Seharusnya Yoona bisa menebak semua ini, sesuatu yang ditutupi oleh ibu dan kakaknya, dan hari itu—hari dimana semuanya berubah. Hari dimana gadis kecil yang tumbuh bersamanya berkata sangat kasar untuk pertama kalinya."Pergi Yoona, aku bukan kakakmu, aku anak yang dipungut oleh Bunda!"Teriakan Yoora hari itu tidak pernah Yoona lupakan, walau beberapa hari kemudian Yoora meralat ucapannya dengan berkata sangat manis namun penuh misteri."Aku ini kakakmu, Yoona, aku lahir beberapa menit sebelum kamu. Jadi, kamu harus nurut sama semua ucapanku, ingat itu!"Tapi, bagi Yoona kata-kata Yoora menyimpan banyak makna tersembunyi dan semua itu didukung dengan sikap kasar dan pendiam Yoora, kelembutan dan kepura-puraannya, sikap dramatis dan egoisnya semakin menjadi-
Dion mendelik dengan alis yang melengkung tinggi. Jelas ia paling tidak suka diancam, apalagi oleh kakaknya ini. "Emang kenapa?" tanya Dion menantang Dante, "emang apa yang Abang tau soal Anggara?" Bagi Dion kakaknya ini tidak mungkin tahu apa yang ia ketahui baru-baru ini yang bahkan membuatnya syok dan patah hati dalam waktu yang bersamaan. "Dia suami Alandra, dan Shaan diputuskan oleh Al karena kepergok satu kamar dengan sekretarisnya. Aku bahkan sudah pecat pria itu tadi karena korupsi proyek di Bandung!" jelas Dante geram. Dante bersyukur sahabat istrinya itu tidak menikah dengan Shaan, pria yang sudah menggelapkan dana untuk membeli bahan bangunan. Mata Dion semakin membola yang membuat semua orang ikut bingung dengan apa yang mereka bicarakan. Dion tidak menyangka kakaknya ini lebih tahu segalanya dibandingkan dengan dirinya. Padahal, Anggara adalah bawahannya, orang kepercayaannya. Tapi, ia bahkan tidak tahu apa-apa selain Anggra dipaksa menik
Pintu di belakang tubuh mereka terbuka, tubuh Yoora muncul kemudian dengan senyumnya yang penuh misteri hingga mau tidak mau membuat dua orang yang tengah saling menautkan bibir berhenti saat menatap wajah wanita itu penuh waspada."Apa tidak bisa mengetuk?" Sarkas Dante dengan rahangnya mengetat hebat. Bukankah jelas tadi ibunya mengatakan untuk meninggalkannya berdua agar tidak diganggu. Tapi lihat, Yoora begitu lancang masuk tanpa mengetuk pintu lagi!"Tidak apa-apa sayang, kedepannya kamu harus terbiasa dengan kehadirannya yang tiba-tiba dan mengganggu kita berdua." Yoona menarik lengan suaminya keluar dari ruangan itu dan meninggalkan Yoora yang terus berjalan mengacuhkan keduanya dan mengambil tas tangannya.'kamu benar, Yoona, kalian harus terbiasa dengan kehadiranku diantara kalian agar Dante tidak kehilanganmu saat kamu tidak berada disisinya," desis wanita itu tajam.Yoora menyusul Dante dan Yoona yang sudah jauh di depannya, menarik kursinya dan duduk dengan tenang."Lalu ke
