“Oh, aku pikir mengenalinya,” ucap Zavar sambil mengangguk pelan, wajahnya dipenuhi dengan bayangan kenangan. Namun, Fando masih belum yakin, “Tidak, memang siapa dia?” tanyanya dengan rasa penasaran yang menguar di matanya. Zavar menjelaskan dengan nada misterius, “Dia Selena, saudara tirinya Sarah. Sejak lama, keberadaannya selalu menyisakan tanda tanya,” kata Zavar. Fando menegakkan tubuhnya, meresapi informasi yang baru didengarnya. “Apakah dia jahat pada Sarah?” tanyanya serius, mencoba membongkar misteri di balik sosok Selena. “Aku tak tahu dia jahat atau tidak,” ujar Zavar dengan keraguan, matanya menyiratkan ketidakpastian. “Tetapi, aku pernah melihatnya mengganggu Sarah. Ada sesuatu yang tak beres dalam interaksi mereka.” Fando mengangguk mengerti, meresapi kisah yang semakin rumit. “Kenapa tidak kau tanyakan pada Sarah saja?” saran Fando, mencoba mencari pemahaman lebih dalam tentang hubungan rumit di antara mereka. Zavar menghela nafas, “Sudah kucoba, tapi Sarah selalu
Fando, asisten Zavar, menjelaskan situasi terbaru pada Zavar dengan intonasi yang penuh perhatian, seolah-olah setiap kata yang dia ucapkan adalah informasi penting yang harus disampaikan dengan hati-hati. Dia menyampaikan informasi terbaru yang dia dapatkan, seolah-olah dia adalah mata dan telinga Zavar di dunia luar.“Selena masuk bekerja di sini murni sendiri tanpa adanya orang dalam, terus menurut informasi yang aku dapat, perusahaan ayahnya Sarah sudah bangkrut, mungkin itu sebabnya Selena mencoba bekerja,” jelas Fando pada Zavar.“Oh, jadi begitu ya,” ucap Zavar sambil mengangguk mengerti, menyerap setiap kata yang disampaikan oleh Fando. Dia tampaknya benar-benar memahami apa yang disampaikan Fando, seolah-olah dia bisa melihat gambaran yang sama dalam pikirannya.“Iya, jadi mungkin inilah alasannya dia melamar di sini. Kesempatan yang tepat dengan adanya lowongan di perusahaan kita,” jelas Fando lagi, mencoba memberikan gambaran lebih jelas tentang situasi Selena kepada Zavar.
Setelah menyampaikan keinginannya kepada Selena, Lolly dengan cepat kembali memasuki mobilnya yang terparkir di tepi jalan.“Tolong ya, titip,” ucap Lolly.Ekspresi heran masih terpancar jelas di wajah Selena, yang terdiam sejenak menyaksikan Lolly melaju pergi. Rasa penasaran dan kebingungan tergambar di matanya, menciptakan suasana yang hening di antara mereka.Tetapi, sebelum Selena bisa menyusun kata-kata berikutnya, Lolly memotongnya dengan pertanyaan yang menggantung di udara. “Jangan lupa, berikan ke Zavar,” lanjut Lolly sebelum benar-benar pergi.“Apa? Nitip katanya, untuk Zavar pula?” ujar Selena dengan nada sinis, memberikan kesan bahwa tindakan Lolly begitu tidak terduga dan membingungkan. Dengan ekspresi kesal, Selena merespon, “Enak sekali dia. Dipikirnya aku beneran OB disini?” Sorot mata Selena mencerminkan ketidaksetujuan yang mendalam terhadap tindakan Lolly yang tiba-tiba.Selena hanya menggelengkan kepala dengan santai. “Oh, baiklah. Aku punya ide yang brilian,” g
