Semenjak kejadian kencannya terakhir kali Maya langsung menghapus aplikasi tersebut dari ponselnya. Ia trauma karena dituduh menjadi pelakor padahal dia ditipu saat itu. Dita pun juga mengomelinya habis-habisnya membuat telinga Maya panas mendengarnya. Tetapi, setidaknya dari kejadian itu dia bisa bertemu dengan tetangga masa kecilnya. Ian dan Zayyan yang sama-sama ia panggil Mas Yan. Ian sendiri adalah tetangganya dulu yang tiba-tiba pindah sedangkan Zayyan adalah teman sekolahnya yang sering datang untuk bermain atau mengerjakan tugas. Dulu kedua orangtua Maya sama-sama sibuk bekerja sehingga ia kadang dititipkan ke keluarga Ian. Maminya punya butik yang jaraknya hampir satu jam dari rumah sedangkan ayahnya adalah pengacara yang sangat jarang pulang. Kesibukan kedua orangtuanya membuat Maya sering datang ke rumah keluarga Ian untuk sekedar bermain hingga menunggu maminya pulang bekerja.
Meski Maya merasa kesepiaan kala itu, namun kehadiran keluarga Ian serta Zayyan mengisi kekosongan tersebut. Keluarga Ian sudah menganggap Maya seperti anaknya sendiri bahkan Ian sendiri pun juga begitu. Ian menganggap Maya sebagai adik kecilnya karena dirinya bungsu dalam keluarganya jadi dia sangat ingin memiliki seorang adik. Maka dari itulah kehadiran Maya ia sambut dengan tangan terbuka. Selayaknya saudara Ian sering menjahili Maya hingga gadis itu menangis walaupun nanti ia merasa menyesal atau bersalah, laki-laki tersebut terus tetap mengulanginya. Ia menganggap ini adalah bentuk kasih sayangnya seorang kakak pada adiknya. Maya pun juga tak menganggap hal itu mengganggunya karena ia tahu Ian tak bermaksud buruk padanya.Kehadiran Zayyan diantara mereka berdua tak menyurutkan hubungan mereka. Justru Maya malah menjadikan Zayyan sebagai tamengnya dari kejahilan Ian padanya. Dan lelaki itu menikmati perannya. Sifatnya yang kalem dan selalu berpikir jernih membuat banyak orang mengandalkan dirinya. Makanya, Zayyan tak perlu merasa protes akan hal itu.Maya menggeleng dengan mulut melengkung membentuk senyum di wajahnya. Membayangkan masa kecilnya dulu membuat dirinya senang. Apalagi bertemu kembali dengan dua lelaki tersebut adalah hal yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Terhitung pertemuan terakhir mereka sudah hampir satu bulan terlewati. Sayang sekali Zayyan tidak tinggal di sini, laki-laki itu datang untuk keperluan kerja. Tetapi, setidaknya ia masih bisa bertemu dengan Ian. Beberapa kali pria itu datang menemuinya dan mengajaknya berjalan-jalan. Bahkan baru kemarin Ian datang berkunjung bertemu dengan orangtuanya. Pada pertemuan pertamanya kedua orangtuanya sangat senang sekali. Maminya bahkan memeluk Ian guna melepaskan kerinduannya.Mobil Dita berhenti di depan rumah Maya. Mereka berdua baru saja selesai dari kelas sore dan langsung pulang. Maya mengerutkan keningnya saat melihat ada dua buah mobil terparkir di halaman rumahnya. Ada satu mobil yang ia kenal dan itu milik Zayyan, namun untuk mobil satunya Maya tidak tahu.“Rame banget rumahmu May,” ucap Dita yang sama-sama melihat halaman rumah Maya terdapat dua buah mobil asing. “Tamu papahmu May?”“Nggak tau, tapi ada mobil Mas Yan di sana.”Gantian Dita yang mengernyit bingung. “Mas Ian?” Dita sampai sekarang masih bingung dengan nama panggilan ini. Dua pria yang rupanya kenalan Maya ini sama-sama dipanggil Mas Yan.