bak sebuah pedang yang mungkin bisa saja mengunus jantung Renata kapanpun ia mau. Darren begitu memukau, begitu berwibawa dengan pesonanya.Bahkan, setiap inchi tubuhnya, setiap tutur kata yang keluar dari bibirnya, setiap sentuhan dan perhatian kecil yang ia berikan, mampu membuat Renata menjadi lebih tenang. “Apakah itu artinya … aku tidak harus melayanimu kan?” ujar Renata ragu – ragu.Darren tersenyum simpul. Tak lama kemudian ia mengangguk. “Tidak masalah kalau kau keberatan. Aku bisa menerima jika memang kau menolak untuk itu. Jangan khawatir, selama aku tahu bagaimana kondisinya, sekali lagi aku tidak akan memaksanya.”Tetap saja,
Suami Paruh Waktu – 7“Sudahlah Renata. Papa lelah menunggu jawaban dari kamu yang bahkan tidak ada tanggapan sama sekali. Hanya baik, ramah, apalagi? Papa bahkan yakin, kamu sendiri pun juga tahu jawaban semacam apa yang sebenarnya papa inginkan.”Wilyasa menarik napasnya dalam, sementara Renata hanya diam dengan pandangan mata yang ia coba sembunyikan dari ayah dan ibunya. Bukan Renata gugup atau takut, perasaannya lebih kepada bodoamat, acuh dan enggan membahas terkait hal yang menurutnya belum menjadi prioritasnya. Namun, Renata tidak bisa menunjukkan bagaimana perasaannya begitu saja. Renata nampak diam dan terus saja mengambil jawaban paling aman dari pertanyaan – pertanyaan yang ayah dan ibunya sampaikan.“Begini saja lah, Kalau kamu tidak ingin menjawab, bawa dia ke pertemuan keluarga kita besok malam. Papa akan adakan acara khusus untuk besok malam, dan biar papa sendiri yang akan menilai bagaimana karakter laki – laki itu,” tukas Pak Wilyasa dengan sangat tegas.Wajah Renat
SUAMI PARUH WAKTU – 8“Aku ingin mengatakan sesuatu yang penting padamu.”“Ya, katakan saja. aku bisa mendengar dan menerima keputusan darimu.” Darren berusaha untuk melapangkan dadanya. Begitu mendengar suara Renata yang nampak berat, Darren sudah berpikir dan yakin bahwa Renata mungkin tidak setuju dengan pilihan pernikahan yang diajukan oleh Darren.“Nanti malam papa mengundangmu secara khusus ke acara keluarga untuk makan malam. Eum …” Renata menjeda ucapannya. Jelas sekali terlihat bahwa Renata sedang berpikir dan menimbang – nimbang ucapannya. Sementara Darren secara perlahan mulai menarik ke atas lengkung di bibirnya, sembari menantikan kalimat selanjutnya dari Renata“Aku memberitahumu sekarang agar kamu bisa mulai bersiap – siap mulai saat ini. Bisa jadi banyak pertanyaan yang nantinya akan papa tanyakan padamu.”Darren kembali tersenyum. “Pertanyaan? Seperti apa?” tanya Darren yang berpura – pura seolah tidak paham dan butuh penjelasan lebih.“Seperti …. Ah, sudah jangan ba
SUAMI PARUH WAKTU – 9 “Kamu memang berhasil untuk selalu membuatku penasaran, Renata…” Darren membatin, seiring dengan kepergian Renata yang mulai nampak semakin menjauh dari jangkauannya. Darren segera menghidupkan motor tuanya, dan mengikuti mobil Renata dari belakang.BLAK!Renata menutup pintu mobilnya cukup keras. Ia menganakan masker dan kaca mata hitam. pakaiannya kali ini, benar – benar membuat dirinya tersamarkan hingga tak ada yang bisa terlihat dari wajahnya sama sekali. Namun karena Darren sudah tahu lebih dulu saat ia menghampir ke rumah Renata, maka sudah tidak heran lagi saat Darren tahu kelakuan Renata yang cukup unik ini.“Gerah pakai baju serba hitam. Lepas saja maskernya. Selagi ada aku, katamu akan lebih aman kan?” Darren tiba – tiba muncul dari belakang saat Renata hendak melangkah masuk ke dalam café.“Oh astaga! Dari mana kamu tahu kalau itu aku? muncul dari mana kamu?” pekik Renata kesal. Ia benar – benar terkejut dengan suara Darren. Untuk bisa keluar rumah
