Sulis mengangkat tangannya yang gemetar, berusaha mengelus punggung Hasan. Menghibur pria itu atas ketidakberdayaannya. Mungkinkah ini saatnya untuk mengungkap segala misteri yang selama ini ia pendam. Tapi, hati seseorang pasti akan sangat hancur. Bahkan, malaikat pencabut nyawa bukan saja akan mendatanginya saat dia tahu dirinya telah mengungkap fakta kebenarannya, seseorang itu juga akan meminta nyawanya sebagai ganti dari duka yang dia tanggung.
Sulis menarik napas, berusaha mengisi paru-parunya yang terasa kering.
"A-ayahnya Malik!" panggil Sulis lirih. Suaranya benar-benar tercekat di tenggorokan. Apapun yang akan dia katakan, seolah menyiksanya dari dalam.
Hasan mengangkat wajahnya, menggenggam tangan istrinya, memberi penguatan bahwa dia tidak sendiri.
"Katakan, Bun … kami bersamamu. Ayah dan Malik ada disini," ujar Hasan memberi dukungan.
Malik mendekap bahu ibunya, menyalurkan semua kekuatan pada wanita yang telah melahirkann
Malam itu, persalinan kakak dan adik berlangsung cukup lama. Keduanya sama-sama kritis dan membutuhkan banyak kantong darah hingga pihak rumah sakit menghubungi beberapa bank darah untuk memenuhi semua kebutuhannya. tidak beruntung, walau sulit semua bisa ditangani. Namun, satu bayi dari salah ibu itu tidak bisa menghargai. Dimalam yang sama, Hasan dengan panik mengendarai mobilnya saat tahu Sulis sudah berada di ruang bersalin diri, dan lagi-lagi sesuatu yang tidak diinginkan terjadi, Hasan mengalami kecelakaan akibat menghantam bahu jalan. Pria itu t
Sulis memberikan bayi kandungnya pada suster yang datang menghampirinya lebih dulu. Dengan sangat terburu-buru Sulis merengkuh bayi kecil lainnya yang terus menangis dan langsung diam ketika mendapat dekapan hangat dari dirinya.Sulis mengelus pipi kemerahan bayi dalam dekapannya yang terus membuka mulutnya, mencari sesuatu saat merasakan jari hangatnya dekat dengan bibir. Tidak ingin membuat bayi itu semakin tersiksa, Sulis menyusuinya, memberikan asinya pada bayi malang itu.Sekarang Sulis tahu, ia harus kuat demi semua orang yang membutuhkannya, termasuk kedua bayi yang baru saja ia susui. Dengan keyakinan sekuat baja, Sulis siap menemui suami dan adiknya yang begitu membutuhkan kehadirannya."Antarkan saya pada suami saya," pintanya pada suster setelah menyerahkan bayi dalam dekapannya yang sudah terlelap.
Namun, semuanya sia-sia. Walau berulang kali mencoba dan berusaha, Reva tidak kembali. Wanita itu menyerah, tanpa membiarkan para tim medis melakukan pertolongan terhadapnya. Mungkin, wanita itu memang tidak ingin berjuang, walau untuk Putrinya sekalipun. Reva pergi dengan damai, senyum indah terlukis di bibirnya, dengan wajahnya yang bercahaya seolah tengah tertidur pulas. Rasa sakit dan beban wanita itu seolah lenyap seperti abu. "Maaf, kami tidak bisa menyelamatkan pasien!" ungkap dokter lirih. Tidak berani menatap wajah Sulis yang terus menggelengkan kepalanya dengan bibir terus terisak pilu. Entah sudah berapa banyak air mata yang sudah dikeluarkan oleh Sulis, tapi sepertinya tak pernah surut. "Gak! Reva gak boleh pergi. Putrimu masih butuh kamu, Va!" Sulis terus berteriak menyuarakan ketidakberdayaannya.