“Bukan. Mas Zayyan, Dit.” Maya melepaskan sabuk pengamannya dan membuka pintu mobil. “Mau mampir?” tawar Maya yang dibalas gelengan oleh Dita.“Mau langsung aja, lagian ada tamu nggak enak. Gih, buruan masuk.”Setelah mobil Dita hilang di tikungan jalan barulah Maya masuk ke rumah. Ia berjalan dengan kedua mata memandangi mobil tersebut. Ada rasa penasaran dalam hatinya. Bertanya-tanya siapa tamu di dalam. Ketika ia masuk terdengar suara kedua orangtuanya yang sedang berbincang dan dirinya hanya bisa melihat tiga punggung orang yang membelakanginya. Pada saat itu maminya yang menyadari kedatangannya pun tersenyum.“Nah, ini anaknya baru pulang, pas banget. Sini Sayang kesini bentar.” Ratih —Mami Maya— mendekati putrinya dan menuntunnya duduk pada sofa yang kosong.Maya sedikit terkejut melihat Zayyan. Kemudian ia menoleh pada pasangan suami istri yang ia perkirakan adalah orangtua Zayyan. Kepalanya mengangguk memberi salam yang dibalas oleh senyuman lebar terlebih dari seorang wanita paruh baya.“Akhirnya ketemu juga ya sama Maya. Tante dah sering banget dengerin cerita kamu dari Zayyan, tapi sayang kita belum sempet ketemu. Syukurlah kita sekarang ada kesempatan apalagi di waktu yang sangat baik ini.”Dugaan Maya benar bahwa wanita di depannya adalah ibu Zayyan. “Semoga bukan cerita yang aneh ya, Tante. Hehe…,” jawab Maya yang dibalas oleh kekehan ibu Zayyan.“Eh, panggil Mamah aja nggak papa.” Kemudian kedua orangtua Zayyan memperkenalkan dirinya.Dewi adalah nama ibu Zayyan dan untuk ayahnya bernama Abimana. Setelah itu semua kembali berbicara dengan banyak topik silih berganti. Maya pun hanya duduk diam dan sesekali menjawab ketika mendapat pertanyaan dari Dewi. Sejujurnya Maya merasa lelah dan ingin segera istirahat, namun rasanya tidak sopan meninggalkan tamu begitu saja. Zayyan melirik memandang wajah lelah Maya. Lalu, ia menoleh pada ibunya memberi kode. Dewi yang paham dengan maksud putranya langsung menyenggol suaminya. Abimana pun mengerti dan mengambil alih topik pembicaraan.Abimana berdeham. “Jadi begini, sebelumnya kami tadi sudah mengutarakan niat tujuan dari kedatangan hari ini. Namun, berhubung yang bersangkutan belum datang dan kini telah hadir, maka kami akan mengulanginya.”Maya tiba-tiba merasa gugup saat merasakan tatapan ayah Zayyan kini terarah padanya.“Nak Maya, saya selaku wali dari Zayyan dan keluarga datang kesini memiliki niat baik. Saya ingin melamarmu sebagai istri Zayyan Abimana.”*****“Mas Yan, ini maksudnya apa ya?” tanya Maya setelah ia menyeret Zayyan menuju halaman belakang rumah.Setelah ucapan ayah Zayyan tadi, Maya shock hingga sulit untuk bereaksi. Ia terdiam cukup lama hingga maminya menyenggolnya yang membantu tersadar seketika. Dewi, ibu Zayyan yang mengerti dengan keterkejutan Maya kembali mengucapkan perkataan suaminya tadi secara perlahan. Maya yang tadinya merasa mulai mengantuk langsung kembali segar. Segera ia meminta ijin mengajak Zayyan untuk berbicara berdua.“Seperti yang diucapkan kedua orangtuaku, Mas mau melamar kami jadi istri,” jawab Zayyan dengan enteng yang membuat Maya mendesah frustasi.“Bukan itu ihh! Maksudku kenapa? Kok bisa Mas tiba-tiba punya ide buat lamar aku?”“Bukannya kamu yang minta?”