“Rasanya aku seperti diperhatikan oleh seseorang,” ucap Selena di dalam hatinya. Selena pun mencoba menoleh ke arah belakang untuk memastikan.Selena melangkah jauh keluar dari sekitar ruangan sang Presdir, membawa serta perasaan tak enak yang menggelayut di hatinya. Langkahnya berat, seolah-olah ada beban yang melekat pada setiap jejaknya. Wajahnya mencerminkan kebingungan dan pertanyaan yang berputar di benaknya.Sesaat setelah pintu ruangan tertutup, Selena mulai mempercepat langkahnya. Suasana kantor yang sepi dan sunyi di jam istirahat menambah intensitas ketidak nyamanannya. Ruangan-ruangan kosong tanpa aktivitas.Namun, tidak disadari oleh Selena, langkah-langkahnya yang cepat terus diawasi oleh sosok misterius yang tak terlihat oleh matanya. Di balik tirai bayangan, mata penuh perhatian terus mengikuti setiap gerakannya. Sosok itu, tanpa dirinya ketahui, tengah memelototi Selena dengan pandangan rasa penasaran.***Jam pulang tiba, memberikan nafas lega pada Selena. Perasaan s
Zavar mengirimkan pesan singkat yang penuh perhatian kepada Sarah ketika dia tengah meninggalkan area kantornya.“Sayang, apa kamu ingin dibawakan sesuatu?” tanya Zavar dengan penuh kehangatan dalam hatinya.Tak beberapa lama kemudian, kotak obrolan di ponsel Zavar bergetar, menandakan pesan dari Sarah telah tiba. Antisipasi dan rasa ingin tahu pun menyelimuti Zavar saat ia membuka pesan tersebut.“Tidak usah sayang, aku sedang tidak ingin apa-apa,” balas Sarah, menciptakan gambaran bahwa saat itu mungkin bukanlah saat yang tepat untuk keinginan atau kebutuhan khusus.Namun, Zavar tetap ingin memastikan bahwa istrinya benar-benar baik-baik saja.“Yakin?” tanya Zavar dengan lembut, ingin memastikan bahwa ia dapat memenuhi keinginan atau membantu Sarah jika diperlukan.“Iya,” jawab Sarah dengan singkat, menegaskan bahwa pada saat itu, keadaannya memang tidak memerlukan sesuatu yang spesifik.Senyum muncul di wajah Zavar saat ia membaca pesan dari istrinya. Meskipun Sarah tidak merasa pe
Fando baru saja tiba di area basement ketika dia melihat kerumunan dan kehebohan yang tidak biasa. Kepo dengan kejadian tersebut, ia tanpa ragu-ragu bertanya kepada salah seorang staf yang sedang berada di sekitar.“Apa yang terjadi di sini? Kenapa ramai sekali?” tanya Fando dengan wajah penuh keheranan, mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi di lingkungan kantornya.Salah seorang staf, yang tampaknya tahu lebih banyak, dengan cepat memberikan penjelasan. “Ada yang berantem, pak!” jelasnya, mencoba memberikan informasi singkat kepada Fando.Tentu saja, Fando semakin penasaran. “Siapa?” tanya Fando, ingin mengetahui pihak-pihak yang terlibat dalam insiden tersebut.“Nggak tau, Pak. Sepertinya staf baru, berantem dengan orang luar,” tambah staf tersebut, memberikan klarifikasi bahwa situasi yang kacau ini melibatkan staf kantornya sendiri yang baru atau orang luar yang belum dikenal.Fando mengangguk, mencerna informasi yang baru saja didapatinya. Memang, ia tidak terlalu tahu apa
“Ma-ma!”Lena, sibuk di dapur, mendengar teriakan riang Selena dari ruang tamu.“Ada apa, Selena?” Lena menjawab seraya menyeka tangan basahnya di kain serbet.Dengan senyum sumringah, Selena berlari mendekati mamanyanya. “Mama, tau nggak, hari ini tuh aku senang sekali,” ucap Selena sambil melompat-lompat kecil.“Senang karena apa?” Lena, sang mama, bertanya sambil menyelipkan sendok kayu di tangan kanannya. Karena tak ada pembantu, Lena yang memasak di rumah saat ini.“Tadi, di kantor,” Selena mulai bercerita dengan antusias. “Aku berhasil menyingkirkan satu pengganggu yang berusaha mendekati Zavar. Lena tersenyum mendengar cerita putrinya. “ Maksudnya pengganggu bagaimana? Terus, gimana ceritanya kamu bisa menyingkirkan pengganggu itu?” tanya Lena ingin tahu.Dengan mata berbinar, Sarah menceritakan aksi heroiknya. “Jadi…” Selena pun menceritakan yang terjadi saat di kantor tadi.Lena tertawa mendengar kelakar anaknya. “Hebat, kamu Selena!” Puji Lena dengan bangga pada putrinya.“
