Dia tidak sanggup jika harus kehilangan pria itu. Cintanya sudah tumbuh dan mengakar dalam hatinya hingga menembus jantung yang jika di cabut paksa, Yoona akan mati karena tidak mendapat dukungan dari pria itu lagi.
Tidak, Yoona tidak ingin itu. Dante adalah miliknya, dan hanya miliknya. Yoora tidak akan bisa memisahkan dirinya dari Dante, begitupun sebaliknya.
Tubuh Yoona gemetar hebat, isakkan semakin kuat terdengar. Yoona menengadahkan wajah, memohon dengan sangat pada pria itu dengan linangan air mata yang mengalir deras.
"Berjanjilah, Dante. Dimasa depan, jika aku memintamu tuk meninggalkanku, jangan pernah mau. Itu bukan keinginanku, Dante. Aku tidak ingin kehilanganmu!" Pinta Yoona lirih.
Pria itu merangkum wajah Yoona, menghapus jejak air matanya, mengabaikan ucapan istrinya yang terdengar sedikit ambigu di telinganya.
"Jika Tuhan sekalipun yang turun tangan langsun
Sulis mengangkat tangannya yang gemetar, berusaha mengelus punggung Hasan. Menghibur pria itu atas ketidakberdayaannya. Mungkinkah ini saatnya untuk mengungkap segala misteri yang selama ini ia pendam. Tapi, hati seseorang pasti akan sangat hancur. Bahkan, malaikat pencabut nyawa bukan saja akan mendatanginya saat dia tahu dirinya telah mengungkap fakta kebenarannya, seseorang itu juga akan meminta nyawanya sebagai ganti dari duka yang dia tanggung.Sulis menarik napas, berusaha mengisi paru-parunya yang terasa kering."A-ayahnya Malik!" panggil Sulis lirih. Suaranya benar-benar tercekat di tenggorokan. Apapun yang akan dia katakan, seolah menyiksanya dari dalam.Hasan mengangkat wajahnya, menggenggam tangan istrinya, memberi penguatan bahwa dia tidak sendiri."Katakan, Bun … kami bersamamu. Ayah dan Malik ada disini," ujar Hasan memberi dukungan.Malik mendekap bahu ibunya, menyalurkan semua kekuatan pada wanita yang telah melahirkann
Malam itu, persalinan kakak dan adik berlangsung cukup lama. Keduanya sama-sama kritis dan membutuhkan banyak kantong darah hingga pihak rumah sakit menghubungi beberapa bank darah untuk memenuhi semua kebutuhannya. tidak beruntung, walau sulit semua bisa ditangani. Namun, satu bayi dari salah ibu itu tidak bisa menghargai. Dimalam yang sama, Hasan dengan panik mengendarai mobilnya saat tahu Sulis sudah berada di ruang bersalin diri, dan lagi-lagi sesuatu yang tidak diinginkan terjadi, Hasan mengalami kecelakaan akibat menghantam bahu jalan. Pria itu t
Sulis memberikan bayi kandungnya pada suster yang datang menghampirinya lebih dulu. Dengan sangat terburu-buru Sulis merengkuh bayi kecil lainnya yang terus menangis dan langsung diam ketika mendapat dekapan hangat dari dirinya.Sulis mengelus pipi kemerahan bayi dalam dekapannya yang terus membuka mulutnya, mencari sesuatu saat merasakan jari hangatnya dekat dengan bibir. Tidak ingin membuat bayi itu semakin tersiksa, Sulis menyusuinya, memberikan asinya pada bayi malang itu.Sekarang Sulis tahu, ia harus kuat demi semua orang yang membutuhkannya, termasuk kedua bayi yang baru saja ia susui. Dengan keyakinan sekuat baja, Sulis siap menemui suami dan adiknya yang begitu membutuhkan kehadirannya."Antarkan saya pada suami saya," pintanya pada suster setelah menyerahkan bayi dalam dekapannya yang sudah terlelap.
