Beranda / Urban / Suami Miskinku Ternyata Konglomerat / Bab 31. Misteri di balik Bos

Share

Bab 31. Misteri di balik Bos

Penulis: Nocil Bawel
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-26 22:44:04

Setelah sesi pelatihan itu, suasana di antara kami berangsur tenang. Namun, pikiranku masih terjebak pada pertanyaan tentang Mas Andi dan hubungannya dengan Pak Irawan.

“Mas, sebenarnya kamu sama Pak Irawan itu bagaimana?” tanyaku antusias. Tidak lama kemudian, Windi ikut bergabung duduk di dekatku.

“Eh, iya. Katanya Mas Andi hanya buruh serabutan di sini?” tanya Windi, yang membuatku bertanya apa maksud pertanyaannya itu.

Mas Andi hanya tersenyum. “Namanya karyawan serabutan, itu pasti nggak terikat. Bisa di parkiran, bisa di gudang. Maklum, nggak ada pekerjaan kantor yang cocok buat saya. Inggit sudah tahu dari awal, kenapa bertanya lagi?” jelasnya, membuatku tertawa masam. Ada perasaan bersalah menanyakan hal sensitif ini.

“Tapi, Mas, belum jawab tentang Pak Irawan,” kilahku menunggu jawabannya.

“Oh, itu. Karena sering membantu pekerjaan di Mal Srikandi, jadi Pak Irawan dekat. Dia baik juga, sering ngasih uang tip.” Aku merasa lega dengan jawabannya kali ini.

Ternyata, Mas Andi buk
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 32. Pulang ke Realitas

    Setelah sesi pelatihan yang penuh misteri, aku dan Mas Andi pulang bersama. Kami berjalan kaki dari Mal Srikandi, menikmati suasana malam yang sejuk. Suara bising kendaraan di jalanan mulai berkurang, dan hanya ada desahan angin yang menyapa kami.“Sepertinya hari ini cukup melelahkan, ya?” ucap Mas Andi sambil tersenyum.“Iya, tapi aku senang bisa belajar banyak hal. Rasanya ada yang berbeda kali ini,” balasku.Kami melanjutkan perjalanan, dan meski langkah kami lambat, aku merasa senang bisa menghabiskan waktu bersamanya. Namun, ketika kami sampai di rumah, suasana yang hangat dan penuh cinta mendadak tergantikan oleh ketegangan.Setibanya di rumah, kami mendapati Ibu berdiri dengan wajah masam. “Inggit! Ayo ke sini, sama suamimu!” serunya dengan nada mengancam.Mas Andi dan aku saling bertukar pandang. “Ada apa, Bu?” tanyaku dengan cemas.Ibu langsung membuka suara, “Kita butuh uang untuk pesta keluarga Wicaksono. Kalian harus mencarikan uang itu!”Aku terkejut. “Tapi, Bu, kami engg

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-03
  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 33. Menemukan Jalan

    Mas Andi yang usai membersihkan diri menyegarkan mataku, dia mengusap-usap rambutnya yang basah. Mataku seolah enggan berpaling darinya.“Kenapa masang wajah begitu, kamu mau bujuk mas ya?” Sebuah pertanyaan yang menyadarkan lamunanku kali ini. Aku mendadak gagu bingung mau bicara apa, sampai dia melempar handuk jatuh di pangkuanku.Sembari menekan hidungku, Mas Andi membuka suara lagi. “Buruan mandi, biar segar jadi pikirannya bisa ikut di-refresh ke mode awal. Kalau sekarang masih bahas masalah tadi, kasihan dong, itu gumpalan yang di dalam kepala perlu juga istirahat.”Panjang lebar kalimat yang dia ucapkan, seperti dongeng bagiku. Mataku hampir terpejam, suaranya yang merdu membuatku selalu terkesima.“Loh malah tidur, buruan mandi.” Mas Andi menarik kedua tanganku lalu mengangkat tubuhku sampai tepat di depan pintu kamar mandi. Aku yang terkejut masih terpaku bingung dengan kelakuan suamiku ini, yang dalam pikiranku sebelumnya dia marah perkara guru privat. Kali ini sudah bisa be

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-03
  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 34. Hampir Ketahuan.

