Di lampu merah pertama, Juna terpaksa menginjak rem secara mendadak karena dengan begitu tiba-tiba ibu-ibu di depannya putar balik tanpa memberi aba-aba. Sehingga penyusup yang tengah bersembunyi di kursi belakang menghantam punggung kursi kemudi yang Juna duduki. Juna jelas tidak peduli. Mungkin dorongan kecil yang ia rasakan adalah akibat dari injakan rem secara mendadak. Namun Sky malah bersuara, membuat keberadaannya di dalam mobil itu terungkap."Ck! Lo bisa nggak sih bawa mobil?!" hardik Sky memperlihatkan wujudnya. Kepalanya agak nyut-nyutan akibat terbentur kursi mobil.Juna lekas menoleh ke belakang, menatap Sky terkejut. "Lho? Lo kenapa ada di mobil gue?!"Sky menatap Juna sengit. "Suka-suka gue!" balasnya.Juna menatap Sky tajam. Dia benar-benar tidak sadar bahwa ada penumpang lain di mobilnya. Juna juga tidak tau kapan manusia itu menyusup ke dalam mobilnya. "Keluar!""Dih," Sky menaikkan satu sudut bibirnya. "Nggak!""Keluar, Langit! Kurang kerjaan banget lo sampai jadi p
Plak!Namira melayangkan tamparan mengenai wajah Sky. Matanya menatap nyalang penuh kilatan amarah. Namira tidak tau seberapa parah kesalahan yang dia perbuat sampai-sampai Sky menghantui kehidupan rumah tangganya. Terlebih lagi dengan enteng menanyakan hal pribadi menyangkut hubungan Namira dan Juna. Iya, Namira tau, dia telah menyakiti Sky dengan cara mengakhiri hubungan mereka. Namun Sky mesti sadar bahwa dengan berakhirnya hubungan itu, dia juga harus berhenti berharap pada Namira. Sky memegangi pipinya yang panas. Matanya terbelalak, syok berat dengan apa yang baru saja Namira lakukan. Menamparnya? Yang benar saja. Seumur hidup Sky tidak pernah diperlakukan secara kasar oleh perempuan. Prinsipnya, hanya Sky yang boleh bermain kasar, tapi tidak dengan orang lain terhadap dirinya.Merasa tak terima, tangan Sky terangkat, bersiap membalas Namira. Namun tertahan karena Juna sudah lebih dulu mencekal pergelangan tangan Sky."Langit," tegur Juna seraya menarik Sky menjauh dari hadapan
Di sinilah sejarah itu tercipta. Seorang suami dan mantan kekasih sang istri mengabiskan waktu seolah mereka tak pernah terlibat dalam konflik manapun. Juna memang tak pernah terlibat masalah dengan Sky. Ia hanya sedikit tidak suka kala makhluk Tuhan yang satu itu bertingkah seakan-akan bisa merebut Namira dari dirinya. Padahal Juna tau, Sky tidak sekuat itu untuk berhasil membawa Namira pergi.Justru yang bermasalah dengan Sky adalah Namira. Mereka sebetulnya bisa berpisah secara damai. Tapi Sky menolak untuk kalah dan terus-terusan mengganggu Namira. Menghantui perempuan itu dengan kata-kata 'gue bakal merebut lo dari Juna' atau 'kalau gue nggak bisa dapetin lo, orang lain juga nggak boleh.' Pusat dari masalah adalah Sky. Laki-laki itu yang membuat semuanya semakin kacau. Padahal tidak butuh banyak cara untuk membuat mereka akrab dan berhenti bermusuhan.Kini, tujuan Juna mengajak Sky duduk bersamanya ialah untuk membuka pikiran sempit laki-laki itu bahwa perempuan di dunia ini buka