Namun, semuanya sia-sia. Walau berulang kali mencoba dan berusaha, Reva tidak kembali. Wanita itu menyerah, tanpa membiarkan para tim medis melakukan pertolongan terhadapnya. Mungkin, wanita itu memang tidak ingin berjuang, walau untuk Putrinya sekalipun. Reva pergi dengan damai, senyum indah terlukis di bibirnya, dengan wajahnya yang bercahaya seolah tengah tertidur pulas. Rasa sakit dan beban wanita itu seolah lenyap seperti abu. "Maaf, kami tidak bisa menyelamatkan pasien!" ungkap dokter lirih. Tidak berani menatap wajah Sulis yang terus menggelengkan kepalanya dengan bibir terus terisak pilu. Entah sudah berapa banyak air mata yang sudah dikeluarkan oleh Sulis, tapi sepertinya tak pernah surut. "Gak! Reva gak boleh pergi. Putrimu masih butuh kamu, Va!" Sulis terus berteriak menyuarakan ketidakberdayaannya.
Sejak hari itu, yang dunia tahu kedua bayi dalam kandungannya lahir dengan selamat. Malik yang berusia lima tahun menyambut gembira kelahiran adiknya di dalam ruangan perawatan Hasan saat dua box bayi datang menghampirinya.Hasan yang baru siuman hanya dapat mengadzani kedua putrinya dengan terbaring lemah. Mengecup putrinya bergantian dengan bibir gemetar dan uraian air mata. Ia merasa haru dan tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Dua bayi kembar itu terlihat sangat cantikMengingat itu, Sulis merasa sesak di dada. Kejadian itu seolah baru terjadi beberapa hari yang lalu, dan sekarang Yoora mengakuinya dengan lantang. Bahwa dirinya bukanlah putri mereka. Padahal, selama ini Yoora selalu melarang Sulis untuk mengungkapkan kebenaran pada siapapun."Jika Yoora bukan putriku, lantas siap kedua orangtuanya. Yoo
"Gak! Kenapa? Kenapa aku harus melarikan diri?" jawabnya bertanya balik. Sebisa mungkin Yoona menutupi kegugupannya. "Mereka sudah lama menunggumu, Yoona. Ini bukan karena Alandra, kan?" Yoona menggeleng, memeluk Dante erat. Satu hari tanpa melihat pria itu membuatnya sakit kepala. "Aku merindukanmu, Dante. Boleh kita langsung naik ke atas?" tanya Yoona penuh harap. Yoona hanya tidak ingin bertemu dengan keluarganya. "Aku akan mengajakmu pulang besok. Sekarang temui dulu keluargamu. Mereka sangat merindukanmu, Yoona. Terutama Bunda. Beliau terlihat lebih kurus dan sangat tidak baik-baik saja," bujuk Dante agar Yoona mau masuk dan menemui ibu mertuanya. Bunda Sulis memang terlihat sangat kurus dengan kelopak matanya yang terlihat sedikit membengkak. Siapapun tahu betapa ibu mertuanya itu sangat merindukan Yoona. Sejak hari itu, dimana Yoona pergi dengan marah, Bunda Sulis memang tidak pernah diberi kesempatan untuk mendekati Yoona. "Benarkah
Seharusnya Yoona bisa menebak semua ini, sesuatu yang ditutupi oleh ibu dan kakaknya, dan hari itu—hari dimana semuanya berubah. Hari dimana gadis kecil yang tumbuh bersamanya berkata sangat kasar untuk pertama kalinya."Pergi Yoona, aku bukan kakakmu, aku anak yang dipungut oleh Bunda!"Teriakan Yoora hari itu tidak pernah Yoona lupakan, walau beberapa hari kemudian Yoora meralat ucapannya dengan berkata sangat manis namun penuh misteri."Aku ini kakakmu, Yoona, aku lahir beberapa menit sebelum kamu. Jadi, kamu harus nurut sama semua ucapanku, ingat itu!"Tapi, bagi Yoona kata-kata Yoora menyimpan banyak makna tersembunyi dan semua itu didukung dengan sikap kasar dan pendiam Yoora, kelembutan dan kepura-puraannya, sikap dramatis dan egoisnya semakin menjadi-
