Gemini memutar badannya di depan cermin. Sesekali menyentuh rambut yang diikat dengan gaya sanggul. Menambah keimutan gadis itu. Apalagi saat dia menampilkan senyum cerah, matanya yang cantik pun ikut tersenyum.
Rok berwarna dusty pink membalut tubuh kecil Gemini. Ia sangat menyukai penampilannya saat ini. Belum lagi karena dia dan orang tuanya akan jalan-jalan sebentar lagi, yang menambah rasa gembira.Sementara Litha melihat putrinya yang begitu bahagia, jadi langsung mencubit lembut pipi tembam Gemini. Dentuman kebahagiaan dalam dirinya tak bisa ia sampaikan melalui kata-kata.“Ayo, Sayang. Papa udah nunggu kita di depan.”Gemini mengangguk dan tak lupa mengambil tas seukuran ponsel. Litha membantu Gemini memakaikan tas selempang sebelum mereka turun ke lantai pertama.Kalandra tengah menunggu di depan pintu. Lelaki itu mengenakan kaos putih dan luaran jaket berwarna grey. Nampak santai dengan senyum cerahnya. Litha suka melihat KalanDevita menemani Gemini kembali lebih dulu ke vila lantaran sudah malam dan Gemini pun agak mengantuk. Litha tak perlu mencemaskan Gemini karena Devita dapat diandalkan.Kedua sosok itu masih berada di pesisir pantai sambil menikmati secangkir coklat panas. Mereka duduk menghadap pantai dan sesekali saling melempar senyum. Begitulah ketika mereka sudah berbaikan.“Saat Gemini lahir, cuma ada satu orang yang menemani aku. Dia ngasih aku semangat untuk bertahan. Dia mengajari aku untuk menjadi ibu sekaligus ayah untuk Gemini.” Litha menceritakan saat-saat ia melahirkan Gemini. Kenangan lima tahun lalu memenuhi pikirannya. Di sisi lain ia begitu bahagia setelah melahirkan, tetapi Litha sempat merasa tertekan karena harus mengurus Gemini—sepanjang hari.Kalandra menatapnya penuh perhatian. “Andaikan kamu datang padaku.”“Datang padamu lalu keluargamu akan mengambil Gemini dan aku ditinggalkan sendirian? Apa itu yang kamu mau?”Kalandra tentu s
Pagi-pagi sekali Kalandra sudah menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya. Devita paling lahap menyantap sarapan, sedangkan Litha hanya menyuap sepotong tomat dan sudah merasa kenyang.Litha berusaha ingin menghabiskan sarapan buatan Kalandra, tetapi rasa khawatir sejak tadi malam menyebabkan pencernaannya jadi terganggu.Kalandra menggenggam tangan ramping milik istrinya, lalu menyapu wajah Litha dengan tatapan lembut yang disisipi isyarat bertanya. Litha hanya menggeleng seraya tersenyum kecil. Sampai detik ini pun tak ada satu cerita yang Litha sampaikan tentang keluarganya pada Kalandra. Semua tersimpan dalam memori yang sudah terbuka kembali. Ibunya tega sekali meminta saham Litha. Padahal Litha menyimpannya untuk masa depan Gemini.“Kak Litha kenapa pagi-pagi begini kelihatan kurang semangat?” celetuk Devita lalu kembali menyuap telur mata sapi.“Masa sih? Aku merasa baik-baik aja. Apa mungkin karena keban
Dana kompensasi yang masuk ke rekening Litha membuat matanya tak mengejap. Belum lagi nama si pemilik rekening yang mengirim uang tersebut adalah Indira. Sekarang apakah sudah jelas bahwa wanita itu menyesal akan tindakannya?Entahlah. Litha belum dapat memastikan.Dikarenakan ia bingung untuk menerima uang tersebut atau dikembalikan, ia putuskan mencari Kalandra. Kabarnya sekarang Kalandra tengah berada di lokasi syuting, dan untungnya lokasi tersebut tak begitu jauh.Kalandra lebih dulu menemukan Litha yang celingukan mencari dirinya lalu menghampiri dengan segera.“Cie, Pak Produser dicari sama istrinya.”“Kira-kira mau ngapain ya sampai datang ke lokasi syuting?”“Dengar-dengar beliau ditawari casting sama Pak Sutradara.”“Hah? Yang benar? Emangnya masih butuh pemain tambahan?”“Hush! Kerja! Jangan banyak ngegosip. Apalagi menggosipkan istri Produser kita. Kalian mau diusir?”Meski mereka sudah berh
