"Ini kok jadi heboh banget sih cewek-cewek. Apa nggak malu dilihatin orang-orang yang pada lewat?" tegur Indra berusaha melerai istrinya yang benar-benar galak kepada wanita bernama Bella yang tak lain mantan pacar abangnya dulu.Thalita yang didekap oleh lengan kekar suaminya masih saja menatap tajam kepada Bella. Dia meneriaki wanita itu, "Awas aja ya kalau sampai gue denger dari Bang Brian loe ada pedekate dia. Bakalan kubawain sambal cabe rawit buat gue siramin ke kepala loe!" "Cihh ... loe pikir gue takut, Thalita? Bocil nyingkir loe, ngapain juga dateng-dateng ke mari. Di sini tempat orang kerja malah bikin ribut, huhh ... so childish!" Bella bersedekap sambil dengan acuh memeriksa manikur kuku tangannya yang bercat merah darah."Dasar Mak Lampir berkedok Puteri Salju loe!" seru Thalita kesal dengan perangai mantan terlaknat kakak sulungnya itu.Dengan bijak Suzy mengajak Thalita bersama untuk naik ke kamar peristirahatan Brian. Dia juga memesankan minuman dingin via room servi
Seusai berenang bersama di sore hari, kedua pasangan suami istri yang sedang mesra-mesranya itu menunggu Chef Wisnu menyelesaikan signature dishes untuk test food perdana di Restoran Khayangan yang ada di komplek Terrace Paradiso Resort. Sungguh mengesankan bagi Indra pengalamannya studi banding proyek milik kakak iparnya. Dia pun berdiskusi dengan Brian mengenai kendala proyek miliknya di daerah Uluwatu. Sementara Thalita dan Suzy asik membahas kuliah mereka masing-masing karena libur antar semester sebentar lagi akan berakhir, mereka pun harus meninggalkan kedua pria ganteng itu kembali ke Jakarta."Wah, menu santap petang sudah siap tuh!" sorak Thalita kegirangan, dia memang cepat menjadi lapar semenjak hamil muda.Brian pun menyahut, "Tha, kamu kalo terlalu gendut apa nggak takut suami kamu kecantol awewe yang lebih langsing di Bali sini?"Adiknya sontak menoleh ke arah Brian dengan alis berkerut berkata, "Iiihh ... Abang ini malah nakut-nakutin sih. Kami padahal LDR, aku jadi p
Di parkiran kendaraan Bandara Ngurah Rai, mobil Innova yang dikemudikan oleh Indra sendiri masih menyala mesinnya sekalipun dalam kondisi terparkir. Sore ini setelah dia selesai bekerja, Indra mengantar Thalita yang akan pulang ke Jakarta dengan pesawat Garuda Indonesia bersama kakak iparnya."Sebelum turun, minta cium dong, Tha!" Indra memonyongkan bibir tebalnya kepada istrinya.Thalita terkikik melihat wajah pria blasteran Indo-Cekoslowakia yang tampan itu nampak menggemaskan. "Mau dicium apanya, Mas Indra? Bibir gitu?" godanya."Ckk ... pake nanya lagi! He-em, ayo cepetan nanti pesawat kamu keburu terbang," desak Indra tak sabar seraya meraih tengkuk istrinya agar wajah mereka berdekatan.CUP!Sekali bibir mereka bertemu, Indra langsung berubah mode vacum cleaner yang sedotannya kencang. Setelah nyaris satu menit dalam posisi dilumat ganas bibirnya oleh suaminya, Thalita menepuk-nepuk dada pria itu agar menyudahi aksinya."Mas Indra kalo nyium mirip ikan sapu-sapu di kaca akuarium