“Hah? Bentar … maksudnya yang kemarin di mobil?”Zayyan hanya diam tak menjawab dengan tetap terus menatap Maya. Sedangkan gadis itu menggeleng dengan tatapan tak percaya. Maya benar-benar tak habis pikir dengan Zayyan. Percakapan di mobil kemarin dimana ia bercanda mengajak Zayyan menikah, padahal dia hanya ingin terus mengejek status pria itu. Mana ia tahu jika ucapannya itu dimbil serius oleh lelaki yang ada di hadapannya.“Duhh, trus gimana dong?”“Ya … nggak gimana-gimana. Semua udah terjadi, nggak ada jalan mundur.” Zayyan berbalik melangkah memasuki rumah meninggalkan Maya yang berkutat dengan kepanikannya.“May, serius lo dilamar?” Dita yang baru duduk langsung melempar pertanyaan pada Maya. Saat ini mereka berdua sedang berada di cafe. Kemarin adalah hari dimana ia dilamar oleh seorang pria. Dan pria tersebut adalah teman dari tetangga masa kecilnya. Orang yang tak pernah ia duga. Maya yang tadinya berusaha membujuk Zayyan untuk menarik lamarannya berakhir gagal. Pria itu benar-benar seperti gunung yang tak dapat digoyahkan. Lalu, Maya berencana untuk membicarakannya pada orangtuanya, namun melihat wajah sumringah di keduanya membuat ia jadi tak enak dan akhirnya memilih untuk pasrah saja. Usai kepulangan Zayyan dan keluarga, Maya langsung masuk ke kamar dan mengirim pesan pada Dita. Ia langsung mengirim ribuan pesan suara yang berisi kepanikannya akan kejadian hari itu. Dita yang kepo dan paham dengan kepanikan sahabatnya itu akhirnya langsung mengajak Maya untuk bertemu di cafe yang biasanya mereka datangi. “Gimana d
Zayyan melepaskan outernya, lalu ia taruh di atas paha Maya yang kebetulan saat ini sedang mengenakan skirt biru muda polos sepanjang lutut. Dua orang tersebut sedang berada di taman alun-alun yang jaraknya setengah jam dari rumah Maya. Sebelum itu mereka berdua sempat mampir ke minimarket untuk membeli es krim. Setelah Zayyan memastikan Maya telah nyaman, pria tersebut pamit sebentar untuk membeli sesuatu. Maya melihat punggung pria tersebut yang berjalan menuju stand yang menjual jajanan. Di alun-alun ini memang banyak orang berjualan. Dari makanan hingga mainan lucu yang menarik perhatian anak-anak. Untungnya mereka berdua mendapat tempat duduk, jika tidak mungkin Zayyan dan Maya hanya bisa duduk di mobil dengan suasana yang semakin canggung. Maya lega setidaknya dengan keramaian ini bisa membuatnya tenang. Zayyan menoleh mengamati Maya untuk mengawasinya memastikan gadis itu aman dan dalam jangkauannya. Setelah membayar segera ia kemba
“Halo, Tante! Masih inget sama Ian?” Ian tersenyum lebar saat melihat Ratih membukakan pintu untuknya. Setelah pertemuan terakhirnya dengan Maya yang tak disengaja, Ian belum sempat berkunjung untuk bersilaturahmi. Ia masih disibukkan dengan masa transisi jabatannya. Ayahnya telah mengundurkan diri dalam jabatannya sebagai presiden direktur yang mana posisi tersebut dialihkan kepada dirinya. Makanya dalam beberapa hari terakhir ini dirinya sangat sibuk sekali. Dan kebetulan hari ini dia cuti setelah kemarin ia baru saja pulang dari dinasnya. Lalu, Ian memutuskan untuk menggunakan cutinya datang berkunjung ke rumah Maya. Ratih yang mendengar bel rumahnya berbunyi pergi membukakan pintu. Dirinya sangat terkejut saat melihat seorang pria muda berdiri di hadapannya ternyata adalah tetangganya dulu yang telah membantu banyak dirinya menjaga Maya. Wanita tersebut menarik Ian dan memeluknya. “Duh, nak lama nggak ketemu sekar