Gaun pesta dan hadiah ulang tahun sudah Litha siapkan. Kini saatnya ia pergi ke kamar Gemini untuk mendandani gadis itu. Ia mendapati Gemini sudah menunggu di depan cermin—tengah mengamati wajah dan mata bulatnya.“Aku juga mau pakai bando, Ma,” katanya setelah selesai memakai gaun dan menata rambut. Litha membiarkan rambut bergelombang Gemini tergerai sampai punggung.“Kamu mau pilih yang mana?”“Yang warnanya senada sama gaunku.”“Oke. Mama yang pilih, ya.”Litha menyematkan bando berwarna biru muda senada dengan gaun pesta yang dikenakan Gemini. Senyum gadis kecil itu mengembang sempurna di wajahnya. Sekarang mereka sudah siap berangkat ke pesta ulang tahun Anggita—yang sudah ditunggu-tunggu oleh Gemini. Pasalnya di sekolah Anggita selalu membicarakan rencana pesta ulang tahun dan gaunnya yang sudah gadis itu siapkan.Pesta tersebut akan diadakan di sebuah hotel pada pukul empat sore. Mereka masih memiliki waktu sekitar empat puluh menit sebelum pesta dimulai. Litha membantu Gemin
“Kakak tidak marah, Jer. Kakak cuma… panik.” Raut panik Litha tergantikan oleh ekspresi haru sekaligus bahagia melihat adiknya berada di depan mata. Bagaimana dia harus menjelaskan bahwa dia sangat bahagia bertemu kembali dengan Jeremy, yang dulu selalu menempel padanya.“Kenapa Kakak harus panik? Aku sempat dengar mereka membicarakan Kakak tadi. Aku mau membungkam mulut mereka sekarang!” Kepala Jeremy terasa panas setelah ingat ucapan orang-orang di dalam sana. Jeremy pun berpikir bahwa kakaknya selalu mendapatkan cibiran setelah keluar dari rumah.“Jer. Kamu ke sini emang mau ribut sama ibu-ibu itu?”Mendengar pertanyaan Litha, Jeremy menggeleng. “Tentu saja tidak. Hanya saja aku kesal karena mereka menyakiti perasaan Kakak.” Jeremy menjawab lalu menambahkan, “aku ke sini sama pacarku, Kak. Pacarku Tantenya Anggita. Kakak sendiri kenapa bisa di sini?”Setelah membenahi perasaan haru, Litha mengukir senyum. Mungkin apa yang akan dia katakan pada Jeremy merupakan sebuah kejutan. “Kepo
“Apa Kakek nanti tidak marah kalau Om Jeremy nganter kita pulang?” Pertanyaan Gemini membuat Jeremy tersenyum kecut. Pria itu tengah melajukan mobil, menuju ke rumah Litha dan Gemini. Jelas sang ayah akan marah, meski begitu Jeremy tak takut. Dia sudah menuruti semua perkataan ayahnya, bahkan ketika dijodohkan dengan Adsila, Jeremy juga tidak menolak.“Kakek orangnya baik, kok. Jadi tidak akan marah. Hm… kenapa Gemini bisa bertanya begitu?”“Karena sampai sekarang kakek tidak pernah mencari kami.” Jawaban Gemini terdengar pahit sampai-sampai Jeremy tak dapat menguraikan perasaanya. Bagaimana dia harus menanggapi ucapan si kecil ini? Dada Jeremy terasa sesak.Andai saja sang ayah melihat Gemini, mungkin hatinya akan melunak meski sedikit.“Kamu mau ketemu Kakek dan Nenek?”“Hm…,” Gemini menepuk-nepuk dagunya sembari memandang lalu lintas dari balik jendela mobil. “Gimana, ya. Gemini takut nanti mereka marah-marah.”“Haha.” Jeremy tertawa canggung. Memang mungkin saja mereka akan mar