“Ingat tentang insiden butik waktu itu? Kita jadi kebobolan, kan?” ucap Zavar seraya mengingat kembali peristiwa tersebut.Sarah, yang ternyata sudah lupa, bertanya dengan penuh rasa ingin tahu, “Oh iya, aku sampai lupa soal itu. Kamu belum memberitahuku, sayang. Siapa pelakunya, dan apa motif orang itu membobol butik kita?”Zavar menjelaskan dengan penuh detail, “Pelakunya ternyata anak-anak berandalan yang biasa nongkrong di sekitar sini, sayang. Mereka punya rencana licik, lho. Pertama, mereka sengaja membobol butik kita tanpa mengambil apa-apa. Kenapa? Karena mereka ingin kembali lagi nanti, berharap bisa menjarah lebih banyak lagi di hari-hari berikutnya. Jadi, waktu itu mereka hanya membuka pintu tanpa merampok apa pun, berpura-pura seolah-olah mereka tak pernah ada di sana.”Zavar melanjutkan ceritanya dengan semangat, “Sayangnya, rencana mereka kandas karena mereka kelupaan menutup pintu kembali setelah mereka masuk. Akibatnya, kita cepat menyadari ada yang aneh di butik. Mung
Zavar duduk tegang di ruang tunggu rumah sakit, gelisah menanti kabar mengenai keadaan mertuanya. Setelah beberapa saat yang terasa seperti berjam-jam, dokter yang menangani Bagas akhirnya muncul di hadapannya.“Dokter, bagaimana keadaan mertua saya?” tanya Zavar dengan wajah penuh kekhawatiran.Dokter itu melihat langsung ke mata Zavar sebelum memberikan jawaban, “Masih lemah, Tuan. Tetapi saya senang memberitahu Anda bahwa ada kemajuan sedikit dibanding saat pak Bagas di bawa kemari.”Walaupun Zavar merasa sedikit lega mendengar kabar positif, rasa penasarannya masih belum terpuaskan. “Dokter, bagaimana zat aktif itu bisa masuk ke tubuh mertua saya? Apakah beliau mengkonsumsinya?” tanya Zavar, ingin memahami lebih lanjut.Dokter menjelaskan dengan penuh perhatian, “Menurut kami, tampaknya obat itu memang sengaja diberikan, tujuannya untuk merusak sel-sel tubuh secara perlahan. Melihat kondisi pak Bagas yang sangat memprihatinkan.”Pernyataan dokter membuat Zavar tercengang, tidak bi
Sorak-sorai terdengar memecah keheningan senja di pinggir hutan saat seorang wanita memecahkan keheningan itu dengan serunya saat melintasi jalan sepi di dekat hutan yang setiap hari ia lalui menuju arah pulang dari bekerja.“Ya ampun, Sarah! Iya, ini Sarah!” Wajahnya penuh kekhawatiran ketika dia melintas di jalan, menyusuri lorong gelap yang mengarah pulang menjelang senja.Tiba-tiba, desakan bantuan memecah udara, memotong kesunyian senja. “Tolong!” teriak wanita itu, meminta pertolongan dengan nada yang memilukan. Seruannya segera menarik perhatian beberapa warga yang berada di sekitar lokasi, dan mereka dengan cepat mendekat.Seorang warga, penuh kebaikan hati, bertanya, “Ada apa, Bu?” dengan ekspresi keprihatinan di wajahnya.Wanita itu buru-buru menjelaskan, “Ini, tolong bantu saya membawa wanita ini ke rumah sakit, Pak!” Sorot matanya penuh dengan kegelisahan.“Siapa wanita ini, Bu? Dan kenapa? Apakah wanita ini korban perampokan?” tanya seorang warga lain, mencoba memahami si
