Pagi harinya kesibukan sudah sangat terlihat di rumah keluarga Bramantya. Ayah dan Kak Hendri sudah mulai kembali membuat segala sesuatu untuk kebutuhan kafe. Sedangkan Bunda dan Deli pergi kepasar untuk membeli bahan-bahan yang akan dimasak untuk kafe. Deli meminta bantuan kedua sahabatnya untuk berbelanja ke pasar.
"Bun, kita mau beli apa dulu Bun?" kata Dian.
"Kita ke toko yang menjual tepung tepungan aja dulu. Bunda mau beli bahan-bahan buat kue."
Mereka berempat kemudian pergi menuju toko P & D. Bunda membeli semua bahan yang dibutuhkannya untuk membuat roti dan gorengan.
"Kemana lagi Bun?"
"Ketengah pasar aja. Nanti apa yang Bunda butuhkan langsung aja kita beli. Catatannyakan sudah ada itu, jadi tidak akan ribet lagi memikirkan apa yang mau dibeli."
Mereka berempat berkeliling-keliling pasar hampir sampai tiga jam lamanya. Akhirnya setelah selesai membeli piring, gelas, sendok garpu dan sumpit yang lucu-lucu, Bunda dan ketiga putrinya langsung memasukkan barang barang yang telah mereka beli kedalam bagasi mobil Dian dan Dina. Setelah semua barang masuk kedalam mobil, kedua mobil itu meninggalkan parkiran pasar, mereka menuju ke rumah Deli.
Tak berapa lama, mereka akhirnya sampai juga di rumah Deli. Ayah dan Kak Hendri membantu Deli dan kedua sahabatnya untuk menurunkan belanjaan yang mereka beli di pasar.
Bunda yang sudah memasak tadi pagi, langsung menyiapkan makanan tersebut untuk menu makan siang. Selesai Bunda menyiapkan makanan di atas meja, semuanya langsung berkumpul untuk menyantap hidangan tersebut. Mereka makan dengan sangat lahap. Hari ini mereka akan bekerja sampai larut malam, karena hari selasa kafe akan resmi dibuka.
Ayah dan Hendri serta Dian sibuk menata setiap sudut taman yang disulap menjadi kafe dan perpustakaan dengan tema outdoor. Sedangka Deli dan Dina sibuk membuat toko online untuk penjualan menu menu yang bisa dipesan secara online. Akhirnya saat jarum jam menunjukkan pukul sepuluh malam, Ayah menyelesaikan kerja hari ini.
"Baiklah karena udah malam kita istirahat dulu. Besok kita akan melakukan finishing akhir. Biar semuanya nampak sempurna saat pembukaan kafe. Satu lagi untuk yang penjualan secara online bagaimana Del?" tanya Ayah.
"Beres ayah. Tinggal besok posting semua menu yang akan dijual. Nanti beberapa gambar asli dari menu di buat Bunda, yang sisanya akan ambil gambar dari internet."
"Oke sip. Berarti udah ada tokonya tinggal isi toko yang belum. Bagus berarti itu. Brosur bagaimana?"
"Juga udah tinggal disebar. Rencananya besok siang akan disebar yah."
" Pagilah Del, biar orang tau sudah ada kafenya tinggal tunggu bukanya aja lagi"
"Oke besok pagi kami jalan untuk menyebarkan brosur."
Mereka semua akhirnya masuk ke kamar masing masing. Dian dan Deli hari ini tidak pulang kerumah mereka. Mereka berdua akan menginap di rumah Deli.
Keesokan harinya selesai sarapan mereka semua sibuk dengan aktifitas masing masing. Ayah dan Hendri di tolong Dian kembali menyiapkan pekerjaan mereka yang tinggal sedikit lagi. Bunda mencoba memasak masakan yang akan dijualnya besok. Sedangkan Deli dan Dina pergi menyebar brosur kafe ke berbagai tempat.
Tiba-tiba saat di suatu taman kota Deli dan Dina bertemu teman teman kampusnya. Deli kemudian memberikan selebaran brosur kafenya.
"Wow, si Nona kaya yang jatuh bangkrut, sekarang udah buka kafe" kata Anggel kepada teman temannya.
"Makanya, kalau belum jadi kaya beneran nggak usah sok deh loe. Pas giliran bangkrut gini jadi malukan." tambah Julia.
"Kamu di kafe itu pasti jadi pelayankan. Is untung aja kamu udah mau tamat kalau tidak, udah gue mintak ke rektor untuk mengeluarkan loe dari kampus." kata Anggel.
