Malam ini Kim menepati janjinya untuk mengajak Sunna pergi ke Bioskop.Kim telah menyuruh seorang anak buah andalannya untuk memesan tiket untuk mereka berdua.Sekarang mereka telah meluncur ke Bioskop tersebut."Kamu tadi pesan tiket Film apa Kim?" Tanya Sunna."Aku tidak tahu karena aku hanya menyuruh anak buahku saja. Tapi dia mengatakan jika itu adalah Film Romantis sepanjang masa." Jawab Kim."Astaga! Mana bisa kita menonton film romantis seperti itu. Haha.. seperti pasangan kekasih saja." Celetuk Sunna.Kim menoleh. "Bukankah kita malah lebih dari sepasang kekasih ya? Kamu lupa, kita ini kekasih resmi dan sah!" Sahut Kim sedikitpun kesal."Ah, iya. Aku lupa. Kita sudah Menikah ya? Suami istri. Ya Tuhan… hanya saja, sayangnya Suami istri yang tidak jelas! Hanya status saja. Mana bisa dibanggakan." Ucap Sunna lebih seperti sedang mengeluh tentang status mereka.Kim termenung mendengar ucapan Sunna. Apa yang dikatakan Sunna benar. Mereka lebih seperti sepasang suami istri yang mala
Kim mengangkat alisnya.Masa iya dia harus menemani Sunna untuk buang air kecil?"Sunna. Kamu itu bukan anak kecil? Masa iya aku harus mengantarmu kencing?" Kim Protes."Aku takut Kim! Kamu tidak mengerti? Salah sendiri menyuruhku menonton film Horor! Aku ini penakut! Ayo.. pokoknya ayo antar aku ke kamar mandi atau aku akan buang air kecil di sini saja!"Kim terkejut manakala melihat Sunna sudah hendak memelorotkan celana tidurnya."Eh.. dasar gadis gila! Ya sudah cepat!"Hehe.. Sunna terkikik dalam hati. Sebenarnya dia juga sangat malu dengan tingkahnya ini. Tapi mau bagaimana lagi, dia sungguh takut jika harus duduk sendirian di dalam kamar mandi. Bayangan hantu dengan sosok seram dalam film itu sungguh mendominasi otaknya.Kemudian dia melangkah ragu-ragu ke dalam kamar mandi diikuti oleh Kim yang dengan wajah tertekuk."Cepetan! Malah bengong!" Ucap Kim kepada Sunna yang berdiri di samping Kloset."Kamu hadap kesana." Pinta Sunna."Ya tentu saja. Tidak mungkin aku akan memelototi
Masih di Apartemen milik Kim.Pagi ini mereka rupanya terbangun secara bersamaan tanpa direncanakan. Wajah keduanya terlihat sama-sama memerah.Ada rasa malu sertacanggung bercampur dalam hati dan benak mereka. Tatapan mereka pun menjadi ragu satu sama lain.Itu karena mereka terbangun dalam posisi berpelukan dan dalam satu selimut yang sama, bahkan satu bantal berdua.Sunna sangat gugup sekarang, sama halnya dengan Kim. Saking gugupnya tidak ada yang saling bersuara diantara keduanya.Mau apa sekarang?Marah atau saling menyalahkan? Tidak mungkin. Karena posisi tidur mereka semalam itu terjadi dalam keadaan darurat.Semalaman lampu padam. Tidak tahu jam berapa menyala. Sunna memaksa Kim untuk tidak melepaskan dirinya. Kim pun terpaksa memeluk Sunna sepanjang mati lampu.Ya. Kim memang terpaksa, tapi itui hanya awalnya, lama-lama terasa nyaman dan akhirnya ikut tenggelam dalam mimpi dan satu selimut yang sama.Kim bergerak dengan pelan menyambar handuk lalu pergi ke kamar mandi. Sampa
