Rafael sudah berada di depan meja Erina.Menatap wajah Erina yang berseri. Bagi Rafael, Erina adalah wanita yang paling cantik dalam hidupnya, bahkan sampai sekarang masih menggenggam erat hatinya.Dulu, wanita ini sangat mencintainya, mereka saling mencintai dan pernah berjanji untuk hidup bersama selamanya.Erina tidak menyadari jika Rafael sedang memperhatikannya. Dia malah tersenyum senyum sambil bernyanyi kecil karena suasana hatinya sedang sangat membaik, sambil menyusun apa apa yang akan diperlukan nanti disana, ditempat dimana dia dan rekan rekannya akan mendapatkan berita panas.Rafael masih menatap Erina, bahkan tersenyum hangat melihat senyuman Erina yang sudah sangat lama tidak dapat ia lihat.Tetapi teman teman Erina tentu melihat itu, melihat bagaimana tatapan Rafael terhadap temannya. Oca sampai menyikut pinggang Melda, seperti ingin berbisik sesuatu tetapi Melda buru-buru meletakkan jarinya ke bibir Oca, memberi isyarat agar diam saja.Meli yang sampai di pintu dan ha
"Dilihat dari kedekatan mereka, sepertinya memang ada hubungan. Kalau begini, keberadaan Nyonya Albarez terancam." Bisik Melda. Dia sama Sekali tidak menyangka kalau yang di dekatnya ini adalah Nyonya Albarez, malah meminta Erina untuk terus mengambil gambar.Dia melirik Asmirandah yang berjalan ke arah Fic, dia memegang segelas wine."Presdir, sepertinya kita perlu merayakan keberhasilan iklan." Fic belum saja menjawab, tubuh Asmirandah terjatuh ke pelukannya. Wine tumpah mengenai baju keduanya.Erina tercengang begitu juga teman temannya. Seketika kak Awan mengambil gambar, tetapi tidak untuk Erina. Dia membelalakkan matanya penuh amarah.Awalnya Fic begitu marah dan ingin mendorong tubuh Asmirandah saat ini juga, tetapi ketika melihat tatapan marah Erina, dia malah mengambil kesempatan. Fic meraih tisu dan membantu Asmirandah untuk membersihkan Wine di gaunnya."Wow! Berita panas!" "Presdir Albarez, menjaga Asmirandah dengan setia!" Kak awan dengan sangat Puas menatap Gambar yan
Asmirandah masih terbelalak melihat Fic yang menggandeng mesra Tangan Erina. Tetapi setelah menatap seksama kondisi Erina yang bisa dikatakan jauh dibawah level dia.Perempuan ini sepertinya Wanita biasa saja. Dilihat dari baju dan sepatu yang dikenakan, sama sekali tidak menarik.Kenapa Presdir Albarez menyukai wanita Seperti ini? Tidak menyangka jika Presdir Albarez mempunyai selera begitu rendah."Presdir Albarez. Aku menyusul karena anda lama sekali. Aku khawatir ada sesuatu yang terjadi. Tapi, anda malah bersama wanita Seperti ini.""Makan malam kita sudah berakhir. Aku ingin pulang saja." Jawab Fic, kemudian merangkul Pinggang Erina."Ayo sayang. Kita pulang." Ketika menyadari jika Presdir Albarez telah mengabaikan dirinya, Asmirandah ingin sekali marah, apalagi ketikaMelihat Presdir Albarez memperlakukan wanita itu dengan lembut dan memanggil sayang, hati Asmirandah sangat sakit. Dia seperti mendapatkan hinaan yang besar. Presdir Albarez memilih selingkuh dengan Wanita macam