"Sana pergi pelayan, ogah gue deket deket sama pelayan kayak loe." Julia mengibas ngibaskan tangannya ke arah Deli.
"Din, loe jangan mau dekat dekat dengan pelayan, nanti loe akan bau bawang juga."
"Hahahahahahaha" tawa mengejek Anggel dan teman temannya.
"Satu lagi. Kami semua nggak butuh brosur kafe murahan itu. Kami nggak level makan di kafe sampah itu. Sakit perut gue nanti siap makan di sana." lanjut Anggel dengan pongahnya.
Deli hanya diam saja mendengar caci maki kedua teman sekampusnya itu. Deli masih menyabarkan dirinya, Deli bukan takut, tapi apalah guna ngelawan orang yang merasa selalu benar dan merasa derajatnya lebih tinggi dari pada orang lain. Tetapi berbeda dengan Dina yang sudah sangat geram dengan tingkah kedua teman kampusnya.
"Anggel. Gue tau bokap loe seorang direktur di kantor cabang perusahaan Sanjaya Grub. Benar begitu Anggel?" kata Dina dengan tatapan tajamnya.
"Wah itu loe tau. Makanya masih mending loe berteman dengan gue yang jelas jelas bokap gue direktur, dari pada loe berteman dengan anak yang bokapnya mantan direktur. Hahahahahaha" kata Anggel dengan semakin menyudutkan Deli.
"Oh ya? Bokap loe cuma hanya pekerja di perusahaan Sanjaya, bukan pemilik perusahaan Sanjaya."
"Walaupun bukan pemilik tapikan tetap Direktur" Anggel menekankan kata direktur setiap suku katanya.
"Wow begitu. Loe mau tau gue siapa Anggel?" kata Dina dengan menekankan kata Anggel setiap suku katanya.
"Sekarang loe gue kasih pilihan. Loe mintak maaf ke Deli atau bokap loe detik ini juga akan keluar dari perusahaan Sanjaya Grub" Dina menatap dingin Anggel.
"Hahahahahahaha. Siapa loe yang bisa mecat bokap gue. Keluarga loe aja nggak jelas." Anggel tidak sadar sudah merambah ranah pribadi Dina.
"Apa loe bilang, keluarga gue nggak jelas? Tenang loe sebentar lagi akan gue perjelas di depan muka loe. Sekarang jawab pertanyaan gue tadi." Aura dingin Dina sudah membuat Julia menggigil karena takut. Sedangkan Deli biasa saja.
" Loe denger Dina manusia tanpa keluarga. Gue tidak sudi meminta maaf kepada pelayan itu" kata Anggel sambil menunjuk Deli dengan tangan kirinya.
Dina memegang dan memelintir jari Anggel yang sudah berani beraninya menunjuk sahabat terbaiknya dengan tangan kiri.
"Ow sakit gila. Loe kurang ajar. Lepasin jari gue." teriak Anggel yang sudah merasakan jari jarinya sakit seperti mau patah.
Deli yang kasian melihat Anggel meminta Dina untuk melepaskan jari Anggel. Dina dengan berat hati menurut perkataan Deli. Dina menghempaskan jari tangan Anggel.
"Dasar wanita bar bar." teriak Anggel sambil menahan sakit di jarinya.
"Loe akan lihat sebentar lagi betapa bar barnya gue." kata Dina.
Dina mengeluarkan ponselnya yang lain. Deli yang heran kenapa Dina tidak menggunakan ponselnya yang biasa itu. Deli hanya tau kalau Dina adalah dari keluarga kalangan biasa saja. Tapi sepertinya Dina sedang menyembunyikan siapa keluarganya sebenarnya. Dina menelpon orang kepercayaannya dan memasang loadspeker ponselnya agar Anggel dan teman temannya mendengar apa yang dikatakan oleh Dina.
"Hallo Asisten Juan. Aku minta sekarang juga kamu pecat Bapak Handoko yang memimpin kantor cabang perusahaan kita di negara A. Sekarang juga. Alasan katakan saja kepada dia, kalau putrinya yang bernama Anggel telah mengatakan kalau saya Dina Kusuma Sanjaya tidak memiliki keluarga yang jelas."
"Siap laksanakan Nona Muda. Ada lagi Nona Muda?" tanya Asisten Juan.
"Apa perusahan Sanjaya atau Kusuma ada bekerjasama dengan perusahaan receh Saputra?"
"Ada Nona Muda."