Dion mendelik dengan alis yang melengkung tinggi. Jelas ia paling tidak suka diancam, apalagi oleh kakaknya ini. "Emang kenapa?" tanya Dion menantang Dante, "emang apa yang Abang tau soal Anggara?" Bagi Dion kakaknya ini tidak mungkin tahu apa yang ia ketahui baru-baru ini yang bahkan membuatnya syok dan patah hati dalam waktu yang bersamaan. "Dia suami Alandra, dan Shaan diputuskan oleh Al karena kepergok satu kamar dengan sekretarisnya. Aku bahkan sudah pecat pria itu tadi karena korupsi proyek di Bandung!" jelas Dante geram. Dante bersyukur sahabat istrinya itu tidak menikah dengan Shaan, pria yang sudah menggelapkan dana untuk membeli bahan bangunan. Mata Dion semakin membola yang membuat semua orang ikut bingung dengan apa yang mereka bicarakan. Dion tidak menyangka kakaknya ini lebih tahu segalanya dibandingkan dengan dirinya. Padahal, Anggara adalah bawahannya, orang kepercayaannya. Tapi, ia bahkan tidak tahu apa-apa selain Anggra dipaksa menik
Anita membeku, menghentikan langkahnya dan berputar dengan cepat ke hadapan tiga orang yang sedang duduk santai di ruang tengah.Pengakuan Dante baru saja mampu membuat jantungnya berhenti berdetak lalu kembali memompa sangat kuat. 'Apa maksud Dante?'"Maksudnya gimana? Dia—" kini Dimas melihat ke arah Anita yang wajahnya semakin pucat dan tubuhnya gemetar hebat. Namun, tatapannya menusuk Dante dengan tajam.Yoona membekap mulutnya. Wajahnya tak kalah pucat dengan Anita. Jadi Priyanka—benarkah dia bukan anak Dante? Tapi suaminya memperlakukan anak itu seperti darah dagingnya sendiri. Yoona sama sekali tidak menyangka akan hal ini. Apa mommy Ainun tahu?"Ya? Dia wanita yang kamu cari. Yang sudah mencuri benihmu diam-diam dan melahirkannya." Apa? ( …. ) Yoona dan Dimas melihat kearah Anita, lalu berpaling pada DanteDengan sisa tenaga yang masih bersemayam di tubuhnya, Anita menghampiri Dante dan mengkonfirmas
"Kamu siap untuk malam ini Yoona?" tanya Dante saat masuk kedalam kamar dan melihat Yoona duduk dengan santai di sofa.Dante tahu Yoona melihat dan mendengar apa yang diinginkan oleh putrinya. Yoona tersenyum lebar, bengun dari duduknya dan mengitari Dante. Telunjuk wanita itu menusuk tubuh pria itu sedang tangan satunya bersembunyi di balik tubuhnya sendiri."Kamu ingin aku berperan menjadi istri yang pencemburu atau ibu tiri yang jahat?" Merasakan jarak sedekat ini dengan sentuhan jemari Yoona membuat tubuh pria itu memanas. Jika saja ia punya banyak waktu saat ini juga pasti sudah langsung membopong tubuh Yoona dan menenggelamkannya di ranjang. Tapi sial, Anita dan anaknya sedang bermain drama yang menarik, yang tidak bisa ia lewatkan begitu saja.Tidak tahan lagi akan ulah istri yang terus berputar dan saat telunjuk wanita itu menyentuh titik sensitifnya, Dante langsung menggenggam jemari Yoona dan menarik tubuh wanita itu hingga be
