“Malam ini saja, tolong layani aku. Aku janji jika terjadi sesuatu, maka aku akan bertanggung jawab. Kamu percaya padaku, kan?”
Seorang laki-laki berbadan kekar menatap seorang perempuan yang merupakan kekasihnya dengan tatapan penuh nafsu.
“Kamu janji akan menikahiku?” tanya Mawar.
Perempuan itu adalah Mawar Declarista, seorang wanita karir yang memiliki beberapa usaha kecil dan juga merangkap menjadi sekretaris kekasihnya saat ini. .
Sementara laki-laki yang bersamanya adalah Franderen Aliano, seorang CEO dari salah satu perusahaan informatika besar di Indonesia.
“Iya, aku janji. Sekarang kita bersenang-senang dulu, ya. Aku pastikan ini akan aman,” sahut Fran.
“Akan kulayani kamu sampai puas. Aku percaya kamu, kamu orang yang paling bertanggung jawab yang pernah aku kenal,” ucap Mawar.
Malam itu ia habiskan bersama dengan kekasihnya, dengan penuh cinta dan kasih sayang di antara mereka. Tidak ada keraguan di antara mereka, seolah semuanya akan berjalan baik-baik saja dan mereka akan hidup bahagia.
Namun, beberapa minggu setelahnya Mawar mendapatkan nasib buruk. Dokter mengatakan bahwa dirinya hamil, sedangkan semua itu diluar dugaannya dan Fran.
Sesegera mungkin ia menghampiri Fran dan meminta pertanggungjawaban seperti yang dijadikan oleh Fran sebelumnya. Namun, laki-laki yang ia cintai justru mengingkari janjinya.
“Ada apa, Sayang? Sepertinya kamu sangat tidak sabar untuk bertemu denganku sampai-sampai kamu mendatangi kantorku,” ujar Fran.
“Fran, ini keadaan genting. Aku sedang tidak ingin bercanda saat ini. Aku ingin bicara serius, aku mau kamu segera menikahiku.” Tatapan serius dari wajah cemas Mawar tergambar sangat jelas.
“Aku pasti akan menikahimu, tapi nanti setelah aku benar-benar siap. Sekarang aku belum siap, kamu tunggu saja, ya,” sahut Fran.
“Aku tidak bisa menunggu lagi, aku harus menyelamatkan nama baikku, aku mengandung anakmu, Fran,” ucap Mawar.
Seketika Fran terdiam, ia tidak sangat terkejut mendengar pernyataan yang keluar dari mulut kekasihnya saat itu.
“Kamu bercanda, kan? Aku hanya melakukannya sekali, tidak mungkin kamu langsung mengandung anakku. Kamu pasti bermain dengan laki-laki lain, kan?” tanya Fran dengan tatapan tidak percaya.
“Aku hanya memberikan kepuasan kepadamu! Kamu yang memintanya dan kamu yang berjanji akan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu. Kenapa sekarang kamu malah seperti ini?” Mawar mengerutkan keningnya, menatap Fran dengan tatapan aneh.
Selama ini hanya Fran yang ia cintai. Tidak ada nama lain di hatinya. Baginya, satu orang saja sudah cukup untuk memberikan kebahagiaan kepadanya.
“Katakan saja jika kamu melakukannya dengan laki-laki lain, jangan meminta pertanggungjawaban dariku karena aku tidak akan bertanggung jawab. Aku tidak merasa bahwa itu adalah anakku dan aku belum siap untuk menerima kenyataan ini,” ucap Fran.
Mawar tertawa kecil mendengar ucapan Fran. Ia tidak menyangka kekasihnya akan mengatakan hal seperti itu kepadanya.
“Kamu tau jika selama ini aku hanya memiliki hubungan denganmu, aku tidak pernah begitu dekat dengan laki-laki lain, hanya kamu!” tegas Mawar.
“Aku tidak percaya!” sinis Fran.
“Terserah kamu, tapi sekarang kamu harus bertanggung jawab. Ayo nikahi aku!” seru Mawar.
“Aku belum siap untuk menikah, apalagi sampai punya anak! Gugurkan saja anak itu! Aku tidak mau menikahimu!” Fran menepis tangan Mawar yang ada di dekatnya, lalu ia beranjak pergi dari sana.
Mawar dengan cepat langsung menghadang Fran dan menatap Fran dengan tatapan penuh amarah.
