Dante memberikan cangkir kepada Yoona dan duduk disamping Istrinya. Harusnya dia sakit hati disamakan dengan barang yang di campakkan. Tapi, mendengar Yoona mengatakan dirinya sangatlah berharga dari emas yang adalah Demian, hati Dante menghangat.
"Ya, Kamu benar Sayang. Barang yang sudah dibuang tidak bisa di minta lagi. Walau yang meminta malaikat pencabut nyawa sekalipun. Sekarang si pemilik barang adalah si pemulung yang sedang menyamar. Sebenarnya dia adalah peri cantik yang diutus Tuhan untuk menunjukkan jalan pada si barang bahwa dia sangat berharga."
Ana dan Malik yang tidak tahu apapun hanya saling pandang, merasa bingung dengan apa yang sedang dibahas empat orang ini, dan mengapa hanya mereka berdua saja tidak mengerti dengan semua pembicaraan ini.
"Jadi yang beruntung ini si pemulung atau barang yang di pulung?" tanya Malik semakin bingung.
Yoona menatap cangkirnya yang baru dia sesap, "Seharusnya mereka saling melengkapi dan menutup luka m
Haii semoga suka yaa .... Maaf jarang up Ikuti terus kisah Dante dan Yoona Salam sayang Buenda Vania
Dengan wajah merengut Yoona menghadap suaminya. "Sayang, Aku mau cumi itu lengkap dengan tintanya, tidak pakai sayur dan aku maunya makan pakai tangan." Ucapan manja Yoona sangat kontras dengan wajahnya yang merengut. Dia ingin menunjukkan pada semua orang bahwa dia baik-baik saja, terutama pada Demian dan Yoora. Yoona yakin bahwa Yoora tahu dirinya sudah mengetahui hubungan masa lalu mereka, dan Yoona ingin saudara kembarnya itu berasumsi bahwa apapun yang dia lakukan tidak akan berpengaruh besar terhadap hubungannya dengan Dante. "Sebentar Honey, aku cuci tangan dulu." Saat Dante membersihkan tangan, Yoora mulai mengeluarkan racunnya yang sama pekatnya dengan tinta cumi yang berwarna menyerupai lumpur. "Memang nikmat makan dari suapan tangan seseorang yang begitu mencintai kita. Tapi, akan sangat pahit jika pria itu masih memiliki rasa pada orang lain," sindir Yoora. Sial, ternyata benar apa dilakukan oleh Yoona untuk berpura-pur
"Dante tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini, dan Dante harap kedepannya tidak ada lagi hati yang akan terluka atas keegoisan seseorang." ucap Dante penuh dengan penekanan. Dante menyusul istrinya dan membantu mengemasi barang-barang Yoona tapa berani mengatakan sepatah katapun. Dante tahu luka di hati istrinya benar-benar sudah menganga lebar, ditambah dengan dirinya. Yoora bangun dari duduknya, tapi dengan cepat Hasan melontarkan pertanyaan yang membuat Yoora diam mematung. "Apa benar Kamu yang sudah menggunting rambut Yoona, Yoora. Dan apa alasannya?" Ini sudah 13 tahun, tapi rasanya baru terjadi kemarin. Pertanyaan ini timbul kembali setelah lama mengendap. Yoora sama sekali tidak berani menatap wajah Hasan yang sedang menatapnya lekat. "Menurut Ayah, apa aku bisa melakukan hal itu? Saat itu bukankah aku tidak ada dirumah, aku menginap dirumah Marni, dan baru pulang saat siang hari. Aku tidak tahu apapun soal itu. Untuk masalah Yoon
