“Tuh! Tuh!” Dio berbicara dengan nada bicaranya yang belum jelas, seraya menunjuk ke arah sebuah perosotan yang ada di taman itu.
Mawar menghentikan langkahnya dan melihat objek yang ditunjuk oleh putranya.
“Kamu tidak bisa main itu, kamu masih kecil. Itu juga kotor, nanti kamu sakit,” ujar Mawar.
“Dari mana ajaran yang menunjukkan jika main perosotan akan membuat anak sakit?” Rama menatap Mawar dengan tatapan bingung.
“Kamu tidak lihat perosotan itu kotor, sedangkan Dio saat ini sedang hobi menggigit jarinya. Bagaimana kalau setelah main nanti dia memasukan jari ke mulutnya? Itu bisa jadi sarang kuman untuknya!” jelas Mawar dengan tatapan protektif.
“Anak kecil itu butuh
“Apa mungkin teman Mawar akan mengenaliku? Bagaimana kalau Mawar mengetahui segalanya dari orang lain? Apa dia akan menjadi sangat marah?” Rama terus bertanya-tanya sendirian. Saat ini ia sedang memandikan Dio, tetapi pikirannya tidak fokus karena kejadian sore ini. Sejak bertemu dengan Tasya dan mengetahui tentang latar belakang pekerjaan Tasya, seketika pikirannya mulai dipenuhi dengan banyak pertanyaan dan ketakutan. “Ngin!” Suara Dio menyadarkan Rama, ternyata ia sudah cukup lama di kamar mandi tersebut, hingga tanpa sadar ia membuat Dio kedinginan. Ia yang sudah selesai mandi langsung bergegas mengeluarkan Dio dari bak mandi, lalu ia keluar bersama dengan Dio menuju kamarnya. Di sana ia langsung menyelimuti Dio dengan handuk dan menidurinya di kasur. Setelahnya ia langsung keluar dari kamarnya menuju kamar Mawar, ia harus mengambil pakaian untuk Dio terlebih dahulu. Di kamar tersebut sudah ada Mawar yang sedang menyiapkan pakaian untuk Dio. Mata mereka bertatapan, sama-sam
“Dio sudah tidur, jadi mari kita bicara!” ajak Mawar.Rama hanya mengangguk, lalu ia dan Mawar beranjak masuk ke kamar Rama. Namun, belum sempat Rama menutup pintu, suara ketukan pintu dari luar kamar Mawar terdengar.Seketika Rama dan Mawar keluar ke kamar Mawar. Rama dengan cepat membuka pintu kamar tersebut, sedangkan Mawar duduk di kasurnya, seolah sedang memperhatikan Dio yang sedang tertidur.“Kalian sedang apa? Kenapa terlihat panik?” tanya Tian seraya menatap Rama dengan tatapan menyelidik.“Tidak, Om. Itu kami panik karena Dio baru saja tidur, kita takut dia bangun jika mendengar suara ketukan terlalu keras,” jelas Rama.Tian menoleh ke dalam, melihat ke arah tempat tidur bayi yang ada di sana, lalu ia mengangguk pelan.“Saya ke sini hanya untuk menyampaikan bahwa ada tamu untuk Mawar di depan,” ujar Tian.“Iya, nanti Mawar akan turun,” sahut Rama.Tian hanya mengangguk, lalu ia segera pergi dari sana.Sementara itu Rama berbalik badan dan menyuruh Mawar untuk keluar menemui
“Kenapa kamu tidak jujur kepada Ibu bahwa suamimu itu masih seorang mahasiswa?” Eva dan keluarganya yang lain menatap Mawar dengan tatapan tajam.Sebelumnya mereka ada di dekat ruang tamu tersebut, mereka mendengar semua percakapan yang terjadi antara Rama dan Fran tadi.“Rama memang sedang berkuliah dan perbedaan usia kami memang cukup jauh, tetapi apa salah kami menikah jika kami saling mencintai?” tanya Mawar.“Setidaknya jujurlah kepada kami,” ujar Tian.“Jika aku jujur kepada kalian, maka kalian akan semakin menginjak-injak Rama. Dia juga manusia, dia setara dengan kita, lalu kenapa kalian memperlakukannya dengan buruk?” Mawar berbalik menatap keluarganya dengan tatapan tajam.“Seorang laki-laki yang masih berkuliah tidak akan sedewasa laki-laki yang seusia dengan kamu! Banyak resiko yang akan kalian tanggung dalam pernikahan ini, Kakek tidak yakin jika kalian tetap mempertahankan hubungan kalian,” sinis kakek Mawar.“Kalian boleh meragukan Rama, tetapi aku meyakini hubunganku de
“Kamu yakin sudah benar-benar membaik?” tanya Rama seraya membawakan coklat hangat untuk Mawar.Mereka sudah berjanji untuk bertemu di balkon kamar mereka untuk membicarakan tentang kejadian hari ini.Hari sudah malam, waktunya sudah cukup tepat untuk mereka berbicara serius satu sama lain.“Aku tidak mau terlalu memikirkan tentang kejadian tadi, aku juga sudah tidak ingin mengingat Fran. Jadi, aku bisa lebih cepat pulih dari rasa sedih dan emosiku tadi,” sahut Mawar.“Kamu hebat sekali bisa mengontrol emosimu, mengatur kesedihanmu agar tidak berlarut-larut. Aku semakin yakin kalau kamu adalah perempuan yang kuat,” ujar Rama.Mawar hanya tersenyum tipis, lalu ia meminum minuman yang sudah diberikan oleh Rama sebelumnya.“Coklat hangat di malam hari, kamu ingin membuat berat badanku naik?” Mawar menatap Rama dengan tatapan dingin setelah ia merasakan minuman yang ada di gelas tersebut.“Minum satu gelas coklat hangat tidak akan membuat berat badanmu naik 100 kilo, ini hanya untuk menge