Yoona sangat tidak nyaman berada satu mobil bersama dengan Mr Barack. Andai ia tahu akan pergi meeting dengan bosnya ini sudah pasti Yoona akan menolaknya dengan tegas. Sayang, mommy Mona tidak menjelaskan apapun selain berkas itu.Barack memainkan ponselnya selama dalam perjalanan. Ia tahu Yoona sangat tidak nyaman berada satu mobil dengannya. Hal ini ia juga tidak dapat ia hindari. Barack sama sekali tidak tahu kalau yang menggantikan Mommy Mona adalah Yoona, istri sahabatnya, wanita yang paling ia cintai. Bagaimana Barack bisa tahan?"Ehem." Pria itu berusaha membersihkan tenggorokannya agar Yoona tahu bahwa ia ingin mengatakan sesuatu. Sementara wanita itu hanya sibuk dengan leptop dipangkuannya dan terus mengetikan sesuatu, bahkan sama sekali tidak mengidahkan dehamannya."Dengar, Yoona. Aku tahu kamu sangat membenciku. Tapi, akan perasaanku padamu itu tulus dan benar adanya. Namun, aku juga tidak segila itu hingga merebutmu dari t
Yoona merasakan tubuhnya melayang bersama dengan Barack. Karena takut ia mencengkram kemeja pria itu erat saat angin dan sekelebat bayangan hitam melintas di belakang tubuhnya."Ahhh!" jeritnya saat tubuhnya mendarat dan kembali menantul di atas tubuh pria itu dengan setengah berdiri. Yoona hanya mampu menyembunyikan wajahnya dalam dada Barack Merchant.Mobil hitam dengan rodanya yang besar melesat pergi hingga hampir menabrak mobil lain di jalanan yang saat ini sangat ramai."Sial! Apa-apaan ini!" Geram pria itu. Tangannya masih melingkar di pinggang Yoona, berusaha agar tidak melepaskannya.Bukan menggambil kesempatan, tapi jika ia melepaskan pelukannya Yoona pasti langsung jatuh ketanah.Untung saja ia cepat saat menyadari ada mobil yang hendak menabrak mereka.Yoona membuka matanya dan berusaha untuk berdiri. Namun, kejadian yang baru saja terjadi membuat tubuhnya lemas dan tidak bisa berdiri dengan baik hingga membuat ia kem
Yoona masih belum mengatakan apapun. Istrinya masih mengunci bibirnya rapat sampai mereka selesai mandi. Dante hanya membuatkan roti goreng dengan omelet dan irisan tumis ayam bawang putih sebagai makan malam mereka. Untuk masak nasi, ini terlalu lama. Sepertinya Yoona sangat kelelahan dan sedikit cemas."Apa kamu percaya padaku?"Pertanyaan Dante membuat tubuh Yoona menegang. Wanita itu menatap Dante lekat dan menelan asal makanannya.Bukan karena tidak percaya, tapi ia hanya takut akan melukai pria itu. Yoona tidak sanggup kehilangan cintanya lagi."Kenapa tidak percaya?" Yoona balik bertanya. Suaranya dibuat sesanti mungkin, "aku tidak akan pernah meragukan cintamu, Dante! Hanya saja … aku takut pada diriku sendiri!" Dengan telapak tangannya yang besar dan sedikit kasar, Dante mengelus pipi istrinya, menatapnya penuh cinta yang membuncah.Dengan suaranya yang parau, Dante berusaha menenangkan istrinya, "Aku akan selalu ada disana, mendukungmu. Bahkan, saat kamu tidak percaya pada
Jika berkata cinta, Yoora memang masih sangat mencintai Dante dengan seluruh jiwa raganya. Namun, jika disuruh memilih dengan keluarga dan anak-anaknya jelas Yoora akan memilih putra dan putrinya.Tapi, sekarang ia dipaksa harus memiliki keduanya. Siapa yang tidak menginginkan itu.Namun, ia pasti akan dihujat dan dibenci oleh semua orang atas keegoisannya.Tapi Yoora biasa apa? Ia begitu mencintai pria itu dan anak-anaknya!Jika dengan membuat Dante jadi miliknya dapat membuat anak-anaknya aman, kenapa harus dilewatkan? Sebisa mungkin Yoora akan membuat mereka bercerai.Yoora kembali bergumam penuh antusias, "Maaf, aku harus menekan Bunda lagi!"Kali ini ada binar indah di matanya.*"Yakin mau bekerja?" tanya Dante sambil menyelipkan anak rambut ke belakang telinga Yoora.Saat ini mereka berada di parkiran gedung MJM teknologi."Ya, dan jangan jemput aku! Elsa mengajak kam
