Dari kejauhan para tim medis yang dipanggil oleh Dante melihat sebuah pergerakan dalam riak air dengan penerangan cahaya remang.
Salah satu dari mereka bahkan melihat dua tangan yang berusaha menggapai. Dengan cahaya dari lampu boat, pria itu memeriksa sesuatu yang mencurigakan.
Mereka tercengang saat melihat tubuh yang semakin terbenam.
"Ada yang tenggelam!" ujar pengemudi boat.
Dia langsung mematikan perahu motornya dan menyelam hanya dengan pelampung yang melekat ditubuh.
"Cepat telpon rumah sakit terdekat dan siapkan ambulan," ujar dokter yang seharusnya memeriksa Priyanka.
Salah satu diantara mereka melakukan apa yang diperintahkan.
Si pengemudi terus berenang ke dasar lautan. Berusaha menggapai tubuh yang semakin terperosok ke dalam. Saat menggapainya, pria itu langsung membawa ke permukaan dengan satu tangan terus mengepak dan mengayun.
"Cepat buntu!" ujar dokter saat melihat si pengemudi berhasil membawa tubuh ses
Dante setengah berlari saat menghampiri kamar dimana Yoona dirawat. Saat pintu terbuka Dante melihat Yoona dengan selang oksigen di hidung mancungnya. Pemandangan itu begitu memilukan. Wanita itu begitu berusaha keras untuk menyelamatkan keselamatan putrinya yang bukan siapa-siapa bagi wanita itu. Menahan air mata, Dante langsung bergegas menuju ranjang dan langsung memeluk tubuh Yoona. "Kenapa kamu tidak menyerah dan kembali?" ucapnya penuh sesel. Kenapa dia tidak berteriak saat sudah menemukan Priyanka yang ketakutan. Tapi tidak, karena kecerobohan, dia hanya fokus pada tubuh putrinya yang menggigil dan ketakutan, dan lihatlah sekarang, Yoona seperti ini itu karena dirinya. Merasa sesak, Yoona sedikit menggeliat dalam dekapan Dante dan membuat pria itu melepaskan dekapannya, menatap wajah Yoona yang seputih kapas. "Dan—teh," ucap Yoona dengan susah payah. Yoona begitu sulit hanya mengucapkan nama suaminya. Matanya terbuka
Anita mengabaikan Dante. Gerakannya sangat cepat, nyaris seperti angin. Anita ingin segera membawa pulang putrinya sebelum Dante bertindak dengan kuasanya."Anita, berhenti!" panggil Dante lagi.Pria itu berusaha keras untuk menghentikan Anita dan membiarkan Priyanka tinggal bersamanya. Paling tidak selama mereka berada di Curaçao.Saat pintu kamar di mana Yoona dan Priyanka dirawat hendak dibuka, Anita menghentikan gerakannya. Dia begitu tercengang saat mendengar keakraban antara anak dan ibu sambung itu."Ante cantik, apa kamu yakin ada yang menarik kakimu? Dan berapa banyak air yang kamu telan?" Terdengar kikikan di setiap katanya. Seharusnya ini adalah pertanyaan yang menegangkan, akan tetapi Priyanka malah tertawa seolah ada hal yang lucu.Jelas saja Priyanka merasa geli, Yoona menceritakan pengalaman yang menyeramkan dengan mimik wajah yang lucu, sangat kontras dengan cerita sesungguhnya.Suara Priyanka yang riang membuat
Anita memeluk Priyanka dan mengelus rambutnya yang keriting. "Ya, Tante ini tidak bersalah. Tapi, Moms mau kamu ikut Moms pulang ke Hotel." "Moms … aku masih mau tinggal dengan Daddy," rengek gadis kecil itu. Untuk kali ini, Priyanka ingin tinggal dengan Daddynya, anak itu ingin meminta haknya. Dante duduk di sofa dengan kaki bersilang. "Kamu bilang masih ada banyak urusan? Jadi, biarkan Priyanka bersamaku untuk beberapa hari kedepan." "Tidak bisa, Dante. Aku tidak mau meninggalkan Priyanka saat ini. Mungkin nanti setelah dia lebih baik kamu bisa menjemputnya di Bali," Anita bersikeras. Jelas dia masih mengkhawatirkan putrinya. Anita tidak ingin meninggalkan Priyanka disini dengan ibu tiri yang tidak menjaganya. Dante menyerah Mantan istrinya ini memang selalu keras kepala. Dante tidak ingin berdebat dengan Anita dan membuat putrinya berada dalam posisi yang serba salah. Yoona merasa prihatin dengan kesedihan suaminya. Dari yan