"Batalkan semua kontrak kerja itu. Saya tidak mau bekerjasama dengan makhluk sombong yang tidak tau diri itu. Laksanakan sekarang juga Juan tidak pakai nanti."
"Baiklah Nona Muda. Saya juga akan menelpon seluruh kolega kita agar tidak menerima Tuan Handoko di perusahaan manapun. Saya yakinkan kepada Nona Muda kalau Tuan Handoko dan keluarganya akan menjadi gembel." kata Juan dengan penuh emosi. Juan tersinggung karena ada orang yang sudah berani mengatakan Nona Mudanya bukan dari keluarga yang jelas.
Dina memutuskan panggilannya dengan Juan dan menatap Anggel dan Julia.
"Loe berdua dengarkan, udah taukan siapa gue. Seorang nona muda yang tidak jelas keluarganya. Sekarang silahkan nikmati kegembelan dan kehinaan kalian berdua."
Dina terhenti bicara karena sudah distop oleh Deli. Deli tidak ingin Anggel dan Julia menjadi lebih malu lagi.
"Din udah, kita jalan aja lagi. Udah mau sore, brosur masih banyak." kata Deli ingin menjauhkan Dina dari Anggel dan Julia.
"Bentar Del." Dina melepaskan pegangan tangan Deli terhadap tangannya.
"Satu lagi yang harus loe berdua ingat. Jangan pandang manusia dari gayanya, karena gaya bukan menjamin dia berasal dari keluarga mananya. Camkan itu di otak busuk kalian." kata Dina sambil menoyor kepala Anggel dan Julia.
Anggel dan Julia hanya bisa pasrah saja. Mereka kali ini salah sasaran, mereka yang niatnya pengen ngebully Deli, malah mereka yang dibully Dina, karena kesombongan mereka sendiri. Sekarang Anggel dan Julia hanya bisa meratapi nasibnya masing masing yang sebentar lagi akan jadi gembel.
"Din apakah loe dari?"
"Yup" jawab Dina sebelum Deli menyelesaikan pertanyaannya.
"Del, loe mau gue yang mengurus masalah perusahaan ayah loe?"
"Nggak usah Din. Gue hargai niat baik elo. Tapi biarkan kami bangkit dengan jalan dan usaha kami sendiri." kata Deli sambil tersenyum kepada Dina. Deli tidak menyangka kalau dia akan bersahabat baik dengan Nona Muda yang berasal dari keluarga pebisnis handal di berbagai negara.
"Ini yang buat gue nyaman berteman dengan loe dan Dian. Loe berdua sangat tulus berteman dengan gue. Walaupun saat kita perkenalan dulu, gue menutupin siapa gue sebenarnya." kata Dina sambil memeluk Deli.
Dua sahabat itu menuju kembali ke rumah yang sudah disulap menjadi kafe.
"Del, gue mau mulai hari kamis, Bunda yang menghendel katering rumah sakit gue. Gue tau bunda adalah mantan dokter ahli gizi. Jadi gue harap bunda mau untuk mengisi katering rumah sakit." kata Dina yang masih juga berusaha untuk membantu keluarga Deli.
Deli yang paham dengan maksud Dina langsung mengangguk mengiyakan.
"Tapi semua keputusan di bunda Din. Loe tanya bunda aja nanti ya."
"Sip"
Tak terasa mereka sudah sampai di kafe. Betapa terkejutnya Deli dan Dina, melihat kafe sudah siap. Bunda juga sudah memasak menu menu yang akan dijual. Terlihat Hendri sedang mengambil foto menu menu itu, agar bisa diposting di toko online dan untuk digunakan sebagai gambar di buku menu.
"Bun, Dina mau bicara sama bunda. Bisa bunda?" kata Dina dengan serius.
"Ada apa sayang? Serius sekali kelihatannya." kata Bunda menatap Dina.
" Ayah juga duduk sini." kata Dina meminta ayah duduk di dekat mereka.
Ayah kemudian berpindah duduk ke dekat Dina, begitu juga dengan Dian yang tidak diminta duduk juga ikut duduk. Dina manatap Dian. Dian memberikan senyumnya, Dina hanya bisa menggeleng dan tersenyum membolehkan Dian untuk duduk.
"Bunda, Ayah, sebelumnya Dina minta maaf karena tidak jujur tentang keluarga Dina sebelumnya. Dina sebenarnya adalah nona muda dari keluarga Kusuma dan Sanjaya." kata Dina menatap ke wajah Ayah, Bunda dan Dian.
Ekspresi Ayah biasa saja, ayah sudah menduga dari dulu. Sedangkan Bunda dan Dian terkejut.