Ainun terus mengelus rambut lebat cucunya sambil sesekali mendaratkan bibirnya di pelipis gadis tembem itu."Mommy senang akhirnya kamu membawa cucuku pulang, Anita," tutur Ainun dengan suara yang sedikit bergetar karena menahan bahagia, "kami sangat merindukannya!"Memang sudah sangat lama ia tidak bertemu dengan Priyanka, terakhir satu tahun yang lalu saat ia memiliki niatan untuk membujuk Dante dan Anita untuk rujuk. Tapi sayangnya, Dante tidak kunjung pulang yang artinya anak itu sama sekali tidak ingin menikah kembali dengan Anita."Maaf, Mom, jadwal sekolah Pinka memang sangat padat. Ini, kami mengambil cuti karena Pinka masih rindu pada Daddy-nya." Anita hanya tersenyum tipis. Wanita itu terlihat cantik dengan setelan blazernya yang berwarna senada dengan celana yang berwarna ungu muda. Raut wajah Ainun terlihat saat bersalah dan berkata dengan lirih, "Maaf, tidak bisa membujuk Dante untuk rujuk kembali denganmu. Mungkin—anak itu memang sudah memiliki pilihannya sendiri. Aku
Anita membeku, menghentikan langkahnya dan berputar dengan cepat ke hadapan tiga orang yang sedang duduk santai di ruang tengah.Pengakuan Dante baru saja mampu membuat jantungnya berhenti berdetak lalu kembali memompa sangat kuat. 'Apa maksud Dante?'"Maksudnya gimana? Dia—" kini Dimas melihat ke arah Anita yang wajahnya semakin pucat dan tubuhnya gemetar hebat. Namun, tatapannya menusuk Dante dengan tajam.Yoona membekap mulutnya. Wajahnya tak kalah pucat dengan Anita. Jadi Priyanka—benarkah dia bukan anak Dante? Tapi suaminya memperlakukan anak itu seperti darah dagingnya sendiri. Yoona sama sekali tidak menyangka akan hal ini. Apa mommy Ainun tahu?"Ya? Dia wanita yang kamu cari. Yang sudah mencuri benihmu diam-diam dan melahirkannya." Apa? ( …. ) Yoona dan Dimas melihat kearah Anita, lalu berpaling pada DanteDengan sisa tenaga yang masih bersemayam di tubuhnya, Anita menghampiri Dante dan mengkonfirmas
"Kamu siap untuk malam ini Yoona?" tanya Dante saat masuk kedalam kamar dan melihat Yoona duduk dengan santai di sofa.Dante tahu Yoona melihat dan mendengar apa yang diinginkan oleh putrinya. Yoona tersenyum lebar, bengun dari duduknya dan mengitari Dante. Telunjuk wanita itu menusuk tubuh pria itu sedang tangan satunya bersembunyi di balik tubuhnya sendiri."Kamu ingin aku berperan menjadi istri yang pencemburu atau ibu tiri yang jahat?" Merasakan jarak sedekat ini dengan sentuhan jemari Yoona membuat tubuh pria itu memanas. Jika saja ia punya banyak waktu saat ini juga pasti sudah langsung membopong tubuh Yoona dan menenggelamkannya di ranjang. Tapi sial, Anita dan anaknya sedang bermain drama yang menarik, yang tidak bisa ia lewatkan begitu saja.Tidak tahan lagi akan ulah istri yang terus berputar dan saat telunjuk wanita itu menyentuh titik sensitifnya, Dante langsung menggenggam jemari Yoona dan menarik tubuh wanita itu hingga be