    Badanku terasa sakit subuh ini, tepat jam 4 aku bangun, membersihkan rumah serta menyiapkan sarapan pagi. Masih ada beberapa menu dari pesan antar Mas Andi semalam. Melihat Ibu tidak ada di dapur, segera aku memanaskan makanan itu takut keburu basi.Suara air wastafel gemericik ternyata diikuti langkah kaki Mas Andi yang sudah menemaniku di dapur.“Mas, kenapa nggak lanjut tidur? Besok kerjaan siapa tahu banyak. Kata Mas ada bongkaran barang datang hari ini,” ujarku mengambil alih piring yang dipegang Mas Andi.Tangan jahilnya memberikan gumpalan busa di hidungku, aku tertawa dan membalasnya. Sampai dia menunjukkan giginya yang putih dan menjawab pertanyaanku padanya.“Kalau Mas bantuin, Inggit bisa balik ke kamar dengan cepat. Kita bisa mandi bareng,” ajaknya dengan senyum nakal di wajah tampannya.Aku tersipu malu, pria ini bisa membuatku makin bucin padanya. Setiap kali dia berbicara berdua saja, selalu mengodaku dengan kata-kata remeh yang membuat wajahku memerah.“Terserahlah,” j

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 35. Pertanyaan yang mengejutkanku.

    "Mas.... Aku meregek kesal," tidak bisa membalas cibiran Naysila.Tapi ekspresi Mas Andi tetap tenang bagai air mengalir yang tidak ada hambatan. "Kamu sadar gak, dia tadi membuatku marah," omelku padanya.Bukannya memasang wajah marah, dia malah tersenyum dan mengusap wajahku begitu saja. Mas Andi jalan meninggalkanku lebih dulu, kekesalan ini membuatku berlari dan melompat di punggungnya.Aku pikir dengan menggantung di lehernya, dia akan marah dan berbalik memakiku. Tapi malah menggendongku sampai depan mal Srikandi."Apaan sih, malah digendong kayak anak kecil," protesku."Energi kamu udah banyak keluar dari jam 4 tadi, ditambah aku menganggumu dengan ritual pagi. Lalu emosi dan kegaduhan di rumah pagi ini, aku tidak mau kamu memberi muka masam itu kepada para pengunjung di mal," jelasnya yang setelahnya menarik hidungku dengan wajah tersenyum puas.Entah semua penjelasan itu membuatku tersenyum, serta tertunduk malu. Aku menyadari Mas Andi malas menguras energiku sia-sia. Kalau t

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 36. Apa Maksudnya...

    “Maksudnya, Pak?” tanyaku spontan.Pak Irawan tertawa, dia seperti mempermainkanku kali ini. Bahkan tawanya itu sangat puas, sampai dia melihat ke satu sudut dan tawanya berhenti seperti ditutup jin.“Enggak, saya hanya bercanda. Tadi emang kesini bareng beliau, tapi banyak bongkaran. Mungkin dia bersama Andi saat ini,” jelas Pak Irawan, yang menurutku tidak penting sekali.Entah kenapa, walau tidak penting, begitu Pak Irawan menyebutkan kedua nama itu, jantungku terus berdegub kencang. Seolah aku menyukai keduanya, sampai aku harus berusaha menepis perasaan aneh di dadaku.“Pak, maaf, izin bertanya,” ujarku, yang menyodorkan nominal di dalam aplikasi Pay Wallet di smartphoneku. Saldo yang masih aku takut untuk menggunakannya.Windi terlihat penasaran, dia ingin mencuri lihat di sampingku. “Apaan sih, Win? Ini bukan masalahku. Tapi ini masalah suamiku yang gaptek,” ujarku meminta Windi menjauh. Ekspresi wajah Pak Irawan kebingungan kali ini, membuatku mengernyitkan dahi.“Pelit amat s

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-08
  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 37. Emosi Memuncak

    Setiap malam, aku merenungkan keputusan untuk mengambil langkah ini. Mas Andi selalu ada di sampingku, menguatkan hatiku. Dia tidak pernah mengeluh meski kami bekerja hingga larut malam.Suatu malam, saat kami sedang duduk di depan rumah setelah seharian bekerja, aku menatapnya. "Mas, terima kasih sudah selalu ada untukku. Aku merasa lebih kuat bersamamu."Mas Andi tersenyum. "Kita harus saling mendukung. Apa pun yang terjadi, kita hadapi bersama."Namun, saat kami berusaha memperbaiki keadaan, Ibu tampaknya semakin kesal. "Kalian seharusnya bisa lebih baik! Pesta Wicaksono sudah dekat!" teriaknya.Hatiku mulai terbakar lagi. "Bu, kami berusaha! Kami tidak bisa memenuhi semua permintaan tanpa dukungan.""Tapi kamu memilih hidup dengan menantu miskin ini!" Ibu membalas dengan sinis.Aku merasa marah. "Mas Andi bukan hanya menantu, dia suamiku! Tidak ada yang bisa merendahkan dia!"Mendengar kata-kataku, Ibu seakan terdiam. Namun, dia segera menemukan cara untuk kembali menyerang. "Kamu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-08
  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 38. Tuduhan berujung malu.

