“Permisi, Pak! Ini ada titipan dari Mas Rama.” Agus menghampiri Reynald yang baru saja tiba di rumahnya itu.Reynald yang baru pulang langsung menerima secarik kertas tersebut dengan tatapan bingung. Ia merasa bahwa secarik kertas itu pun menjadi sangat spesial untuknya jika diberikan oleh Rama, putra kesayangannya.Reynald langsung menyimpan kertas tersebut, ia ingin membuka dan membaca surat tersebut nanti saat ia sendirian, ia ingin lebih tenang membaca surat tersebut.“Terima kasih,” ujar Reynald. “Bagaimana keadaan Hana? Apa dia baik-baik saja? Bagaimana reaksi Rama saat kamu datang dan membawakan semua itu untuk Hana?”“Sepertinya keadaan Mbak Hana sudah baik-baik saja, dia tadi baru pulang sekolah dan langsung bermain dengan putranya Mas Rama,” jawab Agus. “Mas Rama sedikit tidak senang dengan kedatangan saya tadi, dia mengatakan bahwa saya tidak perlu lagi ikut campur masalahnya karena saya tidak mengerti dan mengetahui apa pun tentangnya.”“Dia mengatakan sesuatu yang menyaki
“Hana, kamu benar-benar sudah membaik? Kalau kamu masih takut, tidak apa-apa Kak Rama di sini dulu, Kakak tidak masalah, kok,” ujar Mawar.“Aku sudah sembuh, Kak. Bahkan sekarang aku sudah tidak takut lagi dengan Kak Fran, Kak Rama pun mengetahui hal itu. Jadi, tidak masalah jika Kak Rama ikut dengan Kak Mawar sekarang. Kak Rama juga punya kewajiban untuk membalas budi Kak Mawar,” sahut Hana.Mawar tersenyum dan menoleh ke arah Rama. Rama langsung mengangguk mendapati tatapan itu.“Aku akan pulang bersamamu, besok pagi juga kita akan ke sini lagi untuk mengantarkan Hana ke pertemuan bahagianya,” ucap Rama.Mawar mengangguk, lalu mereka pun langsung pergi meninggalkan Hana dan Sarah di kosan tersebut.“Hana sudah terlihat lebih baik dari sebelum-sebelumnya, ya? Apa itu karena hadiah yang akan kamu berikan besok?” tanya Mawar.“Iya, memang mudah memberikan kebahagiaan kepadanya, tetapi aku saja yang belum bisa membiarkan dia bahagia dengan keinginannya itu,” sahut Rama.“Selama ini kamu
“Apa tidak masalah jika Dio ikut pertemuan ini?” tanya Mawar.Saat ini Mawar dan Rama sedang bersiap-siap untuk pergi menemani Hana bertemu dengan papahnya.“Tidak apa-apa, justru ini bisa menambah keyakinan Papah bahwa aku sudah menikah denganmu,” jawab Rama. “Tapi, jika kamu tidak mau membawa Dio, biar aku saja yang menjaganya nanti. Aku akan mengajaknya jalan-jalan, jadi kalian bisa fokus pada pertemuan kalian.”“Sepertinya akan lebih baik jika Dio bersama denganku, agar nanti aku ada alasan untuk membiarkan Hana dan papahmu mengobrol serius berdua,” ujar Mawar.Rama hanya mengangguk, setelahnya mereka pun segera keluar dari kamar tersebut dan pergi menuju kosan Rama untuk menjemput Hana di sana.Sesampainya di kosan tersebut, mereka langsung menghampiri Hana yang sedang bersiap-siap di kosannya.Di sana ada Sarah yang juga sejak pagi sudah menemani Hana untuk bersiap-siap dan memilih pakaian yang cocok.“Kak Mawar! Lihat! Mana yang cocok untukku?” Hana menunjukkan dua pakaian yang
Rama pergi menjauh dari Mawar dan Hana. Sudah cukup lama ia menunggu papahnya di sana, tetapi sampai saat ini papahnya belum sampai. Rama yang sudah merasa emosi dengan keterlambatan papahnya pun langsung mengambil tindakan untuk menelepon papahnya. “Kenapa dia tidak mengangkat teleponnya?” Rama terus menerus mencoba menghubungi papahnya. Namun, sudah berkali-kali ia menelepon, tetap saja papahnya tidak mengangkat panggilannya itu. Ia menoleh, memperhatikan ke arah Hana dan Mawar. Ia enggan untuk memberitahukan kepada Hana tentang papahnya yang tidak mengangkat teleponnya itu. Namun, ia harus tetap melakukan itu, ia tidak mungkin membiarkan Hana menunggu sesuatu yang tidak pasti lebih lama lagi. Ia mendekat ke arah Hana dan memegang bahu adiknya dengan lembut. “Kakak sudah telepon Papah? Di mana Papah?” tanya Hana. “Papah tidak mengangkat teleponnya,” jawab Rama. Mawar yang mendengar hal itu langsung memegang tangan Hana dengan lembut untuk ikut menenangkannya. “Mungkin papah