Pagi ini setidaknya sudah lebih baik dari hari kemarin. Semuanya kembali membaik usai pertemuan kurang mengenakan dengan Sky. Namira sudah tak terlalu memikirkan ucapan tidak sopan manusia itu. Juna juga bersyukur, pagi ini Namira sudah kembali tersenyum cerah.Hari ini mereka sama-sama libur. Rencananya akan ke rumah ayah dan bunda untuk meminta restu perihal honeymoon yang akan mereka lakukan. Juga berkunjung ke rumah Gamandi. Terhitung sudah sangat lama mereka tak berkunjung ke rumah para orang tua. Mentok hanya bertemu di jalan dan berbicara sebentar.Sebelum benar-benar melajukan mobil ke tempat yang dituju, Namira ingin mampir di caffe untuk membeli kopi. Ia butuh asupan kafein agar tidak mengantuk. "Kamu nggak usah ikut. Tunggu di mobil aja," ujar Namira kala Juna ingin keluar dari mobil."Emangnya kamu bisa sendiri?"Namira tersenyum gemas. "Beli kopi doang. Lagian aku bukan anak kecil Mas Arjuna."Juna ikut tersenyum. "Oke deh. Jangan lama-lama."Namira mengacungkan jempolny
"Keluar lo Sky!""Gue lagi buang air!""Nggak usah bohong!""Beneran elah! Kalau nggak percaya, liat sini!"Namira terus menggedor salah satu bilik yang ditempati Sky. Persetan dengan buang air, ia harus segera mengurus laki-laki itu. Sky punya mulut ember. Dia juga licik. Apa yang baru saja dia dengar bisa saja dijadikan sebagai suatu alasan untuk menemuinya setiap hari atau mungkin suatu saat akan dijadikan sebagai alat agar Namira kembali padanya.Dia tau pasti bagaimana Sky. Namira lama menjalin ikatan dengan laki-laki itu. Sky adalah manusia egois. "Sky!"Pintu bilik akhirnya terbuka. Sky muncul dari sana seraya berusaha menaikkan resleting celananya. Kemudian mendongak, menatap wajah berang Namira. Dia terkekeh pelan melihatnya. Apakah tidak sengaja mendengar obrolan orang lain adalah sebuah kesalahan? Sky tak berniat menguping. Tadinya dia hanya penasaran kenapa Regi mengejar Namira. Namun Sky tidak menyangka akan mendengar obrolan bersifat privasi itu. "Apa sayang?" Sky men
Dipikir-pikir lagi, selama mereka menikah, Namira dan Juna belum sekalipun melakukan kegiatan suami-istri. Satu hari setelah tinggal bersama, Namira langsung melamar di perusahaan Gamandi. Diterima, lalu langsung ditugaskan untuk terjun ke lapangan selama satu minggu dan berada di luar kota, berjauhan dari Juna.Dia tidak diberi kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama Juna. Mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Sembari mengunyah roti bakarnya, Namira terus berpikir. Apakah Juna tidak menginginkan 'hal itu?' Terhitung sudah hampir dua minggu mereka menikah dan Juna tidak pernah membahas perihal malam pertama atau rencana untuk memiliki keturunan.Namira sebetulnya juga tidak terlalu ingin. Ia hanya merasa aneh saja. Sebab normalnya, seorang suami tentu mendambakan 'hal itu' setelah menantikan sekian lama untuk melakukannya dengan pasangan sah. Tapi Juna terlihat biasa-biasa saja. Namira takut Juna melakukannya dengan perempuan lain. Terlebih lagi Namira meninggalkann
Kondisi Zahira semakin menurun sejak Juna tidak lagi ingin menjadi dokter gadis itu. Zahira tidak ingin kontrol ke rumah sakit, tidak ingin minum obat dan sering mengabaikan waktu makan. Dia tampak seperti seorang perempuan yang ditinggal oleh kekasihnya. Benar-benar berantakan.Mama telah menghubungi Juna. Mengatakan apa yang terjadi pada Zahira saat ini dan bertanya kenapa Juna berhenti menjadi dokter gadis itu. Juna tidak memberikan jawaban, tapi malah memberitahukan bahwa dokter yang saat ini menangani Zahira jauh lebih hebat dari dirinya.Mama tentu tidak merasa puas dengan jawaban tidak jelas seperti itu. Dalam waktu dekat, mama ingin bertemu langsung dengan Juna. Dia harus membujuk pria itu untuk kembali merawat Zahira. Demi kebaikan Zahira dan juga demi kesembuhan gadis itu.Sebetulnya mama bisa membawa Zahira berobat di rumah sakit lain dengan dokter ahli yang jelas lebih hebat dari Juna. Namun anak itu tidak ingin berobat dengan dokter manapun kecuali Juna. Hal ini jelas men