Sesuai tebakan Brian, tak perlu waktu lama bagi Bella untuk mendekatinya lagi setelah kepulangan Suzy ke Jakarta. Wanita itu mengikuti langkah Brian masuk ke dalam lift yang naik ke lantai di mana kamar pria itu berada."Ada apa lagi, Bell? Aku capek dan mau tidur awal," ujar Brian cuek tanpa menatap wajah perempuan di sisinya itu.Tangan Bella menangkap lengan Brian sembari berkata, "Kita perlu ngobrol sebentar, Mas. Ini penting!""TING." Pintu lift terbuka dan Brian menepis tangan perempuan itu sebelum melangkah langsung menuju ke kamarnya. Belum sempat Brian menutup pintu kamar, Bella segera menerobos masuk ke dalam dan mereka berduaan lagi di ruangan pribadi tersebut. Maka Brian bersedekap menatap tajam ke arah Bella seraya bertanya, "Memangnya apa yang penting dan nggak bisa menunggu sampai besok pagi?""Kangenku nggak bisa nunggu sampai besok pagi, Mas!" jawab Bella dengan suara merayu manja. Dia segera mendekap badan kekar Brian dan menggesek-gesekkan bulatan penuh di bagian d
Ketika Indra Gustavo selesai memberikan briefing untuk anak buah proyek resort di Uluwatu siang itu, panggilan telepon dengan id caller, Mama muncul di layar HP-nya. Detak jantung Indra sontak bertambah cepat. Ada rahasia yang dia sembunyikan dari orang tuanya di Republik Ceko.Setelah menarik napas dalam-dalam, Indra menjawab panggilan telepon internasional tersebut, "Halo, Mama. Apa kabar?" "Halo, Indra Sayang. Lama sekali kamu tidak ada kabar. Papa dan saudara-saudarimu rindu bertemu denganmu, Nak. Pulanglah ke rumahmu di Praha!" ujar Nyonya Theresa Gustavo dengan nada sarat kerinduan."Ohh, tentu saja Indra akan cari waktu untuk pulang kampung, Ma. Salam untuk semua keluarga Gustavo di Ceko. Saat ini Indra sedang mengerjakan megaproyek dari Mister Rodrigo, dia investor kelas kakap dari Italia. Sulit bagiku untuk bepergian jauh, Ma, kumohon pengertiannya!" kelit Indra sekalipun itu separuh kenyataan yang terjadi. Dia tak berani membicarakan istri barunya yang sedang hamil di Jakar
Indra menyunggingkan senyum lebar di wajahnya saat dia melihat istrinya yang cantik dan berperut buncit bergegas menyeret koper menuju ke arahnya. Dia segera menghampiri Thalita untuk menyambutnya dengan pelukan hangat. "Wah, tambah gede perut kamu, Cayangku! Apa kangen sama Daddy?" ujar Indra dengan jenaka seraya mengambil alih koper Thalita."Sugar Daddy, I miss you bingits!" sahut Thalita terkikik yang sontak mendapat cubitan di hidungnya. Dia lalu berjalan di sebelah suaminya yang berbodi kekar bak beruang kutub."Sama dong. Penerbangannya bikin capek nggak, Tha? Mendingan kamu istirahat dulu di hotel ya. Keluargaku sudah dateng sedari kemarin sih, tapi santai aja. Mereka lagi keliling Bali diantar sama sopirku kok!" jawab Indra lalu membukakan pintu mobil Honda Jazz merah miliknya.Mereka pun berkendara ke salah satu hotel bintang 5 yang ada di daerah Uluwatu, tak jauh dari komplek proyek resort yang sedang dikerjakan perusahaan Indra. "Mas Indra lebih seneng tinggal di Bali ap
"Baby, jangan grogi ya? Biasa aja nanti, mereka aman kok nggak gigit!" canda Indra untuk menenangkan Thalita yang nampak tegang turun ke lantai 1 dengan lift berdua bersamanya."Hu-um, Mas. Huft!" Thalita menarik napas dalam-dalam seraya melingkarkan tangannya di lengan Indra."TING." Pintu lift pun membuka dan mereka bergegas keluar karena ada tamu hotel yang ingin menggunakan lift juga.Di restoran hotel, keluarga Gustavo duduk sambil berbincang akrab di sebuah meja bundar dengan 10 kursi. Nyonya Theresa Gustavo yang pertama kali melihat kedatangan putera keduanya dengan Thalita. "Nah ... itu mereka, ayo kita sambut anggota baru keluarga Gustavo," ujarnya sembari bangkit dari kursi.Kakak Indra yaitu Adam dan adik perempuan bungsu mereka, Alesya menyambut Thalita dengan memeluknya bergantian sambil menyebut nama mereka. Diikuti papa mama Indra yang tak kalah ramah, mereka lalu mempersilakan pasangan suami istri muda itu duduk bersama.Waiter restoran hotel segera membawa menu makan
