Wisnu melihat ujung kaki Kinanti, tatapannya beralih ke pemilik wajah cantik yang kini sembab itu, tanpa berpikir panjang, Wisnu langsung berdiri dan memeluk Kinanti dengan erat.“Maafkan aku, sungguh aku tidak pernah bermaksud membawamu dalam masalah sepelik ini, aku tidak ingin sedikitpun menyakiti perasaanmu.” Kata Wisnu masih tetap memeluk Kinanti, bahkan kali ini dengan begitu tulus ia mengecup kening Kinanti dengan begitu hangat, bahkan masih dengan linangan air mata di pipinya.“Bisakah kamu menyahut? Jangan biarkan aku dengan diammu, aku tidak sanggup jika kamu abaikan seperti ini, ayo bicara untukku, bicara Kinanti, ku mohon....”“Apa yang harus di bicarakan, semuanya sudah berlalu, antara kita mungkin sudah di takdirkan seperti ini, jadi aku akan menerima takdirku, semoga aku cepat hamil dan kita akan segera berpisah.”Wisnu menatap wajah Kinanti, ia tidak menyangka jika Kinanti akan kembali mengatakan hal itu kembali.“Jika aku mengakui rasa nyaman ketika bersamamu, ap
“Mas ... kok tidak pernah datang ke sini?” Tanya Miranda dengan ponselnya.“Apakah kamu masih punya muka untuk bertanya seperti itu padaku?”“Kenapa? Tentu pantas, kamu itu suamiku Mas, jadi sudah sewajarnya jika kamu bersamaku, Ibu menanyakan kamu terus.”“Bilang sekalian sama Ibu, salamku, aku tidak bisa pergi ke sana, aku akan pergi keluar negeri.”“Apa Mas Wisnu lama di sana?”“Mungkin seminggu.”“Jangan lupa oleh-olehnya ya Mas?”“Kamu bisa minta pada Kinanti, tentu dia lebih paham dengan selera kamu.”“Apa? Kamu akan pergi sama Dia Mas?”“Iya, ada yang salah? Kamu baru meresmikan pernikahan kami, jadi sudah sepantasnya kamu pergi untuk bulan madu bukan?”“Kamu serius ?”“Apa suaraku terdengar bercanda? Aku serius Miranda!”“Nggak , kamu tidak boleh pergi, Mas!”“Apa kamu masih punya hak melarang kami, setelah kamu melakukan semuanya?”“Melakukan apa?” Miranda masih tidak tahu kemana arah pembicaraan Wisnu.“Jika kamu tidak pelupa, maka kamu pasti ingat kamu yang m
“Kinanti, Kin ... kamu dimana?” Wisnu berkeliling ruangan kamar hotel, namun ia tidak menemukan sosok Kinanti.Wisnu terus keluar dari kamar, ia turun ke lantai dasar, di sana ia melihat Kinanti sedang tertawa kecil namun terkesan santai, ia bersama denganmu seorang lelaki asing yang tidak di kenalinya, tapi sepertinya dari Indonesia juga.Ada rasa cemburu menghampiri dadanya, bisa-bisanya sepagi ini ia di tinggalkan begitu saja, apalagi ini bukan Indonesia dan ini adalah hal pertama kali untuk Kinanti datang ke Paris.Wisnu mengulurkan tangannya, dan laki-laki yang sedang asik bercengkerama dengan Kinanti itu terkejut dan langsung menatap Wisnu.Ia membalas jabatan tangan Wisnu yang dirasa kurang bersahabat itu.“Aku Wisnu dari Indonesia, kamu sendiri siapa?”“Aku Willi, teman sekelas Kinanti dulu, senang bertemu dengan Anda di sini.”Kinanti menatap Willi dengan rasa bersalah, kemudian ia memperkenalkan Wisnu.“Dialah suamiku!” Kata Kinanti agak gugup.“Suami? Kamu sudah ni