Ketika Litha melangkah keluar dari kamar mandi, ia mendapati Kalandra tengah memasukkan pakaian ke dalam koper. “Kamu mau ke mana?”“Maaf, Sayang, aku belum sempat bilang sama kamu. Ada beberapa adegan yang mesti diambil di luar kota, kurang lebih selama tiga hari aku bakal di sana.”Tadinya setelah Litha pulang dari hotel, Kalandra ingin memberitahunya, tetapi sayang ada tamu tak terduga mampir ke rumah.Litha segera menghamburkan diri ke dalam dekapan Kalandra. Ia harus melalui tiga hari ke depan tanpa Kalandra. Sekarang saja ia sudah merasa merindukan lelaki itu.“Apa harus selama itu? Tiga hari itu lama, Sayang.” Litha mendongak untuk menatap wajah bersih Kalandra.Tatapan teduh lelaki itu jatuh pada wajah Litha. “Kamu mau ikut?”“Gemini harus sekolah.”“Aku bakal sering video call,” ujar Kalandra, memeluk istrinya semakin erat diselingi dengan mengecup daun telinga Litha.“Sayang, bereskan dulu koper kamu. Kamar jadi berantakan tahu!”Kalandra tersenyum tak berdaya dan terpaksa h
Beberapa waktu ini Litha jadi lebih sering berkunjung ke kediaman utama. Walaupun atmosfer yang menyapa tetap terasa dingin. Ketika ia sampai, Rosella memerintahkan untuk menemaninya ke salon. Suatu ajakan yang luar biasa dan jarang terjadi pada Litha.Mertua yang biasanya terang-terangan mencibir di depan banyak orang, kini dengan suara teduh mengajak Litha pergi ke salon favorit. Biasanya wanita paruh baya itu selalu ditemani oleh menantu pertama. Namun, kali ini Rosella berhasil membuat dagu kedua menantunya jatuh.Litha masih menelan saliva dalam-dalam. Bahkan, saat sampai di salon. Hari ini Rosella ingin mengganti gaya rambutnya, bahkan menyarankan Litha untuk membenahi gaya rambutnya juga. Litha pun setuju seraya menunggu hal apa yang mungkin akan dikatakan Rosella nanti.Jelas Litha tahu Rosella mengajaknya ke salon bukan semata-mata untuk menemani.“Perusahaan sedang membutuhkan dana untuk pengembangan proyek baru. Papa Mertua kamu berharap bisa bekerja sama dengan Mahardika
Seusai makan siang, Arvin dan Devita memilih pergi ke aquarium sebagai destinasi libur akhir pekan. Tak terasa sudah beberapa bulan ini mereka berkirim pesan singkat, dan kadang-kadang makan malam dan pergi ke tempat-tempat romantis. Layaknya pasangan kekasih pada umumnya.Namun, yang berbeda adalah status mereka masih tetap teman. Devita selalu menganggap jalan-jalan bersama Arvin adalah hal yang istimewa. Hal tersebut mengusik pikiran Devita sepanjang waktu.Apa yang telah dia lakukan selama beberapa bulan ini?Apakah Arvin memang hanya menganggapnya sebagai teman?Pria itu tak pernah mengutarakan perasaannya.“Pak Arvin, aku agak lelah. Aku mau pulang duluan.” Devita menarik langkah meninggalkan Arvin, yang saat itu sedang mengambil foto sebuah karang.Arvin segera menyusul dan mengikuti Devita. Perempuan itu berkata sedang lelah, tetapi masih kuat jalan kaki. Arvin pun mengira bahwa ia mungkin melakukan sesuatu yang tak disukai Devita.“Dev, mau saya pesankan taksi?”Sejak tadi Dev
Seharian penuh Rosella tinggal di rumah Kalandra. Dan sekarang dia ditemani oleh Kinasih. Sementara Gemini dan Kirana dijaga oleh Mbak Tina di kediaman utama. Sepulang kerja, Genta yang akan mengantar Gemini pulang nanti.Sebenarnya Kinasih agak enggan menemani Rosella, mengingat dia melontarkan kekesalan pada ibu mertuanya itu.“Semalam aku sangat emosional, Ma. Jangan menaruh kebencian Mama sama aku, ya?” Kinasih menggigit bibirnya ke dalam seraya memindai raut muka Rosella. Meskipun Kinasih kerap mencebik Litha, sebetulnya hati Kinasih cukup rapuh bila ditekan amarah Rosella.“Hm, jangan ulangi lagi.” Rosella seperti tak mempermasalahkan karena sebetulnya, dia belum ada tenaga berurusan dengan Kinasih.Kinasih mengembuskan napas lega. “Apa Litha beneran bakal pulang, Ma? Kenapa sampai sekarang dia belum pulang juga?”“Jangan cerewet. Mending kamu pijat kepala Mama.”“Oke, Ma.” Kinasih dengan segera mengambil posisi berdiri di belakang Rosella. Jari-jarinya menari di pelipis Rosella