"Tadi Dina sudah bertanya kepada Deli. Dina ingin membantu perusahaan Ayah, tetapi Deli menolak dan Dina juga yakin ayah akan menolak. Makanya, Dina mohon yang ini jangan menolak. Dina ingin Bundalah yang mengisi catering rumah sakit milik Sanjaya mulai hari kamis. Apa Bunda mau?" Dina menatap penuh harap kepada Bunda.
"Sayang, Bunda mau. Tapi bagaimana kalau mulai bulan besok saja. Kasian kan katering yang sebelumnya. Biarkan mereka menyelesaikan untuk sebulan ini dulu, bulan besok baru bunda." kata Bunda berusaha mengelak. Bunda sebenarnya karena tidak ada modal makanya mengelak.
"Oke bunda mulai bulan besok. Dina tau kenapa Bunda milih mundur, maaf Dina, pasti bunda mikirkan modal. Bunda dimanapun Dina meminta orang jadi pengisi catering, Dina akan memberikan pembayaran di muka bunda. Tapi karena bunda meminta bulan depan dengan alasan catering lama. Oke Dina setuju, ngak apa apa." kata Dina sambil memeluk Bunda.
"Makasi sayang." kata Bunda memegang tangan Dina.
Dina melihat ke arah Dian yang seperti siap menerkamnya.
"Jangan marah teman." kata Dina sambil memeluk Dian.
"Hem dasar loe ya. Selama ini loe pura pura nggak ada uang, loe terus minta traktir ke gue atau Deli. Ternyata yang terjadi adalah uang elo nggak ada serinya. Menyebalkan loe Dina" teriak Dian dikuping Dina.
"Yan jangan loe sakitin nona muda, loe mau perusahaan ayah loe bangkrut kayak perusahaan bokap Julian?"
Deli kemudian menceritakan semua kejadian di taman kepada semua orang. Dian langsung bertepuk tangan bahagia.
"Akhirnya dua makhluk sombong itu terhempas karena kesombongan mereka. Loe the best sob" Dian memberikan dua jempolnya kepada Dina. Dina hanya tersenyum saja.
Malam ini mereka berdua kembali nginap di rumah Deli. Mereka besok akan ke kampus bersama sama setelah itu akan membuka kafe bersam sama. Jangan heran kenapa kedua orang tua mereka tidak mencari Dian dan Dina.
Dina sudah tidak punya orang tua lagi. Dina hanya hidup dengan Asisten Juan orang kepercayaan orang tuanya yang sekarang harus terpisah, karena Dina lebih memilih tinggal di negara A, negara asal orang tuanya.
Dian, orang tua Dian adalah sahabat terbaik orang tua Deli. Makanya kedua orang tua Dian tidak mempermasalahkan Dian untuk menginap lama di rumah Deli.
Pagi hari saat kafe akan perdana di bukak. Sudah terlihat kesibukan di rumah keluarga Bramantya. Kesibukan tidak hanya terjadi di halaman tetapi juga di dapur. Malahan kesibukan di dapur sudah terjadi dari pukul empat dini hari. Bunda sudah menyiapkan cemilan cemilan untuk orang yang datang.Ayah dan Hendri ditemani Dian sudah menata bangku bangku di halaman sesuai dengan posisinya. Pagi hari kafe akan menyediakan berbagai macam jenis sarapan. Kafe ini benar benar akan menjadi tumpuan untuk hidup keluarga Bramantya, makanya semua disiapkan seperfeck mungkin. Ayah dan Bunda tidak mau setengah setengah.Pukul enam pagi, kafe sudah ready dan siap menerima pelanggan baru mereka. Bunda sudah meletakkan beberapa menu di sejenis container yang sudah di sulap menjadi dapur asik.Pelanggan pertama Bunda adalah seorang pria kantoran yang berwajah tampan. Sepertinya pria tersebut termasuk orang berpengaruh di kantornya. Pria tampan itu memilih duduk di dekat buku buku bisnis