Hasan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya tidak percaya atas pengakuan Sulis, kesedihan dan kecemasan jelas terlihat di wajah istrinya. Namun, semua bertolak belakang dengan kenyataan selama kurang lebih 16 tahun ini. Dimana semuanya berubah saat anak-anak itu berusia dibangku sekolah dasar. Di mana Sulis lebih sering mengunjungi kamar Yoora dibanding Kamar Yoona. "Jika dia memang benar putriku, lantas kenapa kamu selalu memperlakukannya dengan tidak adil. Aku tahu memang Yoona seringkali membuat ulah hanya untuk mencari perhatian, ingin mendengarkan ucapan sayang dari bibirmu. Tapi apa yang dia dapat, penolakan. Kamu selalu menolaknya berulang kali, selalu mendahulukan saudara kembarnya. Padahal mereka tumbuh di rahim yang sama. Jadi katakan Apa alasanmu dibalik semua ini? Kamu telah melukainya begitu dalam." Hasan melepaskan cengkraman tangannya, duduk bersimpuh di bawah kaki istrinya. "Beribu kata maafku tidak akan pernah cukup untuk menebus semua luka hatinya, tidak, Yo
"Tapi nyatanya dia selalu meminta apapun yang menjadi milikku, yang kini aku tahu bawa semua yang aku miliki memang miliknya. Aku tidak memiliki apapun Dante, mungkin termasuk Kamu. Aku hanya seorang anak yatim yang mereka pungut, yang mereka berikan namanya sebagai putri dari Malik Sidiki. Lebih dari itu ... aku bukan siapa-siapa, Aku bukan apa-apa Dante. Aku bahkan tidak tahu siapa orang yang membuangku, siapa yang sudah membuat aku terlahir dan tumbuh di keluarga itu? Bahkan dia yang menyebut dirinya sebagai Bunda setiap kali bicara padaku nyatanya bukan ibu kandungku, yang nyatanya aku tidak pernah mendapatkan kasih sayangnya, nyatanya aku tidak memili—" "Kamu memiliki Mommy Yoona, ada Mommy Nak, kamu Putri Mommy. Walaupun anak Mommy tidak menginginkanmu lagi Kamu tetap menjadi bagian dari diri Guillermo. Putri Mommy." Yoona berlari kencang ke arah Ibu mertuanya, yang selalu memberikan kasih sayang yang dia tidak pernah rasakan seperti apa belaian seorang i
Sarah mengambil ponselnya dan langsung menghubungi Yoona dan diangkat oleh wanita itu dalam dering kedua. "Lo nggak ada kerjaan ya, Na? Bukannya laporan Lo lagi ditunggu sama Mr Merchant?" "Hah, iya! Tapi, gue lagi males ngirim berkas ke ruangannya. Gue takut ditahan sama dia. Gimana kalau kalau minta tolong sama Mommy ya?" tanya Yoona bingung. "Coba—" Ucapan suara terhenti saat tiba-tiba matanya menangkap buket besar mawar merah yang dibawa oleh dua security dan meneriakkan nama sahabatnya. "Nyonya Yoona Hernando Guillermo!" ujar salah satu security dengan suara yang melengking tinggi hingga mampu membuat seluruh pegawai yang berjumlah sepuluh orang di kubikal nya berdiri dengan spontan. "Na, itu bunga dari Mr Dante? Banyak banget! Mau buka kios bunga di sini?" pekik Sarah sambil berjalan ke arah kubikal milik Yoona dan sahabatnya itu sedang menarik kartu ucapan yang yang disematkan di tengah-tengah bunga mawar merah.
Dante bersiul dengan suara menggema di ruangan yang sangat sunyi, meletakkan tasnya di atas meja makan, membuka beberapa kancing kemejanya, menggulung lengan bajunya sampai ke siku sambil terus berjalan ke arah dapur dan melihat istrinya sedang mengaduk-aduk isi kulkas mencari sesuatu yang sepertinya tidak ditemukan, karena Yoona memang tidak mencari apapun. "Apa yang kamu cari Honey? Apa kamu berencana untuk masak dan membuatkanku makan malam? Percayalah suamimu ini sangat lapar," ujar Dante dengan menahan senyum dan melipat di bibirnya ke dalam. Dante menelan salivanya kasar saat melihat Yoona hanya mengenakan kaosnya yang hanya sebatas atas pahanya dengan segitiga yang terlihat jelas. Yoona membalikan tubuhnya dengan sebotol air mineral dan apel dalam genggaman tangannya lalu memberikan botol air mineral kepada Dante dengan cara melempar tinggi-tinggi dan pria itu menangkapnya dengan sangat mantap hanya dengan menggunakan satu tangan yang tergantung di uda