"Selamat datang di resort kami, Om dan Tante beserta keluarga!" sambut Brian dengan ramah serta sopan di restoran Terrace Paradiso Resort, Candi Dasa.Mama Indra yang memang berdarah Indonesia menjawab dengan simpatik, "Terima kasih, Brian. Dan salam kenal dari keluarga Gustavo. Resort yang kamu kerjakan sangat indah. Amazing!""Tante Theresa terlalu memuji, tapi terima kasih. Memang kru kami mengerjakannya dengan sepenuh hati agar para tamu terkesan ketika pertama kali melihat resort ini. Mari semuanya duduk di meja makan saja biar lebih nyaman ngobrolnya!" Brian mengantar rombongan keluarga besannya ke sebuah meja bundar berkursi 10 di restoran.Para staf restoran segera menghidangkan menu makan siang spesial yang telah dipesan oleh bos mereka sejak pagi tadi. Belasan piring keramik lebar berisi berbagai signature dish dari executive chef diletakkan di tengah meja makan. Semuanya nampak menggugah selera."Wah, kok repot-repot begini sih, Bang Brian!" ujar Indra tak enak hati. Dia ta
Liburan tanggal merah nasional kali ini, Indra mengundang kakak iparnya untuk bercengkrama bersama keluarga kecilnya di halaman belakang rumah yang dia buat seperti danau buatan dengan anjungan kayu Jati dari Kalimantan yang dia pesan khusus dulu."Hai, Thalita, Indra! Wow, gila gede banget rumah kalian yang baru!" seru Suzy ketika menjumpai pasangan itu di area santai di halaman belakang rumah megah mereka.Thalita tertawa riang menyambut kakak iparnya dengan pelukan hangat. Dia pun menjawab, "Yang bosenan dan suka nomaden Mas Indra tuh, Mbak Suz!""Wajarlah, anak kita sudah empat jadi butuh ruang gerak yang lebih luas 'kan, Cayangku!" jawab Indra ringkas dan logis.Keempat buah hati mereka; Gregory, Aiden, Peter, dan Chloe bermain bebas di lantai kayu yang dipelitur licin berhadapan langsung dengan danau. Bocah-bocah imut dan Gregory 9 tahun yang tertua itu nampak girang didatangi oleh kedua sepupu mereka yaitu William dan Jeremy. Tawa ceria diselingi bahasa anak-anak memeriahkan su
Sosok yang dijemput oleh Hendrawan di Bandara Soekarno-Hatta sore itu bukan sembarang perempuan. Jantung pemuda yang sudah lama menjomblo belasan tahun lamanya tersebut berdetak kencang seakan nyaris lompat dari dadanya menatap sosok berambut brown gold panjang sepunggung dengan sepasang mata birunya."Hello, Handsome! Terima kasih sudah menjemputku lagi. Apa kabar?" Miss Veronica Barnfield melemparkan senyum manisnya kepada Hendrawan seraya berjabat tangan."Hai juga, Cantik. Kabarku baik. Wow, rambut kamu sudah panjang semenjak kita berpisah di Denpasar. Jadi ada pekerjaan dengan Boss Brian ya makanya kamu datang ke Jakarta?" balas Hendrawan seraya mengambil alih koper dari tangan Vero.Namun, wanita berdarah Inggris itu enggan menjawabnya langsung. Dia hanya tersenyum misterius seraya berkata, "Ada deh pokoknya!""Kalau bukan karena pekerjaan, kenapa dong kamu jauh-jauh ke Jakarta, Baby?" tanya Hendrawan dengan penasaran. Dia memasukkan koper ke bagasi belakang mobil pribadinya yai