Kim saat ini telah berdiri untuk memenuhi janjinya pada Dokter Jimmy. Tetapi tiba-tiba dia merasa begitu ragu untuk berpamitan pada Sunna.Melihat wajah Sunna yang menunduk, Kim seperti tidak tega untuk meninggalkan Sunna sendirian di Apartemen ini.Eh, tapi tunggu dulu!Bukankah dia tadi merasa senang ketika ada kesempatan untuk menjauh dari Sunna? Kenapa tiba-tiba perasaannya sekarang menjadi tidak enak untuk meninggalkan Sunna?"Ehem…" Kim berdehem kecil."Sunna. Aku harus pergi Sebentar. Tidak apa-apa kan?" Kim berkata dengan ragu-ragu.Sunna mendongak sedikit kemudian mengangguk."Tidak apa-apa. Pergi saja. Aku juga nanti boleh pergi kan kalau begitu?" Sunna balik bertanya.Kim membelalakkan matanya. Sepertinya Sunna sangat senang jika dia pergi dari hadapannya.Sialan!Kim merasa hatinya mendadak tidak nyaman."Ya baiklah. Pergi saja kalau mau pergi." menjawab seperti itu tetapi seperti tidak ikhlas rasanya."Baiklah. Aku pergi." ucap Kim, kemudian menyambar Kunci mobil."Ya. Ha
Kim mulai curiga, menduga jika Aaron telah terlibat dengan kejadian mati lampu di Apartemennya semalam. Atau jangan-jangan ini malah ulah Tuan Aaron?Hah..! Atau ada Cctv dan kamera tersembunyi di sana?Astaga!Saat Kim sedang merenung,Aaron memukul bahunya membuat Kim terkejut."Apa yang kamu pikirkan Bodoh? Aku tidak akan selancang itu!" ucap Aaron.Kim tersipu. Bisa-bisanya Aaron menebak dengan baik pikirannya."Tidak Tuan. Hanya saja,""Apa? Yang aku katakan sungguhan terjadi? Kalau benar terjadi, itu hanya kebetulan saja. Haha .." Aaron tergelak, kemudian mendekatkan Wajahnya ke telinga Kim sambil berbisik,"Hati-hati dengan anak buahmu. Kemarin tidak sengaja aku mendengar dia sedang berbicara serius. Dan kamu tahu dia sedang berbicara dengan siapa?"Kim menoleh kepada Aaron dengan wajah penasaran."Nyonya Tania dan Bibi Melda. Haha .." Aaron tertawa terbahak+bahak sambil memukul-mukul bahu Kim.Sementara Kim langsung cemberut.Sial! Rupanya itu semua kerjaan Ibu dan Mertuanya!
Kim sudah berada di mobil dan dia segera tancap gas untuk meluncur pulang ke Apartemennya. Ada rasa menggelitik di dalam hatinya, yaitu ingin cepat sampai ke Apartemen dan bertemu dengan Sunna.Apa ini?Tiba-tiba sudut bibir Kim tertarik membentuk senyuman tipis.Kenapa bisa Gila? Bukankah dia tidak menyukai Gadis itu? Kenapa tiba tiba ingin cepat bertemu dengannya?Kim tertawa sendiri. Menggeleng-gelengkan kepalanya tanda terheran dengan hatinya sendiri.Ketika sudah sampai di Apartemen, Kim segera bergegas ke kamarnya. Dia berhenti sejenak manakala sudah berada di depan pintu kamar.Ketika hendak mendorong pintu, dia berhenti.Kalau Sunna sedang telanjang lagi bagaimana? Kim teringat adegan tadi pagi, kemudian dia ragu dan perlahan mengetuk pintu.Tidak ada jawaban dari dalam. Kemudian Kim memutuskan untuk memanggil nama Sunna."Sunna. Apa kamu di dalam?" tidak ada sahutan juga.Pada akhirnya Kim pun mendorong pintu perlahan, dia mengintip sebentar ke dalam kamar. Tidak ada Sunna di