Dante mengerang frustasi saat dirinya bangun kesiangan. Padahal, pagi ini dia memiliki janji dengan ABRIPDA Yanto Sudradjat. "Ini semua karena Mommy yang menjauhkanku dari Yoona!" ujarnya penuh amarah sambil turun dari ranjang. Dari balkon kamar tamu, Dante melihat Yoona duduk termenung. Terlihat jelas Yoona memiliki banyak pikiran. "Sebenarnya apa yang di dia pikirkan?" monolognya sambil menuruni tangga, "Mungkin beberapa hari di sini dan mengundang para sahabatnya akan membuat Yoona kembali ceria," ucapnya optimis. Dante setuju dengan apa yang dikatakan oleh Ainun. Istrinya tidak boleh sendiri, apapun yang terjadi. Selain untuk membuat Yoona bahagia, ini juga demi keselamatannya. Tadi malam saat Yoona sudah tidur akibat pengaruh obat, Dante ditegur habis-habisan oleh Dorian dan Ainun. Kelalaiannya tidak bisa dimaafkan. "Honey …," panggil Dante lembut. Wanita itu menoleh, terlihat senyum tipis di bibirnya. Wajah Yoona ma
BRIPDA Yanto menyerahkan berkas beberapa orang yang dia curigai. "Demian bersih Dante. Tidak ada satu kalipun, Demian melakukan panggilan keluar negeri. Semua alamat IP yang dia miliki tidak ada yang terhubung ke Karibia. Begitupun dengan istrinya. "Bagaimana dengan Anita? Dia juga bisa jadi tersangka kan? Motifnya jelas seperti apa yang sudah aku katakan." Dante merasa yakin salah satu dari data yang dia berikan memiliki motif yang sangat kuat untuk membunuh Yoona. BRIPDA Yanto menggeleng dan itu membuat Dante kecewa sekaligus senang. "Nyonya Anita ada di tempat seminar saat kejadian itu. Belum hanya menghubungi putri Anda satu jam sebelum kejadian dan saat dia baru saja tiba di hotel." "Sial! Jadi kita mulai dari awal lagi?" "Ya." Dante dan BRIPDA Yanto sama-sama termenung memikirkan langkah selanjutnya. Dante jelas tidak mungkin selalu mengurung Yoona dan mengawasinya dalam 24 jam. Wanita ini sangat keras kepala dan tidak akan
Yoona mengabaikan ucapan Yoora. Wanita itu langsung berlari menuju lantai dua dimana kamarnya berada dan menumpahkan semua amarah dan rasa sakit hatinya.Yoora masih diam membantu melihat kepergian Yoona. Sepenuhnya ia sadar telah melukai hati adiknya, dan entah mengapa rasanya sudah tak sebahagia dulu. Yoora seolah ikut merasakan apa yang tengah dirasakan oleh Yoona. Adiknya itu pasti sangat membencinya sampai ke tulang sumsum. Tapi, Yoora bisa apa? Kali ini ia melakukan hal ini bukan untuk dirinya sendiri, tapi demi Diva dan Leno.Dengan segera, Yoora menghapus jejak air matanya yang hampir saja tumpah."Aku tidak boleh lemah. Jika sekarang aku menyerah, siapa yang akan melindungi kedua anakku?" Yoora menarik napasnya dalam guna mencegah air mata yang akan kembali jatuh.Kini dia tahu, apa yang dirasakan oleh Sulis. Melakukan apapun demi melihat putrinya bahagia."Demi putrimu, kamu rela menyakiti putri kandungmu agar dapat selalu mel