Yoona dan Sarah hanya terkekeh melihat Alandra senora itu. Tapi Dion memang terlihat sangat berbeda."Kalau Yoona klepek-klepek sama Dia, gak mungkin Yoona nikah sama aku sekarang. Karena Yoona memang jodoh aku, apapun yang terjadi di masa lalu itu nggak akan mengubah apapun!" tegas pria bermata hazel pada Alandra. Siapa lagi kalau bukan tuan rumahnya, Dante Hernando Guillermo."Cik, iya tau. Gue nggak nyangka kalau Mr Dante sebucin ini!" ujar Alandra dengan wajah merengut, merasa prihatin pada Yoona yang pasti akan sangat direpotkan oleh mantan duda ini."Loh, Bang. Angga-nya mana?" tanya Dion saat melihat Dante hanya masuk seorang diri, karena tadi mereka datang bertiga.Dante berjalan ke arah sofa dan duduk dengan gayanya yang elegan. "Di luar, lagi terima telpon.""Lo gak berubah ya Al, tetep cantik. Kalau dulu gue nggak ngefans sama kakak ipar gue. Gue pasti jatuh cinta sama lo, pasti gue juga langsung patah hati, soalnya kan Lo sama Sha
"Hai guys! liat ini apa yang kami bawa." ujar Sarah penuh bangga dengan barang jajahannya sehingga Dion tidak dapat melanjutkan ucapannya.Alandra mengedarkan berbagai minuman kaleng kepada dua pria tampan yang duduk di sofa dan sisanya dia bawa kemeja balkon."Tumben kulkas lo lengkap?" tanya Sarah dengan mulut penuh potongan buah segar."Mommy kemarin yang isi, sama Dante. Lo tau gue lah," jawab Yoona masih dengan nada acuh."Ya, selain kopi dan junk food … yang lain nggak ada," timpal Alandra sambil meneguk colanya."Sejak kapan Lo suka minuman itu, Al? Bisanya Lo paling anti!" tanya Yoona dengan alis terangkat, sedikit bingung dengan Alandra yang kini mau minum diet soda."Sejak hari ini, dan hari-hari berikutnya.""Wow! Bukan karena dicampakkan Shaan, kan?!" taya Dante yang langsung dapat delikan tajam dari Yoona.Yoona langsung berdiri menghampiri suaminya, berdiri dengan tangan di pinggang. "Bisa jelasin leb
Anita membeku, menghentikan langkahnya dan berputar dengan cepat ke hadapan tiga orang yang sedang duduk santai di ruang tengah.Pengakuan Dante baru saja mampu membuat jantungnya berhenti berdetak lalu kembali memompa sangat kuat. 'Apa maksud Dante?'"Maksudnya gimana? Dia—" kini Dimas melihat ke arah Anita yang wajahnya semakin pucat dan tubuhnya gemetar hebat. Namun, tatapannya menusuk Dante dengan tajam.Yoona membekap mulutnya. Wajahnya tak kalah pucat dengan Anita. Jadi Priyanka—benarkah dia bukan anak Dante? Tapi suaminya memperlakukan anak itu seperti darah dagingnya sendiri. Yoona sama sekali tidak menyangka akan hal ini. Apa mommy Ainun tahu?"Ya? Dia wanita yang kamu cari. Yang sudah mencuri benihmu diam-diam dan melahirkannya." Apa? ( …. ) Yoona dan Dimas melihat kearah Anita, lalu berpaling pada DanteDengan sisa tenaga yang masih bersemayam di tubuhnya, Anita menghampiri Dante dan mengkonfirmas
"Kamu siap untuk malam ini Yoona?" tanya Dante saat masuk kedalam kamar dan melihat Yoona duduk dengan santai di sofa.Dante tahu Yoona melihat dan mendengar apa yang diinginkan oleh putrinya. Yoona tersenyum lebar, bengun dari duduknya dan mengitari Dante. Telunjuk wanita itu menusuk tubuh pria itu sedang tangan satunya bersembunyi di balik tubuhnya sendiri."Kamu ingin aku berperan menjadi istri yang pencemburu atau ibu tiri yang jahat?" Merasakan jarak sedekat ini dengan sentuhan jemari Yoona membuat tubuh pria itu memanas. Jika saja ia punya banyak waktu saat ini juga pasti sudah langsung membopong tubuh Yoona dan menenggelamkannya di ranjang. Tapi sial, Anita dan anaknya sedang bermain drama yang menarik, yang tidak bisa ia lewatkan begitu saja.Tidak tahan lagi akan ulah istri yang terus berputar dan saat telunjuk wanita itu menyentuh titik sensitifnya, Dante langsung menggenggam jemari Yoona dan menarik tubuh wanita itu hingga be