Maya dan Dita berjalan menuju halaman parkir fakultas setelah jadwal mata kuliah untuk hari ini selesai. Mereka berdua bercakap ringan membahas materi kuliah tadi hingga beberapa tugas yang perlu mereka kerjakan secara kelompok atau individu. Biasanya jika tugas yang didapat ditujukan perorangan, mereka berdua akan mencari waktu untuk mengerjakannya bersama-sama. Mereka akan pergi ke cafe atau salah satu rumah antara dua gadis itu. Ketika jarak gedung parkir semakin dekat, ia mendengar beberapa seliweran di antara mahasiswi yang tampak berbicara dengan wajah malu-malu. Tak hanya satu atau dua, tetapi hampir sebagian besar seperti itu sehingga membuat Maya dan Dita jadi penasaran. Selentingan percakapan mereka terdengar di telinga Maya dan Dita. “Mahasiswa baru? Atau jangan-jangan dosen? Gilak sih kalo beneran, bakalan rajin berangkat punya dosen modelan gitu!” Maya dan Dita bertukar pandangan hingga sama-sama membuat
Maya dapat melihat dari kejauhan seorang pria tengah tergesa-gesa. Pria itu berhenti sejenak untuk mengedarkan pandangannya hingga kedua matanya menemukan dirinya, orang tersebut bergegas melangkah mendekat. Di sampingnya seorang pria yang tak lain adalah Ian sedang terkikik geli. Nampaknya orang ini moodnya sedang sangat baik. Dan Maya tahu apa penyebabnya. Setengah jam yang lalu, Ian mengirimkan foto selfie dirinya dengan Maya ke Zayyan. Tanpa perlu menunggu waktu lebih lama, pria itu membaca pesan Ian dan langsung meneleponnya. Meski tak bisa mendengar dengan jelas, namun Maya bisa melihat dari wajah jahil Ian. Pasti Zayyan sedang kesal pada temannya itu, tapi Maya sendiri tidak paham mengapa pria yang menjadi calon suaminya itu kesal pada Ian. Tak lama telepon mereka berdua mati, kini giliran ponsel Maya yang berkedip menandakan ada pesan masuk. Pesan tersebut tak lain berasal dari Zayyan yang berisi bahwa pria itu akan segera ke sana. Maya yang tak mengerti hanya bisa menjawab ‘
Zayyan memasuki apartemennya dengan tangan yang bergerak melepaskan dasi. Waktu menunjukan sudah lewat tengah malam. Ia terpaksa lembur karena sore tadi pergi menjemput Maya yang diculik oleh Ian. Lalu, ia mampir ke rumah gadis itu dan baru bisa keluar setelah pukul sembilan malam. Akibat hal itu pekerjaannya banyak yang tertunda dan semakin menumpuk. Padahal jika bukan gara-gara Ian yang menculik calon istrinya, ia sudah berencana mengajak pergi Maya berkencan mumpung besok adalah hari Minggu. Sebenarnya bisa saja hari Minggu ia mengajak Maya kencan, sayangnya besok ia ada jadwal dinas ke beberapa kota selama tujuh hari. Kini berkat sahabat baiknya itu rencananya berantakan dan waktu istirahatnya semakin berkurang. Zayyan membuka lemari esnya dan mengambil botol air mineral, lalu menegaknya dengan rakus. Kaki panjangnya melangkah menuju ruang tamu. Ketika ia ingin berbaring di sofa panjang, Zayyan dikejutkan oleh sosok lain yang telah men
“Morning!” sapa Maya yang sedang membawa mangkuk besar. Gadis yang mengenakan midi skirt polos berwarna krem dipadu padankan dengan outer rajut berwarna biru muda. Rambutnya ia ikat tinggi memperlihatkan leher jenjangnya yang polos tanpa ada aksesoris apapun. “Halo, Dita! Ayo kita mulai sarapannya.” Ratih datang dan langsung memeluk Dita. Kemudian ia mengambil tempat duduk di seberangnya tepat sebelah Maya. Setelah itu mereka bertiga memulai sarapannya. “Om Bim kemana Tante?” tanya Dita y