Pagi-pagi sekali Kalandra bersiap berangkat ke rumah orang tua Litha. Dia bahkan melewatkan sarapan agar segera bisa bertemu istri dan anaknya. Padahal mereka hanya berpisah satu malam.“Aku berangkat, Ma.”“Mama tunggu kalian pulang.”Kalandra tiba-tiba saja menghentikan langkah karena menebak isi pikiran sang ibu. “Ma, aku sarankan Mama pulang saja kalau Mama menunggu Litha hanya untuk memarahi dia. Aku tak akan membiarkan Mama berkata kasar lagi di depan Litha.”Rosella berdecak serta mendelik tajam. Apa hanya itu yang mampu Kalandra pikirkan tentang dirinya. “Pokoknya kamu bawa saja dia pulang.”Kalandra tak berucap lagi dan segera melangkah menuju mobil. Dewa menunggu dengan mobil yang sudah siap berangkat.“Tunggu aku. Aku dalam perjalanan.” Begitulah isi pesan obrolan yang dikirim Kalandra pada Litha. Lelaki itu berlama-lama menatap layar ponsel—menunggu balasan dari Litha—yang tak kunjung muncul di layarnya.“Berapa menit lagi kita sampai?”“Sekitar 50 menit lagi, Pak.”“Lama
“Jer, tolong temani Gemini sebentar. Aku mau bicara sama Papa,” ucap Litha pada Jeremy. Mata dalam Litha menunjukkan kilatan keseriusan.Wajah Jeremy biasanya dihiasi keceriaan melihat sang kakak dan keponakan kecil yang lucu. Namun, melihat wajah serius dan guratan kegelisahan di wajah Litha, Hati Jeremy merasa ditusuk. Pria itu tahu kedatangan Litha pasti karena perusahaan Kalandra yang sedang dalam masalah.“Kakak ke atas aja. Gemini aman sama aku.” Jeremy dengan cepat mengubah ekspresi wajahnya kala menoleh pada Gemini. “Gemini suka main apa? Kasih tahu Om, dong.”“Gemini suka main puzzle sama bersepeda.”“Kebetulan Om punya puzzle.”“Oh ya? Gemini mau main puzzle, Om.”“Om suruh Bibi bawain ke ruang keluarga.”Sementara itu, Litha membawa langkahnya menapaki anak tangga ke lantai dua. Ia sudah menyangka kalau sang ibu pasti sudah menunggu dan ingin mendahului berbicara dengannya.Elvira menarik Litha ke suatu sudut. “Apa yang ingin kamu katakan pada Papamu? Kamu bisa bicarakan du
“Bukannya Pak Kalandra adalah menantu beliau?”“Iya, itu memang benar.”“Tapi, kenapa mereka bertindak begini?”“Belum ada kepastian apakah Mahardhika Cita Multiusaha Group yang ada di belakang semua ini.”“Pagi ini mereka datang mengusulkan akusisi. Masih bilang tidak ada hubungannya dengan mereka? Hmph!”Setelah berdebat sejak siang hari, mereka menunggu Kalandra membuat keputusan. Setelah berdiskusi dan berpikir matang-matang Kalandra berkata, “Perusahaan ini akan berjalan dengan semestinya. Kita akan mendapatkan investor baru. Dan saya menyerahkan tugas ini pada Arvin.”“Saya tidak akan mengecewakan Bapak.”“Kita harus secepatnya mendapatkan investor Pak. Kalau tidak, produksi film kita akan terhenti.”Semua orang di ruang rapat tampak cemas memikirkan nasib perusahaan. Diskusi kembali berlanjut soal bagaimana mereka akan mendapatkan calon investor bagi perusahaan.Rapat itu usai mendekati waktu makan malam. Kalandra langsung pergi ke ruangannya, bahkan melewatkan makan malam. Ia