“Kamu sudah lebih tenang?” Mawar bersimpu bersama dengan Hana di depan makam ibunya Hana.Hana menyapu air matanya dan mengangguk. “Kakak tunggu saja di mobil, di sini panas.”“Kakak sedang marah dengan kakakmu, dia tidak asik. Jadi, lebih baik Kakak di sini saja bersama denganmu,” ujar Mawar.“Kakak mau mengadu ke ibuku? Selama ini jika aku kesal dan tidak suka dengan perlakuan Kak Rama, aku selalu curhat ke Ibu dan berharap Ibu memberikan sedikit pelajaran dan menasihati Kak Rama lewat mimpinya. Sejak dulu Kak Rama memang selalu taat dengan Ibu, jika Kak Rama nakal, Ibu yang selalu menghukumnya. Jadi, Jika Kakak ingin menghukum Kak Rama, ceritalah kepada Ibu,” jelas Hana.Mawar yang mendengar hal itu tersenyum, ia senang karena Hana sudah tidak terlihat begitu sedih dan bisa merespons komunikasinya kali ini.“Bu, ini pacarnya Kak Rama, walau belum resmi, tapi Kak Rama menyukai Kak Mawar. Hari ini Kak Rama bukan hanya membuatku sedih dengan kata-katanya, tetapi dia juga membuat Kak M
“Rama sedang tidak ada di rumah? Tidak biasanya kamu pergi jalan-jalan hanya dengan Dio,” ujar Tasya yang menghampiri Mawar dan Dio di taman dekat rumahnya.Pagi ini Tasya sedang jogging rutin dan ia tidak sengaja mendapati Mawar sedang bermain dengan Dio di taman.“Rama sedang di rumah adiknya, ada sedikit masalah dengan adiknya, jadi dia tinggal di sana untuk beberapa saat,” jawab Mawar. “Kamu sendiri, kenapa sampai saat ini lebih senang berolahraga sendiri? Tidak mau ajak pasanganmu?”“Kamu seperti tidak mengerti saja denganku, aku malas dengan cinta,” sahut Tasya.Mawar yang sudah mengerti sifat sahabatnya hanya tertawa kecil, lalu ia membiarkan sahabatnya duduk di sebelahnya.Saat itu ia teringat akan satu hal. “Aku boleh bertanya tentang papahnya Rama? Kamu bekerja untuknya, kan? Sejak kapan?”“Sudah lama aku bekerja dengannya, saat dulu aku masih di sini pun aku sudah bekerja dengannya. Bahkan, aku tau kok tentang Rama yang keluar dari rumah karena pernikahan papahnya dengan ib
“Galih! Tolong lebih cepat bawa mobilnya!” teriak Mawar.Saat ini ia benar-benar khawatir dengan keadaan Rama. Wajah Rama terlihat sangat pucat, bahkan tubuhnya sangat dingin.Mawar sudah memberikan jaket dan selimut untuk Rama, tetapi Rama tetap kedinginan hingga menggigil.“Rama, bangunlah! Kamu jangan membuatku panik seperti ini,” ujar Mawar.Melihat orang yang ia sayangi sakit hingga pucat seperti itu tentu membuat Mawar merasa sangat khawatir. Apalagi sebelumnya terjadi pertengkaran kecil di antara mereka.Mawar menggenggam tangan Rama, mencoba memberikan kehangatan pada tubuh Rama yang kedinginan itu.Setelah beberapa saat perjalanan, mereka pun sampai di rumah sakit terdekat dari rumah Mawar.Di sana Galih langsung meminta bantuan perawat yang bertugas di malam itu. Mereka semua langsung membawa Rama ke ruang pemeriksaan di rumah sakit itu.Galih duduk di samping Mawar yang masih memasang raut wajah khawatir. Di sana Galih menemaninya, sedangkan Sarah ada di rumah Mawar untuk m
“Maaf jika aku terkesan keras kepadamu hari ini, aku tidak bermaksud untuk membuatmu sendirian lagi di dunia ini, maaf karena aku tidak mengertimu.” Mawar menundukkan kepalanya.Di hadapan Rama yang masih menunjukkan wajah dinginnya ia meneteskan air matanya, berharap Rama akan meluluh dengan tangisannya itu.“Jangan menangis di sini, aku tidak mau melihat air mata itu,” ucap Rama. “Kamu tidak salah, jangan meminta maaf.”“Sejak kapan kamu merasakan tubuhmu tidak enak? Mungkinkah kamu mengatakannya kepadaku jika tadi aku tidak berlaku dingin kepadamu?” tanya Mawar.“Aku lebih suka menyimpan rasa sakit ini sendirian,” jawab Rama. “Jangan menangis dan pulanglah!”“Aku tidak akan pulang, aku akan di sini. Meski kamu melarangku menangis, jika kamu masih berlaku dingin kepadaku, maka aku akan tetap menangis,” jelas Mawar.Rama hanya menarik napas panjang dan menggeleng pelan, tidak mengerti dengan kelakuan istri pura-puranya itu.Saat keheningan terjadi di antara mereka, tiba-tiba pintu ka