“Mau ke mana kamu? Nikahi aku atau aku beritahukan kepada seluruh orang di sini bahwa kamu sudah berbuat yang tidak-tidak kepadaku,” ancam Mawar.
“Katakan saja kepada semua orang, kamu sendiri yang akan malu. Semua orang yang mengenalku akan mengira kamulah yang menggodaku. Aku tidak akan merasakan malu sebab aku akan pergi ke luar negeri, tetapi kamu yang akan menanggung semua rasa malu itu sendirian!” sinis Fran.
Fran mengeluarkan sebuah paspor dari tasnya, lalu menunjukkannya pada Mawar. “Lihat, aku harus pergi sekarang. Jangan ganggu hidupku lagi!”
Fran mendorong tubuh Mawar, lalu ia berjalan keluar dari ruangan tersebut.
Mawar tertegun, ia ditinggalkan dengan keadaan seperti itu. Ia tidak bisa menerima kenyataan itu.
Ia langsung mengejar Fran yang berjalan jauh di depannya. Ia tidak akan membiarkan Fran pergi begitu saja, Fran harus bertanggung jawab atas apa yang sudah terjadi padanya.
Namun, langkah kakinya kalah dengan Fran. Kini Fran sudah memasuki lift dan turun menggunakan lift tersebut, sedangkan dirinya mencoba menyusul dengan menunggu lift selanjutnya.
“Tidak bisa, aku tidak bisa menunggu lagi, dia harus bertanggung jawab.” Mawar berlari menuju tangga kantor tersebut.
Ia tidak tau apakah ia bisa mengejar Fran atau tidak, yang jelas ia harus berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan pertanggungjawaban Fran.
Kakinya terasa sangat sakit saat berlari menuruni tangga, tetapi ia tidak bisa berhenti. Ia harus mengejar Fran. Dengan napas yang tersenggal ia sampai di lobi kantor tersebut. Di sana ia melihat Fran beranjak memasuki mobil yang berada di depan pintu kantor tersebut.
“Fran, jangan pergi!” teriak Mawar seraya menghampiri Fran.
Namun, nihil. Fran sudah pergi dengan menggunakan mobilnya meninggalkan kantor tersebut.
Mawar menjatuhkan dirinya di ambang pintu masuk kantor tersebut, ia sangat lemas melihat kekasih yang selama ini ia percayakan malah meninggalkannya seperti itu.
“Lihat, wanita penggoda itu sudah menanggung akibatnya.”
“Dia tidak pantas ada di kantor ini, dia sudah menodai Pak Fran, dia seharusnya menjual diri di jalanan saja.”
Suara-suara sekitar membuat Mawar tertegun, ia yakin ucapan itu ditujuan kepadanya. Namun, ucapan itu tidaklah benar.
Ia bangun dan menatap sekumpulan wanita yang bergunjing di belakangnya.
“Apa yang kalian katakan?” Mawar menatapnya dengan tatapan tajam.
Salah satu wanita itu maju dan menunjukkan sebuah percakapan yang ada di ponselnya.
“Baru saja Pak Fran menyebarkan foto saat kamu sedang menerkam Pak Fran. Sepertinya kamu akan pergi dari kantor ini, sebab kamu sudah dianggap sebagai wanita penggoda di sini,” ucap wanita itu.
Mawar membelalakan matanya. Foto tersebut tersebar dengan jelas, tetapi informasi sebenarnya tidaklah benar.
“Dasar laki-laki tidak beradab! Kamu ambil mahkotaku dan kamu hancurkan aku. Kamu jahat, Fran! Kebenci ini akan selalu kuingat!”
***
Ingatan menyakitkan itu terlintas di pikiran Mawar saat dirinya baru saja berjuang antara hidup dan mati untuk melahirkan anaknya.
Setelah mengalami sakit yang luar biasa pada tubuhnya dan rasa sakit hati akibat ingatannya itu, ia langsung terbaring lemah.
Saat itu juga seorang suster menunjukkan bayinya yang baru saja ia perjuangkan kehidupannya tadi. “Bu, ini putra Ibu. Sehat dan tampan.”
Mawar menoleh, ada rasa kesal di hatinya saat melihat bayi di sebelahnya. Wajah bayi itu mengingatkannya pada Fran yang sudah mengkhianati cintanya.
“Bawa saja dia ke tempatnya!” suruh Mawar.
Suster yang ada di sana terdiam, ia merasa bingung dengan Mawar yang terlihat tidak senang akan kehadiran buah hatinya.