Maya menginjakkan kaki ke pasir pantai tanpa mengenakan alas kaki. Ia tersenyum lebar dengan tangan kanan memegang topi lebarnya dan tangan kiri memegang sandalnya. Sesuai rencananya yang lalu, hari ini Maya dan Dita telah sampai di Bali dengan tujuan liburan. Setelah beristirahat hingga menjelang sore hari, mereka berdua memutuskan ke pantai untuk melihat matahari terbenam. Mengenakan setelan kaos dan celana pendek warna soft blue, lalu sandal dan topi untuk menghalau sinar matahari yang masih terasa menyengat meski waktu menunjukkan sudah sore. Di sampingnya Dita mengenakan kaos putih yang dipadu padankan dengan celana jeans dan juga sandal yang sama seperti Maya. Dua gadis itu mencari tempat yang nyaman sembari
Maya hanya mengaduk-aduk makanannya tanpa ada niatan untuk dimakan. Moodnya terlanjur jelek gara-gara wanita bernama Rara itu. Untung saja wanita itu tidak ikut bergabung makan siang bersama sekarang, kalau sampai benar-benar wnaita itu membuntuti, dia akan langsung minta pulang saat itu juga. Walaupun begitu tetap saja moodnya sudah hancur. Dia jadi tak memiliki nafsu makan. Padahal tampilan makanan yang ada di depannya ini sangat menggoda. Gara-gara masih mengingat sikap centil Rara pada Zayyan membuat Maya jadi malas melakukan apapun."Dimakan Maya," perintah Zayyan pada Maya yang kini memasang wajah galak padanya. Keningnya mengerut bingung. Menyadari bahwa kejadian tadi menjadi alasan Maya menatapnya seperti itu, Zayyan hanya bisa menggelengkan kepala dengan pasrah."Itu baru satu kan?""Hah?" Zayyan melempar tatapan tak paham dengan maksud pertanyaan Maya. Gadis di hadapannya itu langsung berdecak kesal melihat reaksinya yang mungkin menurutnya menyebalkan. Zayyan menggaruk peli
Layar ponsel Maya menyala, sebuah notifikasi pesan masuk muncul. Matanya melirik melihat nama Zayyan pada notifikasi tersebut. Dalam pesan tersebut Zayyan mengiriminya sebuah link disertai kalimat yang mengikuti di bawahnya. Kedua mata Maya berbinar saat melihatnya. Ia mengklik link tersebut yang membawanya menuju sebuah drive yang berisi file proposalnya. Ketika ia membukanya Maya bisa melihat keseluruhan isi proposalnya yang lengkap persis seperti versi cetaknya. Pekikan sarat bahagia pun sontak terdengar. Ia kembali ke aplikasi pesan dan mengklik icon telepon pada kontak Zayyan."Mas Yan, ini filenya udah balik lagi?" Maya langsung membuka suara setelah panggilannya terangkat. Nadanya terdengar senang sekaligus lega."Iya, tapi untuk laptop baru bisa Mas kasih besok ya. Untuk jaga-jaga selalu back up ke online, cloud dan sebagainya. Besok Minggu Mas mampir ke rumah," jawab Zayyan yang masih di kantor. Ia masih sibuk dengan pekerjaannya. Ketika stafnya yang dimintai tolong mengirim
