"Next time, aku gak akan kehilangan kesempatan untuk bersama Nada." Gumam Firman saat Nada dan Akbar sudah pergi dengan mobil mereka masing-masing.Sepanjang perjalanan mengikuti Nada, Akbar tidak hentinya terus tersenyum. Ia bahkan berkendara sambil bersiul ria. Tidak pernah sebelumnya Akbar seperti ini. Mungkin efek jatuh cinta bisa membuat orang terlihat aneh dan berbeda. Mau tidak percaya, tapi ada buktinya, Akbar.Sementara Nada, ia terus saja melihat ke arah spion. Ia terus mengintip Akbar, mungkin ia ingin memastikan apakah Akbar masih mengikutinya atau tidak Saat tahu Masih mengikutinya, terlihat senyum seulas sebelum senyum itu kembali berubah datar."Kenapa dia jadi berubah seperti ini? Bukankah dulu dia tipe orang pamalu? Lalu kenapa sekarang malah bertindak sebaliknya. Ia seperti kehilangan urat malunya." Gumam Nada di sela aktivitas menyetir.Cukup menempuh perjalanan dua puluh menit, Nada dan Akbar sampai di kediaman Nada. Akbar segera turun lalu menghampiri Nada yang su
Ilham memegangi pundak Akbar, lalu ia menepuk-nepuk beberapa kali."Kakak ingin melihat kamu seperti dulu, Bar. Kakak merasa asing dengan kamu seperti ini. Kakak harap setelah bertemu lagi Nada, kamu bisa seperti dulu," Tutur Ilham."Tapi ... Dari mana kakak tahu jika nada akan datang ke sana? Apa Kakak sudah lama tahu keberadaan Nada?" Tanya Akbar begitu penasaran. Ilham menarik napas panjang, ia senderkan punggungnya pada sandaran sofa. Pandangannya ia arahkan pada langit-langit rumah, ia terlihat seperti tengah mengingat."Kakak baru tahu dua hari lalu. Tahu Nada begitu dekat dengan kita membuat Kakak senang. Setidaknya ada harapan untuk kamu kembali seperti dulu. Saat itu, kakak pergi ke perusahaan Firman. Dia bercerita jika ia memiliki wanita yang ia cintai. Wanita yang menurutnya begitu berbeda dengan wanita lainnya. Lalu, Firman memperlihatkan foto dari handphonenya. Kau pasti bisa menembak siapa wanita dalam foto di handphone Firman."Ilham bertanya pada Akbar, agar sang adik
Dua mobil mewah berhenti tepat di depan perkarangan rumah Nada. Nada yang kala itu akan mengantarkan Nazril sekolah hanya bisa menatap bergantian pada dua mobil tersebut.Satu mobil ia kenali, tapi satu lagi ia tidak mengenalinya. Sepertinya kali pertama datang ke rumahnya.Secara bersamaan pula, orang yang mengemudikan mobil tersebut keluar. Nada terkejut saat mendapati pemilik mobil yang tidak ia kenali adalah orang yang baru tadi malam ia temui.Orang tersebut adalah Akbar dan satu orang lagi adalah Firman. Mereka berdua sama-sama tersenyum ke arah Nada. Nada balas tersenyum namun dengan senyuman kikuknya.Nazril yang melihat kehadiran Akbar tiba-tiba berteriak memanggil Akbar dan langsung berlari."Om Akbar," teriak Nazril seraya berlari dan memeluk Akbar.Akbar menyambut Nazril dengan berjongkok dan merentangkan kedua tangannya."Nazril," panggil Akbar.Mereka berpelukan, Firman dan Nada hanya diam melihat interaksi keduanya. Terlebih Firman, ia terkejut melihat Akbar begitu Akra
