"Permisi, Nyonya Marissa. Saya ada perlu sedikit dengan Anda!" ujar Bob Oliver di ruang tengah kediaman Dharmawan siang itu.Dengan alis berkerut keheranan karena asisten pribadi Harvey itu ingin berbicara dengannya, Nyonya Marissa Gunarti pun berkata, "Silakan duduk dulu, Mister Bob. Ada perlu apa ya?" Setelah duduk di sofa berseberangan dengan wanita paruh baya bertubuh subur dan rambut sepunggung yang diwarnai ungu merah sedikit norak sekalipun kekinian itu, Bob mencoba menunjukkan sikap bersahabat. "Begini lho, Nyonya. Saya ada penawaran menarik ... ini terkait asetnya Tuan Muda Harvey!" pancingnya dengan tepat.Mata bernaung bulu mata ekstension itu membulat penuh ketertarikan. Agak mencengangkan awalnya, tetapi hal itu yang dikejarnya sejak semula tahu bahwa Harvey bukan pria kere bin miskin seperti dugaannya. "Aset apa nih maksudnya, Mister Bob? Anda nggak lagi bercanda atau itu ... ngeprank ke saya 'kan?" tanya Nyonya Marissa agak gelisah. "Ini benar kok, saya serius. Jadi
"Mister Bob, tolong bantu saya untuk mempercepat pemindahan aset Harvey. Saya butuh uang segera nih!" desak Nyonya Marissa di telepon. "Baik, hanya saja Anda harus memalsukan tanda tangan Tuan Muda sendiri ya. Nanti saya perlihatkan contohnya via file yang dikirim ke HP Anda, Nyonya. Pastinya Anda juga punya notaris kepercayaan, bukan? Dia bisa mengurus surat-suratnya. Coba buka ruang kerja Tuan Muda Harvey di rumah, itu ada semua di laci meja sertifikat apartemen dan perumahan baru jadi yang belum launching!" tutur Bob memberikan petunjuk ke Nyonya Marissa. Dia harus cuci tangan dari skandal penipuan berbahaya ini."Wah, terima kasih, Mistet Bob. Akhirnya persoalan saya bisa terselesaikan. Ini memang lagi butuh duit mendesak sekali. Pelayan-pelayan di rumah sini demo minta gaji kalau nggak mau kabur. Dasar sialan mereka itu!" cerocos Nyonya Marissa sambil berjalan cepat menuju ruang kantor Harvey yang ada di kediaman Dharmawan.Ketika dia mencoba membuka pintu ternyata tak dikunci,
"Aakhh ... ketubanku pecah!" seru Isyana di kamar mandi seusai berkemih. Cairan kemerahan itu mengalir dari pangkal paha dalamnya hingga menetes-netes membasahi lantai keramik putih.Dengan segera Isyana mencari pembalut khusus untuk wanita yang hamil dan usai melahirkan. Dia mengenakannya lalu menghubungi Harvey yang masih bekerja di kantor.Sore itu memang ada rapat managemen bulanan di kantor Harvey. Suasana serius karena manager keuangan sedang memaparkan laporan pendapatan perusahaan bulan ini. Harvey juga mendengarkan dengan seksama hingga ponselnya bergetar di saku dalam jasnya. Ketika melihat identitas penelepon adalah Isyana, dia segera menghentikan rapat dan berkata, "Tunggu sebentar, saya harus menjawab telepon penting!" Kemudian Harvey menekan tombol bicara. Dia berkata, "Halo, Isya. Ada apa?""Halo, Mas. Aku pecah ketuban barusan. Kita ketemu di rumah sakit ya, Mas. Kamu bisa nemenin aku lahiran 'kan?" jawab Isyana panik.Awalnya Harvey terkejut, tetapi dia pun telah lam
Suara denting gelas kristal dan alat makan keramik terdengar di sela-sela keriuhan pesta yang diselenggarakan di kediaman Dharmawan. Para tamu dari kalangan atas sibuk berbisik-bisik membicarakan kejanggalan di pesta tersebut."Ehh, Jeng Mira, kok Harvey nggak kelihatan di rumahnya ya?" ujar lirih Nyonya Astri, seorang pengusaha yang menjadi klien Harvey juga sebagai penyewa lapak di salah satu mall pria konglomerat itu.Miranda Hutagalung, istri dari pengusaha tambang batu bara pun mengedarkan pandangannya sebelum menjawab, "Iya, aku juga penasaran, Jeng Astri. Masalahnya nggak satu pun anggota keluarga Dharmawan yang muncul sepanjang pesta sejak tiga hari lalu. Lagi pula apa nggak terlalu hedon ya kalau setiap malam menggelar pesta gede-gedean begini? Budgetnya pasti ratusan juta rupiah 'kan?""Hmm ... maaf aja, takutnya pesta yang digelar oleh Jeng Marissa dan Alicia ini cuma numpang tenar aja. Stt ... mereka sih dengar-dengar pernah masuk bui karena kasus kriminal lho. Jangan-jang