Setelah tiga bulan kafe itu beroperasi yang mana minat pengunjung sangat luar biasa. Keluarga Bramantya tidak mengira kalau kafe mereka akan begitu diminati dari semua kalangan umur. Hari ini Deli sengaja bangun lebih pagi dari biasanya, dia akan menyiapi semua keperluan kafe sebelum dia pergi interview ke perusahaan yang menerima lamaran kerjanya. Salah satu perusahaan yang cukup ternama di negara A. Deli begitu senang akhirnya kesempatan dia bekerja akhirnya datang juga. Sebenarnya Deli bisa bekerja di perusahaan Dina yang sekarang dipimpin ayahnya. Tetapi Deli menolak tawaran Dina, Deli tidak mau dikatakan karyawan memanfaatkan sahabatnya. Cukup sudah hal itu sempat terjadi saat ayah menjadi direktur. Tapi akhirnya mereka semua tau akan kemampuan ayah mengelola perusahaan. Perusahaan Dina sekarang berkembang sangat pesat.Tepat jam enam pagi Deli sudah selesai berberes kafe dan dia juga sudah rapi. Deli tidak ingin nanti dia telat sampai di perusahaan. Deli ingin memberika
Jarum jam masih menunjukkan pukul empat dini hari, tetapi Deli sudah bangun dari tidurnya, Deli menuju ke dapur untuk membantu Bunda yang sedang memasak berbagai makanan untuk dijual di kafe. Bunda dibantu oleh lima orang karyawan, karena kafe semakin hari semakin ramai. Tetapi untuk urusan memasak makanan tetap urusan Bunda. Karyawan bunda hanya mengantar pesanan dan bersih bersih."Pagi sayang. Kenapa bangunnya cepat sekali""Pengen bantu bunda aja. Apa yang bisa Deli bantu bun?""Bantu nata kue kue ini aja ke nampah Del. Bunda dapat orderan buat jajanan pasar dari kantor lurah untuk acara pagi nanti.""Job baru neh Bun. Bisa itu. Nanti minta Kak Hen untuk fotoin kuenya jadi bisa dipost di toko online." Deli dengan semangat menata kue kue jajanan pasar tersebut di empat nampah besar."Banyak banget Del. Ini aja Bunda udah pusing kerjanya.""Gimana kalau nambah karyawan lagi, untuk bagian masak. Ibu ibu komplek lumayan juga lah Bun. Sekalian ngeb
"Bun, Deli kantor dulu, sarapan di kantor aja. Uang katupek gulai yang dua bungkus udah Deli masukin kotak" ucap Deli kepada bunda yang sedang sibuk membungkus pesanan katupek gulai paku, pesanan dari kantor lurah."Iya sayang hati hati. Kamu masih pake mobil kak Hen?""Iya Bun. Dah Bun. Assalamualaikum" Kata Deli sambil.menyambar tiga kantong katupek gulai tunjang yang sudah dibungkusnya dari tadi.Deli kemudian melajukan mobilnya menuju kantor. Deli melaju dengan kecepatan agak tinggi. Dia harus menyiapkan katupek yang di bawanya tadi untuk presdir dan asisten.Deli memarkirkan mobilnya di tempat parkir khusus karyawan kantor. Setelah merapikan penampilannya di dalam mobil, Deli langsung masuk dan menuju pantry sebelum dia masuk keruangannya. Deli memindahkan katupek gulai tunjang ke atas dua piring. Setelah selesai Deli meletakkan dua piring katupek gulai tunjang dan sepiring kerupuk serta dua gelas kopi. Selesai merapikan sarapan untuk presdir Deli kambal
Deli hari ini bangun agak telat dari pada biasanya. Bunda menjadi heran, tidak biasanya Deli bangun telat seperti ini."Kak, coba tengok Deli, nggak biasanya Deli telat bangun. Ini udah jam enam loh kak.""Oke Bun"Hendri kemudian langsung masuk ke dalam rumah dan mengetuk pintu Deli."Del, nggak kantor?"Deli yang setengah sadar langsung duduk saat mendengar suara Hendri dari balik pintu kamar."Nggak kak. Deli dikasih libur seminggu, karena kedua bos Deli lagi keluar negeri. Jadi Deli kerja dari rumah aja" kata Deli sambil mengeluarkan kepalanya dari pintu yang terbuka sedikit."Ya udah. Kafe bentar lagi buka. Kamu bantu ya. Kakak mau nganterin pesanan kantor Dinas.""Siap komandan. Mandi bentar ya"Hendri kembali ke kafe untuk menaikkan semua pesanan kantor dinas. Sedangkan Deli masuk ke kamar mandi untuk bersih bersih badannya.Selesai mandi Deli langsung menuju kafe. Dia akan menolong bunda untuk menyiapkan makanan yan