Gamandi membenarkan dasinya yang terasa mencekik kala wanita di hadapannya menatap dirinya dengan tajam. Ibu dari pasien Juna yang ternyata adalah teman lama sekaligus manusia yang tak ingin dia temui itu datang untuk meminta tolong sekalian memarahinya karena tidak bisa merawat Juna dengan baik sehingga laki-laki itu dengan mudah menyakiti hati orang lain.Dia tidak berminat meladeni Raisa—ibu Zahira—jikalau saja dia tidak mengancamnya dan berkata akan menyebarkan rahasia Gamandi pada publik. Ancaman yang sangat klise tapi mampu membuat Gamandi ketar-ketir. Dia bisa hancur jika Raisa menyebarkan rahasia itu pada muka umum. Lantas demi dirinya sendiri dan perusahaan yang Gamandi naungi, dia berada di sini. Mendengarkan dengan malas ocehan Raisa perihal masa lalu Gamandi, dirinya dan ibu Namira. Gamandi berkali-kali menghela napas pertanda bosan mendengar Raisa bercerita. Namun naasnya manusia itu tidak peka dan terus berceloteh. Awalnya membahas Juna tapi malah berakhir membalas kisa
Sepasang suami istri itu sama-sama gusar dengan masalah yang mereka hadapi. Lima belas menit berlalu, keduanya sama-sama termenung di depan televisi yang menyala. Tadinya ingin nonton film bareng sembari bercerita perihal bagaimana hari ini. Tapi entah kenapa keduanya sama-sama melayang dengan pikiran masing-masing.Namira dengan masalah tugas baru dan rekan setim yang menjengkelkan, lalu Juna dengan janji ingin menikahi Zahira dalam upaya penyelamatan. Masalah mereka sama-sama rumit.Perihal naik jabatan. Mau bagaimanapun, naik jabatan dan memperoleh karir yang bagus adalah cita-cita Namira sejak lama. Peluang yang ada tidak mungkin dia abaikan. Namun lagi-lagi Namira sangsi karena rekannya adalah Regi. Namira tidak tau bagaimana caranya meminta izin pada Juna. Takut pria itu marah dan tidak mengizinkannya.Kemudian perihal menikahi pasien sendiri. Hal itu tidak pernah ada dalam rencana Juna. Dia tidak berniat menikah lagi karena mencintai Namira sulitnya setengah mati. Namun Juna ti
Juna tau apa yang dia janjikan adalah upaya penyelamatan. Tapi Juna juga mesti tau bahwa janji yang dia ucapkan bukan hanya omong kosong yang bisa dengan mudah dilupakan. Mungkin Juna bisa menyepelekan ucapannya kalau yang mendengarnya bukan remaja delapan belas tahun yang mengaku bercita-cita jadi istrinya. Juna bisa tenang kalau yang dia ajak bicara adalah anak SD yang suka lupa siapa pria idamannya.Kini, Juna harus menanggungnya sendirian. Janji yang dia diserukan disaksikan banyak orang, termasuk Amel yang tau kalau Juna sudah punya istri. Dia juga tidak tau harus bagaimana agar Zahira tidak kembali bunuh diri. Bukan tak mungkin Zahira tak akan mengulangi kejadian tadi. Tapi tak mungkin juga Juna menikahi gadis itu. Yang benar saja? Namira bisa terluka.Juna berada dalam masalah besar. Ah, sialan. Kenapa hidupnya bisa serumit ini?"Kondisinya stabil, dok," ucap Amel yang baru saja memeriksa Zahira.Juna tersadar dari lamunannya. Matanya tertuju pada gadis yang terlelap di atas r