Ketika berada di dapur, Kim kebingungan karena tidak menemukan kotak obat. Dia meremas rambutnya.Kemudian berinisiatif memanggil pelayan untuk menanyakan kotak obat. Beruntung Pelayan mengetahui dimana keberadaan kotak obat disini.Pelayan segera mencarinya dan mendapatkannya."Ini Tuan." Pelayan mengulurkan kotak obat kepada Kim."Oh iya. Terimakasih ya." Kim segera berlalu dan kembali ke kamar.Ketika sudah berada di kamar, dia melihat Sunna sudah berbaring di bawah selimut. Tubuhnya terlihat menggigil."Sunna." Kim mendekat dan kembali meraba kening Sunna.Suhu badan Sunna lebih panas dari yang tadi.Kim menjadi sangat panik sekarang."Astaga. Kenapa kamu sangat panas sekali?"Sunna sudah tidak bisa menjawab pertanyaan Kim dengan baik. Sunna hanya mengeluh dan mengeluarkan suara rintihan saja.Kim kembali panik. "Ini tidak bisa dibiarkan Sunna." Kim segera mengambil Ponselnya dan menghubungi Dokter Jimmy.Yang disana terkejut bukan kepalang ketika menatap Kontak Kim menghubunginya
Tengah malam,Sunna terbangun dari tidurnya, dia merasakan genggaman tangan seseorang.Dia menoleh dan mendapati Kim berada disamping Ranjang. Kim tidur dengan posisi duduk di kursi yang ia dekatkan dengan Ranjang. Kepalanya berada di kasur samping tubuh Sunna dengan tangan yang menggenggam erat tangannya.Sunna mulai memulihkan seluruh ingatannya yang sedikit terganggu. Dia kemudian teringat jika sore tadi, dia merasakan demam dan Dokter Jimmy datang untuk memeriksanya.Sunna sedikit tersenyum melirik rambut Kim yang terlihat acak-acakan.Dia menjagaku dari sore. Dia bahkan tidak ikut naik ke atas ranjang.Tangan Sunna bergerak untuk melepaskan tangan Kim. Meskipun Sunna sudah hati-hati agar Kim tidak terbangun, tetapi Kim terbangun juga."Sunna. Kamu bangun?" Kim langsung tersadar sepenuhnya dan segera bertanya. "Kamu mau apa? Katakan saja. Aku bisa membantumu.""Kim. Aku, aku ingin ke kamar mandi."Kim terdiam sejenak, kemudian dia mengambil selang infus Sunna dengan hati hati."Ay
Saat Aisyah melihat genggaman tangan Putranya pada jari jemari Alexa, dia sudah dapat mengerti jika kedatangan Elang untuk menemuinya kali ini sepertinya bukan untuk urusan pekerjaan. Tapi ada hal lain.Apalagi ketika mereka menyambutnya di bawah tangga tanpa melepaskan genggaman tangan mereka, Aisyah makin yakin dengan dugaannya.Dia menatap dingin pada mereka, seolah olah meminta penjelasan dari mereka. Padahal dalam hatinya, dia cukup tersenyum senang.Pernah bahkan seringkali malah, Aisyah mengkhawatirkan Putranya itu.Memikirkan Kapan Elang akan menyusul adiknya? Mengkhawatirkan, Apakah ada yang mau menerima Elang yang pernah berada di dunia gelap?Adakah keluarga yang mau dengan tulus menerima Elang, seperti keluarga Albarez yang bisa menerima Zha dengan tulus?Begitu banyak kekhawatiran Aisyah saat merenungkan nasib percintaan Putranya kelak. Tapi ketika melihat apa yang ada di hadapannya itu, hatinya mendadak lega seketika.Alexa!Benar! Gadis itu sangat tepat untuk Putranya.