    "Pagi sayang," sapaku.Mas Andi terlihat enggan bangkit dari tempat tidur, aku segera keluar untuk membuat sarapan. Tiba-tiba suara Ibu terdengar mengomel menghampiriku."Nggit, coba kamu tidak menikah dengan dia, kamu pasti tidak harus bersusah payah," ocehnya lagi membuat kupingku panas."Kenapa sih Bu itu terus dibahas, nggak ada habisnya," balas Inggit.Aku lanjut memasak sambil mencuci piring di wastafel, sampai suara Ibu terdengar lagi. Semakin menyulut emosiku."Padahal Arga itu mapan, kamu bisa hidup tanpa harus bekerja dan bersusah payah," ungkap Ibuku yang membuatku geram."Terus kenapa Ibu masih mau? Waktu kakek menawarkan Andi menikah denganku, Ibu takut melawan kakek?" tanyaku yang membuat Ibu langsung membanting pintu kamar mandi.Aku terkejut, jantungku seperti mau copot, bahkan saat ini di pikiranku semua penghuni di dalam rumah juga bangun akibat suara bantingan pintu itu. Tapi, aku pikir sudah berhenti sampai di situ saja, suara kesunyian kembali menemaniku sampai ter

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-10
  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 39. Tuduhan yang beruntut ...

    Aku baru merasa lega setelah mendengar penjelasan Mas Andi. Akhirnya masalah uang yang diminta Ibu bisa kami selesaikan tanpa drama tambahan. Namun, naluri dalam diriku seolah terus memanas, memberi firasat bahwa kedamaian ini tidak akan bertahan lama. Apa lagi yang akan Ibu lakukan pada kami? Pikiran itu membuat langkahku terasa berat saat aku dan Mas Andi berjalan menuju mal Srikandi.Di mal, aku memperhatikan gerak-gerik Mas Andi yang sedikit berbeda. Mas Andi terlihat berbisik pada staf Office, lalu menerima sesuatu yang mirip dengan kunci mobil. Kecurigaan langsung menjalar dalam pikiranku. Aku berusaha mendekat tanpa terlihat, ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Namun, saat itu juga, seseorang muncul dari arah belakangku. Mas Gunawan, kakak iparku yang bekerjadi juga di mal ini."Sedang apa kamu di sini, Andi?" suara Mas Gunawan terdengar penuh kecurigaan, seperti seorang penjaga yang baru saja menemukan penyusup.Mas Andi terlihat tenang, tetapi nada suaranya tetap rendah.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-14

Bab terbaru

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 45. Menenangkan Mas Andi

    Di tempat kerja, ketegangan semakin terasa. Orang-orang mulai lebih terbuka dengan sikap mereka, dan setiap kata yang terlontar membuat hatiku semakin tergerus.“Nggit dengar-dengar kamu masih dari kasta Wicaksono,” celetuk seseorang yang bersama Lela, aku langsung terkejut mendengarpertanyaannya itu.Belum juga aku menjawab Lela langsung memotongnya, “Percuma kalau terlahir dari keluarga kasta tapi suaminya buruh serabutan.” Sambil tertawa Lela bersama temannya.“Benar perkataanmu Lela, aku jadi merasa kecewa dengan sistem kasta di kota ini. Karena, orang-orang seperti dia ini yanhg menjatuhkannya.” Mata wanita itu penuh ejekan aku sangat ingin membalasnya tapi Lela seperti menyadari apa yang ingin aku lakukan.“Sudahlah, pergi dari sini, buang-buang waktu saja,” ucap Lela yang melempar tawa padaku.Sebelum mereka pergi Lela berbisik tajam, &ldq

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 44. Omong Kosong yang Memuakkan.

    Pagi itu, seperti biasa, aku dan mas Andi berangkat bekerja bersama. Tapi suasana di antara kami berbeda, ada ketegangan yang tersisa di udara, meskipun kami berusaha terlihat biasa saja. Kami berjalan di sepanjang trotoar, kaki kami terbenam dalam pemikiran masing-masing. Aku bisa merasakan beban di pundaknya, entah mengapa, aku merasa beban itu sekarang juga menjadi milikku.Di tempat kerja, aku berusaha fokus. Namun, segala sesuatu yang terjadi di luar pekerjaanku terus mengganggu pikiranku. Lela, teman-temanku dan semua suara yang meremehkan mas Andi seperti bayangan yang menempel di kepala. Setiap tatapan, setiap bisikan yang mereka lemparkan, aku tahu bahwa ini tidak akan pernah berakhir. Mereka tak akan berhenti berusaha mengubah pikiranku tentang mas Andi.“Nggit, aku mau antar ini dulu ke gudang,” ucap Windi, yang mengagetkanku dari lamunan.“Oh, iya.”Aku membalas singkat. Windi terlihat