Maya mengantar Zayyan ke mobil setelah makan malam. Zayyan meletakkan dua laptop miliknya dan Maya ke kursi belakang. Ia menepuk kepala Maya lembut dan menyuruh gadis itu langsung masuk ke rumah karena angin malam terasa dingin apalagi saat ini dia hanya mengenakan kaus lengan pendek."Langsung istirahat, nggak usah begadang. Masalah laptop serahkan sama Mas." Maya mengangguk merespon ucapannya. Ia tidak ingin gadis itu begadang sudah cukup lelah dia menangis tadi, jadi dia meminta Maya untuk segera istirahat. Tak lupa untuk menenangkannya mengenai laptop dan file proposalnya."Makasih, Mas Yan udah bantuin," ucap Maya. Dia benar-bener sangat berterimakasih pada laki-laki di hadapannya. Jika bukan karenanya pasti hingga saat ini dia masih menangis dan tidak tahu harus berbuat apa. Dia awam dengan permasalahan seperti ini."Iya, udah cepetan masuk."Zayyan masuk ke mobil setelah memastikan Maya masuk ke rumah, lalu menyalakan mobil. Dalam perjalanan ia menghubungi sekretarisnya menanya
Jadwal sidang kolokium Maya dan Dita sudah keluar. Mereka berdua mendapatkan jadwal yang sama pada hari Selasa dan hari ini adalah Kamis berarti kurang lima hari lagi. Setelah mendapatkan informasi jadwal Maya mengajak Dita ke tempat fotocopy untuk mencetak laporannya. Berhubung kertas dan tinta printernya habis, Maya memilih untuk mencetak di dekat kampusnya. Sedangkan Dita baru saja mencetaknya semalam dengan printer miliknya sendiri, jadi Dita hanya menemani sahabatnya itu.Setelah mencetak rangkap tiga dan menjilidnya keduanya langsung memutuskan pulang. Dita yang biasanya ikut ke rumah Maya memilih pulang ke apartemennya karena ia akan bertemu ibunya hari ini yang telah beberapa tahun berada di luar negeri.Sesampainya di rumah Maya langsung menuju kamar dan menyalakan laptopnya. Hari ini jadwal terakhir ujian akhir semesternya di minggu ini. Dan pada minggu depan hanya tersisa seminar proposal setelah itu memasuki masa libur. Maya membuka software presentasi untuk membuat lapora
Zayyan dan Maya memasuki private room resto bersama. Dita, Ian dan Zayn sedang di luar di taman rooftop hotel. Zayyan memesankan makanan untuk Maya karena ia tahu selama acara gadis itu tidak sempat makan. Maya bergumam puas saat merasakan makanan masuk ke dalam perutny. Dia sangat lapar, tetapi selama acara pertunangannya tadi tidak bisa makan karena tidak ada nafsu untuk makan. Baru setelah dia duduk memasuki resto Maya mulai merasakan lapar. Untungnya Zayyan peka sudah memesankan makanan sebelumnya agar tidak menunggu terlalu lama."Mau lagi?" Zayyan melihat menu lasagna dalam sekejap habis dilahap oleh Maya. Melihat Maya yang menganggukkan kepala berkali-kali membuat Zayyan tersenyum.Maya duduk bersandar pada kursi dengan ekspresi kekenyangan. Dia benar-benar sangat kekenyangan hingga ia bisa merasakan perutnya sangat penuh hingga dirinya susah untuk duduk dengan tegap. Badannya bersandar lemas tak sanggup untuk bergerak. Dihadapannya Zayyan menatap Maya dengan tatapan geli yang
Waktu berlalu sangat cepat dan kini tibalah acara yang ditunggu-tunggu. Hari ini tanggal 31 Desember tepatnya di malam hari kurang dari lima jam lagi pergantian tahun akan segera tiba. Di sebuah lapangan yang cukup luas terlihat dekorasi dengan dominasi warna putih dan biru muda. Dua buah meja besar berjajar berbagai hidangan yang memeriahkan acara hari ini. Semua tamu telah hadir tinggal menunggu datangnya sang bintang utama. Beberapa kursi juga berjajar rapi di sana.Dita datang sudah dari tadi. Kali ini dia mengenakan gaun berwarna lilac yang lembut. Rambutnya yang pendek dia beri hiasan bando hitam dengan aksesoris mutiara kecil. Wajahnya yang polos ia beri beberapa pulasan makeup tipis. Hari ini Dita tampak sangat berbeda dari biasanya. Ian pun sampai terdiam tak dapat bereaksi saking terpukaunya dengan Dita. Biasanya ia hanya sering melihat wajah polos Dita dan dandanan bold ketika berada di club. Kini ditambah hari ini makeupnya tampak berbeda, tetapi hal itu justru memberikan