Namun, suster itu hanya menjalani tugasnya. Ia segera pergi dan menaruh bayi itu di tempatnya.
Di kamar itu hanya tersisa Mawar seorang. Rasa lelah dan kesal di hatinya bercampur aduk, seharusnya ia tidak pernah merasakan hal ini di usia mudanya. Namun, ucapan manis Fran membuatnya terlena.
Kini ia akan dianggap sebagai wanita menjijikan karena memiliki bayi tanpa suami. Saat itu juga ia mulai memikirkan sesuatu yang tidak-tidak.
“Jika sejak awal anak itu tidak bisa aku bunuh dengan mengugurkannya, mungkin sekarang waktunya. Aku tidak ingin ada orang yang mengetahui keburukanku ini, aku tidak menginginkan anak itu,” gumam Mawar.
Penyesalan di hati Mawar terasa sangat besar. Ia masih ingin menikmati masa-masa mudanya, tetapi sekarang ia malah menjadi seorang ibu.
“Wajahnya sangat mirip dengan Fran, jika aku merawatnya maka sama saja aku merawat rasa sakit hatiku. Aku tidak bisa, aku terlalu lemah untuk menjaga bayi itu sendirian,” ujar Mawar.
Saat ia sedang memikirkan rencana buruk untuk putranya, ada seorang laki-laki muda yang mengejutkannya dari ambang pintu masuk.
“Siapa kamu?” tanya Mawar.
“Saya salah kamar tadi, maaf,” jawab laki-laki itu.
Mawar mengerutkan keningnya, ia tidak mengerti dengan laki-laki itu yang kini beranjak mendekatinya.
“Jika kamu salah kamar, kenapa tidak langsung keluar? Kenapa mendekat?” tanya Mawar.
“Saya tidak sengaja mendengar pemikiran burukmu dari ambang pintu tadi. Saya tidak tau masalah apa yang sedang kamu hadapi. Namun, saya ingin mengingatkan ini. Tidak ada seorang anak yang ingin dilahirkan dalam keadaan dibenci. Mereka masih suci, tidak ada alasan untuk mereka mendapatkan kebencian, apalagi sampai keburukan yang sudah kamu rencanakan,” ujar laki-laki itu.
“Tidak perlu ikut campur dengan masalahku, kamu tidak tau apa-apa, bocah!” sinis Mawar.
“Ya, aku memang masih muda dan aku tidak tau tentang masalahmu. Namun, aku tau perasaan anakmu, jangan abaikan dia, tolong! Dia darah dagingmu. Jika saat ini kamu merasa kesepian dan sendirian di dunia ini, maka ingatlah bahwa dia hadir untuk menemanimu. Percayalah bahwa dia dikirimkan oleh Tuhan untukmu,” ucap laki-laki itu yang kemudian keluar dari ruangan tersebut.
Mawar terdiam memikirkan apa yang laki-laki itu katakan. Benar juga, ia sendiran saat ini, ia kesepian, selama ini ia hanya berjuang untuk dirinya sendiri dan keluarganya yang tinggal jauh darinya.
“Dia memang tidak bersalah dan dia bisa menjadi temanku. Namun, apa aku bisa menerima kenyataan? Apa mungkin dia adalah jawaban dari doaku selama ini yang menginginkan teman hidup yang mengertiku? Apa aku akan menyayanginya dan tidak membunuhnya?”