SUAMI PARUH WAKTU - 10“Tapi aku punya alasan kuat untuk itu, Darren. Aku punya alasan mengapa aku bersikeras dengan pilihanku ini.”“Apa? Apa alasannya, Rena?” “Ibu Rena?” Darren memanggilnya sekali lagi sebab Renata seperti tidak lekas memberinya jawaban.“Karena aku merasa kita belum benar – benar saling mengenal satu sama lain. Pun alasan lain adalah karena aku memang merasa belum siap melakukan pernikahan. Aku sudah pernah menyampaikan ini sebelumnya…” jawab Renata ragu – ragu.“Kalau begitu, beri aku kesempatan untuk bisa mengenalmu. Aku juga akan memberimu kesempatan lebih banyak untuk bisa mengenalku. Dua hari, cukup?” Suara Darren terdengar lebih mendominasi. Ia benar – benar ingin menikahi Renata dengan layak, bukan hanya pernikahan pura – pura di atas kertas yang bahkan tidak bisa ia pertanggungjawabkan nantinya.“Pertemuannya bahkan malam ini, Darren. Apa kemudian cukup untuk kita saling mengenal. Itu juga yang menjadi perhatianku, bagaimana kita bisa menjawab dari papak
SUAMI PARUH WAKTU – 11“Ka – kamu, marah?” ucap Renata yang terbata – bata. Darren tidak langsung memberikan jawaban dari lisannya. Namun tatapannya jelas sekali menjawab bahwa Darren tidak menyukai cara Renata yang seolah merendahkan harga diri Darren.“Aku tersinggung. Kamu terlihat begitu arrogant di mataku.” Renata semakin terkesiap. Ini kali pertama seseorang begitu jelas dan berani mengatakan hal semacam itu di hadapannya. Renata berpikir, kalau saja ia tidak bergantung pada Darren dan menginginkan pria ini untuk terus berada di sisinya, Renata tidak akan membiarkan orang lain menatapnya seperti itu.“Jadi kau menolak kesepakatan ini?” tukas Renata membuka kembali pembicaraan mereka. Selain Darren, Renata juga harus menahan diri. kalau saja bukan Darren yang mengatakan hal tersebut, mustahil rasanya Renata masih berbicara dengan nada bicara selembut ini. Kalau saja itu orang lain, Renata mungkin akan marah karena penilaian yang arrogant tentang dirinya.“Oke kalau memang itu
Suami Paruh Waktu – 12“Kamu ini … papa itu tanya baik – baik, Renata. Kamu kan tinggal jawab saja. Iya kan?” Mama Erna ikut angkat suara sebab Renata terdengar ketus dan malas menanggapi rasa penasaran orang tuanya.“Rena bukannya nggak mau jawab atau bagaimana, Ma … Rena saja bahkan tidak tahu Darren dimana. Terakhir kali kamu saling berkabar, Darren sudah di perjalanan. Mungkin … sebentar lagi juga Darren tiba. Tunggu saja, Ma ..” balas Renata dengan merendah. Ia selalu merasa salah setiap kali memberikan jawaban, sehingga Renata merasa kesal dan kembali harus menahan rasa kesalnya dengan menarik napas sedalam mungkin.Tak lama kemudian, Renata menangkap sosok lelaki bertubuh tegap dan proporsiional yang ia kenali dengan sangat jelas. “Nah itu, dia Darren … itu Darren, Ma, Pa.” Renata menarik sudut bibirnya dengan spontan kala bola matanya terfokus pada satu titik.Mendengar itu, mama Erna dan Pak Wilyasa sedikit membuka kedua bola matanya dengan lebih lebar dari sebelumnya. Kedu
SUAMI PARUH WAKTU – 13“Saya berjanji untuk bisa memberikan rasa bahagia pada Renata, pada putri papa … meskipun saya tahu bahwa saya tidak punya latar belakang kehidupan yang lebih mewah atau setara dengan papa.”Darren mengatakan kalimat tersebut dengan sangat jelas dan terperinci. Bahkan, Darren sampai beberapa kali mengulang kata yang sama bahwa Darren akan berusaha sebisa mungkin untuk memberikan kehidupan yang nyaman dan layak untuk Renata, juga berjanji untuk menemani, menjaga, dan memberikan rasa nyaman untuk sang istri.“Hmphh … lalu?” Pak Wilyasa menarik napasnya jauh ke dalam lalu menghembuskannya dengan ringan ketika mendengar dari penuturan Darren. Bukan orang tua Renata tak suka dengan Darren, keduanya justru sangat mendukung dan benar – benar merestui hubungan keduanya sampai ke jenjang pernikahan.Hanya saja, bukan jawaban seperti itu yang pak Wilyasa inginkan. Ia sama sekali tidak bermasalah dengan harta kekayaan, jabatan, atau bahkan latar belakang kehidupan Darren.