Ini pertama kalinya ia melayani Dante. Selama menikah dengan pria itu tidak satu kali pun Dante mau makan di meja yang sama walau dengan desakan Ainun."Nanti saja. Aku mau menyuapi putriku dulu?" Ini jelas penolakan.Akan tetapi Anita dan Priyanka tidak melihat hal itu. Mereka terlalu bahagia karena bisa makan bersama setelah sekian lama.Priyanka makan dengan lahap. Sementara Anita terus menatap Dante penuh minat. Bagaimana pria itu dengan piawainya mengurus putrinya, lengannya yang berotot dapat menggendong tubuhnya yang ramping, memeluknya erat. Ah, imajinasinya pun mulai berkelana jauh dimana Dante memanjakan dirinya dengan penuh cinta. "Dad," panggil gadis itu penuh harap. Suara Priyanka juga mampu membangunkan Anita dari lamunannya."Ya, honey. Mau tambah sesuatu?" Dante menghentikan suapannya, menatap putrinya dan menunggu apa yang ingin dikatakan gadis itu dengan sabar.Priyanka menunduk, rasa takut mulai menyelimutinya, tapi ia harus mengatakannya segera sebelum Daddy-nya
Dokter itu segera meraih tangan Sulis dan membimbing agar wanita itu duduk."Bunda tidak sengaja terkena pisau Dok. Ini semua salah saya. Saya mencoba—Yoora hendak turun dari ranjang, tapi segera ditahan oleh suster. "Anda di sini saja, biar kami yang obati luka beliau.""Tapi bunda saya?" Yoora benar-benar cemas pada luka tangan Sulis."Tidak apa-apa, sayang ini sudah ditangani dokter tadi." Sulis meyakinkan. Sulis dan dokter di hadapannya saling pandang, memberi isyarat agar dokter yang adalah sahabatnya mau bekerja sama dengannya. Sekali ini lagi.Sebelum Sulis masuk ke ruang perawatan Yoora, wanita itu lebih dulu menemui dokter yang adalah sahabatnya saat masih SMA dulu. Sulis yang tahu temennya juga praktek di rumah sakit yang sama meminta bantuan padanya untuk drama yang mereka mainkan sekarang. "Saya sudah ke klinik dokter, ini sudah ditangani dengan baik," ujar Sulis sambil sesekali melihat ke arah p
Brak!Keduanya tersentak. Tubuh Yoona dengan sorot kesal terlihat jelas. Wanita itu melangkah lebar semakin masuk kedalam toilet dan berhenti tepat di hadapan Alandara yang masih diam mematung.Yoona langsung merengkuh tubuh sahabatnya. Memeluknya erat dengan elusan lembut di punggung wanita itu.Sedangkan Sarah masih kaget dengan kedatangan Yoona dan gebrakkan kuat tangannya pada daun pintu. Pandangan Sarah hanya mengikuti langkah Yoona hingga wanita itu berhenti tepat di depannya, dimana Alandara berdiri dengan tubuh gemetar."Lo gak usah khawatir. Gue bakalan minta bang Dante buat nyeret laki-laki itu ke hadapan Lo, Al?""Hah? Tapi—" Sarah kehilangan kata-katanya. Yoona kan baru datang bagaimana bisa Yoona tahu bahwa Alandara saat ini tengah mengandung dan menjanjikan Alandara bahwa Dante akan menyeret Anggara?Yoona melepaskan pelukannya, menghapus air mata yang sudah banyak keluar. "Semua bakalan baik-bai
"Kita sama-sama bodoh. Padahal kita bisa seperti ini diam-diam, kan?" Sulis berusaha tersenyum walaupun hatinya sakit.Sulis meminta Yoona untuk duduk, meletakkan paper bag berwarna coklat muda diatas meja.Yoona melongok sedikit melihat isi dalam tas itu, yang terlihat hanya beberapa bungkus plastik putih dengan stempel alamat sebuah apotek. "Bunda bawa apa? Dari mana?" Yoona kembali mendorong paper bag dan kembali fokus pada bundanya yang enggan menjawab pertanyaannya.Sulis memang mengabaikan pertanyaan putrinya, wanita itu malah bertanya apa yang mau dimakan Yoona."Apa aja, Bun. Aku, kan pemakan segalanya." Yoona menjawab dengan sedikit cengiran."Sup iga sapi kayaknya enak di sini." Yoona mengangguk setuju. Menu iga sapi memang menjadi bintangnya di cafe itu.Selama menunggu makanan datang. Sulis bertanya berbagai hal. Apa yang dilakukan Yoona, seperti apa Dante dan apa Yoona bahagia dengan pernikahannya. Sulis ju