Dalam mobil, saat mobil mulai melaju Nazril terus saja menengok ke belakang. Ia tengah melihat Akbar dan Firman yang masih beradu mulut. Setelah itu, Nazril kembali menghadap ke depan. Lalu ia menatap Nada dan bertanya."Bunda kenapa pergi? Nazril masih rindu om Akbar. Nazril mau sama om. Nazril gak mau jauh sama Om Akbar. Bunda, kalau kita bersama om Akbar kita aman. Ayo Bunda, kita kembali menemui om Akbar." Nazril merengek, ia bahkan sampai menggoyangkan lengan Nada. Berharap sang bunda mau mendengarkan permintaannya.Kala itu, Nada ingin sekali menangis. Perkataan Nazril membuktikan jika selama ini dirinya masih belum merasa aman. Ia masih merasa hidupnya terancam. Nada berpikir, apakah dirinya bukanlah Bunda terbaik? Apakah selama ini dia gagal melindungi anak lelakinya ini? Hingga sang anak memiliki pemikiran seperti itu, jika bersama Akbar mereka akan aman."Maafin Bunda, Nazril, maaf." Lirih Nada lalu kembali memeluk Nazril.Nazril yang dipeluk hanya diam saja. Ia lalu berkat
Akbar menghampiri Firman yang tengah berdiri di depan gerbang sebuah sekolah. Selepas Nada pergi, diam-diam Akbar mengikuti mobil Firman. Akbar yakin, gedung sekolah yang ia singgahi ini adalah tempat Nazril sekolah. Secara kebetulan juga Lidya sang keponakan bersekolah di sana. Sungguh, dunia memang terasa sempit Tapi, takdir tidak mengizinkan dirinya untuk bertemu Nada dan Nazril meskipun jarak mereka begitu dekat.Akbar yang sedari tadi diam di dalam mobil, seraya memperhatikan Firman. Kini ia pun beranjak keluar. Ia hendak menghampiri Firman.Sementara itu, Firman baru saja mengakhiri sambungan telepon dengan Nada. Terlihat jelas raut wajah penuh rasa kecewa.Selama dua tahun ia berusaha untuk mendapatkan Nada, mendapatkan pengakuan dari Nazril pula. Namun, hasilnya sama sekali tidak ada. Nada seolah menutup diri begitu juga dengan Nazril.Tapi, ada satu hal yang membuat ia penasaran. Sedekat apakah Nada dan Nazril dengan Akbar? Lalu, sejak kapan mereka saling kenal? Pertanyaan
"Aku juga menyukai Nada, itu terjadi sejak lama. Aku sedang berusaha untuk menaklukkan hatinya. Tapi, kamu tiba-tiba datang. Kamu ... menghambat semuanya."Akbar tertawa, ia sudah menduga jika Firman memang menaruh hati pada Nada. Tangan Akbar yang bersidekap, kini terlepas. Ia mengubah posisinya jadi menyimpan kedua tangannya di saku celana."Mari kita bersaing secara sehat. Dan, aku harap siapa pun nanti yang terpilih jangan saling menjatuhkan. Terima apa pun keputusan Nada." Ujar Akbar..Walau bagaimanapun juga, ia tetap harus fair. Siapa saja boleh menyukai Nada. Karena memang tidak ada orang yang tidak terpesona oleh pesona Nada.Dari luar saja terlihat baik dan teduh. Bagaimana jika kenal lebih dalam lagi. Bisa-bisa orang yang sudah berhasil mengalaminya tidak akan bisa berpaling lagi. Contohnya Akbar. Ia tidak bisa berpaling ke lain hati. Firman tak kalah menatap Akbar dengan tajamnya. Ia terdiam beberapa detik. Hingga ia mengeluarkan tangan."Oke, aku setuju." Ujar Firman de
Akbar tidak bisa tenang, bahkan pekerjaannya sama sekali tidak tersentuh. Pikirannya terus tertuju pada Nada. Rindu yang tak tertahankan itu ingin segera terobati lagi. Sekarang dia punya saingan, jika dilihat saingannya bukanlah pria sembarangan. Jika dibandingkan dengan dirinya, tentunya berbeda cukup jauh. Pria itu terlihat matang. Sukses dan masih banyak lagi keunggulannya. Lalu dirinya? Entah apa yang harus dibanggakan. Tapi, Akbar yakin seyakin-yakinnya. Ia pasti bisa mendapatkan Nada. "Argh! Ini tidak bisa dibiarkan." Gumamnya. Akbar lalu beranjak, ia memilih untuk pergi m nemuin Nada. Akbar yakin pukul sepuluh masih ada di sekolah. Karena Nazril belum waktunya untuk pulang.Saat hendak keluar, Akbar berpasan dengan Ilham. Bukan lagi berpasan tapi hampir bertabrakan."Eh, mau ke mana?" Tanya Ilham pada Akbar."Akbar mau Pergi, Kak. Hati dan pikiran Akbar sedang tidak baik-baik saja." Ujar Akbar."Kau sakit? Mau ke rumah sakit?" Tanya Ilham, ia khawatir. Ilham masih punya ra