Dia tidak sanggup jika harus kehilangan pria itu. Cintanya sudah tumbuh dan mengakar dalam hatinya hingga menembus jantung yang jika di cabut paksa, Yoona akan mati karena tidak mendapat dukungan dari pria itu lagi.Tidak, Yoona tidak ingin itu. Dante adalah miliknya, dan hanya miliknya. Yoora tidak akan bisa memisahkan dirinya dari Dante, begitupun sebaliknya.Tubuh Yoona gemetar hebat, isakkan semakin kuat terdengar. Yoona menengadahkan wajah, memohon dengan sangat pada pria itu dengan linangan air mata yang mengalir deras."Berjanjilah, Dante. Dimasa depan, jika aku memintamu tuk meninggalkanku, jangan pernah mau. Itu bukan keinginanku, Dante. Aku tidak ingin kehilanganmu!" Pinta Yoona lirih.Pria itu merangkum wajah Yoona, menghapus jejak air matanya, mengabaikan ucapan istrinya yang terdengar sedikit ambigu di telinganya."Jika Tuhan sekalipun yang turun tangan langsun
Sulis mengangkat tangannya yang gemetar, berusaha mengelus punggung Hasan. Menghibur pria itu atas ketidakberdayaannya. Mungkinkah ini saatnya untuk mengungkap segala misteri yang selama ini ia pendam. Tapi, hati seseorang pasti akan sangat hancur. Bahkan, malaikat pencabut nyawa bukan saja akan mendatanginya saat dia tahu dirinya telah mengungkap fakta kebenarannya, seseorang itu juga akan meminta nyawanya sebagai ganti dari duka yang dia tanggung.Sulis menarik napas, berusaha mengisi paru-parunya yang terasa kering."A-ayahnya Malik!" panggil Sulis lirih. Suaranya benar-benar tercekat di tenggorokan. Apapun yang akan dia katakan, seolah menyiksanya dari dalam.Hasan mengangkat wajahnya, menggenggam tangan istrinya, memberi penguatan bahwa dia tidak sendiri."Katakan, Bun … kami bersamamu. Ayah dan Malik ada disini," ujar Hasan memberi dukungan.Malik mendekap bahu ibunya, menyalurkan semua kekuatan pada wanita yang telah melahirkann
Anita membeku, menghentikan langkahnya dan berputar dengan cepat ke hadapan tiga orang yang sedang duduk santai di ruang tengah.Pengakuan Dante baru saja mampu membuat jantungnya berhenti berdetak lalu kembali memompa sangat kuat. 'Apa maksud Dante?'"Maksudnya gimana? Dia—" kini Dimas melihat ke arah Anita yang wajahnya semakin pucat dan tubuhnya gemetar hebat. Namun, tatapannya menusuk Dante dengan tajam.Yoona membekap mulutnya. Wajahnya tak kalah pucat dengan Anita. Jadi Priyanka—benarkah dia bukan anak Dante? Tapi suaminya memperlakukan anak itu seperti darah dagingnya sendiri. Yoona sama sekali tidak menyangka akan hal ini. Apa mommy Ainun tahu?"Ya? Dia wanita yang kamu cari. Yang sudah mencuri benihmu diam-diam dan melahirkannya." Apa? ( …. ) Yoona dan Dimas melihat kearah Anita, lalu berpaling pada DanteDengan sisa tenaga yang masih bersemayam di tubuhnya, Anita menghampiri Dante dan mengkonfirmas
"Kamu siap untuk malam ini Yoona?" tanya Dante saat masuk kedalam kamar dan melihat Yoona duduk dengan santai di sofa.Dante tahu Yoona melihat dan mendengar apa yang diinginkan oleh putrinya. Yoona tersenyum lebar, bengun dari duduknya dan mengitari Dante. Telunjuk wanita itu menusuk tubuh pria itu sedang tangan satunya bersembunyi di balik tubuhnya sendiri."Kamu ingin aku berperan menjadi istri yang pencemburu atau ibu tiri yang jahat?" Merasakan jarak sedekat ini dengan sentuhan jemari Yoona membuat tubuh pria itu memanas. Jika saja ia punya banyak waktu saat ini juga pasti sudah langsung membopong tubuh Yoona dan menenggelamkannya di ranjang. Tapi sial, Anita dan anaknya sedang bermain drama yang menarik, yang tidak bisa ia lewatkan begitu saja.Tidak tahan lagi akan ulah istri yang terus berputar dan saat telunjuk wanita itu menyentuh titik sensitifnya, Dante langsung menggenggam jemari Yoona dan menarik tubuh wanita itu hingga be