Segelas air tiba-tiba mendarat di wajah Kinanti, ketika ia menolehkan kepalanya, ia melihat Miranda dengan gelas kosong di tangannya.“Mira!”“Apa? Kurang tegaskah aku peringatkan sama kamu? Aku akan lakukan apapun untuk memisahkan kalian berdua.”“Dan asal kamu tahu, aku tidak akan terpisah meski usaha apapun kamu lakukan!” Sahut Wisnu yang kini ada di sisi Kinanti dan mengeringkan wajah Kinanti dengan sapu tangan dari saku jaketnya.Pemandangan itu kian membuat Miranda sakit hati.“Kamu tega Mas, dalam keadaan seperti ini meninggalkan aku seorang diri di rumah.”“Tapi kamu sudah sehat bukan? Buktinya kamu sudah bisa pergi sendiri ke sini?”“Aku terpaksa!”“Oh ya?” “Aku nggak suka melihat kalian di sini, aku tidak akan membiarkan sesuatu yang tidak diinginkan terjadi, aku tidak mau kamu di sini, cepat pulang atau aku akan tetap di sini, pulanglah!” bentak Miranda.“Pulang? Apa aku tidak salah dengar? Aku tidak akan pulang karena kamu yang minta, aku tidak akan pulang hanya
Uhuk uhuk, suara batuk Wisnu terdengar serak, ia membuka matanya, setelah sekitar tiga puluh menit tidak sadarkan diri.Sudah bermacam cara ia lakukan, mulai menghubungi Mama mertuanya yang sejak tadi tidak tersambung sampai dokter setempat, yang mengatakan jika Wisnu alergi dengan udang.Ini terbukti kini seluruh tubuh Wisnu bengkak karena alergi tersebut, selain membuat Kinanti merasa bersalah juga ingin tertawa melihat wajah Wisnu yang kini terlihat lucu itu. Tapi ia itu terjadi setelah beberapa saat Wisnu tersadar, sebelumnya ia hanya bisa khawatir atas apa yang terjadi pada suaminya itu.“Mas ....” panggil Kinanti.“Kinanti? Ada apa ini? Badanku gatal-gatal semua?”“Maafkan aku Mas ... aku tidak tahu jika Mas Wisnu alergi udang, jadi aku tidak sengaja memasukkan makanan yang mengandung udang di dalamnya, sungguh aku minta maaf.” Tulus Kinanti.“Nggak apa-apa, namanya saja kamu tidak tahu, jadi aku maafin kamu.” Jawab Wisnu sambil tersenyum dengan sudut bibir yang terasa kak
“ Ayo Pa, kita berangkat, Kita yang jemput Kinanti sekarang!” Kata Sukma sangat bersemangat di dalam percakapannya dengan Pak Hermawan lewat ponsel. “Iya, tapi Papa masih meeting Ma .... tunggu sebentar lagi nanti Mama Papa jemput!” “Pokoknya Mama tak mau tahu, setengah jam lagi kita berangkat, atau Mama akan pergi sendiri!” “Kan tadi sudah Papa bilang, Mama saja yang jemput, sama sopir, Mama ngotot kita pergi!” “Ya sudah kalau Papa keberatan, aku pergi sendiri saja!” “Ya, oke Ma, tunggu ya ....” jawab Pak Hermawan akhirnya, ia tak bisa mendengar istrinya merajuk, karena tak selalu istrinya itu minta di turuti kemauannya, tapi jika sudah ingin maka harus mendapatkan apa yang di inginkannya. Selang beberapa menit, Pak Hermawan sudah datang menjemput Bu Sukma, sebab Bu Sukma sudah menunggu di tempat yang tidak jauh dari kantor mereka. “Masih ngambek?” canda Pak Hermawan sambil mencolek pipi istrinya mesra. “Pa ... Mama mau melihat wajah pucat Kinanti bersama Papa,
Kinanti sibuk dengan gawai di tangannya, bahkan ia tidak menyadari jika kini Wisnu datang menghampirinya. Ia duduk di sebuah sofa panjang di ruang tamu.Wisnu menyusul Kinanti, setelah pertengkarannya dengan Miranda, ia tidak ingin memperpanjang masalah dengan Kinanti, makanya ia memutuskan untuk tinggal sementara waktu di kediaman keluarga Darmawan.Wajah teduh yang dingin itu seakan tak mengusik Kinanti, terbukti Kinanti yang masih memainkan gawai di tangannya, membuka galeri yang masih memamerkan kemesraannya dengan Bima.Wisnu mendekatkan dirinya kepada Kinanti, kepalanya agak melongok kedepan, sehingga Wisnu dengan bebas bisa melihat foto Kinanti yang di peluk dari belakang oleh Bima dengan begitu mesra. Dan Kinanti seakan tak mau berhenti menatapnya.Wisnu merasa darahnya berdesir.“Ah, mana mungkin aku cemburu, dia bukan siapa-siapa lagi bagi Kinanti, dia hanya masalalu.” Bisik hati Wisnu.Semakin lama wisnu melihat betapa lama Kinanti masih tetap pada posisi sebelum
