Rama pergi menjauh dari Mawar dan Hana. Sudah cukup lama ia menunggu papahnya di sana, tetapi sampai saat ini papahnya belum sampai. Rama yang sudah merasa emosi dengan keterlambatan papahnya pun langsung mengambil tindakan untuk menelepon papahnya. “Kenapa dia tidak mengangkat teleponnya?” Rama terus menerus mencoba menghubungi papahnya. Namun, sudah berkali-kali ia menelepon, tetap saja papahnya tidak mengangkat panggilannya itu. Ia menoleh, memperhatikan ke arah Hana dan Mawar. Ia enggan untuk memberitahukan kepada Hana tentang papahnya yang tidak mengangkat teleponnya itu. Namun, ia harus tetap melakukan itu, ia tidak mungkin membiarkan Hana menunggu sesuatu yang tidak pasti lebih lama lagi. Ia mendekat ke arah Hana dan memegang bahu adiknya dengan lembut. “Kakak sudah telepon Papah? Di mana Papah?” tanya Hana. “Papah tidak mengangkat teleponnya,” jawab Rama. Mawar yang mendengar hal itu langsung memegang tangan Hana dengan lembut untuk ikut menenangkannya. “Mungkin papah
“Kamu sudah lebih tenang?” Mawar bersimpu bersama dengan Hana di depan makam ibunya Hana.Hana menyapu air matanya dan mengangguk. “Kakak tunggu saja di mobil, di sini panas.”“Kakak sedang marah dengan kakakmu, dia tidak asik. Jadi, lebih baik Kakak di sini saja bersama denganmu,” ujar Mawar.“Kakak mau mengadu ke ibuku? Selama ini jika aku kesal dan tidak suka dengan perlakuan Kak Rama, aku selalu curhat ke Ibu dan berharap Ibu memberikan sedikit pelajaran dan menasihati Kak Rama lewat mimpinya. Sejak dulu Kak Rama memang selalu taat dengan Ibu, jika Kak Rama nakal, Ibu yang selalu menghukumnya. Jadi, Jika Kakak ingin menghukum Kak Rama, ceritalah kepada Ibu,” jelas Hana.Mawar yang mendengar hal itu tersenyum, ia senang karena Hana sudah tidak terlihat begitu sedih dan bisa merespons komunikasinya kali ini.“Bu, ini pacarnya Kak Rama, walau belum resmi, tapi Kak Rama menyukai Kak Mawar. Hari ini Kak Rama bukan hanya membuatku sedih dengan kata-katanya, tetapi dia juga membuat Kak M
“Rama sedang tidak ada di rumah? Tidak biasanya kamu pergi jalan-jalan hanya dengan Dio,” ujar Tasya yang menghampiri Mawar dan Dio di taman dekat rumahnya.Pagi ini Tasya sedang jogging rutin dan ia tidak sengaja mendapati Mawar sedang bermain dengan Dio di taman.“Rama sedang di rumah adiknya, ada sedikit masalah dengan adiknya, jadi dia tinggal di sana untuk beberapa saat,” jawab Mawar. “Kamu sendiri, kenapa sampai saat ini lebih senang berolahraga sendiri? Tidak mau ajak pasanganmu?”“Kamu seperti tidak mengerti saja denganku, aku malas dengan cinta,” sahut Tasya.Mawar yang sudah mengerti sifat sahabatnya hanya tertawa kecil, lalu ia membiarkan sahabatnya duduk di sebelahnya.Saat itu ia teringat akan satu hal. “Aku boleh bertanya tentang papahnya Rama? Kamu bekerja untuknya, kan? Sejak kapan?”“Sudah lama aku bekerja dengannya, saat dulu aku masih di sini pun aku sudah bekerja dengannya. Bahkan, aku tau kok tentang Rama yang keluar dari rumah karena pernikahan papahnya dengan ib
“Galih! Tolong lebih cepat bawa mobilnya!” teriak Mawar.Saat ini ia benar-benar khawatir dengan keadaan Rama. Wajah Rama terlihat sangat pucat, bahkan tubuhnya sangat dingin.Mawar sudah memberikan jaket dan selimut untuk Rama, tetapi Rama tetap kedinginan hingga menggigil.“Rama, bangunlah! Kamu jangan membuatku panik seperti ini,” ujar Mawar.Melihat orang yang ia sayangi sakit hingga pucat seperti itu tentu membuat Mawar merasa sangat khawatir. Apalagi sebelumnya terjadi pertengkaran kecil di antara mereka.Mawar menggenggam tangan Rama, mencoba memberikan kehangatan pada tubuh Rama yang kedinginan itu.Setelah beberapa saat perjalanan, mereka pun sampai di rumah sakit terdekat dari rumah Mawar.Di sana Galih langsung meminta bantuan perawat yang bertugas di malam itu. Mereka semua langsung membawa Rama ke ruang pemeriksaan di rumah sakit itu.Galih duduk di samping Mawar yang masih memasang raut wajah khawatir. Di sana Galih menemaninya, sedangkan Sarah ada di rumah Mawar untuk m