Suami Paruh Waktu – 19“Terima kasih, Ri. Tidak usah repot – repot untuk menyiapkan hadiah sebesar ini. Dengan hadirnya dirimu saja sudah membuatku terkesan,” Renata menarik lengkung manis di bibirnya. Hingga kedua sudutnya mengembang sempurna.Lengkap dengan perpaduan make up flawless, lipstik yang glossy dan riasan yang softly. Semua membuat tampilan Renata Michelle hari ini nampak begitu natural dan sangat cantik.Terlebih, ditambah dengan balutan gaun berwarna gold rancangan dari desainer ternama kota Jakarta kala itu. Jelas kualitas bahan dan rancangan yang tidak akan mengecewakan.Gaun gold yang bertabur berlian swarovski membuat Renata Michelle menjadi semakin bersinar di tengah – tengah acara tersebut yang mana ini mengalahkan kecantikan para tamu undangan yang hadir.Ya, hari ini adalah hari paling bahagia bagi Darren dan Renata. Tapi tidak bagi Riri sahabat Renata. Ia seperti menunjukkan ekspresi yang berbeda dan nampak terlihat tidak tulus.“Sama-sama, Ren. Ini untukmu seca
‘Ayo Renata … balas pesanku. Aku hanya ingin tahu siapa orang-orang yang kita temui tadi di restaurant. Akankah aku juga mengenalinya?’ gumam Darren yang masih menatap layar ponselnya guna menanti balasan pesan dari Renata.Selang beberapa menit, ponsel Darren menyala. Ada dering notifikasi pesan masuk disana. Renata menjawab pesan dari Darre.“Tidak ada apa – apa. Pulanglah. Besok kita bicarakan lagi. Selamat malam!” Hanya itu yang Renata tulis. Semua nampak anu – abu dan samar. Darren tak tahu apa – apa. Darren ingin tahu sesuatu, sebab Renata nampak begitu aneh secara tiba-tiba.‘Apa aku perhatikan saja mereka. Ya, setidaknya aku harus mengenali satu-satu dari mereka, aku harus tahu semua yang terlibat di situ malam ini. Tidak mungkin Renata menjadi seperti itu jika memang semua nampak baik-baik saja.” Darren berbicara pada dirinya sendiri.Ia memantapkan hati. Darren akan tetap bertahan disini, dan memperhatikan keadaan sekitar. Semua dimulai dari arah kiri, ada seorang pria ber
SUAMI PARUH WAKTU – 17“Eits, nggak usah deh ma … aku beneran cape banget. Mungkin karena memang kesehatanku belum pulih sepenuhnya, jadi aku masih sering pusing. Atau … barangkali karena aku tidak bisa jauh dari Darren, hehe … Papah sih!”‘Oh astaga!! Demi mengalihkan topik, gue rela deh keliatan bucin ke Darren. Kalau cuma alasan biasa mah, mama papa gak akan percaya!’ Setiap kali Renata merasa kikuk, bingung dan canggung, ia akan berusaha untuk mengalihkan topik pembicaraan mereka dengan cara – cara tertentu. Dan tak ketinggalan, Renata masih seringkali bergumam karena tak jarang Renata merasa kesal dengan situasinya saat ini. Renata sampai rela untuk terlihat begitu mencintai Darren dan tak bisa terpisahkan dari calon suaminya itu.Mendengar ucapan itu keluar dari mulut putri kesayangannya, membuat Pak Wilyasa tak bisa berkata banyak. Jujur saja, Pak Wilyasa pun sampai memikirkan hal itu lebih dalam. Bagi pak Wilyasa, apa yang kemudian dibicarakan oleh Renata memang terdengar s
