Leon menceritakan semua yang dilakukan oleh Arthur kepada Alex tanpa ada satu pun disembunyikan. Tentu saja itu membuat Alex terkejut, karena yang dirinya dan Ines tahu, Arthur tengah fokus pada pemulihan putrinya.Namun, nyatanya mata dan telinga Arthur masing terpasang jelas untuk seluruh kehidupan Ines juga Damian, dua orang yang telah dipasrahkan pada Alex untuk tidak pernah berpisah.Tidak peduli bagaimana cara Alex mempersatukan, Arthur hanya berharap hasil terbaik dari pernikahan dua insan yang sesungguhnya sama-sama tidak bisa dipisahkan.Lelaki yang masih bercakap-cakap dengan Leon itu, memutar otak dalam ketenangan ditunjukkan, berupaya mengambil celah untuk menjalankan amanah yang juga sangat diharapkan oleh hatinya.Tanpa pernah diketahui oleh siapa pun, nyatanya Alex sengaja menggunakan banyak tangan untuk mengungkap kebenaran-kebenaran yang ada, termasuk juga Leon—lelaki yang menatap arah dua orang tengah berjalan mendekat ke arahnya.Damian turun bersama Ines setelah ha
Seharian Damian dan Alex menjaga Ines, dari memeriksa kesehatan sampai melayani banyak hal termasuk juga makanan. Keduanya mengumpulkan pelayan dan koki, menekankan tentang apa-apa saya yang boleh dikonsumsi oleh Ines dan tidak, begitu pula dengan camilan-camilan yang tidak harus dituruti semuanya.Bagaimanapun juga, wanita hamil akan memiliki keinginan terhadap makanan tertentu. Damian dan Alex memahami hal itu, dan menekankan pada setiap pekerja di rumah agar mempertanyakan pada mereka ketika Ines mulai menginginkan sesuatu, tanpa perlu takut apa pun. Ines yang mendengarkan hal itu, hanya bisa menghela napas panjang tanpa mencegah atau berkomentar.Setidaknya, apa yang dilakukan kedua lelaki tengah menunjukkan sikap protektif terhadap dirinya, tak lain adalah demi kebaikan. Ines sendiri tidak memungkiri adanya kebahagiaan dari sikap kedua orang yang turut memberi warna terindah dalam hidupnya sekarang. Ya, meski telinga harus ditahan selayaknya seorang ibu yang mendengar keributan d
Alex tidak terlalu kesulitan untuk menuju pria yang tengah mengarahkan ujung lancip pisau ke balik tubuh Damian. Pasalnya, keributan yang diciptakan oleh suami Ines itu, sudah berhasil membuat beberapa orang di sekitar mereka berhamburan. Alex tergesa mencengkeram lengan anak buah Nolan, begitu kuat ia memelintir pergelangan tangan itu ke arah luar, sampai-sampai empunya tangan mengerang kesakitan.Alex mengumpulkan tenaga pada kepalan tangan kanan, menghantam batang hidung pria yang masih dicengkeramnya dengan tangan kiri. Damian mendengar erangan, ia menoleh dan menyaksikan apa yang dilakukan oleh Alex, kemudian tersenyum simpul. Akan tetapi, hal itu justru membuat Nolan ketakutan, begitu mengetahui siapa sosok yang ada di balik tubuh Damian. Nolan menoleh ke segala arah, mencari-cari celah untuknya kabur. Namun, Damian yang sudah kembali memusatkan perhatian padanya, membalik meja penuh minuman tepat ke arah tubuh Nolan.Jerit histeris terdengar dari dua perempuan yang menemani Nol
Kekalutan Alex semakin menjadi, tatkala Damian tidak merespons, tak peduli seberapa kencang Alex berteriak sampai urat-urat pada lehernya keluar. Tangan menghoncangkan tubuh Damian pun serasa percuma, karena lelaki itu tetap saja diam dalam keadaan melemah. Alex memacu semakin kencang kendaraan, demi bisa sampai rumah sakit lebih cepat.Sementara di tempat hiburan malam, Max dan Leon begitu brutal menggunakan seluruh kekuatan tangan dan kaki. Mereka gelap mata menghabisi tiap orang yang ada, tanpa sedikit saja memberikan ampunan. Kematian paling mengerikan diberikan oleh Max dan Leon, sekadar melampiaskan kemarahan atas apa diterima oleh kawan baik keduanya. Teriakan sangat kencang disuarakan oleh Max dan Leon ketika menghajar, itu sanggup menambah kekuatan yang mereka miliki.Sampai akhir di mana jarum jam menunjuk angka tiga, Leon dan Max membiarkan semua dikerjakan oleh anak buahnya. Hati tidak bisa tenang sebelum tahu bagaimana keadaan Damian. Kedua kawan karib ith menyisir jalana