Sementara hari ini, Jefri sudah menghentikan kerjasama Perusahaan dengan Asmirandah dan tidak ingin memperpanjang Kontrak iklan.Tentu hal ini membuat Asmirandah tercengang dan tidak terima. Dia segera menemui Fic di Kantornya."Nona Asmirandah ada diluar dan ingin menemui Anda." Jefri memberitahu Fic."Suruh dia pergi, aku tidak ingin menemuinya.""Baik." Tetapi baru saja Jefri memutar tubuhnya, Asmirandah sudah menerobos masuk dan menghampiri Fic."Presdir Albarez, ada hal yang ingin aku bicarakan. Ku mohon, beri aku waktu sedikit saja.""Nona Asmirandah, apa anda belum paham juga? Kita sudah tidak ada kerjasama. Jadi silahkan keluar." Sahut Fic, tidak ingin berbasa basi."Presdir. Tidak mengapa, aku datang bukan untuk membahas masalah pekerjaan. Tapi ada hal lain. Mohon beri aku waktu." Fic berpikir sejenak. "Baik. Lima menit." Fic Menoleh pada Jefri yang langsung paham. Jefri keluar, membiarkan pintu terbuka.Tetapi Asmirandah malah sengaja menutup pintu kembali dan mendekati Fic
Rafael masih berdiri disana, melirik tangan Fic yang terus menggenggam erat tangan Erina. Dia juga bisa melihat tatapan keduanya penuh dengan rasa cinta.Hati Rafael bergetar perih melihat itu. Mereka sekarang adalah dua orang yang saling mencintai, Keberadaan dirinya disini seperti obat nyamuk saja. Rafael memutuskan untuk pergi."Erina. Sudah ada Fic disini, aku harus pergi karena harus Ke Stasiun Televisi."Erina mengangguk dan tersenyum hangat kearahnya."Sekali lagi, Terima kasih Rafael." Ucap Erina."Tidak masalah." Ketika Rafael ingin melangkah, Fic memanggilnya."Ada yang ingin aku bicarakan." Fic menyusul langkah Rafael. Sampai diluar mereka berhenti sebentar."Mahendra. Sekali lagi terima kasih atas pertolonganmu. Tetapi kamu harus tetap mengingat satu hal. Erina adalah istriku. Jadi, jangan sekalipun kamu ada niat untuk mendekatinya kembali, apapun itu alasannya."Rafael menatap Fic. "Aku tahu. Tetapi, jika kamu menyakitinya, maka aku tidak akan berpikir dua kali untuk men
Melihat Fic menarik tangan Rafael, Erina langsung melerai."Fic. Ini bukan salah Rafael." Fic menoleh pada Erina, ada perasaan yang tentu tidak nyaman di hati Fic, ketika Jefri menghubunginya. Siang tadi Jefri menjemput Erina, dia tidak dapat menemukan Erina dan Mendengar cerita dari teman teman Erina, jika Erina mengalami luka akibat menyelamatkan Rafael."Apa yang kamu lakukan pada istriku? Lihatlah, dia hampir celaka gara gara menyelamatkan mu!" Fic mencengkram kerah Rafael.Rafael tidak memberi perlawanan, dia juga merasa bersalah."Maafkan Aku Fic. Aku tidak tahu jika Erina menarik tangan Pria itu. Dia mungkin suruhan seseorang yang ingin mencelakaiku. Sungguh maafkan aku. Kejadiannya begitu cepat."Hampir saja Fic memukul Rafael jika saja Erina tidak merintih karena merasakan sakit pada lukanya."Keluar sekarang!" Fic mengusir Rafael.Rafael hanya bisa mengangguk dan keluar dari Ruangan.Kemudian Fic mendekatinya Erina, mengusap kepalanya dan mendaratkan kecupan lembut disana.