Pagi berikutnya,Elang mengajak Alexa untuk menemui Ibunya.Sebelum datang berkunjung, Elang terlebih dulu menghubungi Aisyah.Elang sedikit terkejut saat Ibunya mengatakan jika Ibunya sekarang sudah pindah dan tinggal di rumah utama. Memang benar, Aisyah sekarang tinggal bersama beberapa orang pelayan dan anak buahnya di Rumah Besar milik Tuan Glendale.Sudah ada satu bulanan dia tinggal disini. Sebenarnya dia tidak ingin lagi masuk ke rumah ini. Mengingat begitu banyak kenangan pahit yang pernah terjadi di rumah ini. Tetapi entah kenapa, pada akhirnya dia sendiri memutuskan untuk tinggal disini.Atau mungkin Aisyah hanya ingin mengingat semua kenangan masa lalu.Disinilah dia dilahirkan dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan kelembutan oleh kedua orang tuanya. Meskipun pada saat itu dia tahu jika kedua orang tuanya, Ayah dan Ibunya itu bukanlah orang tua biasa seperti orang tua teman temannya. Tapi orang tuanya adalah seorang ketua mafia. Aisyah sadar jika dirinya adalah pu
Ketika mendengar Elang mengatakan kata kencan, Alexa tidak bisa untuk tidak membulatkan kedua matanya. Tentu saja dia terkejut, "Apa yang kamu katakan Elang? Kencan? Siapa yang kencan?"Elang belum menjawab, dia malah tertawa kecil terlebih dahulu, kemudian berkata, "Yang kencan ya kita, memang kenapa? Aku mengajakmu keluar untuk kencan. Kamu keberatan?"Sumpah demi apapun, saat ini wajah Alexa memerah. Jantungnya berdegup keras. Dia langsung merasa gugup.Biasanya dia akan diajak keluar oleh Elang untuk melakukan sebuah pekerjaan. Kalau dulu saat dia masih berada di Klan Selatan, dia hanya tahu, keluar hanya untuk menyelesaikan misi. Jadi bagaimana dia tidak gugup, saat tiba tiba saja Elang mengatakan jika akan berkencan dengan dirinya?Sungguh, hati gadis ini merasa seperti terbang diatas awan."Hei, kenapa malah melamun? Kamu keberatan ku ajak pergi kencan?" Elang bertanya lagi, itu membuat Alexa tersentak dari lamunannya. Wajahnya semakin memerah."Bukan begitu. Tapi aku, aku han
Saat ini Halilintar masih bersama Zha di kamar Mereka. Mereka melepaskan rindu dan keresahan hati mereka yang sempat mereka rasakan tadi. Beberapa saat kemudian Zha menanyakan Zhilan dan Zhelin padq Halilintar."Apa Mereka rewel dan membuatmu kewalahan Hal?" Zha bertanya.Halilintar menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, "Tidak Zha. Apa kamu tahu, Mereka sangatlah pengertian. Mereka sama sekali tidak rewel, seperti tahu jika orang tuanya sedang ada masalah.""Sungguh kah?" Zha senang mendengarnya dan segera menghampiri Ranjang si kembar. Dia menatap dua putri kembarnya yang masih terlelap.Zha mengambil Zhilan dan menggendong bayi itu. Mata Zha berkaca-kaca. Dia bersyukur bisa kembali lagi kesini. Hampir saja dia tidak bisa melihat tumbuh kembang mereka, jika saja Victor membawanya ke kantor polisi dan dia di penjara.Kehidupan Mereka akan jauh lebih menyedihkan dibanding hidup Zha. Mereka akan mendengar jika lahir dari seorang wanita pembunuh dan kini ibunya mendekam di penjara.
Halilintar masih seperti tidak percaya dengan apa yang ia lihat. "Zha! Benarkah ini kamu? Atau aku hanya sedang bermimpi?" Halilintar merasa jika ini mungkin hanyalah mimpi karena dia terlalu memikirkan Zha seharian ini. Tapi dia tersentak dan sadar ketika Zha menyentuh pipinya dan bersuara."Hall! Ini aku. Aku telah kembali untuk kalian." Zha mengusap air mata pria itu yang masih membekas di sana.Halilintar tercengang lalu segera berteriak,"Zha.." Halilintar menarik kasar tubuh Zha dan memeluknya dengan begitu erat."Kamu kembali untuk kami? Benarkah ini?" tanya Halilintar di sela isakannya seperti tidak percaya dengan semua ini."Maafkan aku yang sudah berniat meninggalkan kalian. Aku tidak akan pergi lagi Hall. Mulai sekarang aku akan disisi kalian." jawab Zha juga ikut terisak di pelukan suaminya.Halilintar menarik tubuh Zha yang tampak lemas kedalam kamar. Lalu membawanya duduk di sofa. Berkali kali mengusap wajah istrinya dan menghujaninya dengan kecupan hangat."Ceritakan p