“Kamu sudah selesai bekerja? Aku sengaja ingin mengantarmu pulang.”Wanita itu seolah merasakan getaran yang membuat tubuhnya terpaku. Namun, perlahan dia memutar wajahnya untuk melihat pria tak asing itu begitu dekat. Dia bahkan bisa merasakan embusan napas pria itu seakan meraba wajahnya.“Kamu demam? Wajahmu kelihatan agak merah.” Tanpa diduga Hedy menggenggam wajah Indira dengan kedua telapak tangan besarnya. “Sedikit hangat.”“Lepaskan,” perintah Indira lalu buru-buru menjauhkan diri. Hati Indira belum siap untuk menerima seseorang. Dia takut akan dikecewakan lagi. Dan lagi pula, Hedy memiliki penggemar wanita yang lebih banyak dari Kalandra. Ada berapa banyak perempuan yang ingin menjadi kekasih Hedy?Indira tak mau berharap meski untuk sedetik saja. Meski begitu Indira tak bisa menghindari pria itu karena Hedy akan selalu datang ke lokasi syuting atau menyuruh Indira datang ke apartemen—mencicipi masakan Hedy.Ini membuatnya seakan bisa gila.“Bereskan barangmu. Aku antar pulang
“Apa katamu? Kamu sudah mengandung 6 bulan, Litha?!” Guntur yang gelap mata mendengar pernyataan putri sulungnya, menampar Litha dengan begitu keras sampai-sampai badan Litha terhuyung.Karena Litha ingin mempertahankan bayi itu, dia menyimpan rahasia tersebut selama enam bulan. Semakin besar kandungannya, membuat Litha harus jujur pada orang tuanya.“Anak durhaka. Anak kurang ajar! Anak tidak tahu diri! Tidak bermoral!” Guntur mencaci habis-habisan dan sekali lagi melayangkan tamparan. Tubuh Litha terhuyung, tangannya dengan cepat mencengkram lengan sang ibu. Untung saja Litha tak jatuh ke lantai, jika tidak ia bisa kehilangan bayinya. Elvira membantu Litha lalu berdiri di depannya seperti tameng. Sementara Jeremy merengkuh kaki sang ayah sambil berteriak.“Jangan sakiti Kak Litha, Pa! Jangan!” Jeremy menangis ketakutan. Namun, hanya ada satu orang yang terdiam mematung menyaksikan keadaan itu, seolah-olah tak ada hubungannya dengan dia.“Jangan membela anak kurang ajar ini! Kita mem
Devita sengaja menunggu di tempat parkir perusahaan Kalandra. Sengaja tak memberitahu Arvin supaya terlihat seperti kebetulan. Setiap kali ada karyawan pria yang keluar dari gedung itu, Devita menajamkan penglihatan.“Duh, apa mungkin dia tidak lembur malam ini?” Dia bertanya pada dirinya sendiri. Sebab Devita sudah berdiam di sana selama lebih dari 30 menit. “Ini salahku karena tak mencari tahu dulu. Apa aku tanya Kak Kalandra aja? Aku tanya nomor handphone Arvin gitu?” Devita segera menghilangkan pertanyaan itu dari pikirannya. Apa yang akan dikatakan Kalandra nanti. Devita bisa diejek habis-habisan.“Ow! Mikirin aja buat aku merinding.”Senyum Devita mengembang kala sosok yang ditunggunya keluar dari pintu gedung. Pria yang selalu rapi dengan suit putih membalut tubuh tingginya.Dia segera menyalakan mobil, melaju pelan sampai ke depan gedung. Kemudian membuka jendela mobil.“Hai, Pak Arvin!”“Devita? Ngapain di sini?” Arvin melangkah lebih dekat ke mobil gadis itu seraya sedikit
Senyum Hani lenyap dibarengi dengan mata membelalak begitu tatapannya beradu dengan mata dingin Litha. Bukankah sudah jelas dia meminta Kalandra datang ke kamar ini tanpa sepengetahuan siapa pun. Harusnya lelaki itu tetap di sini.Lantas mengapa Litha bisa ada di kamarnya sekarang dan di mana Litha menyembunyikan Kalandra?“Kenapa syok begitu? Dekorasi kamar kamu cukup, sederhana ya. Ya, namanya juga kamar jarang dipakai. Karena sudah terlalu lama, aku lupa kamarku yang mana, jadi aku masuk ke sini deh,” kata Litha kala meraba buku-buku di dalam rak.Hani menghela napas kesal. “Jangan basa-basi lagi. Gimana kamu tahu kalau suami kamu ada di kamar ini?” Dengan gamblang Hani bertanya. Dia terlalu malas untuk pura-pura tak tahu di depan Litha.Litha tersenyum tipis. Semua berkat pesannya pada Jeremy. Lelaki itu panik saat kembali dari kamar mandi dan menemukan Kalandra tak ada di ruang tamu. Karena takut mengecewakan sang kakak, Jeremy pun pergi ke ruang keamanan guna melihat kamera peng