“Sus berapa lama di kampung? Jangan terlalu lama, ya. Kasihan Dio kalau harus ikut denganku ke kantor terus,” ujar Mawar. “Semoga masalah saya di kampung cepat selesai dan saya bisa segera kembali ke sini, Bu. Saya janji tidak akan lama, setelah masalahnya selesai, saya akan kembali bekerja dengan Ibu,” ujar seorang perempuan dengan pakaian seragam seorang pengasuh. Mawar hanya menunjukkan wajah sendu. Sebenarnya ia sangat membutuhkan tenaga pengasuh untuk mengurus anaknya, sebab ia sendiri selalu pergi ke kantor dan jarang memiliki waktu di rumah. “Ibu, satu pesan saya. Apa pun yang Den Dio lakukan nanti, walau sedikit menguji kesabaran Ibu, Ibu harus janji untuk tidak melakukan hal-hal aneh kepada putra Ibu sendiri. Ingat bahwa dia juga darah daging Ibu,” jelas suster tersebut. Mawar yang mendengar pesan tersebut langsung terdiam. Ia memang bukan ibu yang baik, seringkali ia merasa kesal dengan tangisan putranya, bahkan ia masih sering merasa menyesal karena membiarkan putranya
“Mawar, ini Rama. Dia temanku yang ingin melamar pekerjaan di sini,” ujar Sarah.Ingatan Mawar tentang Rama adalah orang yang ia temui beberapa bulan lalu, membuat Sarah dan Mawar semakin penasaran. Mereka pun sengaja membuat jadwal untuk bertemu pada jam makan siang hari itu.Mawar mengangguk dan bersalaman dengan laki-laki muda yang ada di depannya.“Saya Rama, saya sangat merasa senang bisa diundang makan siang oleh Bu Mawar. Sebelumnya maaf kalau saya lancang, tapi apa makan siang kali ini menandakan bahwa saya diterima bekerja di tempat Ibu?” Laki-laki itu langsung mengarah pada tujuan utamanya.Mawar terkekeh mendengar pertanyaan Rama. “Sepertinya kamu sudah tidak sabar untuk bisa bekerja di tempat saya, ya?”“Saya sedang butuh uang, Bu. Untuk biaya sekolah adik saya dan biaya kuliah saya. Saya tidak ingin adik saya putus sekolah, maka saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk diterima kerja di tempat Ibu dan saya bisa membiayai sekolah adik saya,” jelas Rama.“Kamu tidak puny
“Kak, bagaimana? Apa biaya sekolahku sudah ada?” tanya seorang perempuan yang menyambut kepulangan Rama.Rama tersenyum dan mengangguk di depan adiknya. Meski ia belum memegang uang itu, tetapi ia tidak ingin membuat adiknya bersedih.“Kamu tenang saja, Hana. Kakak akan usahakan,” ujar Rama.“Kak, jika uangnya tidak ada, tidak masalah. Lusa adalah hari terakhir bayaran, jika memang uangnya belum ada maka aku sudah siap untuk berhenti sekolah. Aku tidak ingin merepotkan Kakak terus,” ucap Hana.“Kakak tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Kakak janji untuk membayarkan biaya itu besok. Kamu adalah tanggung jawab Kakak, kamu seperti ini karena Kakak. Jadi, apa pun yang menyangkut kehidupanmu, maka itu urusan Kakak,” jelas Rama.“Kak, kehidupan kita berubah sejak ....”Rama meletakkan jari telunjuknya di depan mulut Hana agar adiknya itu tidak melanjutkan ucapannya.“Sudah, kamu masuk kamar dan istirahatlah! Kakak juga sudah mengantuk dan ingin segera tidur setelah menyelesaikan tugas-tu
“Pagi, Bu Mawar!” Rama menyapa Mawar yang baru saja datang ke kantornya.Mawar yang baru saja turun dari mobilnya dan mendapati sambutan kecil dari Rama pun langsung tersenyum dengan tatapan licik.“Apa kamu ke sini untuk menerima tawaran yang saya berikan?” tanya Mawar.“Ya, saya sudah mempertimbangkannya. Saya akan menerima tawaran itu, dengan beberapa syarat yang mungkin saya ajukan setelah ini. Apa Bu Mawar sendiri bersedia dengan beragam syarat dari saya?” tanya Rama.“Selagi itu tidak memberatkan saya, maka saya tidak akan mempermasalahkannya. Asalkan kamu tetap mengikuti syarat yang sudah saya tentukan sebelumnya,” sahut Mawar. “Mari masuk dan bicarakan ini di dalam.”Mawar berjalan lebih dulu memasuki kantornya, ia langsung mengajak Rama untuk pergi ke ruangannya.“Saya tidak ingin basa-basi lagi, saya ingin langsung pada inti hubungan kita. Jika Ibu memang menginginkan saya untuk menjadi suami pura-pura, Ibu. Saya bersedia, tetapi berikan dulu uang sejumlah 50 juta untuk awal