"Halo, apa kabar, Mas Brian?" sapa Suzy Malika dengan keceriaan yang susah payah dia tampilkan.Brian pun membalasnya dengan senyuman tulus usai menghela napas. Ada kesedihan yang tersirat dalam raut wajahnya. Namun, Brian tetap membalas sapaan istrinya yang selalu menjadi wanita terindah di hidupnya, "Hai, Suzy Sayang. Kabarku selalu baik. Selamat datang kembali di Jakarta. Ayo kita pulang ke rumahku!" "Apa kamu yakin bisa merawat puteriku di rumahmu, Brian? Andaipun tidak mampu, aku masih kuat untuk merawat Serena. Hubungi saja nomor ponselku kalau kamu berubah pikiran, okay?" ujar Tuan Harry Livingstone dengan nada tegas yang pasti dipahami oleh menantunya."Baik, Pa. Saya mengerti, biarkan saya mencoba merawat Serena terlebih dahulu," jawab Brian sekalipun nampak ketidak yakinan dalam ucapannya yang ditangkap oleh ayah dan anak itu.Suzy mengangguk meyakinkan papanya untuk melepaskan kepergiannya bersama Brian. Akhirnya Tuan Harry Livingstone menepuk-nepuk bahu Brian sebelum beli
Proses fisioterapi kedua kaki Suzy Malika yang cedera akibat tabrak lari yang dilakukan oleh Bella telah berlangsung selama nyaris setahun. Atas izin dari fakultas, Suzy menjalani kuliah secara daring terkait keterbatasan fisik yang dia alami. Namun, sisa satu semester kuliah yang harus dia jalani pada akhirnya berhasil ditutup dengan sempurna. Nilai ujian assesment semester 8 Suzy sangat bagus sehingga diputuskan layak diwisuda dengan menilik seluruh nilai mata kuliah lengkap beserta nilai sidang skripsinya yang sempurna, A. Akan tetapi, wisuda itu pun dijalani secara daring saja dari Amerika Serikat dan duduk di kursi roda."Selamat atas wisudamu, Darling. Papa sangat bangga karena kamu telah berjuang mendapatkan gelar Sarjana Psikologi di tengah segala kelemahan yang kamu derita, Serena!" ujar Tuan Harry Livingstone penuh rasa haru hingga mata coklatnya berkaca-kaca."Terima kasih atas dukungan dan juga pendampingan Papa untukku. Itu sangat berarti buatku pribadi. Ini saat-saat te
"Hooeekk hooeekk hooeekk!" Suara mual-mual di pagi hari dari arah dalam kamar mandi itu membangunkan Indra dari tidur panjangnya pasca semalam puas bermain kuda-kudaan bersama istri kesayangannya. Dia pun segera bangkit dari tempat tidur dan refleks menoleh ke kotak tempat tidur bayi. Namun, Gregory masih terlelap tanpa suara di dalam sana."Tha, apa kamu sakit?" tanya Indra cemas dari ambang pintu kamar mandi sebelum menghampiri perempuan muda yang sedang berjongkok menghadap ke kloset yang terbuka itu.Wajah istrinya pucat pasi dan tangannya pun dingin. Indra yang tak kunjung mendapat jawaban dari Thalita pun kesal lalu menegurnya, "Kok nggak dijawab sih? Kamu kenapa ini, Tha?""Ini kayaknya morning sick, Mas. Ngerti nggak sih?" jawab Thalita dengan lemas. Kemudian dia berkumur di wastafel dengan air keran. Suaminya menggendong Thalita kembali ke tempat tidur lalu membaringkan tubuhnya yang lemah di tengah ranjang. Indra terdiam karena bingung memikirkan istrinya yang hamil lagi s
"OEEEKKK ...OEEKK!" Suara tangis bayi nyaring terdengar di tengah malam sunyi.Gregory kecil terbangun karena lapar dan juga pampersnya sudah penuh. Dia tidur di kotak keranjang khusus yang ditutupi kelambu tipis anti nyamuk warna biru muda. Sudah hampir lima menit penuh dia menangis, tetapi mama cantiknya masih tertidur nyenyak dalam pelukan papa gantengnya. Indra yang mengetahui masa nifas Thalita telah usai tak mau melewatkan kesempatan menghajar wanita cantik kesayangannya beronde-ronde di atas ranjang malam ini. Alhasil, putera sulung mereka terabaikan karena orang tuanya kelelahan bercinta."Ohh ... bising banget sih kayak ada kucing jantan minta kawin! Hoamph!" Indra merepet sambil menguap karena kantuk, dia tidak menyadari bahwa itu adalah suara tangis anaknya sendiri.Thalita pun terbangun karena gerakan lasak badan besar suaminya di sampingnya. Dia mendengar tangisan buah hatinya dan langsung bangkit dari tempat tidur. Sementara Gregory yang kesal diabaikan bermenit-menit l