SUAMI PARUH WAKTU – 16“Ayo kita pulang, Ma … aku lelah, sangat lelah.”Pak Wilyasa dan mama Erna hanya bisa mengernyitkan keningnya melihat putrinya yang merasa lelah secara tiba – tiba. Keduanya pun lantas mengikuti permintaan Renata tanpa membantahnya lagi.“Eh, ada apa dengan kepalamu Rena … Kalau gitu ke rumah sakit saja ya?” imbuh mama Erna yang merasa cemas kala Renata mulai memegangi kepalanya dengan kedua tangannya.Dengan sigap Renata mengelak. “Ah tidak, Ma. Ini sama sekali tidak parah. Aku masih bertahan, ini hanya butuh istirahat saja…”“Kamu yakin, Rena? Yah kenapa si kamu tidak mau ke rumah sakit, hum? Bagaimana kalauk kondisinya tidak baik – baik saja?” sela mama Erna yang sudah mulai memegangi kedua bahu Renata sembari memijatnya dengan tenaga yang cukup kuat.“Iya, Ma. Tenang saja. aku hanya butuh tidur, sudah … trust me.” Renata terus saja mencari alasan sembari menekan – nekan pelipisnya.“Ya sudah, kita pulang sekarang.” Pak Wilyasa memutuskan dengan cepat. Ia seg
Suami Paruh Waktu – 15“Kalian ini sepertinya memang ditakdirkan untuk berjodoh … bagaimana kalau kita sekalian bahas rencana pernikahannya saja, ya kan Pa?” tukas mama Erna yang nampak begitu antusias.“Hmph … sebenarnya papa masih butuh waktu untuk bisa mengenal dia. Tapi semua papa kembalikan lagi pada Renata. Kalau memang sudah siap dan sudah memutuskan untuk segera menikah, maka papa akan ikut keputusan Rena.”Mama Erna tersenyum lebar mendengar keputusan sang suami. Itu artinya, Pak Wilyasa akan setuju dengan apapun keputusan dari Renata, sehingga hanya tinggal menuggu bagaimana respon Rena saja untuk memutuskan hal tersebut.“Bagaimana, Renata? Kamu setuju kan?” tanya mama Erna kembali. Di antara empat manusia yang hadir, mama Erna lah yang paling antusias dengan rencana pernikahan Renata. Karena secara tidak langsung Renata hanya selangkah lagi untuk meresmikan ikatan cinta mereka. Dan ini berarti semakin dekat mama Erna untuk bisa segera memiliki seorang cucu.“Aku … setuju,
Suami Paruh Waktu – 14“Apa kamu serius dengan ucapanmu itu, Renata? Papa ingin kamu memberi keputusan yang terbaik, dan kami siap menunggu jika kamu memang butuh waktu untuk memantapkan hatimu.” Pak Wilyasa menatap tajam ke arah Renata dan memperhatikan setiap gerak ekspresi di wajah putri kesayangannya itu.Sebenarnya, pernyataan Pak Wilyasa tidak sulit, tidak juga bisa dibilang lebay, apalagi berlebihan. Keinginan dari Pak Wilyasa murni dan mutlak karena kasih sayang ia pada putri tunggalnya.Bahkan, sebelum datang pada pertemuan hari ini dengan tujuan melihat pribadi Darren, orang tua Renata yakni mama Erna dan Pak Wilyasa sudah dulu membicarakan hal ini setiap hari. Lebih tepatnya pada waktu – waktu sebelum mereka terlelap dalam istirahat malam. Keinginan orang tua Renata sangat sederhana, mereka tentunya menginginkan seorang menantu yang mampu menjaga Renata dan mampu mengerti segala kekurangan Renata. Terlebih, jika mengingat usia Renata yang tidak bisa lagi dikatakan muda, R