Zavar terlihat sibuk menandatangani berkas yang disodorkan oleh Fando.“Ada lagi, Fan?” tanyanya seraya menjepit pulpen di antara jari telunjuk dan jari tengah, matanya menatap fokus pada Fando yang berdiri di hadapannya.“Sudah selesai untuk hari ini, Zavar,” tukas Fando sopan, namun wajahnya nampak datar.Zavar mengangguk singkat. Ia gegas bangkit berdiri, berjalan mendekati sang asisten pribadi. “Rekaman CCTV sudah ada di tangan kamu?” tanyanya seraya berjalan melewati Fando.Fando yang ditanya, gegas menyusul di belakang. “Sudah, kamu akan terkejut melihat hasilnya,” tukasnya, merogoh saku jas, kemudian menyerahkan sebuah flashdisk berisi copy rekaman CCTV ke samping kanan Zavar.Zavar menerimanya, menggenggamnya erat tanpa menghentikan langkahnya. Keduanya berjalan beriringan tanpa sepatah katapun menuju pintu keluar.Zavar gegas masuk ke dalam mobil yang telah menunggunya di depan lobi, begitu Fando membukakan pintu penumpang, menutupnya perlahan, kemudian gegas berlari memutar,
“Gak! Itu gak benar, Sarah! Itu semuanya fitnah!” Selena bersikeras. Wajahnya bahkan terlihat berusaha serius, nampak meyakinkan. Namun Sarah yang sudah tahu akal busuk saudara tirinya itu, tidak serta Merta percaya.“Heleh! Jangan berkilah kamu, Selena! Aku yakin banget, kalo kamu lah pelakunya!” tuding Sarah berapi-api seraya menunjuk-nunjuk ke arah wajah Selena.“Aku berani bersumpah, Sarah. Bahwasanya aku tidak pernah melakukan hal bodoh seperti itu!” Selena masih berusaha membuat Sarah terpedaya.“Gak usah ngelak lagi kamu! Mending kamu ngaku aja dengan jujur, apa maksud kamu ngasih kopi itu sama suami aku? Ingat Selena, Zavar itu suami aku, iparmu sendiri. Jadi kamu jangan berpikiran picik dengan berusaha merebut dia dari tanganku! Atau jangan-jangan kamu yang berusaha mengadu domba aku dan Zavar dengan berpura-pura mengaku menjadi mantan kekasihnya!”pekik Sarah murka. Wajahnya bahkan terlihat merah padam.“Sudah aku bilang, kalo aku gak pernah ngelakuin itu! Kamu itu bego atau
Zavar menatap Fando dengan ekspresi serius, memecahkan keheningan dengan kata-kata yang membuat atmosfer ruangan semakin tegang. “Ada orang yang menjebak aku, sengaja memberikan minuman perangsang,” ungkapnya tegas, matanya mencari kepastian di wajah Fando.Terdengar desahan kaget dari Fando. Ia langsung menanggapi, “Astaga, siapa?” Rasa penasarannya terpancar jelas dari setiap kata yang terucap.Zavar mengangguk, memberikan penjelasan lebih lanjut, “Nggak tau, aku tadi kan meeting. Segera kamu periksa CCTV, aku ingin tau siapa pelakunya.” Suaranya penuh desakan, menunjukkan urgensi untuk mengungkap kebenaran di balik insiden yang menimpanya.Fando mengangguk serius, “Mungkinkah itu Lolly?” Ia mencoba menghubungkan benang merah dari kejadian itu dengan sosok yang mungkin terlibat.Zavar merenung sejenak sebelum menjawab, “Entah, aku tak tau.” Ungkapannya penuh dengan ketidakpastian, membuat situasi semakin misterius.Tak lama kemudian, Fando melanjutkan serangkaian pertanyaannya, “La
Suasana di ruangan itu menjadi tegang ketika Sarah melihat gelisah yang meliputi wajah suaminya, Zavar. Dengan rasa concern, ia tak bisa menahan diri untuk bertanya, “Sayang kamu kenapa?” Suara lembutnya memecah keheningan, memperlihatkan kekhawatiran yang mendalam terhadap suami tercintanya.Meski Sarah masih curiga terhadap Zavar, tetapi itu tak mengubah sikapnya pada pria tampan itu.Zavar, yang tampaknya merasa gelisah dan waspada, segera memberikan instruksi pada Sarah, “Sayang, tutup pintunya, katakan pada sekretaris jangan ada yang mengganggu.” Permintaan tersebut disampaikan dengan suara serius dan penuh perhatian. Sarah, tanpa ragu dan dengan penuh ketaatan, segera melangkah ke pintu dan menguncinya rapat, memastikan keamanan ruangan dari mata orang asing.Namun, ketegangan semakin terasa ketika Sarah kembali mendekati Zavar, mencoba memahami penyebab sikap gelisah yang merayap di dalam hati suaminya. “Ada apa?” tanya Sarah dengan suara lembut, mencoba membuka pintu percaka