Jero dan Felix menuju bandara. Mereka akan segera melakukan penerbangan. Jero masih sibuk dengan kegiatannya membaca buku yang dibawanya dari rumah Deli."Lix, tadi Deli ngomong kalau dulu ayahnya adalah pengusaha. Siapa sebenarnya ayahnya Deli?""Saya juga tidak tau. Tapi kalau melihat dari nama Deli. Sepertinya Deli anak tuan Bramantya yang perusahaannya di take ofer temannya sendiri tuan." jawab Felix."Cari tau felix ada apa sebenarnya dengan perusahaan Bramantya. Saya tidak mau sekretaris saya adalah mata mata dari perusahaan lain.""Siap tuan"Setelah menempuh perjalanan selama satu setengah jam, mereka akhirnya sampai di bandara. Jero dan Felix langsung saja menuju ruang khusu para pemakai privet jet. Jaro dan Felix langsung saja menuju pesawat yang telah menunggu mereka.Dua orang pilot dan dua pramugari cantik sudah berdiri di tangga pesawat menanti kehadiran Jero dan Felix. Jero dan Felix langsung naik ke atas pesawat. Mereka akan terban
Jero yang telah bangun dipagi hari mengambil ponselnya untuk melakukan video call dengan Frenya."Frenya kemana ya, kenapa video call ku tidak diangkatnya." kata Jero."Dia kemana ya?" lanjut Jero.Jero yang langsung tidak mood karena Frenya tidak mengangkat videocallnya langsung saja pergi mandi. Dia berdiri di bawah shower yang mengucurkan air panas. Jero bener bener kesal. Ingin rasanya Jero untuk datang ke rumah Frenya, tetapi karena waktu dan keadaan yang membuat Jero tidak bisa ke sana sekarang."Aaaaaggggggggg"Jero meninju dinding kamar mandinya. Dia sangat sangat merasa kesal. Biasanya kalau berada di negara A, kalau Jero kesal maka dia akan meninju samsak di gym miliknya. Sekarang dia berada di negara A, di rumah ini Jero tidak menyediakan ruangan gym. Jero yang merasa badannya sudah panas karena tersiram air hangat dari shower langsung keluar menuju ruang pakaiannya. Jero harus tetap pergi ke kantor untuk meeting walaupun dia dalam
Keesokan harinya Jero sama sekali tidak ingin menghubungi Frenya. Jero tidak mau dikatakan sebagai cowok yang lemah karena memohon cinta seorang wanita untuk dimilikinya. Jero bertekad bahwasanya Frenyalah yang harus menghubunginya terlebih dahulu. Selama ini Jero sudah salah karena selalu mengalah kepada Frenya.Jero selesai ngegym langsung masuk kedalam kamar mandi, Jero membersihkan badannya. Jero memakai perlengkapan mandinya yang biasa dia pakai di negara A. Selesai membersihkan diri dan memakai pakaiannya Jero melangkahkan kakinya ke arah ruang makan. Felix sang asisten setia serta sahabat terdekat sudah duduk sambil menikmati nasi goreng dan secangkir teh hangat."Makan Jer"Jero kemudian mengambil sarapan untuk dirinya serta menuang teh hangat dari poci yang tersedia."Hari ini kita sibuk Lix?""Nggak. Kita hanya ada satu rapat dengan bagian gudang. serelah itu tidak ada lagi. Emang ada apa?""Nggak ada apa apa." jawab Jero.Jero mem
Kepada para penumpang untuk membetulkan duduknya dan memasang sabuk pengaman. Sebentar lagi pesawat akan landing." kata pramugari yang berdiri di depan.Felix yang mendengar suara merdu pramugari langsung terbangun dari tidur nikmatnya. Dia melihat Dina yang tertidur sambil memeluk tangan Felix. Felix baru sadar kalau Dina memeluk tangannya. makanya untuk perjalanan jauh Dina lebih suka memakai pilotnya yang ini dari pada yang biasanya."Din bangun Din. Sebentar lagi pesawat akan landing." kata Felix membangunkan Dina dengan cara mengguncang tangan Dina yang sedang memeluk tangan Felix.Dina yang melihat tangannya memeluk tangan Felix langsung melepaskan pegangan tangannya. Dina terlihat malu sendiri."Santai aja Din. Nggak masalah" kata Felix."Maaf Lix. Dari tadi pastinya tangan aku memeluk tangan kamu ya?" tanya Dina sambil menatap Felix."Lumayan lama Din" jawab Felix.Dina kemudian duduk dengan tenangnya. dia sangat malu se