“Maaf jika aku terkesan keras kepadamu hari ini, aku tidak bermaksud untuk membuatmu sendirian lagi di dunia ini, maaf karena aku tidak mengertimu.” Mawar menundukkan kepalanya.Di hadapan Rama yang masih menunjukkan wajah dinginnya ia meneteskan air matanya, berharap Rama akan meluluh dengan tangisannya itu.“Jangan menangis di sini, aku tidak mau melihat air mata itu,” ucap Rama. “Kamu tidak salah, jangan meminta maaf.”“Sejak kapan kamu merasakan tubuhmu tidak enak? Mungkinkah kamu mengatakannya kepadaku jika tadi aku tidak berlaku dingin kepadamu?” tanya Mawar.“Aku lebih suka menyimpan rasa sakit ini sendirian,” jawab Rama. “Jangan menangis dan pulanglah!”“Aku tidak akan pulang, aku akan di sini. Meski kamu melarangku menangis, jika kamu masih berlaku dingin kepadaku, maka aku akan tetap menangis,” jelas Mawar.Rama hanya menarik napas panjang dan menggeleng pelan, tidak mengerti dengan kelakuan istri pura-puranya itu.Saat keheningan terjadi di antara mereka, tiba-tiba pintu ka
“Pak, semalam saya mendapatkan info bahwa Mas Rama baru saja dilarikan ke rumah sakit,” ucap Agus yang baru saja menjemput Reynald untuk pergi ke kantornya. “Rama ke rumah sakit? Dia sakit apa? Bagaimana keadaannya?” Reynald memasang wajah panik. “Hasil pemeriksaannya belum keluar tadi malam, mungkin sudah keluar pagi ini. Keadaannya cukup parah karena semalam sampai dibantu oleh Pak Galih untuk pergi ke rumah sakit, sepertinya Mas Rama pingsan semalam,” jelas Agus. Reynald yang mendapati berita itu langsung merasa khawatir. Hatinya tidak tenang mendapati keadaan putranya tidak baik-baik saja. “Kalau begitu, sekarang juga kita ke rumah sakit tempat Rama dirawat, saya harus melihat keadaannya langsung,” ucap Reynald. “Tapi, bukankah hari ini Bapak ada rapat penting?” tanya Agus. “Saya bisa undur rapatnya sampai siang nanti, sekarang saya ingin melihat langsung kondisi Rama dan memastikan keadaannya kepada dokter,” jawab Reynald yang kini mengeluarkan ponselnya. Reynald langsung
“Pak!” Mawar menyapa sopan Reynald yang baru memasuki ruangan dokter yang menanganinya.Reynald yang mendapati sapaan itu langsung tersenyum, ditambah lagi ia melihat Dio yang ada di gendongan Mawar kala itu.“Akhirnya saya bisa melihat menantu dan cucu saya lebih dekat,” ujar Reynald.“Iya, Pak. Akhirnya ada waktu untuk kita bertemu seperti ini, seharusnya kemarin, tetapi sepertinya Bapak sangat sibuk untuk memenuhi keinginan Hana kemarin,” ucap Mawar.Reynald yang mendengar hal itu langsung mengerutkan keningnya, ia tidak mengerti dengan apa yang Mawar ucapkan.Saat ia sedang dalam kebingungannya, seorang dokter masuk ke ruangan tersebut dan mengalihkan perhatian mereka.“Saya mendengar bahwa ada dua orang yang ingin mengetahui kondisi pasien. Jika kalian tidak keberatan, saya akan menjelaskannya secara bersama,” ujar dokter tersebut.“Tidak masalah, Dok.” Mawar dan Reynald menjawab secara bersamaan.Dokter tersebut langsung mempersilakan Reynald dan Mawar untuk duduk untuk mendenga
“Dio, kita di sini saja ya bersantai, kita biarkan Kak Mawar dan Kak Rama berduaan di kamar. Kak Sarah bilang mereka sedikit bertengkar kemarin, maka ini saat yang tepat untuk mereka berbaikan. Jadi, kita jangan ganggu mereka, ya.” Hana membawa Dio duduk di taman rumah sakit tersebut.Di sana ia menyuapi Dio camilan bayi yang ia beli sebelumnya di kantin. Seraya menunggu kakak-kakaknya berbaikan, ia memilih untuk ngemil bersama Dio di taman.Di taman tersebut Hana mengajak main Dio sambil memakan cemilan yang sudah mereka beli. Hana yang cukup senang dengan anak kecil secara santai merawat Dio.Saat mereka sedang asik bermain di sana, tiba-tiba ada seseorang yang datang di hadapan Hana.Hana mendongak dan menatap laki-laki yang berdiri di depannya. Saat melihat wajah laki-laki itu, ia langsung menunjukkan tatapan tajam.“Hai! Adik tiriuku sudah berani menatapku dengan tajam seperti itu?” ucap laki-laki itu.“Aku akan selalu menatap Kak Fran dengan tatapan seperti ini,” sahut Hana.Sia