Ini pertama kalinya ia melayani Dante. Selama menikah dengan pria itu tidak satu kali pun Dante mau makan di meja yang sama walau dengan desakan Ainun."Nanti saja. Aku mau menyuapi putriku dulu?" Ini jelas penolakan.Akan tetapi Anita dan Priyanka tidak melihat hal itu. Mereka terlalu bahagia karena bisa makan bersama setelah sekian lama.Priyanka makan dengan lahap. Sementara Anita terus menatap Dante penuh minat. Bagaimana pria itu dengan piawainya mengurus putrinya, lengannya yang berotot dapat menggendong tubuhnya yang ramping, memeluknya erat. Ah, imajinasinya pun mulai berkelana jauh dimana Dante memanjakan dirinya dengan penuh cinta. "Dad," panggil gadis itu penuh harap. Suara Priyanka juga mampu membangunkan Anita dari lamunannya."Ya, honey. Mau tambah sesuatu?" Dante menghentikan suapannya, menatap putrinya dan menunggu apa yang ingin dikatakan gadis itu dengan sabar.Priyanka menunduk, rasa takut mulai menyelimutinya, tapi ia harus mengatakannya segera sebelum Daddy-nya
Dokter itu segera meraih tangan Sulis dan membimbing agar wanita itu duduk."Bunda tidak sengaja terkena pisau Dok. Ini semua salah saya. Saya mencoba—Yoora hendak turun dari ranjang, tapi segera ditahan oleh suster. "Anda di sini saja, biar kami yang obati luka beliau.""Tapi bunda saya?" Yoora benar-benar cemas pada luka tangan Sulis."Tidak apa-apa, sayang ini sudah ditangani dokter tadi." Sulis meyakinkan. Sulis dan dokter di hadapannya saling pandang, memberi isyarat agar dokter yang adalah sahabatnya mau bekerja sama dengannya. Sekali ini lagi.Sebelum Sulis masuk ke ruang perawatan Yoora, wanita itu lebih dulu menemui dokter yang adalah sahabatnya saat masih SMA dulu. Sulis yang tahu temennya juga praktek di rumah sakit yang sama meminta bantuan padanya untuk drama yang mereka mainkan sekarang. "Saya sudah ke klinik dokter, ini sudah ditangani dengan baik," ujar Sulis sambil sesekali melihat ke arah p
Brak!Keduanya tersentak. Tubuh Yoona dengan sorot kesal terlihat jelas. Wanita itu melangkah lebar semakin masuk kedalam toilet dan berhenti tepat di hadapan Alandara yang masih diam mematung.Yoona langsung merengkuh tubuh sahabatnya. Memeluknya erat dengan elusan lembut di punggung wanita itu.Sedangkan Sarah masih kaget dengan kedatangan Yoona dan gebrakkan kuat tangannya pada daun pintu. Pandangan Sarah hanya mengikuti langkah Yoona hingga wanita itu berhenti tepat di depannya, dimana Alandara berdiri dengan tubuh gemetar."Lo gak usah khawatir. Gue bakalan minta bang Dante buat nyeret laki-laki itu ke hadapan Lo, Al?""Hah? Tapi—" Sarah kehilangan kata-katanya. Yoona kan baru datang bagaimana bisa Yoona tahu bahwa Alandara saat ini tengah mengandung dan menjanjikan Alandara bahwa Dante akan menyeret Anggara?Yoona melepaskan pelukannya, menghapus air mata yang sudah banyak keluar. "Semua bakalan baik-bai