"DOKTER JUNA!"Teriakan maut dari Amelia hampir membuat nyawa Juna tercabut dari tubuhnya karena tersedak kacang hijau yang sedang dia makan. Buru-buru meraih segelas air, lalu meneguknya hingga tandas. Kemudian mata Juna menatap Amel yang berlari mendekati mejanya. Raut wajah perempuan itu tampak gusar, seperti baru saja ditagih hutang oleh debkolektor tidak punya hati."Dokter!" Suaranya masih tinggi disertai napas yang memburu."Apasih, Mel?"Amel tidak langsung menjawab. Terlebih dahulu mengatur napasnya yang berantakan. "Itu, pasien dokter... pasien dokter mau bunuh diri!"Kontan mata Juna melebar karena terkejut. "Pasien saya yang mana?""Itu dok, yang kecil," jawab Amel.Hanya ada satu pasien anak kecil yang Juna tangani. Dia lekas beranjak, menatap Amel yang masih belum usai dengan cemasnya. "Dimana dia?""Di rotroof, dok."Juna bergegas meninggalkan kantin dan bubur kacang hijau yang baru dimakan separuh. Sedangkan Amel menyusul di belakang. "Apa sih yang dipikirkan anak itu
Kembali pada rumah sakit bukan hal yang Zahira syukuri. Sebetulnya dia tidak berharap bisa terbaring lagi di sini. Rasanya semua harapan untuk sembuh sudah habis kala Juna memutuskan untuk tidak menemuinya lagi. Hati Zahira benar-benar patah melihat Juna membencinya tanpa Zahira tau apa yang telah dia lakukan. Zahira juga tidak pernah membayangkan Juna mau menerimanya kembali sebagai pasien. Sedikit egois, seharusnya Juna bersikap profesional sebagai dokter. Terlepas dari masalah mereka yang tidak jelas, mereka adalah dokter dan pasien. Juna mungkin membenci Zahira dan tidak ingin melihatnya lagi, tapi abai pada pasien karena masalah pribadi bukan bagian dari profesional. Terbaring tidak berdaya, mengabaikan pengobatan, enggan makan dan tidak mau bertemu siapapun karena Juna adalah bentuk dari perasaan Zahira yang merasa ditolak. Dia tidak menapik bahwa dia suka pada Juna. Mungkin sudah pada level cinta yang mana rela melakukan apapun agar mereka bisa bersama. Zahira suka pada Juna
Kaki Gamandi bergerak gelisah. Dia mendengar kabar bahwa hubungan Juna dan Namira kian membaik. Dan kabar mengenai Regi yang dibenci oleh Namira menjadi masalah baru yang harus segera dia selesaikan. Gamandi tidak akan merasa puas jika dendamnya tak terbalaskan. Semuanya harus hancur. Baik itu Basri ataupun putrinya. Tidak satupun dari mereka boleh berbahagia.Dia akan menekankan sekali lagi, tujuannya membantu Basri dan menjodohkan anak mereka adalah untuk membalaskan dendam pada Basri. Gamandi tidak datang dengan raut wajah benar-benar senang. Semua yang dia tunjukkan hanyalah sebuah topeng. Tidak ada yang tau dengan rencana dan rasa bencinya. Gamandi bergerak sendiri."Silahkan temui saya nanti sore di caffe seberang. Ada yang ingin saya bicarakan," ucap Gamandi pada seseorang yang berada pada sambungan telvon.Tidak ada cara lain selain melibatkan orang lain. Gamandi tidak ingin rencana yang telah dia susun sejak lama hancur begitu saja.***Zahira benar-benar datang menemui Juna
Regi tidak mampir. Setelah menurunkan Namira dan Sky, dia langsung pulang. Rencananya rusak karena kehadiran Sky. Seharusnya dia bisa berduaan dengan Namira dan memperbaiki hubungan mereka. Namun makhluk sialan itu muncul dan merusak semuanya.Kini, di teras rumah itu ada Namira dan Sky. Dia mengekori Saras, seperti seorang anak yang mengekori ibunya. "Lo ngapain di sini, Sky?" tanya Namira sebelum mendorong pintu rumahnya agar terbuka."Main," jawabnya enteng sembari menggali harta karun dari lubang hidungnya.Namira menghela panjang. "Mending lo balik. Gue mau istirahat.""Kasih gue minum. Haus." Dia mengusap tenggorokannya.Namira mendengus, jengkel. "Habis itu pulang.""Okay.""Jangan ikut ke dalam. Duduk di sini aja," ucap Namira kala Sky mengikutinya ke dalam rumah.Dengan wajah cemberut, Sky kembali mundur, lalu duduk di kursi teras. Tapi tidak apa. Meski diperlakukan kurang baik, Sky telah bertemu Namira. Setidaknya dia berhasil menjauhkan Namira dan Regi.Sky duduk diam semb