“Tadi Tasya mengatakan bahwa kamu memiliki wajah yang mirip dengan bosnya, apa kamu juga punya hubungan dengan bosnya Tasya?” tanya Mawar.Rama terdiam, ia menyiapkan diri untuk menghadapi respons dari Mawar. Jika ia memberitahukan tentang papahnya, maka Mawar pun akan mengetahui tentang Fran.“Rama? Kamu sebaiknya jujur! Aku sudah mengetahui tentangmu dan Fran, tidak ada salahnya jika kamu mau jujur tentang hal lain,” tambah Mawar.“Sebenarnya bosnya Tasya adalah papahku,” jawab Rama.Mawar membelalakan matanya. Jika bosnya Tasya adalah papahnya Rama, maka sama dengan papahnya Fran.“Ini alasan kenapa kemarin aku mencari tau tentang kontrak antara perusahaanmu dengan perusahaan papahku itu. Aku bingung kenapa kamu bisa bekerja sama dengan perusahaan papahku, padahal di sana tertera dengan jelas bahwa CEO dari perusahaan itu adlaah Fran,” ujar Rama.“Fran CEO di sana?” Mawar semakin terkejut.“Itu hal yang menjadi pertanyaanku sejak kemarin, kenapa kamu melakukan kerja sama itu? Bahka
“Apa alasan Hana takut di rumah sendirian itu karena Fran?” tanya Mawar.“Iya, salah satunya itu. Fran sering diminta oleh Papah untuk membujuk Hana kembali ke rumah, dia mengambil kepercayaan Papah, tanpa Papah mengetahui apa yang selama ini Fran lakukan kepada Hana. Maka dari itu, Hana selalu ketakutan jika dia sendirian di rumah. Selain itu, Papah juga sering mendatangi Hana dan mengajaknya pulang, sedangkan Hana juga tidak nyaman dengan hal itu,” jelas Rama.“Apa Hana pun membenci papahmu sejak kejadian itu?” tanya Mawar.“Hana tidak membenci papahku, tetapi dia membenci keluarga papahku yang baru. Dulu dia tidak tau jika ibuku sering juga mendapati perlakuan kasar dari papahku setelah papahku menikahi ibunya Fran, tetapi aku yang memperlihatkannya kepada Hana. Aku yang
“Kenapa nasinya hanya sedikit? Kamu tidak mau makan nasi?” tanya Mawar. “Iya, aku sedang tidak ingin makan nasi, jadi aku makan mie instan saja. Kamu makanlah!” jawab Rama. Mawar melahap nasi dan ayam yang ada di kotak makan tersebut, sedangkan Rama tersenyum senang melihat Mawar bisa makan dengan makanan yang cukup dan enak. Namun, saat ia memperhatikan Mawar, Mawar malah mengarahkan sesendok makannya ke depan mulut Rama. “Kamu bisa sakit jika hanya makan mie, itu juga tidak baik untuk kesehatanmu. Makanlah sedikit nasi agar perutmu tidak kosong,” ucap Mawar. “Aku mengambilkan makanan itu untukmu, kamu makan saja sampai habis. Jika nanti aku lapar, aku bisa makan di luar saat bertemu dengan Hana. Kamu tenang saja, aku juga sudah biasa seperti ini,” sahut Rama. “Satu suapanmu tidak akan membuatku tidak kenyang, makanlah!” Mawar memaksa Rama untuk membuka mulutnya. Rama tertawa tipis mendapati suapan itu. Akhirnya mau tidak mau ia membuka mulutnya dan menerima makanan itu. “Jan
“Hana! Kak Sarah! Ini aku!” Rama mengetuk-ngetuk pintu kosanannya. Di dalam saja ada Sarah, perempuan lain. Ia tidak bisa asal masuk, meski ia memiliki kunci kamar tersebut. Setelah beberapa saat, Hana keluar dan menyambut Rama dengan pelukan kebahagiaannya. “Kak Sarah sudah tidur?” tanya Rama. “Mana mungkin aku tidur, aku harus kembali ke kosanku setelah kamu kembali,” sahut Sarah yang muncul dari belakang Hana. “Kak, terima kasih karena sudah menjaga Hana. Maaf karena Kakak jadi tidak bisa tidur sejak sore karena harus menungguku kembali,” ujar Rama. “Tenang saja, aku dan Hana baru selesai bersenang-senang. Masih ada banyak list drakor yang belum kita selesaikan, jadi kita akan sambung besok,” sahut Sarah dengan nada bersahabat. “Kalau begitu, aku kembali ke kosanku dulu, ya. Kalian istirahatlah! Besok jika kamu hendak pergi, ketuk saja kosanku agar aku kembali ke sini.” “Besok biar aku saja yang ke kos Kakak, gantian,” ujar Hana. Sarah tersenyum dan menunjukkan kedua ibu ja