Ini pertama kalinya ia melayani Dante. Selama menikah dengan pria itu tidak satu kali pun Dante mau makan di meja yang sama walau dengan desakan Ainun."Nanti saja. Aku mau menyuapi putriku dulu?" Ini jelas penolakan.Akan tetapi Anita dan Priyanka tidak melihat hal itu. Mereka terlalu bahagia karena bisa makan bersama setelah sekian lama.Priyanka makan dengan lahap. Sementara Anita terus menatap Dante penuh minat. Bagaimana pria itu dengan piawainya mengurus putrinya, lengannya yang berotot dapat menggendong tubuhnya yang ramping, memeluknya erat. Ah, imajinasinya pun mulai berkelana jauh dimana Dante memanjakan dirinya dengan penuh cinta. "Dad," panggil gadis itu penuh harap. Suara Priyanka juga mampu membangunkan Anita dari lamunannya."Ya, honey. Mau tambah sesuatu?" Dante menghentikan suapannya, menatap putrinya dan menunggu apa yang ingin dikatakan gadis itu dengan sabar.Priyanka menunduk, rasa takut mulai menyelimutinya, tapi ia harus mengatakannya segera sebelum Daddy-nya
Dokter itu segera meraih tangan Sulis dan membimbing agar wanita itu duduk."Bunda tidak sengaja terkena pisau Dok. Ini semua salah saya. Saya mencoba—Yoora hendak turun dari ranjang, tapi segera ditahan oleh suster. "Anda di sini saja, biar kami yang obati luka beliau.""Tapi bunda saya?" Yoora benar-benar cemas pada luka tangan Sulis."Tidak apa-apa, sayang ini sudah ditangani dokter tadi." Sulis meyakinkan. Sulis dan dokter di hadapannya saling pandang, memberi isyarat agar dokter yang adalah sahabatnya mau bekerja sama dengannya. Sekali ini lagi.Sebelum Sulis masuk ke ruang perawatan Yoora, wanita itu lebih dulu menemui dokter yang adalah sahabatnya saat masih SMA dulu. Sulis yang tahu temennya juga praktek di rumah sakit yang sama meminta bantuan padanya untuk drama yang mereka mainkan sekarang. "Saya sudah ke klinik dokter, ini sudah ditangani dengan baik," ujar Sulis sambil sesekali melihat ke arah p
Brak!Keduanya tersentak. Tubuh Yoona dengan sorot kesal terlihat jelas. Wanita itu melangkah lebar semakin masuk kedalam toilet dan berhenti tepat di hadapan Alandara yang masih diam mematung.Yoona langsung merengkuh tubuh sahabatnya. Memeluknya erat dengan elusan lembut di punggung wanita itu.Sedangkan Sarah masih kaget dengan kedatangan Yoona dan gebrakkan kuat tangannya pada daun pintu. Pandangan Sarah hanya mengikuti langkah Yoona hingga wanita itu berhenti tepat di depannya, dimana Alandara berdiri dengan tubuh gemetar."Lo gak usah khawatir. Gue bakalan minta bang Dante buat nyeret laki-laki itu ke hadapan Lo, Al?""Hah? Tapi—" Sarah kehilangan kata-katanya. Yoona kan baru datang bagaimana bisa Yoona tahu bahwa Alandara saat ini tengah mengandung dan menjanjikan Alandara bahwa Dante akan menyeret Anggara?Yoona melepaskan pelukannya, menghapus air mata yang sudah banyak keluar. "Semua bakalan baik-bai
"Kita sama-sama bodoh. Padahal kita bisa seperti ini diam-diam, kan?" Sulis berusaha tersenyum walaupun hatinya sakit.Sulis meminta Yoona untuk duduk, meletakkan paper bag berwarna coklat muda diatas meja.Yoona melongok sedikit melihat isi dalam tas itu, yang terlihat hanya beberapa bungkus plastik putih dengan stempel alamat sebuah apotek. "Bunda bawa apa? Dari mana?" Yoona kembali mendorong paper bag dan kembali fokus pada bundanya yang enggan menjawab pertanyaannya.Sulis memang mengabaikan pertanyaan putrinya, wanita itu malah bertanya apa yang mau dimakan Yoona."Apa aja, Bun. Aku, kan pemakan segalanya." Yoona menjawab dengan sedikit cengiran."Sup iga sapi kayaknya enak di sini." Yoona mengangguk setuju. Menu iga sapi memang menjadi bintangnya di cafe itu.Selama menunggu makanan datang. Sulis bertanya berbagai hal. Apa yang dilakukan Yoona, seperti apa Dante dan apa Yoona bahagia dengan pernikahannya. Sulis ju