Hari ini Namira pulang sedikit terlambat. Yang biasanya pukul enam sudah berada di rumah, kini baru beranjak dari kantor sekitar pukul tujuh malam. Namira pulang sendirian. Juna masih belum pulang dari rumah sakit karena mendadak menolong temannya di IGD. Alhasil, Namira harus pulang sendirian naik bus umum. Usai merapikan berkas-berkas di mejanya, Namira pergi ke toilet untuk merapikan rambut dan pakaiannya. "Hai."Namira terperanjat kaget kala Regi tiba-tiba muncul di balik pintu. Regi tersenyum melihat wajah terkejut Namira. "Sorry kalau gue ngagetin."Namira menarik napas dalam, lalu menghembuskannya pelan. "Nggak papa.""Hm, mau pulang bareng?" tanya Regi.Semenjak kejadian di tepi pantai kala itu, Namira berusaha menjauh dari Regi. Dia selalu merasa bersalah jika kejadian itu kembali membayangi. Dekat dengan Regi membuat Namira merasa menjadi istri yang paling buruk. Dia tidak ingin menyakiti hati Juna."Gue bisa pulang sendiri," jawab Namira dengan nada sedikit ketus.Raut w
Gamandi membenarkan dasinya yang terasa mencekik kala wanita di hadapannya menatap dirinya dengan tajam. Ibu dari pasien Juna yang ternyata adalah teman lama sekaligus manusia yang tak ingin dia temui itu datang untuk meminta tolong sekalian memarahinya karena tidak bisa merawat Juna dengan baik sehingga laki-laki itu dengan mudah menyakiti hati orang lain.Dia tidak berminat meladeni Raisa—ibu Zahira—jikalau saja dia tidak mengancamnya dan berkata akan menyebarkan rahasia Gamandi pada publik. Ancaman yang sangat klise tapi mampu membuat Gamandi ketar-ketir. Dia bisa hancur jika Raisa menyebarkan rahasia itu pada muka umum. Lantas demi dirinya sendiri dan perusahaan yang Gamandi naungi, dia berada di sini. Mendengarkan dengan malas ocehan Raisa perihal masa lalu Gamandi, dirinya dan ibu Namira. Gamandi berkali-kali menghela napas pertanda bosan mendengar Raisa bercerita. Namun naasnya manusia itu tidak peka dan terus berceloteh. Awalnya membahas Juna tapi malah berakhir membalas kisa
Kondisi Zahira semakin menurun sejak Juna tidak lagi ingin menjadi dokter gadis itu. Zahira tidak ingin kontrol ke rumah sakit, tidak ingin minum obat dan sering mengabaikan waktu makan. Dia tampak seperti seorang perempuan yang ditinggal oleh kekasihnya. Benar-benar berantakan.Mama telah menghubungi Juna. Mengatakan apa yang terjadi pada Zahira saat ini dan bertanya kenapa Juna berhenti menjadi dokter gadis itu. Juna tidak memberikan jawaban, tapi malah memberitahukan bahwa dokter yang saat ini menangani Zahira jauh lebih hebat dari dirinya.Mama tentu tidak merasa puas dengan jawaban tidak jelas seperti itu. Dalam waktu dekat, mama ingin bertemu langsung dengan Juna. Dia harus membujuk pria itu untuk kembali merawat Zahira. Demi kebaikan Zahira dan juga demi kesembuhan gadis itu.Sebetulnya mama bisa membawa Zahira berobat di rumah sakit lain dengan dokter ahli yang jelas lebih hebat dari Juna. Namun anak itu tidak ingin berobat dengan dokter manapun kecuali Juna. Hal ini jelas men