Langkah kaki Zavar terdengar semakin dekat, seiring dengan detak jantung Sarah yang semakin cepat.Meja di hadapannya menjadi semakin jelas dalam pandangannya, dan ketegangan terasa begitu nyata di udara. Sarah merasakan debaran kencang di dadanya, seperti serangan kecil dari rasa was-was yang merayap dalam benaknya.Langkah kaki Zavar menghasilkan suara yang berat, menciptakan dentuman yang membuat saraf Sarah merespon dengan cepat. Kletak. Kletak. Setiap langkah mengisyaratkan kedatangan sosok yang mungkin membawa segala macam kejutan.“Aduh, gimana ini?” bisik hati Sarah, ketidakpastian memenuhi pikirannya. Kedua kata itu menjadi sepasang mantra yang terus berputar di benaknya. Sementara langkah kaki Zavar semakin mendekat, ruangan itu seakan-akan mengecil, menyisakan ruang sempit bagi ketegangan untuk berkembang.Dalam ketidakpastian yang mencekam, suara langkah kaki Zavar menggema di dalam ruangan, menciptakan atmosfer yang begitu tegang sehingga bahkan udara tampaknya menahan na
Esok pagi tiba dengan udara yang sejuk dan langit yang cerah, menciptakan suasana yang kontras dengan kegelapan yang menyelimuti hati Sarah.Mendekati jam makan siang, diam-diam Sarah datang ke kantor, hatinya dipenuhi kegelisahan yang sulit diungkapkan. Dengan langkah-langkah hati-hati, Sarah memutuskan untuk mengungkap misteri yang merayapi pikirannya.Seiring langkahnya yang mantap, Sarah melangkah menuju kantor suaminya yang berlokasi di pusat kota. Dia memutuskan untuk memilih jalur taksi sebagai sarana transportasinya, berharap dapat mengurangi waktu tempuh dan mempertahankan keberadaannya yang rahasia. Saat taksi itu tiba, dia dengan hati-hati menuruni tangga, memastikan bahwa tidak ada yang memperhatikan langkah-langkahnya yang tersembunyi.“Bismillah. Semoga aku menemukan kebenarannya di sini,” bisik Sarah dalam hati sambil menyesap napasnya yang teratur. “Ini pak, uangnya, kembaliannya ambil bapak saja,” ujar Sarah dengan tegas kepada sopir taksi ketika sampai di tujuan. De
Lena membuka pintu rumah dengan senyuman, melihat putrinya, Selena, yang tampak begitu bersemangat.“Kamu kenapa sayang? Kok girang banget?” tanya Lena dengan senyum penasaran saat baru tiba di rumah mereka.“Mama baru pulang? Aku lagi senang mah,” kata Selena sambil tersenyum cerah.“Senang kenapa?” tanya Lena, menunjukkan rasa penasaran yang sama.“Sebab, rencana kita berjalan lancar, Mah,” kata Selena dengan antusias.“Lancar?” Lena semakin penasaran.“Iya, Mah. Tadi Selena berhasil mengambil foto yang bagus, lalu mengirim pada Sarah. Tau nggak Mah, Sarah langsung nelpon setelah Selena kirim foto itu,pasti dia sakit hati,” cerita Selena sembari membagi cerita dengan penuh semangat.“Dia tidak kenal suara kamu?” tanya Lena dengan nada penasaran.“Nggak, Mah. Sudah Selena filter, jadi nggak akan Sarah kenal,” jelas Selena sambil menjelaskan dengan penuh semangat.Lena menggelengkan kepala, meresapi kata-kata putrinya dengan ekspresi serius. “Baguslah, kalau mama malah nggak berhasil