Masih di Apartemen milik Kim.Pagi ini mereka rupanya terbangun secara bersamaan tanpa direncanakan. Wajah keduanya terlihat sama-sama memerah.Ada rasa malu sertacanggung bercampur dalam hati dan benak mereka. Tatapan mereka pun menjadi ragu satu sama lain.Itu karena mereka terbangun dalam posisi berpelukan dan dalam satu selimut yang sama, bahkan satu bantal berdua.Sunna sangat gugup sekarang, sama halnya dengan Kim. Saking gugupnya tidak ada yang saling bersuara diantara keduanya.Mau apa sekarang?Marah atau saling menyalahkan? Tidak mungkin. Karena posisi tidur mereka semalam itu terjadi dalam keadaan darurat.Semalaman lampu padam. Tidak tahu jam berapa menyala. Sunna memaksa Kim untuk tidak melepaskan dirinya. Kim pun terpaksa memeluk Sunna sepanjang mati lampu.Ya. Kim memang terpaksa, tapi itui hanya awalnya, lama-lama terasa nyaman dan akhirnya ikut tenggelam dalam mimpi dan satu selimut yang sama.Kim bergerak dengan pelan menyambar handuk lalu pergi ke kamar mandi. Sampa
Kim saat ini telah berdiri untuk memenuhi janjinya pada Dokter Jimmy. Tetapi tiba-tiba dia merasa begitu ragu untuk berpamitan pada Sunna.Melihat wajah Sunna yang menunduk, Kim seperti tidak tega untuk meninggalkan Sunna sendirian di Apartemen ini.Eh, tapi tunggu dulu!Bukankah dia tadi merasa senang ketika ada kesempatan untuk menjauh dari Sunna? Kenapa tiba-tiba perasaannya sekarang menjadi tidak enak untuk meninggalkan Sunna?"Ehem…" Kim berdehem kecil."Sunna. Aku harus pergi Sebentar. Tidak apa-apa kan?" Kim berkata dengan ragu-ragu.Sunna mendongak sedikit kemudian mengangguk."Tidak apa-apa. Pergi saja. Aku juga nanti boleh pergi kan kalau begitu?" Sunna balik bertanya.Kim membelalakkan matanya. Sepertinya Sunna sangat senang jika dia pergi dari hadapannya.Sialan!Kim merasa hatinya mendadak tidak nyaman."Ya baiklah. Pergi saja kalau mau pergi." menjawab seperti itu tetapi seperti tidak ikhlas rasanya."Baiklah. Aku pergi." ucap Kim, kemudian menyambar Kunci mobil."Ya. Ha
Kim mulai curiga, menduga jika Aaron telah terlibat dengan kejadian mati lampu di Apartemennya semalam. Atau jangan-jangan ini malah ulah Tuan Aaron?Hah..! Atau ada Cctv dan kamera tersembunyi di sana?Astaga!Saat Kim sedang merenung,Aaron memukul bahunya membuat Kim terkejut."Apa yang kamu pikirkan Bodoh? Aku tidak akan selancang itu!" ucap Aaron.Kim tersipu. Bisa-bisanya Aaron menebak dengan baik pikirannya."Tidak Tuan. Hanya saja,""Apa? Yang aku katakan sungguhan terjadi? Kalau benar terjadi, itu hanya kebetulan saja. Haha .." Aaron tergelak, kemudian mendekatkan Wajahnya ke telinga Kim sambil berbisik,"Hati-hati dengan anak buahmu. Kemarin tidak sengaja aku mendengar dia sedang berbicara serius. Dan kamu tahu dia sedang berbicara dengan siapa?"Kim menoleh kepada Aaron dengan wajah penasaran."Nyonya Tania dan Bibi Melda. Haha .." Aaron tertawa terbahak+bahak sambil memukul-mukul bahu Kim.Sementara Kim langsung cemberut.Sial! Rupanya itu semua kerjaan Ibu dan Mertuanya!