SUAMI PARUH WAKTU – 13“Saya berjanji untuk bisa memberikan rasa bahagia pada Renata, pada putri papa … meskipun saya tahu bahwa saya tidak punya latar belakang kehidupan yang lebih mewah atau setara dengan papa.”Darren mengatakan kalimat tersebut dengan sangat jelas dan terperinci. Bahkan, Darren sampai beberapa kali mengulang kata yang sama bahwa Darren akan berusaha sebisa mungkin untuk memberikan kehidupan yang nyaman dan layak untuk Renata, juga berjanji untuk menemani, menjaga, dan memberikan rasa nyaman untuk sang istri.“Hmphh … lalu?” Pak Wilyasa menarik napasnya jauh ke dalam lalu menghembuskannya dengan ringan ketika mendengar dari penuturan Darren. Bukan orang tua Renata tak suka dengan Darren, keduanya justru sangat mendukung dan benar – benar merestui hubungan keduanya sampai ke jenjang pernikahan.Hanya saja, bukan jawaban seperti itu yang pak Wilyasa inginkan. Ia sama sekali tidak bermasalah dengan harta kekayaan, jabatan, atau bahkan latar belakang kehidupan Darren.
Suami Paruh Waktu – 12“Kamu ini … papa itu tanya baik – baik, Renata. Kamu kan tinggal jawab saja. Iya kan?” Mama Erna ikut angkat suara sebab Renata terdengar ketus dan malas menanggapi rasa penasaran orang tuanya.“Rena bukannya nggak mau jawab atau bagaimana, Ma … Rena saja bahkan tidak tahu Darren dimana. Terakhir kali kamu saling berkabar, Darren sudah di perjalanan. Mungkin … sebentar lagi juga Darren tiba. Tunggu saja, Ma ..” balas Renata dengan merendah. Ia selalu merasa salah setiap kali memberikan jawaban, sehingga Renata merasa kesal dan kembali harus menahan rasa kesalnya dengan menarik napas sedalam mungkin.Tak lama kemudian, Renata menangkap sosok lelaki bertubuh tegap dan proporsiional yang ia kenali dengan sangat jelas. “Nah itu, dia Darren … itu Darren, Ma, Pa.” Renata menarik sudut bibirnya dengan spontan kala bola matanya terfokus pada satu titik.Mendengar itu, mama Erna dan Pak Wilyasa sedikit membuka kedua bola matanya dengan lebih lebar dari sebelumnya. Kedu
SUAMI PARUH WAKTU – 11“Ka – kamu, marah?” ucap Renata yang terbata – bata. Darren tidak langsung memberikan jawaban dari lisannya. Namun tatapannya jelas sekali menjawab bahwa Darren tidak menyukai cara Renata yang seolah merendahkan harga diri Darren.“Aku tersinggung. Kamu terlihat begitu arrogant di mataku.” Renata semakin terkesiap. Ini kali pertama seseorang begitu jelas dan berani mengatakan hal semacam itu di hadapannya. Renata berpikir, kalau saja ia tidak bergantung pada Darren dan menginginkan pria ini untuk terus berada di sisinya, Renata tidak akan membiarkan orang lain menatapnya seperti itu.“Jadi kau menolak kesepakatan ini?” tukas Renata membuka kembali pembicaraan mereka. Selain Darren, Renata juga harus menahan diri. kalau saja bukan Darren yang mengatakan hal tersebut, mustahil rasanya Renata masih berbicara dengan nada bicara selembut ini. Kalau saja itu orang lain, Renata mungkin akan marah karena penilaian yang arrogant tentang dirinya.“Oke kalau memang itu