Rafael tidak bisa untuk tidak mengingat kejadian di kamar hotel itu. Dia sudah meniduri Alika. Seberapa pun dia telah menyesali kejadian itu, dia merasa sia-sia karena kejadian itu telah membuat Alika mengandung bayinya.Rafael sudah tidak ada niat untuk menikahi Alika, bahkan dia mulai mencurigai Alika sebagai dalang dibalik perpisahannya dengan Erina, tetapi biar bagaimanapun juga sekarang Alika sudah hamil. Dia tidak mungkin membiarkan Alika membunuh darah dagingnya sendiri.Memikirkan itu, Rafael langsung menelpon Alika."Sekarang kamu ada dimana? Aku akan mendatangimu."Alika menyebutkan dimana dia berada. Dia sedang ada dirumahnya.Ibu Alika sangat senang mendapatkan kabar jika Alika saat ini tengah hamil. Rasanya dia sudah tidak sabar Alika akan menjadi Menantu keluarga Adreno."Jaga baik baik kandunganmu. Ini akan menjadi kelemahan Tuan Muda Mahendra."Alika mengangguk saja, sembari tidak sabaran menunggu kedatangan Rafael.Ketika mendengar mobil Rafael memasuki halaman rumahn
"Emmm.. Rafael!"Rafael dapat mencium bibir Erina dengan usaha yang cukup kuat, dia tidak peduli Erina memberontak dan terus berteriak.Plak…!!Ketika Erina dapat mendorong wajah Rafael, dia menampar wajah Rafael dengan sangat kuat. Membuat Rafael tersentak kaget dan langsung tersadar."Kamu keterlaluan Rafael! Aku membencimu!" Erina terisak dan terus mengusap bibirnya.Rafael mengusap pipinya yang terasa panas akibat tamparan Erina. Rafael sadar jika dia telah melakukan kesalahan. "Erina. Maafkan aku. Aku tidak sengaja. Sungguh aku tidak sengaja."Tapi Erina sudah pergi meninggalkan ruangan dengan hati yang dipenuhi kebencian pada Rafael.Mereka tidak mengetahui, jika balik pintu seseorang sedang tersenyum sambil memegang Ponselnya.Meli terlihat buru buru membalikan badannya menuju jalan lain dari yang dilewati Erina."Foto ini akan menghancurkan kamu Erina. Lihat saja." Meli segera mengirim hasil jepretan kameranya kepada Alika."Aku melihat Erina sedang menggoda Ketua Direksi. L
Saat Aisyah melihat genggaman tangan Putranya pada jari jemari Alexa, dia sudah dapat mengerti jika kedatangan Elang untuk menemuinya kali ini sepertinya bukan untuk urusan pekerjaan. Tapi ada hal lain.Apalagi ketika mereka menyambutnya di bawah tangga tanpa melepaskan genggaman tangan mereka, Aisyah makin yakin dengan dugaannya.Dia menatap dingin pada mereka, seolah olah meminta penjelasan dari mereka. Padahal dalam hatinya, dia cukup tersenyum senang.Pernah bahkan seringkali malah, Aisyah mengkhawatirkan Putranya itu.Memikirkan Kapan Elang akan menyusul adiknya? Mengkhawatirkan, Apakah ada yang mau menerima Elang yang pernah berada di dunia gelap?Adakah keluarga yang mau dengan tulus menerima Elang, seperti keluarga Albarez yang bisa menerima Zha dengan tulus?Begitu banyak kekhawatiran Aisyah saat merenungkan nasib percintaan Putranya kelak. Tapi ketika melihat apa yang ada di hadapannya itu, hatinya mendadak lega seketika.Alexa!Benar! Gadis itu sangat tepat untuk Putranya.
Pagi berikutnya,Elang mengajak Alexa untuk menemui Ibunya.Sebelum datang berkunjung, Elang terlebih dulu menghubungi Aisyah.Elang sedikit terkejut saat Ibunya mengatakan jika Ibunya sekarang sudah pindah dan tinggal di rumah utama. Memang benar, Aisyah sekarang tinggal bersama beberapa orang pelayan dan anak buahnya di Rumah Besar milik Tuan Glendale.Sudah ada satu bulanan dia tinggal disini. Sebenarnya dia tidak ingin lagi masuk ke rumah ini. Mengingat begitu banyak kenangan pahit yang pernah terjadi di rumah ini. Tetapi entah kenapa, pada akhirnya dia sendiri memutuskan untuk tinggal disini.Atau mungkin Aisyah hanya ingin mengingat semua kenangan masa lalu.Disinilah dia dilahirkan dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan kelembutan oleh kedua orang tuanya. Meskipun pada saat itu dia tahu jika kedua orang tuanya, Ayah dan Ibunya itu bukanlah orang tua biasa seperti orang tua teman temannya. Tapi orang tuanya adalah seorang ketua mafia. Aisyah sadar jika dirinya adalah pu