Kim sudah berada di mobil dan dia segera tancap gas untuk meluncur pulang ke Apartemennya. Ada rasa menggelitik di dalam hatinya, yaitu ingin cepat sampai ke Apartemen dan bertemu dengan Sunna.Apa ini?Tiba-tiba sudut bibir Kim tertarik membentuk senyuman tipis.Kenapa bisa Gila? Bukankah dia tidak menyukai Gadis itu? Kenapa tiba tiba ingin cepat bertemu dengannya?Kim tertawa sendiri. Menggeleng-gelengkan kepalanya tanda terheran dengan hatinya sendiri.Ketika sudah sampai di Apartemen, Kim segera bergegas ke kamarnya. Dia berhenti sejenak manakala sudah berada di depan pintu kamar.Ketika hendak mendorong pintu, dia berhenti.Kalau Sunna sedang telanjang lagi bagaimana? Kim teringat adegan tadi pagi, kemudian dia ragu dan perlahan mengetuk pintu.Tidak ada jawaban dari dalam. Kemudian Kim memutuskan untuk memanggil nama Sunna."Sunna. Apa kamu di dalam?" tidak ada sahutan juga.Pada akhirnya Kim pun mendorong pintu perlahan, dia mengintip sebentar ke dalam kamar. Tidak ada Sunna di
Ketika berada di dapur, Kim kebingungan karena tidak menemukan kotak obat. Dia meremas rambutnya.Kemudian berinisiatif memanggil pelayan untuk menanyakan kotak obat. Beruntung Pelayan mengetahui dimana keberadaan kotak obat disini.Pelayan segera mencarinya dan mendapatkannya."Ini Tuan." Pelayan mengulurkan kotak obat kepada Kim."Oh iya. Terimakasih ya." Kim segera berlalu dan kembali ke kamar.Ketika sudah berada di kamar, dia melihat Sunna sudah berbaring di bawah selimut. Tubuhnya terlihat menggigil."Sunna." Kim mendekat dan kembali meraba kening Sunna.Suhu badan Sunna lebih panas dari yang tadi.Kim menjadi sangat panik sekarang."Astaga. Kenapa kamu sangat panas sekali?"Sunna sudah tidak bisa menjawab pertanyaan Kim dengan baik. Sunna hanya mengeluh dan mengeluarkan suara rintihan saja.Kim kembali panik. "Ini tidak bisa dibiarkan Sunna." Kim segera mengambil Ponselnya dan menghubungi Dokter Jimmy.Yang disana terkejut bukan kepalang ketika menatap Kontak Kim menghubunginya
Tengah malam,Sunna terbangun dari tidurnya, dia merasakan genggaman tangan seseorang.Dia menoleh dan mendapati Kim berada disamping Ranjang. Kim tidur dengan posisi duduk di kursi yang ia dekatkan dengan Ranjang. Kepalanya berada di kasur samping tubuh Sunna dengan tangan yang menggenggam erat tangannya.Sunna mulai memulihkan seluruh ingatannya yang sedikit terganggu. Dia kemudian teringat jika sore tadi, dia merasakan demam dan Dokter Jimmy datang untuk memeriksanya.Sunna sedikit tersenyum melirik rambut Kim yang terlihat acak-acakan.Dia menjagaku dari sore. Dia bahkan tidak ikut naik ke atas ranjang.Tangan Sunna bergerak untuk melepaskan tangan Kim. Meskipun Sunna sudah hati-hati agar Kim tidak terbangun, tetapi Kim terbangun juga."Sunna. Kamu bangun?" Kim langsung tersadar sepenuhnya dan segera bertanya. "Kamu mau apa? Katakan saja. Aku bisa membantumu.""Kim. Aku, aku ingin ke kamar mandi."Kim terdiam sejenak, kemudian dia mengambil selang infus Sunna dengan hati hati."Ay
Tidak tahu mengapa, saat Emily mendengar penjelasan dari Aaron yang ingin merahasiakan dulu jenis kelamin anak mereka, sepertinya Emily merasa ada sesuatu yang aneh.Dalam hatinya Emily menyimpan sedikit kecurigaan pada ucapan suaminya itu.Melihat istrinya menatap lain padanya, Aaron bertanya,"Emily. Kenapa menatapku seperti itu? Apa ada yang aneh dengan penampilanku? Oh, atau aku semakin terlihat tampan ya?" Aaron menggoda istrinya sambil memainkan kedua matanya."Aaron. Apa benar kamu meminta Dokter Jimmy untuk merahasiakan dulu jenis kelamin anak kita ini?""Ya, memang benar. Aku hanya ingin membuat kejutan untuk kita semua. Agar aku tidak terlalu berharap, kamu juga." jawab Aaron berbohong. Padahal dalam hatinya, Aaron merasa sedikit bersalah karena telah merahasiakan jenis kelamin anak mereka.Demi menghindari kecurigaan dari Emily, Aaron mulai memasang wajah memelas dan menempelkan wajahnya ke perut Emily."Halo calon pemimpin. Kamu sedang apa? Ah, apa? Oh, kamu kangen Ayah?
Hari-hari telah berlalu. Kedekatan Kim dan Sunna semakin terjalin, membuat keduanya tanpa sadar merasakan sebuah kenyamanan tersendiri. Kenyamanan yang lalu berubah menjadi getaran indah saat saling berdekatan.Hari ini, Kim sudah mulai bekerja.Kim masih bekerja, tetapi matanya terus melirik jam tangannya.Sial! Kenapa sore datangnya sangat lambat?Kim menggerutu di dalam hati. Tetapi tiba-tiba dia tersenyum-senyum sendiri. Dia seperti orang bodoh yang tiba-tiba menunggu waktu dengan tidak sabaran.Kim kembali memusatkan pikiran, untuk menatap komputer di depannya. Belum lagi tumpukan berkas yang perlu diperiksa.Kim lagi-lagi melirik jam tangannya.Dua jam lagi,Kim kembali mendengus. Baiklah.Sekarang Dia berjanji akan menunggu dengan sabar. Tangannya kembali bekerja meskipun pikirannya sudah kemana-mana.Namun tiba-tiba Kim berdiri. "Bodo amat lah. Besok masih ada waktu. Aku bisa berangkat pagi pagi buta untuk menyelesaikan ini."Kim kemudian memutuskan untuk pulang.Dia tahu apa