Ini pertama kalinya ia melayani Dante. Selama menikah dengan pria itu tidak satu kali pun Dante mau makan di meja yang sama walau dengan desakan Ainun."Nanti saja. Aku mau menyuapi putriku dulu?" Ini jelas penolakan.Akan tetapi Anita dan Priyanka tidak melihat hal itu. Mereka terlalu bahagia karena bisa makan bersama setelah sekian lama.Priyanka makan dengan lahap. Sementara Anita terus menatap Dante penuh minat. Bagaimana pria itu dengan piawainya mengurus putrinya, lengannya yang berotot dapat menggendong tubuhnya yang ramping, memeluknya erat. Ah, imajinasinya pun mulai berkelana jauh dimana Dante memanjakan dirinya dengan penuh cinta. "Dad," panggil gadis itu penuh harap. Suara Priyanka juga mampu membangunkan Anita dari lamunannya."Ya, honey. Mau tambah sesuatu?" Dante menghentikan suapannya, menatap putrinya dan menunggu apa yang ingin dikatakan gadis itu dengan sabar.Priyanka menunduk, rasa takut mulai menyelimutinya, tapi ia harus mengatakannya segera sebelum Daddy-nya
Dokter itu segera meraih tangan Sulis dan membimbing agar wanita itu duduk."Bunda tidak sengaja terkena pisau Dok. Ini semua salah saya. Saya mencoba—Yoora hendak turun dari ranjang, tapi segera ditahan oleh suster. "Anda di sini saja, biar kami yang obati luka beliau.""Tapi bunda saya?" Yoora benar-benar cemas pada luka tangan Sulis."Tidak apa-apa, sayang ini sudah ditangani dokter tadi." Sulis meyakinkan. Sulis dan dokter di hadapannya saling pandang, memberi isyarat agar dokter yang adalah sahabatnya mau bekerja sama dengannya. Sekali ini lagi.Sebelum Sulis masuk ke ruang perawatan Yoora, wanita itu lebih dulu menemui dokter yang adalah sahabatnya saat masih SMA dulu. Sulis yang tahu temennya juga praktek di rumah sakit yang sama meminta bantuan padanya untuk drama yang mereka mainkan sekarang. "Saya sudah ke klinik dokter, ini sudah ditangani dengan baik," ujar Sulis sambil sesekali melihat ke arah p
Brak!Keduanya tersentak. Tubuh Yoona dengan sorot kesal terlihat jelas. Wanita itu melangkah lebar semakin masuk kedalam toilet dan berhenti tepat di hadapan Alandara yang masih diam mematung.Yoona langsung merengkuh tubuh sahabatnya. Memeluknya erat dengan elusan lembut di punggung wanita itu.Sedangkan Sarah masih kaget dengan kedatangan Yoona dan gebrakkan kuat tangannya pada daun pintu. Pandangan Sarah hanya mengikuti langkah Yoona hingga wanita itu berhenti tepat di depannya, dimana Alandara berdiri dengan tubuh gemetar."Lo gak usah khawatir. Gue bakalan minta bang Dante buat nyeret laki-laki itu ke hadapan Lo, Al?""Hah? Tapi—" Sarah kehilangan kata-katanya. Yoona kan baru datang bagaimana bisa Yoona tahu bahwa Alandara saat ini tengah mengandung dan menjanjikan Alandara bahwa Dante akan menyeret Anggara?Yoona melepaskan pelukannya, menghapus air mata yang sudah banyak keluar. "Semua bakalan baik-bai