Nada, Akbar dan Nazril ada di sebuah taman kota. Untuk pertama kalinya juga Nazril mau bermain. Tidak ada sedikitpun rasa takut di wajah Nazril, yang ada sebuah wajah berseri-seri.Nada senang melihat Nazril bisa kembali ceria. Ia tidak menyangka jika pertemuannya dengan Akbar dalam sekejap mata saja mampu mengubah.Padahal, Nada hampir frustrasi. Ia tidak tahu caranya lagi untuk menyembuhkan Nazril dari rasa trauma nya itu.Akbar yang sedari tadi menunggu Nada bercerita. Sudah mulai tak sabar. Ia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi selama dua tahun kebelakang itu. Apakah terjadi sesuatu yang besar? Jika iya, maka apa? Akbar ingin tahu."Nada, apa Kamu akan diam terus? Katanya mau cerita? Selagi Nazril sibuk bermain." Ujar Akbar hingga menyadarkan Nada dari pikirannya. Nada menoleh ke arah Akbar. Dan tertawa getir. "Bisakah kamu memanggilku Mbak seperti dulu? Jika kamu memanggilku seperti itu terdengar aneh,'' pinta Nada pada Akbar."Aku kan sudah bilang. Di mataku kamu seorang wa
Satu tahun kemudian....kehidupan Nada begitu penuh warna, keputusannya untuk menikah dengan Akbar adalah sesuatu yang tepat. Bagaimana tidak Akbar begitu sangat mencintainya, sangat menyayanginya sampai-sampai Nada serasa diratukan oleh Akbar.Tepat satu tahun pernikahan mereka dan penantian lama mereka berdua akhirnya Nada dan Akbar mendapatkan berita bahagia. Di mana dokter mengatakan jika saat ini nada Tengah mengandung 4 Minggu, kebahagiaan itu tentunya terasa berkali-kali lipat.Di usianya yang mungkin menurut orang sudah tak mudah lagi, ia harus kembali merasakan mengandung dan melahirkan. Bagi Nada itu bukan suatu persoalan. karena anak adalah rezeki, anak adalah titipan yang tidak mungkin ia tolak.Selain kehidupan Nada yang penuh dengan warna dan kebahagiaan. kehidupan Sofie pun perlahan membaik, dia kini sudah mantap untuk berhijab menggunakan gamis panjang sama seperti Nada.Hubungan dengan orang tuanya pun masih sama hanya saja tidak renggang seperti dulu. sesekali Sofi s
Keesokan paginyaHari ini adalah pagi pertama Nada memerankan perannya sebagai seorang istri yang baik. Setelah tadi melakukan salat bersama sang suami, nada langsung turun dan memasak untuk sarapan keluarga kecilnya tak lupa Sofi ikut turun membantu Nada.Biasanya Kayla dan asisten rumah tangga yang melakukannya. Namun karena Nada sudah kembali maka ia melakukannya sendiri. sedangkan Kayla dia pulang begitu juga dengan Ilham dan Lidya.Mengingat kejadian semalam, Nada berharap semoga Kayla dan Ilham diberikan jalan yang terbaik. Nada begitu yakin jika Kayla bisa mengatasinya."Kenapa malah turun? Tetaplah di kamar. Jika sudah selesai Mbak panggil kamu." Titah Nada pada Sofi. Saat wanita itu tiba-tiba ada di dekatnya.Sofi menggeleng, ia malah membawa pisau dan mulai membantu Nada memotong sayuran. "Aku bukan tamu, Mbak. Jadi biarkan aku membantu. "Nada tertawa kecil, "Baiklah lakukan yang kamu mau. Mbak justru senang jika kamu seperti ini. Tidak merasa seperti tamu. Bersikaplah seola
