Satu minggu setelah semester baru dimulai merupakan hari ulang tahun Maya. Yang biasanya dia akan merayakannya bersama kedua orangtua dan Dita, kini bertambah beberapa orang yang ikut merayakannya. Kedua orangtua Zayyan termasuk Zayn akan datang untuk meramaikan acara hari istimiwanya tersebut. Untuk hal itu Zayyan menyewa sebuah vila selama dua hari satu malam. Rencananya mereka akan mengadakan pesta barbeku kemudian dilanjut tiup lilin dan selanjutnya kegiatan bebas yang penting semua orang bersenang-senang. Kemungkinan sih para orangtua memilih beristirahat sisanya yang merasa masih muda akan begadang entah melakukan apa.Hari keempat pada minggu awal perkuliahan ini Maya, Dita dan teman satu kelasnya mendapatkan tugas dari dosen pengampu untuk menyiapkan sedikitnya dua judul tulisan beserta latar belakang kasar. Pada mata kuliah ini yang biasa disebut kolokium atau untuk umumnya disebut seminar proposal para mahasiswa harus sudah mulai menyiapkan bahan untuk tugas akhir pada semes
Ian tertawa keras mendengar gombalan garing dari sahabatnya itu. Ia bahkan sampe jatuh berlutut dan memegangi perutnya. Suara tawanya sangat keras membuat Zayyan ingin mencekiknya. Tak hanya ingin mencekik Ian, dia juga ingin mencekik dirinya sendiri. Entah apa yang sedang dipikirannya hingga dia melontarkan perkataan yang tidak seperti dirinya. Dia bisa menahan mau saat mendengar teriakan Maya, tetapi siapa yang tahu jika saat itu Ian sudah memasuki apartemennya dan melihat dirinya mengucapkan hal konyol seperti itu. Ingin rasanya Zayyan mengubur dirinya sendiri."Titip hati, sayang dan cinta Mas." Ian kembali mengulangi perkataan Zayyan masih dengan tawanya. Bahkan saking kerasnya ia tertawa dadanya mulai sesak kekurangan oksigen.Ian langsung terjatuh saat sebuah bantal terlempar mengenai dirinya. Ia bahkan sudah dalam posisi rebahan dan tidak bisa bangun karena lemas tertawa. Zayyan mencibirnya dan langsung meninggalkan Ian pergi ke kamar untuk memeriksa bawaannya sekaligus menyem
Bau daging terpanggang tercium membuat perut bergemuruh meronta meminta diisi. Tak terkecuali Maya yang berdiri di sebelah Zayyan yang sedang memanggang daging. Tatapan matanya tampak bernafsu pada daging yang terpanggang itu. Bahkan jika ia tak disadarkan oleh Zayyan bisa jadi mulutnya akan berair hingga tak terkendali.Zayyan tertawa geli melihat tatapan lapar dari gadis di sampingnya. Ia bahkan berdiri sangat dekat dengannya hanya untuk menunggu daging matang. Zayyan mengambil seiris daging yang tampak sudah matang dan memindahkannya ke piring kecil. Ia memotongnya lebih kecil dan menyodorkannya pada Maya."Coba dagingnya, udah enak belum?" Zayyan menggunakan tangannya yang bersih dan menyuapkannya pada Maya. Gadis itu membuka mulutnya dengan mata berbinar. Saking semangatnya jari Zayyan bahkan menyentuh bibirnya, tetapi ia mengabaikannya."Enak, Mas Yan! Bumbunya pas banget!" puji Maya dengan kedua jempol terulur padanya. Zayyan tersenyum bangga melihat ekspresi wajah Maya yan tam
Pukul sembilan malam, para orangtua memilih undur diri dan memasuki kamar untuk beristirahat. Menyisakan yang muda, mereka berlima bekerja sama membersihkan alat makan dan membereskan semuanya. Setelahnya mereka menuju gazebo yang berada di dekat pintu teras. Tempatnya cukup luas bisa menampung sepuluh orang. Ian membawa sesuatu di tangannya. Itu adalah dus berisi mainan yang dibelinya minggu lalu. Setelah permainan uno kemarin Ian jadi tertarik menjajal permainan lain. Kali ini ia membeli permainan bernama jenga.Permainan ini cukup mudah. Ada lima puluh empat balok yang akan disusun menjadi menara. Permainan dimulai dengan salah satu pemain bergantian mengambil satu buah balok lalu meletakkan dan menyusunnya ke tempat teratas. Balok yang diambil tidak boleh dari tiga susun balok teratas. Ketika ada pemain yang bermain dan balok terjatuh, maka mereka dianggap kalah. Ian mengusulkan yang kalah meminum satu gelas ukuran sedang soda yang masih tersisa dari makan malam tadi. Bahkan masih