“Ini tidak mengandung alkohol!” seru Leon, menunjukkan botol kosong semalam ditenggak bersama Max. “Bagaimana Damian? Dia sudah bangun?” imbuhnya penasaran.Alex tidak langsung merespons, lelaki itu memilih duduk di kursi panjang berhadapan dengan tempat Max serta Leon yang sudah berserakan sisa makanan juga minuman. “Belum.”“Bukankah kau membutuhkan waktu terlalu lama hanya untuk menjawab seperti itu?!” jengkel Leon, diacuhkan oleh Alex yang lebih memilih ponsel.Leon terlihat berang, hingga kaleng bekas minuman di tangan pun diremasnya sampai remuk. Max tersenyum mengatupkan bibir, kemudian berdiri meregangkan seluruh otot tubuh. “Aku ingin mencari makan, adakah yang ingin ikut?” tanya Max, hanya Leon yang berdiri dengan cepat. “Kau tidak ingin makan?” tanya Leon pada Alex. “He, dinding putih yang dingin dan berjamur, aku sedang bertanya padamu!” sambungnya, menatap arah lelaki yang tetap menunduk memainkan jemari pada layar ponsel. “Aduh, Tuhan. Aku bisa tekanan mental menghadap
Seharian di dalam kamar rawat, Damian tak ubahnya manusia yang tengah tertekan jiwa dan mental. Bagaimana tidak, Ines dan Amanda terus saja memperebutkan perhatian dari Damian, sama-sama ingin menjadi yang utama dan enggan terkalahkan. Damian tidak bisa memilih salah satu, pada akhirnya dia sendiri yang harus pasrah menerima perlakuan keduanya dengan wajah pasrah terpasang.Sama seperti sore hari ini, di mana dokter baru saja memeriksa kondisi luka Damian dengan pengamatan jeli Ines dan Amanda—dua orang yang terus berada di sisi ranjang tanpa bersedia berpindah, kecuali saat ke kamar mandi saja. Sore ini, Ines sengaja meminta koki datang langsung ke rumah sakit membawakan makanan untuk Damian, begitu pula dengan Amanda yang meminta koki pribadi di rumah membuatkan makanan kesukaan sang anak.Ines dan Amanda sama-sama membuka tempat makan dalam kamar, mata semua orang pun mengamati dalam penantian tentang apa yang akan dilakukan oleh Damian sekarang. Ya, lelaki tengah duduk di atas ran
"Bisakah Damian pulang hari ini dan kalian melanjutkan perawatan lukanya di rumah?” tanya Vivian pada dokter, menyentak beberapa orang di dekatnya. “Ini akan jauh lebih baik, dari pada dia dijadikan rebutan dan akan mati lebih cepat,” imbuh Vivian menaikkan kedua pundak pada mata-mata terarah padanya.“Ya, sebaiknya memang begitu.” Alex menyetujui. “Kamu membutuhkan istirahat, jadi akan jauh lebih baik kalau Damian berada di rumah. Aku tidak ingin melihatmu duduk sepanjang malam dan mengabaikan kesehatan.” Lelaki di dekat ranjang itu menatap sang kakak.“Damian akan kembali ke rumahnya!” seru Amanda, semua menoleh padanya. “Akan sangat baik kalau keluarganya yang merawat!” tekannya, menatap tajam Ines—wanita yang enggan membalas dan memilih menghela napas panjang.“Tidak. Damian akan bersama dengan istrinya!” sembur David, wanita di dekatnya langsung menoleh.“Apa maksudmu? Dia sedang hamil, dan tidak mungkin kalau dia akan mengurus putra kita. Belum lagi kalau dia akan mengusir putra
Smpai di rumah, Damian dipapah Alex untuk masuk. Dokter belum tiba, Ines pun meminta pelayan agar menyiapkan kamar untuk suaminya. Wanita itu hendak beralih ke dapur mengambilkan air untuk membersihkan darah yang mengucur pada perut suaminya, tapi lelaki itu mencegah dan meminta agar ditemani duduk di ruang TV saja. Alex pergi keluar rumah, menghubungi Max untuk sekadar mencari tahu keadaan keluarga Damian selepas keributan di rumah sakit, itu pun atas keinginan Ines yang sempat meminta dalam bisikan terhadap adiknya, ketika tadi ingin membantu Damian turun.“Ambilkan air dan kain bersih,” perintah Ines pada pelayan yang mengantarkan minuman.“Baik, Nyonya.” Asisten rumah tangga itu bergerak pergi.“Tunggu di sini, aku akan mengambilkan baju untukmu.” Ines berucap setelah membantu suaminya berbaring.“Tidak perlu,” cegah Damian. “Bisakah tidak terlalu banyak bergerak? Wajahmu terlihat sangat lelah.”“Damian, aku tidak suka dengan bau darah. Aku akan membersihkan lukamu dan menggantika