Hari ini pagi pagi sekali Jero dan Felix sudah bangun dari tidur mereka. Mereka sedang membersihkan diri untuk bersiap siap menuju bandara. Mereka akan menumpang ke Dina untuk pulang ke negara I. Jero dan Felix menyelesaikan sarapan mereka dengan sangat cepat. Mereka tidak mau membuat Dina menunggu mereka.Tin tin tin, bunyi klakson mobil di depan pintu rumah. Seorang pelayan yang akan tinggal di rumah pergi membukakan pintu."Maaf Pak, mau cari siapa?" tanya pelayan kepada seorang pria yang berpakaian seperti excekutif muda."Saya adalah karyawan Nona Dina. Saya diminta untuk menjemput Tuan Felix dan Tuan Jero" kata pria tersebut."Oh silahkan masuk Tuan. Tuan Jero dan Tuan Felix sedang sarapan." kata pelayan sambil membukakan pintu lebar lebar untuk pemuda tampan tersebut.Asisten Dina langsung masuk ke dalam rumah. Dia mengikuti pelayan yang mengantarkan dia ke ruang makan."Tuan, ini ada utusan dari Nona Dina" kata pelayan kepada Jero da
Bunyi ponsel Felix memecah kesunyian di siang hari itu. Felix dan Jero yang sedang menikmati makan siang mereka langsung menatap ponsel Felix bersamaan. Karena layar ponsel Felix menampilkan wajah seorang pria yang mereka sangat kenal. Pria yang telah lama tidak ke negara I. Pria tersebut dan wanitanya memilih tinggal di Negara B.Felix menatap ke Jero, meminta persetujuan apakah telpon tersebut perlu diangkat atau tidak."Angkat aja kalau telpon lagi. Gue mau denger apalagi yang mau dikatakan bokap dan nyokap. Apakah masalah Frenya lagi atau yang lainnya." kata Jero yang sudah bosan tiap kali dia melakukan perjalanan ke negara ini, pasti dia akan kena khotbah jumat karena bertemu dengan Frenya.Ternyata memang benar Papi Jero menghubungi Felix kembali. Felix langsung mengangkat panggilan itu."Hallo Pi. Ada apa Pi?" tanya Felix kepada Papi."Kalian pulang kapan ke rumah?? Papi dab Mami ada di rumah. Kami berdua sudah menetapkan hati akan kembali t
Jero sudah bangun subuh subuh, dia langsung masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu. Jero tidak berendam di bathup seperti kebiasaannya. Dia sangat takut untuk terlambat. Jero tidak ingin memancing kemarahan Felix di pagi hari. Jero takut membuat Felix emosi. Selesai mandi Jero memakai stelan hitamnya. Jero dan Felix selalu bersepakat kalau untuk melakukan presentasi kerjasama mereka akan memakai baju serba hitam. Kecuali kemeja, baru berwarna putih. Jero sudah terlihat sangat rapi. Setelah yakin dengan penampilannya dia langsung berjalan keluar kamar menuju meja makan.Felix yang juga sudah memakai stelan serba hitam termasuk dengan kemeja yang juga hitam keluar dari kamarnya menuju meja makan. Felix juga sudah membawa laptop untuk presentasi. Felix sudah membaca dan mengulang ulang apa yang akan dipresentasikannya nanti. Saat di anak tangga tengah Felix sudah melihat Jero duduk di meja makan dengan kopi dan roti bakar.Felix tidak melihat ada
Jero yang sudah lelah menuju rumah utama, dia sangat merindukan kasur empuk miliknya. Sampai di rumah, Jero langsung masuk ke dalam kamar, dia membuka semua bajunya, tubuh indah Jero terpampang dengan sangat indah di kaca kamar mandi. Jero mengisi bathup dengan air panas dan menuangkan sabun aroma therapy. Jero kemudian berendam di dalam bathup. Dia merilekskan badannya yang memang sudah sangat sangat lelah. Pertarungan ranjang yang menguras tenaga dan juga emosinya. Jero berendam selama dua jam. Selesai berendam Jero memasang baju santainya, dia yang semula berniat untuk tidur mengurungkan niatnya. Dia harus bekerja sore ini. Dia berencana akan ke apartemen Frenya nanti malam. Jero ingin mengulang kembali cerita pertempuran ranjang yang dibalut dengan nafsu itu.Jero melangkahkan kakinya menuju dapur, dia harus membuat kopi terlebih dahulu. Para pembantu yang biasanya memasak hari ini tidak hadir. Dia harus pergi le rumah sakit untuk merawat suaminya. Jadilah sore ini Jero m