Maya memasuki kamarnya dengan berlari usai pulang dari sekolah. Hari ini ia pulang cukup terlambat membuat ia sangat terburu-buru mengganti pakaiannya. Biasanya dia akan sampai rumah pada pukul sepuluh pagi, namun sopir yang biasa menjemputnya sedang tidak masuk karena pulang kampung sehingga dirinya harus menunggu maminya datang untuk menjemputnya. Maminya yang bekerja terlambat datang karena menemui tamu dadakannya ditambah saat perjalanan pulang jalan arah menuju rumahnya malah terkena macet. Jadilah Maya sampai di rumah ketika jarum jam dinding menunjukan waktu pukul satu siang. Setelah berganti seragam sekolahnya ke pakaian rumah, ia meraih salah satu bukunya. Buku tersebut sedikit menyumbul karena ada sesuatu terselip di dalamnya. Terdapat lipatan selembar kertas dengan tulisan acaknya serta dua buah tanda tangan di bawahnya. Bibirnya tersenyum sumringah kala melihat namanya bersanding dengan nama laki-laki yang disukainya. Suara kekehan terdengar keluar dari mulutnya. Usai pu
Helaan napas lelah keluar dari mulut Dita. Ia hanya menggelengkan kepalanya tak mengerti dengan sikap sahabatnya ini. Maya mudah sekali terhasut oleh ajakan orang-orang membuat dirinya takut jika sahabatnya ini nanti tanpa sadar jatuh ke dalam lingkaran yang tidak baik. “Aku nggak mau ya kalo satu meja kayak kemaren. Nggak ada alasan malu atau apapun, harusnya lo tau konsekuensi mengiyakan seseorang. Biar lo berani untuk bertanggungjawab,” sahut Dita yang membuat Maya bungkam tak dapat membalas. Maya hanya bisa pasrah tidak bisa membantah perkataan temannya. Ia sadar jika Dita sudah kesal dengannya begitu juga pula dia pada dirinya sendiri. Maya menyalahkan dirinya yang suka gampang terjatuh oleh ajakan orang-orang. Berawal dari teman-teman sekitarnya yang sedang membicarakan topik aplikasi kencan hingga ada beberapa yang berhasil mendapatkan pasangan membuat dia jadi penasaran dan ingin mencoba. Maka dari itulah, ia memasang aplikasi ters
“Ayo kita pulang!” ajak Adip pada pacarnya. Pria itu bergegas mengambil barang bawaannya dan menggandeng tangan kekasihnya. Namun, baru saja Adip ingin melangkah suara seseorang menahannya. “Mau kabur ke mana?” Seorang pria dengan kaos polos berwarna putih dan bawahan celana berwarna beige melangkah mendekat. Ia berdiri di depan Maya menutupi gadis itu. “Anda siapa?” tanya Adip. “Saya kakaknya. Dari tadi saya mengawasi kalian berdua di sana, baru saja pergi sebentar sudah seperti ini.” Pria itu menoleh menatap pada pacar Adip. “Dia datang mengajak bertemu adik saya dan mengaku single. Kalian mengaku bertunangan, tapi saya nggak lihat cincin yang melingkar di jari laki-laki itu.” Perkataan pria tadi sontak membuat wanita itu menarik tangan Adip dengan keras untuk mengecek jarinya. Melihat tak ada cincin di sana ia bertanya dengan marah, “di mana cincinnya?” “Dia sengaja datan
Maya menatap pemandangan di luar dengan wajah cemberut. Sementara di sampingnya Zayyan mengemudikan mobilnya mengabaikan Maya. Ketika hari hampir petang Zayyan langsung menyuruhnya pulang. Meski Maya sudah menolak dan memberi alasan bahwa ia sudah besar, pria itu tetap kekeh dengan keputusannya. Bahkan saat Maya meminta bantuan pada Ian, laki-laki itu hanya mengendikkan bahu menolaknya. Dia malah asik menghabiskan camilan yang telah dipesan oleh Zayyan lagi. Dita yang belum mengenal dekat hanya bisa diam tak membantah jadi Maya tak mendapatkan dukungan dalam memprotes Zayyan. Baru saja mereka selesai mengantarkan Dita yang mana Zayyan mengikuti mobilnya dari belakang. Kemudian Maya berpindah ke mobil Zayyan untuk mengantarnya ke rumah. Tiba-tiba mobil berhenti. Mereka berhenti di minimart dan Maya melirik ke arah Zayyan yang turun dari mobil. Pria itu tak mengatakan apapun yang membuat Maya semakin sebal. Setelah sekian tahun tidak bertemu mengapa laki-laki yan