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   42. Hasutan Teman

    "Inggit, aku tidak mengerti kenapa kamu bertahan dengan orang seperti Andi," suara Lela memecah keheningan di ruang tamu. Suaranya terdengar lembut, tapi menyimpan nada tajam yang tak bisa disembunyikan.Aku meletakkan cangkir teh yang belum sempat kuminum, merasa dadaku mendidih. "Lela, Andi adalah suamiku. Kenapa kamu bicara seolah-olah aku tidak punya pilihan dalam hidupku?"Lela mendekatkan dirinya padaku, menatap lurus ke mataku dengan ekspresi prihatin yang dibuat-buat. "Aku hanya ingin yang terbaik untukmu, Nggit. Kamu tahu aku selalu mendukungmu. Kamu perempuan cerdas, punya pekerjaan bagus, cantik. Kamu bisa hidup dengan seseorang yang sepadan. Kenapa harus mempertahankan dia?"Aku menarik napas panjang, berusaha menjaga agar emosiku tidak meledak di hadapannya. Tangan Andi yang kurasakan di bahuku tadi pagi, masih terasa seperti bayang-bayang perlindungan yang dia berikan. "Lela, mas Andi mungkin bukan orang ka

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 43. Melawan Hasutan yang Datang

    Esoknya, aku kembali bekerja dengan pikiran yang penuh amarah terpendam. Pekerjaan yang seharusnya bisa kuselesaikan dengan tenang terasa begitu sulit, setiap suara, setiap pandangan dari rekan-rekan kerja seperti membawa kembali semua hinaan dan ejekan yang selama ini mereka lemparkan pada mas Andi.“Win aku ijin istirahat lebih dulu, ya? Soalnya aku mau nemuin, teman sekolahku dulu,” ujarku saat itu yang di balas anggukan oleh Windi.Di waktu istirahat, aku tidak bisa menahan diriku lagi. Aku mendekati Lela, yang sedang duduk dengan rekan-rekan lain di kantin. Mereka berhenti berbicara saat aku tiba, aku bisa merasakan ketegangan yang mulai terbentuk."Lela, kita perlu bicara."Aku memanggilnya, berdiri tepat di depannya duduk.Dia mendongak, tampak terkejut menatap wajahku, tapi berusaha mempertahankan ekspresi tenangnya. "Ada apa, Nggit?"Aku menatapnya tajam, tak

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 41.  Perhiasan Ketemu

    Detik itu juga, kata-katanya seperti pisau yang menusuk hatiku. Aku berdiri terpaku, tidak percaya bahwa kata-kata penuh kebencian itu keluar dari mulut adikku sendiri. Aku mencoba bicara, namun suaraku seakan tercekat di tenggorokan. Mas Andi menggenggam tanganku, memberi isyarat agar aku tidak tersulut lebih jauh.Namun, emosi itu sudah tak terbendung lagi. Aku menarik napas panjang, lalu menatap Vanya dengan tatapan penuh luka dan kekecewaan. "Kamu tahu, Vanya, kebencianmu ini tidak akan membawamu ke mana-mana. Kamu boleh menghina mas Andi, tapi jangan lupa, Kakek memilihnya untukku dengan sadar, dengan sepenuh hati. Kalau kamu tidak bisa menghargainya, maka mungkin kamu juga tidak perlu menghargai kakek sebagai orang tertua di keluarga ini."Wajah Vanya mengeras, tapi dia memilih diam, tak lagi membalas. Kami berdiri dalam keheningan yang menusuk, sampai akhirnya mas Andi menarikku pergi, mengakhiri pertikaian yang terasa membekas dalam benakku.“Ayo kita jalan-jalan lagi, biar te