Dengan sigap Tuan Harry Livingstone menangkap tubuh Bella sesuai teriakan Brian tadi. Wanita itu meronta-ronta sekuat tenaga hingga nyaris membuat papa Suzy kewalahan. Maka dia pun memukul tengkuk Bella hingga pingsan."Siapa wanita liar ini, Brian? Apa wanita yang pernah menjalin affair denganmu dulu?" tanya Tuan Harry Livingstone penasaran. Dia masih memeluk tubuh lunglai Bella yang tak sadarkan diri."Iya, benar. Maaf merepotkan Anda, Pa. Dia yang menabrak Serena, sebaiknya kita geledah kantongnya dulu. Kurasa dia pasti masih menggunakan mobil yang dipakai untuk melakukan kejahatannya tadi siang," ujar Brian, dia menunggu Tuan Harry memeriksa saku-saku pakaian Bella. Ternyata benar ada sebuah kunci remote mobil.Tuan Harry menekan remote untuk membuka pintu mobil dari jarak jauh. Dan sebuah mobil bertipe Avanza warna hitam menyala lampunya. "Itu dia mobil yang menjadi barang bukti kejahatan tabrak larinya!" ujar Brian seraya menunjuk mobil yang terparkir di arah jam sebelas dari p
"Brian, sekarang Papa sedang ada di rumah sakit menemani Serena. Dia mengalami tabrak lari mobil dan didiagnosa patah kaki kanan kiri dibagian tulang paha kanan dan tulang betis kiri, selain itu dia juga gegar otak," tutur Tuan Harry Livingstone melalui sambungan telepon ke suami puterinya.Jantung Brian serasa dipukul keras ketika mendengar kabar buruk dari Jakarta. Dia lalu menjawab papa mertuanya, "Sore ini juga, Brian akan terbang ke Jakarta. Tolong kirim nama rumah sakit tempat Serena dirawat, Pa!""Baiklah, kutunggu di rumah sakit. Hati-hatilah di jalan, okay?" balas Tuan Harry Livingstone lalu menutup panggilan teleponnya. Pria yang seharusnya berulang tahun ke 49 itu hari ini berjalan mondar- mandir di depan pintu ruang operasi. Asisten pribadinya Evan O'Brient menemaninya dalam diam duduk di bangku tunggu operasi.Sungguh kado ulang tahun yang buruk, pikir Harry. Dia sangat bersedih hati karena ketika telah berhasil menemukan puteri kandungnya yang berpuluh tahun terhilang j
"Suzy Sayang, hati-hati di jalan ya! Sampai jumpa Jumat depan," pesan Brian saat mengantar keberangkatan istrinya di Bandara Ngurah Rai. Pelukan hangat suaminya membuat Suzy enggan pulang ke Jakarta, tetapi masih ada kuliah tersisa satu semester hingga dia wisuda. "Oke, Mas. Kamu juga jaga kesehatan ya, pasti sibuk kerjaannya di proyek. Ya sudah, Suzy boarding ke pesawat sekarang. Bye, Mas Brian!" pamit wanita itu lalu melambaikan tangannya sembari melangkah pelan menuju ke antrean pemeriksaan tiket akhir.Selepas kepergian Suzy, dia pun bergegas ke parkiran mobil Bandara untuk menjumpai Hendrawan yang akan mengantarnya ke lokasi proyek pembangunan resort. Ada banyak pekerjaan menantinya di Senin pagi itu. Biasanya memang Suzy pulang hari Minggu malam, hanya saja mereka terlalu rindu untuk cepat-cepat terpisah lagi hingga kepulangan Suzy tertunda.Brian naik ke bangku sebelah pengemudi dan menyapa Hendrawan yang nampak berseri-seri wajahnya entah mengapa, "Hen, kita berangkat sekaran