Ketika mendengar Elang mengatakan kata kencan, Alexa tidak bisa untuk tidak membulatkan kedua matanya. Tentu saja dia terkejut, "Apa yang kamu katakan Elang? Kencan? Siapa yang kencan?"Elang belum menjawab, dia malah tertawa kecil terlebih dahulu, kemudian berkata, "Yang kencan ya kita, memang kenapa? Aku mengajakmu keluar untuk kencan. Kamu keberatan?"Sumpah demi apapun, saat ini wajah Alexa memerah. Jantungnya berdegup keras. Dia langsung merasa gugup.Biasanya dia akan diajak keluar oleh Elang untuk melakukan sebuah pekerjaan. Kalau dulu saat dia masih berada di Klan Selatan, dia hanya tahu, keluar hanya untuk menyelesaikan misi. Jadi bagaimana dia tidak gugup, saat tiba tiba saja Elang mengatakan jika akan berkencan dengan dirinya?Sungguh, hati gadis ini merasa seperti terbang diatas awan."Hei, kenapa malah melamun? Kamu keberatan ku ajak pergi kencan?" Elang bertanya lagi, itu membuat Alexa tersentak dari lamunannya. Wajahnya semakin memerah."Bukan begitu. Tapi aku, aku han
Saat ini Halilintar masih bersama Zha di kamar Mereka. Mereka melepaskan rindu dan keresahan hati mereka yang sempat mereka rasakan tadi. Beberapa saat kemudian Zha menanyakan Zhilan dan Zhelin padq Halilintar."Apa Mereka rewel dan membuatmu kewalahan Hal?" Zha bertanya.Halilintar menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, "Tidak Zha. Apa kamu tahu, Mereka sangatlah pengertian. Mereka sama sekali tidak rewel, seperti tahu jika orang tuanya sedang ada masalah.""Sungguh kah?" Zha senang mendengarnya dan segera menghampiri Ranjang si kembar. Dia menatap dua putri kembarnya yang masih terlelap.Zha mengambil Zhilan dan menggendong bayi itu. Mata Zha berkaca-kaca. Dia bersyukur bisa kembali lagi kesini. Hampir saja dia tidak bisa melihat tumbuh kembang mereka, jika saja Victor membawanya ke kantor polisi dan dia di penjara.Kehidupan Mereka akan jauh lebih menyedihkan dibanding hidup Zha. Mereka akan mendengar jika lahir dari seorang wanita pembunuh dan kini ibunya mendekam di penjara.
Halilintar masih seperti tidak percaya dengan apa yang ia lihat. "Zha! Benarkah ini kamu? Atau aku hanya sedang bermimpi?" Halilintar merasa jika ini mungkin hanyalah mimpi karena dia terlalu memikirkan Zha seharian ini. Tapi dia tersentak dan sadar ketika Zha menyentuh pipinya dan bersuara."Hall! Ini aku. Aku telah kembali untuk kalian." Zha mengusap air mata pria itu yang masih membekas di sana.Halilintar tercengang lalu segera berteriak,"Zha.." Halilintar menarik kasar tubuh Zha dan memeluknya dengan begitu erat."Kamu kembali untuk kami? Benarkah ini?" tanya Halilintar di sela isakannya seperti tidak percaya dengan semua ini."Maafkan aku yang sudah berniat meninggalkan kalian. Aku tidak akan pergi lagi Hall. Mulai sekarang aku akan disisi kalian." jawab Zha juga ikut terisak di pelukan suaminya.Halilintar menarik tubuh Zha yang tampak lemas kedalam kamar. Lalu membawanya duduk di sofa. Berkali kali mengusap wajah istrinya dan menghujaninya dengan kecupan hangat."Ceritakan p