"Kok Dita bisa di sini, Yan?" tanya Ian yang saat ini sedang dipasrahi mengurus kentang oleh Zayyan. Sedangkan Zayyan sedang memanasi pannya."Nggak sengaja ketemu," jawabnya."Di mana?" Ian penasaran karena jelas dari penampilan Dita sangat santai, tidak terlihat seperti sedang pergi ke suatu tempat. Apalagi yang ia tahu Zayyan dan Maya hari ini pergi ke butik.Zayyan melirik ke arah Ian. Dia hanya diam memandanginya membuat Ian gugup tak beralasan. "Kenapa liatin gue gitu?" tanya Ian dengan gugup. Bahkan suaranya sedikit melengking tanpa ia sadari."Kentang," ucap Zayyan singkat, lalu pergi mengambil daging yang sudah ia bumbui. Ian menatap sahabatnya bingung dan tersadar bahwa sedari tadi kentangnya masih ia genggam tanpa melakukan apapun. Setelah itu Zayyan sibuk memasak daging dan Ian mengukus kentang.Meja ruang tamu kini beralih fungsi menjadi meja makan. Maya, Zayyan, Dita dan Ian duduk melingkar dan menikmati menu makan siang hari ini. Maya berseru memuji hasil masakan Zayyan
Pada hari Minggu Zayyan datang menjemput Maya ke rumah. Pria itu mengajak Maya ke butik untuk mencari gaun yang akan dikenakan di acara pertunangan mereka. Pukul sepuluh pagi mobil Zayyan terparkir di depan sebuah ruko berlantai dua. Terlihat ada kaca besar transparan yang memperlihatkan manekin mengenakan gaun yang menjuntai dengan indah."Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?" Seorang staf wanita datang menyambut mereka berdua. Zayyan langsung minta ditunjukan koleksi gaun terbaru bulan ini. Kemudian staf tersebut menuntun mereka berdua menuju sebuah ruangan. Di dalamnya ada staf wanita lain yang sepertinya berkedudukan lebih tinggi dari staf sebelumnya."Kalau boleh tahu gaun seperti apa yang ingin Anda cari?" tanya staf tersebut yang di tangannya membawa buku katalog yang tebal. Zayyan dan Maya yang duduk berdampingan di sofa disodorkan katalog tersebut. Staf tersebut menjelaskan berbagai model gaun dengan beberapa style yang berbeda.Maya membuka satu persatu halaman buku kat
Maya menghiraukan pertanyaan maminya dengan langsung meminta ayahnya menjalankan mobilnya. Ratih tak memaksa dan hanya menggeleng pasrah. Setelah Dita masuk ke mobil perjalanan pun dimulai. Perjalanan yang terasa singkat itu membuat Maya lupa dengan perkataan Ian tadi. Kini ada tiga mobil masuk ke perkarangan rumah Maya. Untungnya dia memiliki halaman yang luas jadi masih cukup untuk menampung hingga empat mobil. Dita tak ingin berlama-lama gadis itu langsung pamit. Ratih tak menahannya karena nanti dia dan keluarga Zayyan ingin membicarakan sesuatu. Maka, pasti dia jadi merasa tidak enak jika mengabaikan Dita."Kaki ada kan? Jalan aja bisa." Zayyan menolak meminjamkan mobilnya pada Ian. Dia masih marah dengan insiden tadi. Dia tak mempedulikan Ian yang bingung pulang naik apa. Laki-laki itu datang ke apartemennya jadi otomatis mobilnya terparkir di sana. Mereka berdua datang dengan mobil miliknya. Ian ingin kembali dengan mobilnya karena otomatis Zayyan bisa pulang diantar oleh mobil