Wisnu meletakkan ponsel baru yang baru saja di belinya, ia bermaksud memberikan ponsel itu untuk Kinanti, setelah beberapa hari yang lalu ia berhasil membujuk tukang servis HP agar tidak memperbaiki ponsel milik Kinanti.Lama ia terdiam, sesekali ia mendesah, ia begitu bingung harus bersikap seperti apa, harus bagaimana cara memberikan ponsel itu. Wisnu memasukkan ponsel baru itu ke dalam tas kerjanya, kemudian melangkah keluar meninggalkan kantor dengan santai.Wisnu menggaruk kepalanya yang tidak gatal, jujur ia begitu salah tingkah di hadapan istri mudanya itu.Dengan tekat yang kuat, akhirnya Wisnu memberanikan diri, ia mengetuk kamar yang masih tertutup rapat, mungkin Kinanti sedang istirahat.Lama tak ada sahutan, Wisnu masuk ke dalam kamar, ia melihat sekeliling kamar, namun ia tak menemukan keberadaan Kinanti di sana. Hanyalah suara gemercik dari arah kamar mandi, mungkin Kinanti sedang membersihkan diri.Wisnu tahu jika Kinanti masih marah padanya karena ponsel yang terj
Kinanti berjalan dengan tenang menuju ruang tamu, ia melihat Wisnu sudah berdiri menantinya. Laki-laki yang sok cool itu berdiri di dekat pintu keluar, menatap ramainya jalan yang terang oleh cahaya lampu.Mendengar suara langkah kaki Kinanti, Wisnu berpaling dan menatap Kinanti. Sungguh ia begitu terkejut melihat hasil balutan gaun yang ia berikan pada istrinya itu, sungguh mempesona.Dalam hati ia pun bertanya, sebenarnya ada apa sampai hati Bima meninggalkan Kinanti, ia jadi penasaran juga, bukan apa-apa, Cuma ia tidak habis pikir kenapa Kinanti yang begitu sempurna ini mendapat perlakuan yang begitu menyakitkan.“Kamu bodoh Wisnu, ya Alhamdulillah jika Bima meninggalkan Kinanti, itu namanya jodoh kamu, tahu!” sentak hati Wisnu.Ia terlihat tersenyum, ia baru mengucapkan rasa syukur dengan sangat jelas.“Alhamdulillah ....”“Hah, Alhamdulillah? Apanya?”“Eh ... anu ....” jawab Wisnu garuk-garuk kepala. Ia malah cengengesan.“Apa, kamu selesai lebih cepat dari perkiraanku, j
“Malam ini aku ingin mengajakmu makan malam di luar, apa kamu bersedia?” kata Wisnu dan kemudian duduk di dekat Kinanti “Makan malam di luar? Di mana?” Wajah Kinanti terlihat berubah, ada sesuatu yang sukar di tebak di dalam sana. Terus terang Kinanti jadi dag-dig-dug ser, duduk begitu dekat dengan Wisnu seperti ini.“Nanti kamu akan tahu.”“Tuhan ... jika suara dia selembut ini ... mana mungkin pertahananku akan tetap kekeh, aku paling tidak bisa menerima perlakuan lembut seperti ini.Kriiiing, Kinanti terkejut, ia tersadar dari lamunannya, ia menoleh ketika Wisnu mengangkat ponselnya.“Ya, ada apa?”Terlihatlah Wisnu bangkit dari duduknya, ia berdiri tidak jauh dari kinanti sementara sebelah tangannya ia masukkan ke dalam saku celana sebelah kanan, Kinanti menatap Wisnu dari ujung kepala sampai ujung kaki, semua terekspos secara sempurna. Ia mengakui jika suaminya memang begitu tampan dan penuh pesona. Tapi karena sikapnya yang dingin dan cuek, membuat hati membeku.Sayup te