"Itu mereka mau manjat pagar, Fer!" tunjuk Alfi, salah satu pengawal Harvey yang ditugasi mencari Nyonya Marissa dan Alicia. Ferry Durani yang menjabat sebagai kepala pengawal Harvey pun memberi kode ke beberapa rekannya untuk mengendap-endap menangkap dua wanita berpakaian bikini minim yang tanpa memikirkan rasa malu justru nekad memanjat tembok pembatas rumah Harvey untuk kabur tengah malam buta.Tas selempang yang dipakai Alicia ditarik oleh Ferry hingga perempuan itu menjerit histeris karena terkejut, "Arrrhhh!" Dia segera digendong oleh kepala bodyguard Harvey untuk dibawa ke hadapan bosnya."Lepaskan ... lepaskan akuuu!" Alicia meronta-ronta memukuli dan menendangi Ferry."DIAM KAMU!" hardik Ferry yang emosi karena betina yang digendongnya binal bak kuda liar.Sementara Nyonya Marissa juga ikut terciduk dan gagal melewati tembok tinggi berhias tanaman rambat Azalea yang sedang berbunga indah. Dia jatuh terguling-guling ke tanah berumput Manila hijau tebal. Koper berisi uang tun
Sebelum suaminya menjawab permintaan memelas dari ibu tirinya untuk memberikan pengampunan, Isyana segera angkat bicara, "Tante Marissa, jangan mimpi ya untuk lepas dari hukuman. Apa yang sudah Tante perbuat kepadaku dulu juga belum selesai aku lakukan perhitungannya!"Harvey mengelus punggung istrinya yang nampak sedang emosi tinggi. Bersyukur Isyana sudah melahirkan putra kembar mereka tiga minggu lalu dengan selamat tanpa kurang suatu apapun. Seandainya istrinya masih dalam kondisi hamil besar pasti akan langsung kontraksi rahim.Proses balik nama ilegal dari asetnya membutuhkan waktu yang cukup lama, ternyata notaris yang dipercaya oleh Nyonya Marissa harus sogok kiri kanan demi memuluskan tindak kriminal perdata terselubung tersebut."Hahaha. Perhitungan apa maksud kamu, Isya? Tante kok nggak paham ya!" kelit Nyonya Marissa sok tidak sadar diri bahwa dia punya dosa masa lalu terhadap putri sambungnya."Ohh ... jadi Tante sudah pikun ya?! Kembalikan rumah warisan mendiang papa. Ha
"TOK TOK TOK." Ketokan jamak di pintu kamarnya membuat Alicia yang hampir menenggak berbutir-butir tablet obat tidur mengurungkan niatnya. Perempuan itu memilih untuk mengayunkan kaki menuju ke pintu dan membukakan untuk tamunya. "Maaf mengganggu istirahat Anda, Nona Alicia. Komandan minta saya memeriksa kondisi Anda!" ujar Ipda Arif Wicaksono seraya melangkah masuk ke dalam kamar Alicia. Dia mengedarkan pandangannya untuk mengecek situasi di situ dan botol berisi obat tidur resep dokter itu segera membuatnya bergegas menyita barang berbahaya itu."Ini saya amankan, kalau Anda butuh bisa ambil sebutir saja sesuai dosis!" ujar Ipda Arif yang sedang menggenggam botol berisi obat tidur itu.Alicia pun menggelengkan kepalanya. "Nggak perlu lagi, Pak Polisi. Aku capek dan mau tidur saja sekarang!" jawabnya."Sebentar, saya mau periksa seisi kamar ini sebelum keluar!" Petugas polisi itu menginspeksi ruangan dengan teliti. Ipda Arif mencegah tindakan kabur atau bunuh diri tahanan yang renc
Suara terkesiap meluncur dari hampir semua mulut orang-orang yang berada di ruang tengah rumah warisan Isyana. Bahkan, jantung Harvey serasa nyaris berhenti berdetak saking terkejutnya. Nyawa istrinya dalam bahaya setelah berbagai drama dan kerepotan untuk menjebak Nyonya Marissa.Isyana terdorong ke belakang oleh tubuh tinggi kekar asisten Harvey itu yang bertindak cepat menahan pergelangan tangan Nyonya Marissa. Pergulatan sengit memperebutkan pisau dapur berukuran kecil itu terasa sangat menegangkan.Dengan sigap suaminya menangkap tubuh Isyana. "Sayang, kau tidak apa-apa 'kan?" tanya Harvey lega bercampur cemas."Nggakpapa, Mas!" sahut Isyana yang masih gemetaran karena syok.Bob Oliver yang masih berusaha melawan tenaga besar wanita bertubuh gempal tersebut pun menghardik, "Berhenti berbuat bodoh, Nyonya Marissa!" "Lebih baik kau saja yang mati, Mister Bob. Kau yang menjebakku untuk menjual aset milik Harvey!" balas Nyonya Marissa sembari mengarahkan bagian ujung tajam pisau ke