Saat ini Akbar berada di dalam kamar dia dan nada. kamar yang harusnya menjadi saksi penyatuan mereka dan terpaksa harus tertunda karena sebuah insiden yang sama sekali tidak mereka duga.Kelopak bunga mawar berbentuk hati menghiasi kasur pengantin baru yang tertunda itu l. kelopak bunga mawar yang kemarin diganti karena yang dulu sudah mengering.Hiasan ornamen pengantin baru saja masih terpasang indah di sana. Lampu kelap kelip-tirai cantik dan juga kelopak bunga mawar segar pemandangan indah di kamar pengantin baru yang tertunda itu.Entah kenapa Akbar merasa nervous saat ingin menyambut nada, dia berulang kali menelan salivanya, berulang kali memegangi telapak tangan yang terasa dingin. Ia bingung apa yang harus mereka lakukan setelah berada di dalam kamar berdua saja?Jika boleh jujur Akbar sama sekali tidak memiliki pemikiran untuk meminta haknya yang seharusnya satu minggu lalu ia terima. Iya nervous dan bingung hanya karena untuk pertama kalinya mereka akan berada di dalam sat
Karena waktu semakin malam, Nada pun membawa Sofi ke kamar yang akan menjadi miliknya. Kamar tersebut berada di samping kamar Nazril."Ikut Mbak ya. Mbak akan tunjukkan kamar milikmu." tutur Nada "Aku malu Mbak," ucap Sofi "Kenapa harus malu? Tidak ada yang mempermalukan kamu." seru Nada karena pada dasarnya memang iya. "Aku sepertinya menyusahkan kamu, Mbak. mungkin aku lebih baik tinggal di rumah orang tuaku saja." Mendengar hal itu membuat Nada menatap Sofi dengan tatapan penuh tanda tanya.."Tinggal di rumah orang tuamu yang sama sekali gak pernah menganggap kehadiranmu. Orang tua yang selalu menyakiti perasaanmu, bukankah Mbak sudah bilang, Mbak rela kamu kembali ke orang tuamu asalkan mereka benar-benar mau menerima kamu. karena walau bagaimanapun yang namanya ikatan anak dan orang tua nggak ada yang bisa terputus. Enggak ada yang namanya mantan anak apalagi mantan orang tua. Orang tua kamu aja yang terlalu egois. pokoknya kamu tenang Mbak akan urus masalah ini. Bukan berarti
"Bagaimana, kau mendengarnya sendiri bukan? apa yang diinginkan oleh Lidya." tanya Nada kepada Kayla saat obrolannya dengan Lidya berakhir.Kayla mengganggukan kepalanya dengan posisi masih menyendirikan punggungnya pada dinding. Tubuhnya mendadak terasa lemas."Lalu apa yang harus aku lakukan? Sedangkan aku sendiri saja bingung, bagaimana caranya menyayangi dia. Ayahnya saja tidak aku cintai tidak aku sukai. Bagaimana dengan anaknya?" tanya Kayla pada Nada."Cobalah posisikan dirimu sebagai Lidya. Bagaimana posisi kamu Jika kamu seperti Lidya, orang tua salah satunya sudah meninggal, lalu salah satunya harus menikah lagi." tanya balik Nada pada Kayla ."Cobalah untuk memperbaiki diri, ya. Aku tahu, aku sendiri saja bukan manusia yang sempurna. Bukan manusia yang baik, tapi setidaknya aku selalu ingin membuat diri ini ada gunanya di mata orang lain. kandang aku selalu berpikir hidupku ingin bermanfaat bagi orang lain. Tidak apa-apa jika aku terluka yang penting orang lain bahagia, kar
Nada menatap Lidya yang baru saja pergi, bahkan menabrak dirinya tanpa mengucapkan maaf. Nada merasa telah terjadi sesuatu antara ayah dan anak itu. Hingga membuat gadis tujuh tahun itu tidak sedikitpun meminta maaf. Padahal, Lidya begitu dekat dengannya dan Lidya begitu hormat padanya.Melihat hal ini, Nada harus turun tangan. Ia harus bisa mengatasi masalah yang terjadi antara ayah dan anak ini."Ada apa dengan Lidya? Kenapa dia terlihat begitu marah?" tanya nada kepada Ilham saat ia baru saja sampai di hadapan Ilham.Ilham yang kalau itu Tengah terduduk lemas, seraya menyenderkan punggungnya pada senderan kursi, hanya bisa membalas pertanyaan Nada dengan sebuah helaan nafas yang sangat panjang. sepertinya dia belum siap untuk bercerita.Lama terdiam, akhirnya Ilham buka suara."Apa yang harus aku lakukan? Lidya marah padaku gara-gara aku akan menikah lagi. Dia enggak suka pada Kayla." Ucap Ilham dengan lemesnya dan tak bertenaga.Sudah Nada duga, jika terjadi sesuatu dengan Ilham d