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 40. Fakta di balik CCTV

    "Apa-apaan ini, kalian? Baru pulang sudah membuat keributan lagi!" Ibu berkata dengan nada penuh ketidaksukaan. Tatapannya langsung tertuju pada Mas Andi, seolah mencari alasan untuk menyalahkannya lagi."Ibu, ini tidak benar," ujarku, mencoba menahan emosi. "Vanya menuduh Mas Andi tanpa bukti!"Namun, Ibu hanya mendengus dan aku bisa melihat ketidakpedulian dalam matanya. "Perhiasan itu mahal, Inggit. Dan bukankah sudah jelas siapa yang paling mungkin menginginkannya?"Aku merasa darahku mendidih. Mereka memperlakukan Mas Andi seolah dia bukan bagian dari keluarga, seolah dia adalah ancaman. Aku memandang wajah Mas Andi, yang tetap tenang, tapi aku tahu di dalam dirinya, ada amarah yang sedang ditahan.Akhirnya, Mas Andi angkat bicara, suaranya pelan namun tegas. "Saya tidak pernah mencuri, Bu. Apa yang Ibu tuduhkan terlalu jauh."Mata Ibu berkilat dan Mas Andi berbalik pada Vanya. "Coba cari baik-baik, Vanya. Pastikan di mana terakhir kamu meletakkannya. Jangan sembarangan menuduh o

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 39. Tuduhan yang beruntut ...

    Aku baru merasa lega setelah mendengar penjelasan Mas Andi. Akhirnya masalah uang yang diminta Ibu bisa kami selesaikan tanpa drama tambahan. Namun, naluri dalam diriku seolah terus memanas, memberi firasat bahwa kedamaian ini tidak akan bertahan lama. Apa lagi yang akan Ibu lakukan pada kami? Pikiran itu membuat langkahku terasa berat saat aku dan Mas Andi berjalan menuju mal Srikandi.Di mal, aku memperhatikan gerak-gerik Mas Andi yang sedikit berbeda. Mas Andi terlihat berbisik pada staf Office, lalu menerima sesuatu yang mirip dengan kunci mobil. Kecurigaan langsung menjalar dalam pikiranku. Aku berusaha mendekat tanpa terlihat, ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Namun, saat itu juga, seseorang muncul dari arah belakangku. Mas Gunawan, kakak iparku yang bekerjadi juga di mal ini."Sedang apa kamu di sini, Andi?" suara Mas Gunawan terdengar penuh kecurigaan, seperti seorang penjaga yang baru saja menemukan penyusup.Mas Andi terlihat tenang, tetapi nada suaranya tetap rendah.

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 38. Tuduhan berujung malu.

    "Pagi sayang," sapaku.Mas Andi terlihat enggan bangkit dari tempat tidur, aku segera keluar untuk membuat sarapan. Tiba-tiba suara Ibu terdengar mengomel menghampiriku."Nggit, coba kamu tidak menikah dengan dia, kamu pasti tidak harus bersusah payah," ocehnya lagi membuat kupingku panas."Kenapa sih Bu itu terus dibahas, nggak ada habisnya," balas Inggit.Aku lanjut memasak sambil mencuci piring di wastafel, sampai suara Ibu terdengar lagi. Semakin menyulut emosiku."Padahal Arga itu mapan, kamu bisa hidup tanpa harus bekerja dan bersusah payah," ungkap Ibuku yang membuatku geram."Terus kenapa Ibu masih mau? Waktu kakek menawarkan Andi menikah denganku, Ibu takut melawan kakek?" tanyaku yang membuat Ibu langsung membanting pintu kamar mandi.Aku terkejut, jantungku seperti mau copot, bahkan saat ini di pikiranku semua penghuni di dalam rumah juga bangun akibat suara bantingan pintu itu. Tapi, aku pikir sudah berhenti sampai di situ saja, suara kesunyian kembali menemaniku sampai ter

  • Suami Miskinku Ternyata Konglomerat   Bab 37. Emosi Memuncak

    Setiap malam, aku merenungkan keputusan untuk mengambil langkah ini. Mas Andi selalu ada di sampingku, menguatkan hatiku. Dia tidak pernah mengeluh meski kami bekerja hingga larut malam.Suatu malam, saat kami sedang duduk di depan rumah setelah seharian bekerja, aku menatapnya. "Mas, terima kasih sudah selalu ada untukku. Aku merasa lebih kuat bersamamu."Mas Andi tersenyum. "Kita harus saling mendukung. Apa pun yang terjadi, kita hadapi bersama."Namun, saat kami berusaha memperbaiki keadaan, Ibu tampaknya semakin kesal. "Kalian seharusnya bisa lebih baik! Pesta Wicaksono sudah dekat!" teriaknya.Hatiku mulai terbakar lagi. "Bu, kami berusaha! Kami tidak bisa memenuhi semua permintaan tanpa dukungan.""Tapi kamu memilih hidup dengan menantu miskin ini!" Ibu membalas dengan sinis.Aku merasa marah. "Mas Andi bukan hanya menantu, dia suamiku! Tidak ada yang bisa merendahkan dia!"Mendengar kata-kataku, Ibu seakan terdiam. Namun, dia segera menemukan cara untuk kembali menyerang. "Kamu

DMCA.com Protection Status