Sejak hari itu, yang dunia tahu kedua bayi dalam kandungannya lahir dengan selamat. Malik yang berusia lima tahun menyambut gembira kelahiran adiknya di dalam ruangan perawatan Hasan saat dua box bayi datang menghampirinya.Hasan yang baru siuman hanya dapat mengadzani kedua putrinya dengan terbaring lemah. Mengecup putrinya bergantian dengan bibir gemetar dan uraian air mata. Ia merasa haru dan tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Dua bayi kembar itu terlihat sangat cantikMengingat itu, Sulis merasa sesak di dada. Kejadian itu seolah baru terjadi beberapa hari yang lalu, dan sekarang Yoora mengakuinya dengan lantang. Bahwa dirinya bukanlah putri mereka. Padahal, selama ini Yoora selalu melarang Sulis untuk mengungkapkan kebenaran pada siapapun."Jika Yoora bukan putriku, lantas siap kedua orangtuanya. Yoo
"Gak! Kenapa? Kenapa aku harus melarikan diri?" jawabnya bertanya balik. Sebisa mungkin Yoona menutupi kegugupannya. "Mereka sudah lama menunggumu, Yoona. Ini bukan karena Alandra, kan?" Yoona menggeleng, memeluk Dante erat. Satu hari tanpa melihat pria itu membuatnya sakit kepala. "Aku merindukanmu, Dante. Boleh kita langsung naik ke atas?" tanya Yoona penuh harap. Yoona hanya tidak ingin bertemu dengan keluarganya. "Aku akan mengajakmu pulang besok. Sekarang temui dulu keluargamu. Mereka sangat merindukanmu, Yoona. Terutama Bunda. Beliau terlihat lebih kurus dan sangat tidak baik-baik saja," bujuk Dante agar Yoona mau masuk dan menemui ibu mertuanya. Bunda Sulis memang terlihat sangat kurus dengan kelopak matanya yang terlihat sedikit membengkak. Siapapun tahu betapa ibu mertuanya itu sangat merindukan Yoona. Sejak hari itu, dimana Yoona pergi dengan marah, Bunda Sulis memang tidak pernah diberi kesempatan untuk mendekati Yoona. "Benarkah
Seharusnya Yoona bisa menebak semua ini, sesuatu yang ditutupi oleh ibu dan kakaknya, dan hari itu—hari dimana semuanya berubah. Hari dimana gadis kecil yang tumbuh bersamanya berkata sangat kasar untuk pertama kalinya."Pergi Yoona, aku bukan kakakmu, aku anak yang dipungut oleh Bunda!"Teriakan Yoora hari itu tidak pernah Yoona lupakan, walau beberapa hari kemudian Yoora meralat ucapannya dengan berkata sangat manis namun penuh misteri."Aku ini kakakmu, Yoona, aku lahir beberapa menit sebelum kamu. Jadi, kamu harus nurut sama semua ucapanku, ingat itu!"Tapi, bagi Yoona kata-kata Yoora menyimpan banyak makna tersembunyi dan semua itu didukung dengan sikap kasar dan pendiam Yoora, kelembutan dan kepura-puraannya, sikap dramatis dan egoisnya semakin menjadi-
Dion mendelik dengan alis yang melengkung tinggi. Jelas ia paling tidak suka diancam, apalagi oleh kakaknya ini. "Emang kenapa?" tanya Dion menantang Dante, "emang apa yang Abang tau soal Anggara?" Bagi Dion kakaknya ini tidak mungkin tahu apa yang ia ketahui baru-baru ini yang bahkan membuatnya syok dan patah hati dalam waktu yang bersamaan. "Dia suami Alandra, dan Shaan diputuskan oleh Al karena kepergok satu kamar dengan sekretarisnya. Aku bahkan sudah pecat pria itu tadi karena korupsi proyek di Bandung!" jelas Dante geram. Dante bersyukur sahabat istrinya itu tidak menikah dengan Shaan, pria yang sudah menggelapkan dana untuk membeli bahan bangunan. Mata Dion semakin membola yang membuat semua orang ikut bingung dengan apa yang mereka bicarakan. Dion tidak menyangka kakaknya ini lebih tahu segalanya dibandingkan dengan dirinya. Padahal, Anggara adalah bawahannya, orang kepercayaannya. Tapi, ia bahkan tidak tahu apa-apa selain Anggra dipaksa menik
Pintu di belakang tubuh mereka terbuka, tubuh Yoora muncul kemudian dengan senyumnya yang penuh misteri hingga mau tidak mau membuat dua orang yang tengah saling menautkan bibir berhenti saat menatap wajah wanita itu penuh waspada."Apa tidak bisa mengetuk?" Sarkas Dante dengan rahangnya mengetat hebat. Bukankah jelas tadi ibunya mengatakan untuk meninggalkannya berdua agar tidak diganggu. Tapi lihat, Yoora begitu lancang masuk tanpa mengetuk pintu lagi!"Tidak apa-apa sayang, kedepannya kamu harus terbiasa dengan kehadirannya yang tiba-tiba dan mengganggu kita berdua." Yoona menarik lengan suaminya keluar dari ruangan itu dan meninggalkan Yoora yang terus berjalan mengacuhkan keduanya dan mengambil tas tangannya.'kamu benar, Yoona, kalian harus terbiasa dengan kehadiranku diantara kalian agar Dante tidak kehilanganmu saat kamu tidak berada disisinya," desis wanita itu tajam.Yoora menyusul Dante dan Yoona yang sudah jauh di depannya, menarik kursinya dan duduk dengan tenang."Lalu ke