"Kita sama-sama bodoh. Padahal kita bisa seperti ini diam-diam, kan?" Sulis berusaha tersenyum walaupun hatinya sakit.Sulis meminta Yoona untuk duduk, meletakkan paper bag berwarna coklat muda diatas meja.Yoona melongok sedikit melihat isi dalam tas itu, yang terlihat hanya beberapa bungkus plastik putih dengan stempel alamat sebuah apotek. "Bunda bawa apa? Dari mana?" Yoona kembali mendorong paper bag dan kembali fokus pada bundanya yang enggan menjawab pertanyaannya.Sulis memang mengabaikan pertanyaan putrinya, wanita itu malah bertanya apa yang mau dimakan Yoona."Apa aja, Bun. Aku, kan pemakan segalanya." Yoona menjawab dengan sedikit cengiran."Sup iga sapi kayaknya enak di sini." Yoona mengangguk setuju. Menu iga sapi memang menjadi bintangnya di cafe itu.Selama menunggu makanan datang. Sulis bertanya berbagai hal. Apa yang dilakukan Yoona, seperti apa Dante dan apa Yoona bahagia dengan pernikahannya. Sulis ju
"Ba-baik …. Mom." Mata gadis itu berkaca-kaca.Dia Mommy-ku. Apa dia ibu yang melahirkanku? Kenapa begitu kasar?Selalu pertanyaan ini yang berulang-ulang hadir dalam hati gadis kriwil itu.Obsesi ibunya sudah ditanam bahkan sejak ia masih dalam kandungan. Keinginan ibunya sendirilah yang membuat ia selama ini jauh dari ayahnya.'Aku harus bisa membujuk Daddy agar mau bersama Mommy lagi.' Harap Priyanka yang entah bisa terkabul atau tidak.Dulu sebelum ada Yoona, Daddy bahkan tidak mau duduk bertiga dengannya dan Anita. Daddy-nya selalu mengajak seseorang. Entah itu pria atau wanita. Sekarang Daddy-nya sudah menikah dan terlihat bahagia, apa bisa kembali pada Mommy-nya? Rasanya sangat sulit.Tapi, Priyanka akan mencobanya.*Di kantor.Pagi itu Yoona terlihat sangat gelisah. Bukan memikirkan Anita dan anaknya yang akan mengancam pernikahan mereka. Yoona yakin, Dante tidak akan pernah kemb
"Pinka cantik, cucu Oma … selamat pagi sayang," sapa Ainun saat melihat cucunya yang berwajah murung menuruni tangga. "Kenapa sayang?"Gadis kriwil itu menuruni tangga tanpa minat dan memeluk neneknya setelah tiba di undukkan terakhir."I'm looking for my father. Grandma knows where he is?" Ainun merasakan tubuh gadis itu sedikit bergetar. Tanpa kata Ainun mengelus punggung gadis itu. Semua resah hanya mampu ia curahkan dalam hati, 'Kenapa cengeng sekali? Apa merasa tersaingi oleh Yoona?'Akhirnya Ainun hanya mampu menggiring tubuh cucunya dalam dekapan menuju meja makan dan menunjukkan keberadaan putranya dengan tubuh yang sedikit membungkuk."Daddy-mu sudah lama menunggu. Tapi cucu Oma tidurnya sangat pulas. Sana ke Daddy-mu!"Mendengar suara Ainun, seluruh penghuni meja makan menoleh. Dante bahkan berdiri dan mendekati putrinya.Pria itu membungkuk dan mencubit hidung putrinya yang sedikit bersembunyi di perut neneknya."Looking for me, Hem …?" Yang ditanya hanya diam dengan wajah
Dengan tangannya yang panjang Dante meraih ponsel istrinya dan menyerahkannya pada Yoona tanpa melepaskan penyatuan mereka. "Jangan bergerak dan bicara perlahan dengan Bunda." Dante menarik dirinya dengan sangat hati-hati. Meninggalkan Yoona agar leluasa bicara dengan ibunya.Sepanjang jalan menuju kamar mandi, Dante terus berpikir kabar apa yang ingin disampaikan oleh Sulis. Sulis memang selalu tidak sabaran, akan tetapi untuk menelpon tengah malam begini rasanya sangat tidak mungkin. Pasti ada sesuatu yang sangat penting.Dante mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Ia tahu percintaan mereka tidak bisa di lakukan lagi melihat Yoona yang sudah sangat kelelahan.Satu Minggu menahan hasrat untuk tidak menyentuh Yoona sangat menyiksanya. Dua pelepasan rasanya masih belum cukup menuntaskan dahaganya.Namun, yang tidak pria sadari mungkin saja percintaan mereka malam ini akan menjadi yang terakhir untuk selamanya."Ya, Bunda?" Yoona berusaha mengontrol suaranya yang serak, bukan karena