"Lidya tunggu jangan lari, nak!" teriak Ilham pada Lidya yang pergi meninggalkan sang Ayah.."Jangan mengikuti Lidya, yah! Pergi urus saja wanita itu!" teriak lagi Lidya dia masih terus berjalan."Dengerin Ayah, nak, jangan seperti ini. Ayah mohon," pinta Ilham. Ilham sedih karena anak seusia sang anak bisa memberontak seperti ini.Lidya berhenti, dia tidak lari lagi. Dia membelakangi sang ayah, sementara sang ayah terengah-engah Karena kelelahan mengejar dirinya.."Tolong dengarkan dulu perkataan ayah. Jangan seperti ini," pinta lagi Ilham.Lidya membalikkan tubuhnya hingga ia bisa bersitatap dengan sang ayah. Yang mana kala ini Tengah berjongkok, Karena kelelahan dan hampir kehabisan napas."Dengerin apa, Yah? Meskipun Ayah tidak memberitahu Lidya, tapi Lidya tahu yang namanya ibu tiri itu jahat. Contohnya teman Lidya di sekolah. Dia sering bilang kalau dia sering dipukul sama ibu tirinya. Dia juga suka bilang perhatian ayahnya hilang, lalu apa bedanya sama Lidya. Ayah sendi
Sekitar pukul tujuh malam mereka sampai di rumah Nada. Nada kini bisa menginjakkan lagi kakinya di rumahnya, setelah seminggu lebih ia di Bogor.Di depan pintu sudah ada Nazril. Ia langsung berlari dan memeluk Nada. Kedua menangis bahagia."Bunda, Nazril rindu bunda. Bunda tidak apa-apa kan? Bunda enggak akan pergi-pergi lagi kan?" Ujar Nazril dalam pelukan Nada."Bunda janji, tidak akan ke mana-mana lagi. Bunda akan selalu bersama Nazril." Ucap Nada seraya mengecup kening Nazril. "Nazril apa kabar, sehatkan? Selama bunda gak ada Nazril kuat kan? Bunda Percaya kamu pasti selalu mendoakan Bunda. Dan qodarullah inilah kekuatan doamu. Bunda bisa pulang dan bertemu kembali dengan Nazril," lanjut lagi Nada dengan tidak hentinya membanjiri pipi Nazril dengan ciuman kerinduan. Antara bunda dan anaknya.Pelukan mereka terurai, Nada mengusap-usap kepala dan pipi Nazril. Ia tengah meyakinkan dirinya jika ini bukanlah mimpi tapi sungguhan."Apakah Nazril hanya merindukan bunda? Ayah enggak?" Uca
Nada, Akbar dan Sofi berjalan beriringan. Jika Nada digenggam oleh Akbar. Maka Sofi digenggam oleh Nada. Sofi merasa sedang diperhatikan oleh seorang kakak. Ia menyukainya.Dari kejauhan Ilham melihat tiga orang ini berjalan ke arahnya. Namun,. Ilham tidak mengenali sosok yang ada di samping Nada itu. Ilham pikir mungkin itu temannya Nada. Tapi.... teman yang mana? Inikan di Bogor. Mana mungkin Nada memiliki teman di sini selain Sofi.Saking memikirkan karena tidak mengenali sosok yang ada di samping Nada. Ilham sampai tidak menyadari kedatangannya mereka. Lalu tepukan di bahu Ilham mampu menyadarkan dirinya.Rupanya itu Akbar, yang menepuk pundak Ilham lalu berbisik " Jaga mata, jaga hati. Ingat di Jakarta ada yang menunggu."Bugh...Ilham memukul punggung Akbar. Karena sang adik sudah lancang berkata seperti itu. Lalu Akbar kembali berbisik. "Dia Sofi, gadis yang tadi. Cantik kan?" Akbar malah semakin menggoda sang kakak.Akbar menyukainya saat menggoda Sang kakak, ia bahkan selal