Tidak ada yang tidak terkejut dengan ucapan Aisyah barusan saat dia memerintah Elang untuk mengumpulkan anak buah Zha dari Poison Of Death dan dari anak buah klan Selatan milik almarhum Ardogama dulu.Semua orang terkejut, terlebih lagi Elang. Dia tidak menyangka jika Ibunya akan berkata demikian dan bahkan berpikir hingga sejauh itu.Elang masih merasa tak percaya dan langsung mengguncang bahu ibunya."Ibu, apa yang kamu bicarakan? Ibu tidak boleh melakukan itu. Kita tidak boleh membangun kembali Klan Jangkar Perak. Aku juga tidak mau mengingkari janjiku pada Ayah!" ucap Elang."Tapi keadaan ini terdesak Elang. Kita harus menyelamatkan adikmu. Apa kamu mau adik kamu Zha membusuk di penjara?" tegas Aisyah.Elang menggelengkan kepala, "Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Aku akan mengeluarkan Zha dari penjara Bu, percayalah. Tapi jika untuk membangun Klan Jangkar Perak kembali, aku tidak setuju. Zha juga pasti akan kecewa pada kita, jika kita melakukan itu." balas Elang. Saat ini,
Kedua pria bapak beranak itu telah melangkah meskipun dengan perasaan yang mulai tidak tenang dengan kedatangan Victor kali ini.Aaron maupun Halilintar sama sama menatap Victor yang sudah berdiri di depan pintu, dan yang membuat mereka semakin tidak tenang adalah kali ini Victor datang tidak sendiri melainkan ada tiga polisi di belakang Victor.Victor memberi salam, mengangguk hormat dan melangkah, "Selamat siang Tuan Aaron Albarez dan Halilintar. Maaf jika kami mengganggu waktu kalian." ucap Victor."Selamat siang juga detektif Victor. Silahkan masuk." sahut Aaron. Meskipun Victor adalah anak dari Kim, tetapi Aaron sangat menghormati karena pria muda yang berdiri di hadapannya itu adalah Seorang Detektif. Victor juga sangat menghormati keluarga ini, mungkin jika bukan karena tugas dan bukan karena tanggung jawabnya mungkin saat ini Victor pun tidak akan ada disini dengan membawa Sebuah kepentingan seperti ini. Sebelum datang kemari hari ini, Victor juga sempat Dilema. Tetapi ini
Setelah beberapa saat Halilintar berbicara pada Zha, Dokter meminta izin untuk memeriksa keadaan Zha kembali guna memastikan keadaan Zha.Mereka menyingkir, memberi ruang untuk dokter dan Tim. Zha diperiksa kembali, pemeriksaan yang sangat teliti. Dan Dokter tidak menemukan hal yang perlu dikhawatirkan lagi. Keadaan kondisi Zha dinyatakan telah membaik.Semua orang bernafas lega sekarang. Dokter juga bernafas lega. Dia merasa seperti telah terlepas dari rantai besi yang membelenggu lehernya. Segera memberi perintah pada tim untuk memindahkan Zha ke ruangan rawat inap.Setelah Zha sudah dipindahkan, Dokter berpamitan. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi pada keadaan Nona Zha. Jadi kalau begitu, saya akan permisi. Saya akan tetap kembali lagi secara rutin untuk memeriksa kembali perkembangan kesehatan Nona Zha dengan berkala." dokter berkata pada mereka khususnya pada Halilintar.Halilintar mengangguk, "Terima kasih Dokter, atas semua usaha kalian. Benar benar terima kasih."Dok
"Dokter..! Dokter.! Apa yang terjadi pada istri ku? Buka .!!!" Halilintar menggedor gedor pintu.Tidak ada yang mempedulikan Halilintar meskipun dia sudah berteriak kencang dan menggedor gedor pintu. Tim Dokter didalam sana sedang bekerja seoptimal mungkin untuk melakukan transfusi darah pada Zha dengan memburu waktu yang tersisa."Hall, tenanglah. Mereka sedang berusaha. Jangan mengganggu konsentrasinya tim dokter. Istrimu pasti baik baik saja. Ayo kembali." Aaron lagi lagi berusaha untuk menenangkan hati Putranya, kemudian menarik tangan Halilintar kembali ke bangku panjang."Pa, pasti terjadi sesuatu pada Zha Pa.! Mereka semua terlihat panik!" kata Halilintar."Tidak Hall, mereka sedang mengejar sisa waktu yang dimiliki Zha. Bisakah kau berpikir jernih dulu dan jangan selalu berprasangka buruk?!!" tegas Aaron, membuat Halilintar mendongak menatap wajah Ayahnya."Maafkan aku Pa, aku sungguh panik." jawab Halilintar mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya.Aaron tahu jika H