Suasana dalam mobil Mawar kini terasa menegangkan. Di sebelahnya Rama menyetir dan Mawar duduk seraya menggendong Dio. Pikirannya dipenuhi dengan apa yang akan ia lakukan bersama Rama di depan keluarganya nanti.“Bocah! Kamu harus terlihat dewasa di depan orang tuaku nanti, agar mereka tidak curiga kalau usiamu di bawahku,” ujar Mawar.“Saat di depan mereka aku akan berperan sebagai suamimu, jadi kamu tenang saja, kedewasaan dan kewibawaanku akan tertampak,” sahut Rama.Mawar mendengkus dan menatap Rama dengan tatapan sinis. “Aku kira selama ini kamu orang yang pendiam, nyatanya kamu banyak tingkah seperti ini.”“Sikapku tergantung apa yang kamu berikan. Sekarang kamu sudah memberikan apa yang aku inginkan, jadi aku akan bersikap baik dan ramah seperti ini,” jawab Rama.“Ramah? Kamu kira ini ramah? Kamu hanya bocah yang banyak bercanda,” sinis Mawar.Rama hanya tersenyum tipis. Saat itu mereka sudah sampai di depan rumah Mawar.Mata Rama langsung memperhatikan seluruh bagian rumah ter
“Aku sekarang tau kenapa kamu sangat kuat menjalani kehidupan ini. Nyatanya, kekuatan itu menurun dari ibumu. Dia sangat kuat sekali menahan perlakuan tidak menyenangkan itu selama bertahun-tahun, bahkan sampai saat ini di saat ayahmu sudah tiada, dia masih bersama dengan keluargamu,” ujar Rama.“Ibuku sangat menyayangi Nenek, hanya Nenek yang menerima ibuku di keluarga ini. Maka dari itu, untuk merawat Nenek yang sering sakit, Ibu memilih untuk bertahan,” jelas Mawar.Rama tersenyum sinis. “Kasih sayang memang bisa mengalahkan segalanya, termasuk rasa sakit yang menyiksa diri.”Mawar menoleh dan menatap Rama dengan tatapan bingung. “Mengapa wajahmu seperti itu? Sepertinya kamu muak dengan yang namanya kasih sayang.”“Ya! Kasih sayang, cinta, dan semacamnya hanya akan menghancurkan diri kita, membuat kita bodoh, dan tidak bisa melihat dunia dengan selayaknya,” gumam Rama.“Sepertinya
Suara tangisan mengusik tidur Rama. Membuatnya bangun karena risih akan suara tangisan tersebut. Ia segera turun dari kasurnya dan pergi ke kamar Mawar.“Kamu terbangun karena Dio? Maaf, dia sedang rewel,” ujar Mawar saat melihat Rama mendekat ke arahnya.Jelas ia merasa tidak enak karena menganggu waktu tidur Rama. Biasanya hanya waktu tidurnya yang terganggu dengan suara tangis Dio.“Mau kubantu? Mungkin dia bosan, aku akan ajak dia ke balkon dan melihat pemandangan luar,” ujar Rama.Mawar mengerutkan keningnya. Ia kira Rama akan marah kepadanya karena terganggu dengan tangisan tersebut.Rama mendekat dan beralih menggendong Dio. “Kamu istirahatlah! Biar aku yang jaga dia, kamu pasti lelah mengurusnya seharian.”“Seharusnya kamu saja yang istirahat, tidak perlu direpotkan dengan Dio. Kamu bukan siapa-siapanya, kamu tidak wajib mengurusnya,” ucap Mawar.“Aku sudah menerima bayaran besar untuk peran sebagai suami dan ayah untuk Dio. Jadi, aku akan memainkan peranku dengan baik, sesua
“Kamu ada waktu untuk ke kantor kapan?” tanya Mawar yang kini sedang merias wajahnya.“Pagi sampai siang ini aku bisa ke kantor, sorenya aku pergi kuliah,” jawab Rama.“Baiklah, kita akan ke kantor pagi ini, aku akan memberikan apa yang kamu minta,” ujar Mawar.Rama mengangguk dan tersenyum senang. Di pangkuannya kini sudah ada Dio yang duduk dengan santai.“Kamu akan ajak Dio ke kantor hari ini?” tanya Rama.“Selagi pengasuhnya belum kembali, mau tidak mau aku harus mengajak dia ke kantor. Ada Sarah juga yang bisa bergantian denganku untuk menjaga Dio,” jawab Mawar.“Sepulang kuliah nanti aku akan ke kantor untuk mengajak Dio main, jadi kamu bisa selesaikan pekerjaanmu nanti,” ujar Rama.“Semalam kamu sudah menjaga Dio dan tidak tidur karena kebangun dengan suara tangisnya, sudah cukup. Kamu tidak perlu direpotkan lagi dengan Dio.” Mawar menunjukkan tatapan tidak enak pada Rama.“Tenang saja, aku suka bermain dengan Dio. Aku juga bisa bosan dengan jadwal kuliahku, jadi lebih baik aku