Tidak ada yang tidak terkejut dengan ucapan Aisyah barusan saat dia memerintah Elang untuk mengumpulkan anak buah Zha dari Poison Of Death dan dari anak buah klan Selatan milik almarhum Ardogama dulu.Semua orang terkejut, terlebih lagi Elang. Dia tidak menyangka jika Ibunya akan berkata demikian dan bahkan berpikir hingga sejauh itu.Elang masih merasa tak percaya dan langsung mengguncang bahu ibunya."Ibu, apa yang kamu bicarakan? Ibu tidak boleh melakukan itu. Kita tidak boleh membangun kembali Klan Jangkar Perak. Aku juga tidak mau mengingkari janjiku pada Ayah!" ucap Elang."Tapi keadaan ini terdesak Elang. Kita harus menyelamatkan adikmu. Apa kamu mau adik kamu Zha membusuk di penjara?" tegas Aisyah.Elang menggelengkan kepala, "Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Aku akan mengeluarkan Zha dari penjara Bu, percayalah. Tapi jika untuk membangun Klan Jangkar Perak kembali, aku tidak setuju. Zha juga pasti akan kecewa pada kita, jika kita melakukan itu." balas Elang. Saat ini,
Kedua pria bapak beranak itu telah melangkah meskipun dengan perasaan yang mulai tidak tenang dengan kedatangan Victor kali ini.Aaron maupun Halilintar sama sama menatap Victor yang sudah berdiri di depan pintu, dan yang membuat mereka semakin tidak tenang adalah kali ini Victor datang tidak sendiri melainkan ada tiga polisi di belakang Victor.Victor memberi salam, mengangguk hormat dan melangkah, "Selamat siang Tuan Aaron Albarez dan Halilintar. Maaf jika kami mengganggu waktu kalian." ucap Victor."Selamat siang juga detektif Victor. Silahkan masuk." sahut Aaron. Meskipun Victor adalah anak dari Kim, tetapi Aaron sangat menghormati karena pria muda yang berdiri di hadapannya itu adalah Seorang Detektif. Victor juga sangat menghormati keluarga ini, mungkin jika bukan karena tugas dan bukan karena tanggung jawabnya mungkin saat ini Victor pun tidak akan ada disini dengan membawa Sebuah kepentingan seperti ini. Sebelum datang kemari hari ini, Victor juga sempat Dilema. Tetapi ini
Setelah beberapa saat Halilintar berbicara pada Zha, Dokter meminta izin untuk memeriksa keadaan Zha kembali guna memastikan keadaan Zha.Mereka menyingkir, memberi ruang untuk dokter dan Tim. Zha diperiksa kembali, pemeriksaan yang sangat teliti. Dan Dokter tidak menemukan hal yang perlu dikhawatirkan lagi. Keadaan kondisi Zha dinyatakan telah membaik.Semua orang bernafas lega sekarang. Dokter juga bernafas lega. Dia merasa seperti telah terlepas dari rantai besi yang membelenggu lehernya. Segera memberi perintah pada tim untuk memindahkan Zha ke ruangan rawat inap.Setelah Zha sudah dipindahkan, Dokter berpamitan. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi pada keadaan Nona Zha. Jadi kalau begitu, saya akan permisi. Saya akan tetap kembali lagi secara rutin untuk memeriksa kembali perkembangan kesehatan Nona Zha dengan berkala." dokter berkata pada mereka khususnya pada Halilintar.Halilintar mengangguk, "Terima kasih Dokter, atas semua usaha kalian. Benar benar terima kasih."Dok
"Dokter..! Dokter.! Apa yang terjadi pada istri ku? Buka .!!!" Halilintar menggedor gedor pintu.Tidak ada yang mempedulikan Halilintar meskipun dia sudah berteriak kencang dan menggedor gedor pintu. Tim Dokter didalam sana sedang bekerja seoptimal mungkin untuk melakukan transfusi darah pada Zha dengan memburu waktu yang tersisa."Hall, tenanglah. Mereka sedang berusaha. Jangan mengganggu konsentrasinya tim dokter. Istrimu pasti baik baik saja. Ayo kembali." Aaron lagi lagi berusaha untuk menenangkan hati Putranya, kemudian menarik tangan Halilintar kembali ke bangku panjang."Pa, pasti terjadi sesuatu pada Zha Pa.! Mereka semua terlihat panik!" kata Halilintar."Tidak Hall, mereka sedang mengejar sisa waktu yang dimiliki Zha. Bisakah kau berpikir jernih dulu dan jangan selalu berprasangka buruk?!!" tegas Aaron, membuat Halilintar mendongak menatap wajah Ayahnya."Maafkan aku Pa, aku sungguh panik." jawab Halilintar mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya.Aaron tahu jika H