"Ba-baik …. Mom." Mata gadis itu berkaca-kaca.Dia Mommy-ku. Apa dia ibu yang melahirkanku? Kenapa begitu kasar?Selalu pertanyaan ini yang berulang-ulang hadir dalam hati gadis kriwil itu.Obsesi ibunya sudah ditanam bahkan sejak ia masih dalam kandungan. Keinginan ibunya sendirilah yang membuat ia selama ini jauh dari ayahnya.'Aku harus bisa membujuk Daddy agar mau bersama Mommy lagi.' Harap Priyanka yang entah bisa terkabul atau tidak.Dulu sebelum ada Yoona, Daddy bahkan tidak mau duduk bertiga dengannya dan Anita. Daddy-nya selalu mengajak seseorang. Entah itu pria atau wanita. Sekarang Daddy-nya sudah menikah dan terlihat bahagia, apa bisa kembali pada Mommy-nya? Rasanya sangat sulit.Tapi, Priyanka akan mencobanya.*Di kantor.Pagi itu Yoona terlihat sangat gelisah. Bukan memikirkan Anita dan anaknya yang akan mengancam pernikahan mereka. Yoona yakin, Dante tidak akan pernah kemb
"Pinka cantik, cucu Oma … selamat pagi sayang," sapa Ainun saat melihat cucunya yang berwajah murung menuruni tangga. "Kenapa sayang?"Gadis kriwil itu menuruni tangga tanpa minat dan memeluk neneknya setelah tiba di undukkan terakhir."I'm looking for my father. Grandma knows where he is?" Ainun merasakan tubuh gadis itu sedikit bergetar. Tanpa kata Ainun mengelus punggung gadis itu. Semua resah hanya mampu ia curahkan dalam hati, 'Kenapa cengeng sekali? Apa merasa tersaingi oleh Yoona?'Akhirnya Ainun hanya mampu menggiring tubuh cucunya dalam dekapan menuju meja makan dan menunjukkan keberadaan putranya dengan tubuh yang sedikit membungkuk."Daddy-mu sudah lama menunggu. Tapi cucu Oma tidurnya sangat pulas. Sana ke Daddy-mu!"Mendengar suara Ainun, seluruh penghuni meja makan menoleh. Dante bahkan berdiri dan mendekati putrinya.Pria itu membungkuk dan mencubit hidung putrinya yang sedikit bersembunyi di perut neneknya."Looking for me, Hem …?" Yang ditanya hanya diam dengan wajah
Dengan tangannya yang panjang Dante meraih ponsel istrinya dan menyerahkannya pada Yoona tanpa melepaskan penyatuan mereka. "Jangan bergerak dan bicara perlahan dengan Bunda." Dante menarik dirinya dengan sangat hati-hati. Meninggalkan Yoona agar leluasa bicara dengan ibunya.Sepanjang jalan menuju kamar mandi, Dante terus berpikir kabar apa yang ingin disampaikan oleh Sulis. Sulis memang selalu tidak sabaran, akan tetapi untuk menelpon tengah malam begini rasanya sangat tidak mungkin. Pasti ada sesuatu yang sangat penting.Dante mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Ia tahu percintaan mereka tidak bisa di lakukan lagi melihat Yoona yang sudah sangat kelelahan.Satu Minggu menahan hasrat untuk tidak menyentuh Yoona sangat menyiksanya. Dua pelepasan rasanya masih belum cukup menuntaskan dahaganya.Namun, yang tidak pria sadari mungkin saja percintaan mereka malam ini akan menjadi yang terakhir untuk selamanya."Ya, Bunda?" Yoona berusaha mengontrol suaranya yang serak, bukan karena