"Ba-baik …. Mom." Mata gadis itu berkaca-kaca.Dia Mommy-ku. Apa dia ibu yang melahirkanku? Kenapa begitu kasar?Selalu pertanyaan ini yang berulang-ulang hadir dalam hati gadis kriwil itu.Obsesi ibunya sudah ditanam bahkan sejak ia masih dalam kandungan. Keinginan ibunya sendirilah yang membuat ia selama ini jauh dari ayahnya.'Aku harus bisa membujuk Daddy agar mau bersama Mommy lagi.' Harap Priyanka yang entah bisa terkabul atau tidak.Dulu sebelum ada Yoona, Daddy bahkan tidak mau duduk bertiga dengannya dan Anita. Daddy-nya selalu mengajak seseorang. Entah itu pria atau wanita. Sekarang Daddy-nya sudah menikah dan terlihat bahagia, apa bisa kembali pada Mommy-nya? Rasanya sangat sulit.Tapi, Priyanka akan mencobanya.*Di kantor.Pagi itu Yoona terlihat sangat gelisah. Bukan memikirkan Anita dan anaknya yang akan mengancam pernikahan mereka. Yoona yakin, Dante tidak akan pernah kemb
"Pinka cantik, cucu Oma … selamat pagi sayang," sapa Ainun saat melihat cucunya yang berwajah murung menuruni tangga. "Kenapa sayang?"Gadis kriwil itu menuruni tangga tanpa minat dan memeluk neneknya setelah tiba di undukkan terakhir."I'm looking for my father. Grandma knows where he is?" Ainun merasakan tubuh gadis itu sedikit bergetar. Tanpa kata Ainun mengelus punggung gadis itu. Semua resah hanya mampu ia curahkan dalam hati, 'Kenapa cengeng sekali? Apa merasa tersaingi oleh Yoona?'Akhirnya Ainun hanya mampu menggiring tubuh cucunya dalam dekapan menuju meja makan dan menunjukkan keberadaan putranya dengan tubuh yang sedikit membungkuk."Daddy-mu sudah lama menunggu. Tapi cucu Oma tidurnya sangat pulas. Sana ke Daddy-mu!"Mendengar suara Ainun, seluruh penghuni meja makan menoleh. Dante bahkan berdiri dan mendekati putrinya.Pria itu membungkuk dan mencubit hidung putrinya yang sedikit bersembunyi di perut neneknya."Looking for me, Hem …?" Yang ditanya hanya diam dengan wajah
Dengan tangannya yang panjang Dante meraih ponsel istrinya dan menyerahkannya pada Yoona tanpa melepaskan penyatuan mereka. "Jangan bergerak dan bicara perlahan dengan Bunda." Dante menarik dirinya dengan sangat hati-hati. Meninggalkan Yoona agar leluasa bicara dengan ibunya.Sepanjang jalan menuju kamar mandi, Dante terus berpikir kabar apa yang ingin disampaikan oleh Sulis. Sulis memang selalu tidak sabaran, akan tetapi untuk menelpon tengah malam begini rasanya sangat tidak mungkin. Pasti ada sesuatu yang sangat penting.Dante mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Ia tahu percintaan mereka tidak bisa di lakukan lagi melihat Yoona yang sudah sangat kelelahan.Satu Minggu menahan hasrat untuk tidak menyentuh Yoona sangat menyiksanya. Dua pelepasan rasanya masih belum cukup menuntaskan dahaganya.Namun, yang tidak pria sadari mungkin saja percintaan mereka malam ini akan menjadi yang terakhir untuk selamanya."Ya, Bunda?" Yoona berusaha mengontrol suaranya yang serak, bukan karena