Jero yang baru bangun dari tidurnya melihat Frenya yang tanpa busana sedang memeluk dirinya langsung saja menelentangkan posisi Frenya. dia melumat puting Frenya dengan rakus. Serta memeras payudara Frenya yang sebelah lagi. Frenya yang sedang nyenyak tidur langsung terbangun karena hisapan dan remasan di kedua payudaranya. Frenya yang melihat Jero sedang asik bermain di sana langsung pura pura tidur kembali. Dia tidak mau mengganggu keasikan Jero yang sedang bermain itu. Frenya menikmati setiap belaian, setiap lumatan dan setiap remasan yang diberikan Jero kepada tubuhnya. Frenya yang sudah basah dibagian inti tubuhnya juga mendapatkan serangan yang sama pada inti tubuhnya itu. Frenya menggeliat geliat menerima serangan dari Jero. "Sayang masukin lagi sayang. Aku udah nggak sanggup sayang." kata Frenya yang udah nggak sanggup menahannya lagi. "Sabar sayang. Aku lagi ingin bermain dengan dua benda kenyal ini sayang" kata Jero yang nggak mau langsung celup ke inti Fre
Keesokan harinya Jero sama sekali tidak ingin menghubungi Frenya. Jero tidak mau dikatakan sebagai cowok yang lemah karena memohon cinta seorang wanita untuk dimilikinya. Jero bertekad bahwasanya Frenyalah yang harus menghubunginya terlebih dahulu. Selama ini Jero sudah salah karena selalu mengalah kepada Frenya.Jero selesai ngegym langsung masuk kedalam kamar mandi, Jero membersihkan badannya. Jero memakai perlengkapan mandinya yang biasa dia pakai di negara A. Selesai membersihkan diri dan memakai pakaiannya Jero melangkahkan kakinya ke arah ruang makan. Felix sang asisten setia serta sahabat terdekat sudah duduk sambil menikmati nasi goreng dan secangkir teh hangat."Makan Jer"Jero kemudian mengambil sarapan untuk dirinya serta menuang teh hangat dari poci yang tersedia."Hari ini kita sibuk Lix?""Nggak. Kita hanya ada satu rapat dengan bagian gudang. serelah itu tidak ada lagi. Emang ada apa?""Nggak ada apa apa." jawab Jero.Jero mem
Jero yang telah bangun dipagi hari mengambil ponselnya untuk melakukan video call dengan Frenya."Frenya kemana ya, kenapa video call ku tidak diangkatnya." kata Jero."Dia kemana ya?" lanjut Jero.Jero yang langsung tidak mood karena Frenya tidak mengangkat videocallnya langsung saja pergi mandi. Dia berdiri di bawah shower yang mengucurkan air panas. Jero bener bener kesal. Ingin rasanya Jero untuk datang ke rumah Frenya, tetapi karena waktu dan keadaan yang membuat Jero tidak bisa ke sana sekarang."Aaaaaggggggggg"Jero meninju dinding kamar mandinya. Dia sangat sangat merasa kesal. Biasanya kalau berada di negara A, kalau Jero kesal maka dia akan meninju samsak di gym miliknya. Sekarang dia berada di negara A, di rumah ini Jero tidak menyediakan ruangan gym. Jero yang merasa badannya sudah panas karena tersiram air hangat dari shower langsung keluar menuju ruang pakaiannya. Jero harus tetap pergi ke kantor untuk meeting walaupun dia dalam
Jero dan Felix menuju bandara. Mereka akan segera melakukan penerbangan. Jero masih sibuk dengan kegiatannya membaca buku yang dibawanya dari rumah Deli."Lix, tadi Deli ngomong kalau dulu ayahnya adalah pengusaha. Siapa sebenarnya ayahnya Deli?""Saya juga tidak tau. Tapi kalau melihat dari nama Deli. Sepertinya Deli anak tuan Bramantya yang perusahaannya di take ofer temannya sendiri tuan." jawab Felix."Cari tau felix ada apa sebenarnya dengan perusahaan Bramantya. Saya tidak mau sekretaris saya adalah mata mata dari perusahaan lain.""Siap tuan"Setelah menempuh perjalanan selama satu setengah jam, mereka akhirnya sampai di bandara. Jero dan Felix langsung saja menuju ruang khusu para pemakai privet jet. Jaro dan Felix langsung saja menuju pesawat yang telah menunggu mereka.Dua orang pilot dan dua pramugari cantik sudah berdiri di tangga pesawat menanti kehadiran Jero dan Felix. Jero dan Felix langsung naik ke atas pesawat. Mereka akan terban