Entah mengapa, hari ini terasa sangat membosankan. Kinanti mendengus serta menampar jok mobil yang di dudukinya. Kekesalan terpancar di mimik mukanya.Entah mengapa, hatinya terusik untuk sekedar tahu siapa sebenarnya perempuan yang kini sedang bersama Wisnu, hatinya masih menduga dan bertanya-tanya dan ia ingin memastikan.Keduanya terlihat begitu santai dan akrab, mereka tertawa bareng dengan begitu lepas, dari dalam hati Kinanti terbersit rasa iri, karena saat bersamanya, Wisnu jarang menunjukkan muka manis, mungkin hanya sekali ketika malam ia terjatuh, dan setelah itu tidak pernah.Tapi kali ini, tawa itu begitu berderai, tanpa beban sedikitpun, oleh karena itu Kinanti semakin bertambah penasaran, kakinya kembali turun, membimbingnya untuk keluar dari dalam mobil, dan ... tentu saja mengikuti Wisnu yang kini masuk ke dalam Mall.Kinanti terus berjalan di antara pengunjung yang lain, ia berada tidak begitu jauh dari Wisnu dan perempuan yang masih bersamanya ini.Keduanya berh
Setelah selesai sarapan, Wisnu berangkat ke kantor, sedangkan Kinanti bergegas kembali masuk ke dalam kamar. Ia termangu menatap ponsel yang masih utuh dalam kotak, ponsel baru yang sengaja di berikan oleh Wisnu padanya, ia tersenyum mengenang sikap Wisnu yang begitu salah tingkah ketika menyadari ponsel dalam tasnya jatuh begitu saja di atas lantai.Wajah kikuk dan grogi tergambar jelas, dan semuanya membuat Kinanti tidak habis pikir.“Apa sih susahnya tinggal mengatakan bahwa ia telah membelikan ponsel untuk dirinya, ini malah pura-pura mau berangkat ke kantor, dasar kamu memang pria aneh Wisnu!” gerutu Kinanti seorang diri.Tapi serupa dengan Wisnu, ia pun enggan untuk menyentuh ponsel itu. Rasa gengsi dan marah yang sengaja di buat-buat ia begitu berat hati untuk langsung begitu saja menerimanya, meski yang memberikan ponsel itu adalah suaminya sendiri. Namun baginya Wisnu tetaplah orang asing dan belum sepantasnya jika dirinya begini cepat dekat dan akrab.“Ah Bima, sebenar
Wisnu telah bersiap pergi ke kantor, seperti biasanya ia selalu memeriksa isi tas kantornya. Ia tertegun melihat kotak ponsel yang di belinya kemarin, ia belum memberikan ponsel itu pada Kinanti.Mukanya menoleh saat derit pintu kamar berbunyi, pertanda ada yang masuk.Tapi entah mengapa, bibir Wisnu seakan terkunci rapat untuk sekedar memanggil dan menyerahkan ponsel itu.Kinanti masih diam, ia masih bermuka datar, tak ada bias keramahan di wajah ayu miliknya, membuat Wisnu semakin membeku di tempatnya.“Mari kita sarapan di bawah, Papa dan Mama sudah menunggu.” Kata Kinanti masih berdiri di muka pintu, menanti Wisnu keluar dari kamar.“Aku tidak sarapan hari ini, aku pergi lebih awal ke kantor, ada pekerjaan yang harus aku selesaikan lebih cepat pagi ini.” Wisnu mencoba memberikan alasan.“Sarapan hanya memerlukan waktu sebentar, lagi pula hari masih terlalu pagi untuk berangkat, apakah itu bukan sekedar alasan kamu agar cepat-cepat pergi?”“Kamu selalu berburuk sangka padaku
“Mas, mau ambil ponsel yang kemarin saya bawa kemari ya?” Kata Kinanti pada tukang servis ponsel yang ia datangi kemarin.“Dengan mbak Kinanti ya?”“Iya mas, apakah sudah jadi?”“Waduh Mbak, maaf ponselnya sudah tidak bisa di perbaiki!”“Yang bener saja Mas, masak sih?”“Iya, maaf ya Mbak?”“Apa tidak bisa di usahakan lagi ya Mas?”“Kemarin sudah saya coba Mbak, tapi tetap tidak bisa!”“Ya sudah kalau begitu, saya permisi dulu.”Kinanti meninggalkan tempat itu dengan perasaan kecewa, bagaimana tidak, ia benar-benar kehilangan kenangan yang ia lalui bersama dengan Bima, tak ada lagi yang bisa ia harapkan, tapi tak ada yang bisa di lakukan olehnya kali ini.akhirnya ia kembali masuk ke dalam taksi online yang iya pesan. Dengan lesu ia duduk di jok belakang taksi tersebut dan menatap keluar setelah berbicara pada sang sopir jika ia siap meninggalkan tempat itu.Dalam perjalanan, ia menatap keluar tanpa semangat, tiba-tiba netranya menatap seorang pemuda yang sedang berjalan s