"Kita sama-sama bodoh. Padahal kita bisa seperti ini diam-diam, kan?" Sulis berusaha tersenyum walaupun hatinya sakit.Sulis meminta Yoona untuk duduk, meletakkan paper bag berwarna coklat muda diatas meja.Yoona melongok sedikit melihat isi dalam tas itu, yang terlihat hanya beberapa bungkus plastik putih dengan stempel alamat sebuah apotek. "Bunda bawa apa? Dari mana?" Yoona kembali mendorong paper bag dan kembali fokus pada bundanya yang enggan menjawab pertanyaannya.Sulis memang mengabaikan pertanyaan putrinya, wanita itu malah bertanya apa yang mau dimakan Yoona."Apa aja, Bun. Aku, kan pemakan segalanya." Yoona menjawab dengan sedikit cengiran."Sup iga sapi kayaknya enak di sini." Yoona mengangguk setuju. Menu iga sapi memang menjadi bintangnya di cafe itu.Selama menunggu makanan datang. Sulis bertanya berbagai hal. Apa yang dilakukan Yoona, seperti apa Dante dan apa Yoona bahagia dengan pernikahannya. Sulis ju
"Ba-baik …. Mom." Mata gadis itu berkaca-kaca.Dia Mommy-ku. Apa dia ibu yang melahirkanku? Kenapa begitu kasar?Selalu pertanyaan ini yang berulang-ulang hadir dalam hati gadis kriwil itu.Obsesi ibunya sudah ditanam bahkan sejak ia masih dalam kandungan. Keinginan ibunya sendirilah yang membuat ia selama ini jauh dari ayahnya.'Aku harus bisa membujuk Daddy agar mau bersama Mommy lagi.' Harap Priyanka yang entah bisa terkabul atau tidak.Dulu sebelum ada Yoona, Daddy bahkan tidak mau duduk bertiga dengannya dan Anita. Daddy-nya selalu mengajak seseorang. Entah itu pria atau wanita. Sekarang Daddy-nya sudah menikah dan terlihat bahagia, apa bisa kembali pada Mommy-nya? Rasanya sangat sulit.Tapi, Priyanka akan mencobanya.*Di kantor.Pagi itu Yoona terlihat sangat gelisah. Bukan memikirkan Anita dan anaknya yang akan mengancam pernikahan mereka. Yoona yakin, Dante tidak akan pernah kemb
"Pinka cantik, cucu Oma … selamat pagi sayang," sapa Ainun saat melihat cucunya yang berwajah murung menuruni tangga. "Kenapa sayang?"Gadis kriwil itu menuruni tangga tanpa minat dan memeluk neneknya setelah tiba di undukkan terakhir."I'm looking for my father. Grandma knows where he is?" Ainun merasakan tubuh gadis itu sedikit bergetar. Tanpa kata Ainun mengelus punggung gadis itu. Semua resah hanya mampu ia curahkan dalam hati, 'Kenapa cengeng sekali? Apa merasa tersaingi oleh Yoona?'Akhirnya Ainun hanya mampu menggiring tubuh cucunya dalam dekapan menuju meja makan dan menunjukkan keberadaan putranya dengan tubuh yang sedikit membungkuk."Daddy-mu sudah lama menunggu. Tapi cucu Oma tidurnya sangat pulas. Sana ke Daddy-mu!"Mendengar suara Ainun, seluruh penghuni meja makan menoleh. Dante bahkan berdiri dan mendekati putrinya.Pria itu membungkuk dan mencubit hidung putrinya yang sedikit bersembunyi di perut neneknya."Looking for me, Hem …?" Yang ditanya hanya diam dengan wajah
Dengan tangannya yang panjang Dante meraih ponsel istrinya dan menyerahkannya pada Yoona tanpa melepaskan penyatuan mereka. "Jangan bergerak dan bicara perlahan dengan Bunda." Dante menarik dirinya dengan sangat hati-hati. Meninggalkan Yoona agar leluasa bicara dengan ibunya.Sepanjang jalan menuju kamar mandi, Dante terus berpikir kabar apa yang ingin disampaikan oleh Sulis. Sulis memang selalu tidak sabaran, akan tetapi untuk menelpon tengah malam begini rasanya sangat tidak mungkin. Pasti ada sesuatu yang sangat penting.Dante mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Ia tahu percintaan mereka tidak bisa di lakukan lagi melihat Yoona yang sudah sangat kelelahan.Satu Minggu menahan hasrat untuk tidak menyentuh Yoona sangat menyiksanya. Dua pelepasan rasanya masih belum cukup menuntaskan dahaganya.Namun, yang tidak pria sadari mungkin saja percintaan mereka malam ini akan menjadi yang terakhir untuk selamanya."Ya, Bunda?" Yoona berusaha mengontrol suaranya yang serak, bukan karena