Wisnu meletakkan ponsel baru yang baru saja di belinya, ia bermaksud memberikan ponsel itu untuk Kinanti, setelah beberapa hari yang lalu ia berhasil membujuk tukang servis HP agar tidak memperbaiki ponsel milik Kinanti.Lama ia terdiam, sesekali ia mendesah, ia begitu bingung harus bersikap seperti apa, harus bagaimana cara memberikan ponsel itu. Wisnu memasukkan ponsel baru itu ke dalam tas kerjanya, kemudian melangkah keluar meninggalkan kantor dengan santai.Wisnu menggaruk kepalanya yang tidak gatal, jujur ia begitu salah tingkah di hadapan istri mudanya itu.Dengan tekat yang kuat, akhirnya Wisnu memberanikan diri, ia mengetuk kamar yang masih tertutup rapat, mungkin Kinanti sedang istirahat.Lama tak ada sahutan, Wisnu masuk ke dalam kamar, ia melihat sekeliling kamar, namun ia tak menemukan keberadaan Kinanti di sana. Hanyalah suara gemercik dari arah kamar mandi, mungkin Kinanti sedang membersihkan diri.Wisnu tahu jika Kinanti masih marah padanya karena ponsel yang terj
Kinanti sibuk dengan gawai di tangannya, bahkan ia tidak menyadari jika kini Wisnu datang menghampirinya. Ia duduk di sebuah sofa panjang di ruang tamu.Wisnu menyusul Kinanti, setelah pertengkarannya dengan Miranda, ia tidak ingin memperpanjang masalah dengan Kinanti, makanya ia memutuskan untuk tinggal sementara waktu di kediaman keluarga Darmawan.Wajah teduh yang dingin itu seakan tak mengusik Kinanti, terbukti Kinanti yang masih memainkan gawai di tangannya, membuka galeri yang masih memamerkan kemesraannya dengan Bima.Wisnu mendekatkan dirinya kepada Kinanti, kepalanya agak melongok kedepan, sehingga Wisnu dengan bebas bisa melihat foto Kinanti yang di peluk dari belakang oleh Bima dengan begitu mesra. Dan Kinanti seakan tak mau berhenti menatapnya.Wisnu merasa darahnya berdesir.“Ah, mana mungkin aku cemburu, dia bukan siapa-siapa lagi bagi Kinanti, dia hanya masalalu.” Bisik hati Wisnu.Semakin lama wisnu melihat betapa lama Kinanti masih tetap pada posisi sebelum
“ Ayo Pa, kita berangkat, Kita yang jemput Kinanti sekarang!” Kata Sukma sangat bersemangat di dalam percakapannya dengan Pak Hermawan lewat ponsel. “Iya, tapi Papa masih meeting Ma .... tunggu sebentar lagi nanti Mama Papa jemput!” “Pokoknya Mama tak mau tahu, setengah jam lagi kita berangkat, atau Mama akan pergi sendiri!” “Kan tadi sudah Papa bilang, Mama saja yang jemput, sama sopir, Mama ngotot kita pergi!” “Ya sudah kalau Papa keberatan, aku pergi sendiri saja!” “Ya, oke Ma, tunggu ya ....” jawab Pak Hermawan akhirnya, ia tak bisa mendengar istrinya merajuk, karena tak selalu istrinya itu minta di turuti kemauannya, tapi jika sudah ingin maka harus mendapatkan apa yang di inginkannya. Selang beberapa menit, Pak Hermawan sudah datang menjemput Bu Sukma, sebab Bu Sukma sudah menunggu di tempat yang tidak jauh dari kantor mereka. “Masih ngambek?” canda Pak Hermawan sambil mencolek pipi istrinya mesra. “Pa ... Mama mau melihat wajah pucat Kinanti bersama Papa,