Layaknya sedang mengetik di laptop, jari telunjuk Sheilla sejak tadi menunjuk-nunjuk perut yang mulai tidak rata lagi. Itu semua bisa Sheilla lihat saat dia menggunakan dress atau tank top ketat. Walaupun ocehannya tak mendapat respon, tetap saja Sheilla tak menyangka di dalam perutnya ada calon manusia tengah berkembang.Kira-kira, mirip siapa nanti anak pertamanya?Memasuki trimester awal kedua perubahan memang Sheilla rasakan. Walaupun tidak semual trimester pertama, untuk saat ini dia bisa bernapas lega. Lebih dari itu, Sheilla penasaran apa jenis kelamin buah hatinya. Kalau boleh berharap, Sheilla ingin sekali anak pertamanya perempuan. Bukan tanpa alasan, karena bagi Sheilla bayi perempuan lebih banyak pernak-pernik lucu yang bisa digunakan."Apa di dalam sana kamu nyaman? Semoga kamu tidak menyesal pas lahir ke dunia nanti, ya. Aku memang tidak berbakat, tapi tenang saja, Ayahmu pasti akan menjaga dengan baik. Dan kita akan belajar sama-sama," tutur Sheilla. Senyum manis Sheill
Bukan hanya tamu undangan, banyak pula wartawan yang sedang melakukan wawancara. Hal itu lah yang membuat Sheilla menghentikan langkah. Ada rasa ingin mundur lalu pulang, tapi sepertinya tidak mungkin."Apa kita harus melewati kerumunan itu? Tidak ada akses jalan lain?" tanya Sheilla tanpa menoleh ke arah Mathew. Sejak dulu Sheilla memang anti bertemu wartawan, bahkan saat dia harus berpura-pura bahagia bersama kedua orang tuanya.Pertanyaan yang tak kunjung mendapat jawaban membuat Sheilla menoleh. Tatapan keduanya beradu, belum Sheilla buka suara, Mathew sudah lebih dulu menggeleng. Merasakan tubuh Sheilla memberontak, Mathew semakin mengeratkan pelukannya."Tenanglah, mereka tidak akan memakanmu. Lagipula sangat wajar di sini banyak wartawan, mereka ingin meliput. Tidak akan ada yang mengusikmu, sekalipun ada mereka yang akan berurusan denganku."Perkataan yang tidak bisa dibantah.Saking takut dan gugup, Sheilla tanpa sadar meremas ujung jas yang Mathew kenakan. Sheilla juga baru
Sudah berusaha semaksimal mungkin agar tidak ketinggalan, tetapi tetap saja tertinggal. Langkah Sheilla terhenti, kakinya menghentak karena kesal. Tidak perduli akan mendapat tatapan aneh, sekali kesal selamanya akan tetap kesal! Kesal bukan sembarang kesal, pasalnya kini Sheilla kehilangan jejak Mathew. Tadi pria itu masih tegur sapa dengan tamu lain, tetapi sekarang sudah hilang.Sheilla menoleh ke kanan dan kiri. Andai bisa memilih, ingin rasanya dia pulang detik ini juga. Perutnya sudah kenyang makan kue, mata pun mengantuk."Tuan Alexander, kenapa anda terlihat menjaga jarak dengan putri dan menantu anda? Kami melihat tidak ada tegur sapa.""Apa hubungan kalian baik-baik saja, Tuan?"Suara ramai di belakang membuat Sheilla menoleh. Tidak jauh dari tempatnya berdiri ada sang Ayah tengah dikerumuni para wartawan. Dalam hati Sheilla mengutuk mereka semua. Apa tidal bisa mereka semua diam atau pulang? Walaupun Sheilla penasaran dengan jawaban Ayahnya, tetapi dia berusaha menutupi dir
"Apakah plat nomernya sama dengan yang saya kirim?""Tidak, Tuan."Mathew mengangguk. Kejadian memang kemarin, tapi baru hari ini Mathew mencari tahu. Sebetulnya sudah lebih dulu mengintrogasi sang istri, tapi tidak ada jawaban serius. Maka dari itu, bertanya pada Steven dan George pilihan tepat. Awalnya Mathew menerka serta menebak kalau cerita hampir terserempetnya Sheilla karena ulah orang-orang Xaview atau bahkan Maurena.Akan tetapi, jawaban Steven seperti mematahkan dugaan Mathew. Walaupun begitu, bukankah bisa saja mereka pakai kendaraan lain supaya aksinya lebih mulus?"Kalian hanya menjaga satu wanita, apa tidak bisa mengawal dengan sempurna? Beda hal jika aku meminta kalian mengawal lima atau sepuluh orang. Satu saja kalian keteteran, tidak sanggup?" Mathew menatap dua pria di depannya secara bergantian. Keduanya memang sudah mengaku salah serta meminta maaf, tapi tetap saja bagi Mathew mereka seperti menyepelekan."Baik, Tuan, setelah ini saya pastikan jika nona Sheilla aka
Seolah kehilangan sosok Sheilla yang biasanya, sejak turun mobil sampai masuk ke dalam area kantor Mathew terus dibuat heran oleh tingkah Sheilla. Bukan bergelayutan manja di tangan, bukan pula tiba-tiba menari. Tetapi dari pintu utama, setiap sapaan yang terlontar, wanita di sampingnya sangat niat membalas.Mathew tidak bilang itu tingkah buruk, hanya saja ... heranPintu lift terbuka, Sheilla lebih dulu masuk. Saking dibuatnya bingung Mathew sampai tidak sadar kalau Sheilla tidak menarik ujung jas hitam yang dia kenakan. Lebih cocok terlihat anak menarik ayah memang daripada menarik suami. Di dalam lift hanya ada mereka berdua, maka dari itu Sheilla yang masih dengan senyumnya leluasa menatap sang suami."Aku khawatir," celetuk Mathew."Khawatir? Khawatir apa? Apa dunia akan musnah?" Sheilla menerjap, menatap polos pria di depannya. Sejak perjalanan dari rumah Mathew memang sedikit berbeda di mata Sheilla. Bukan berbeda yang berubah bentuk menjadi hulk, tetapi lebih banyak diam.Jaw
'Memang kamu di mana, Sheil? Perlu aku jemput atau bagaimana? Kalau mau dijemput, aku bisa.''Aku tahu kantor Mathew dari Arvel.'Read.Dua balasan pesan baru itu hanya Sheilla baca. Bukan sombong atau bagaimana, tetapi otak dan hatinya tengah bimbang. Entahlah, rasanya Sheilla paling tidak bisa menolak keinginan orang lain, tetapi kalau dia nekat urusannya akan panjang dengan Mathew.Lalu ... harus Sheilla jawab apa pesan dari Maurena tadi?Layar ponsel meredup, Sheilla meletakkan benda pipih itu di atas meja. Karena tak ada keinginan untuk membalas, Sheilla memilih menghempas kembali punggungnya kesanggahan kursi. Entah kenapa tiba-tiba otak Sheilla berfikir negatif tentang Maurena. Awalnya Sheilla menganggap biasa, tetapi seiring berjalannya waktu, wanita itu terkesan ingin selalu mendekat.Padahal ... keduanya tidak ada history pertemuan di waktu dulu.Tok..tok..tok!Suara ketukan serta pintu terbuka membuat lamunan Sheilla buyar. Di ambang pintu sana berdiri sesosok pria lumayan
"Sudah aku bilang, dan apa perkataanku benar.""Hujan. Apa harus kita berangkat?"Sesaat terjadi keheningan. Sheilla yang merasa ocehannya tak dianggap sontak menoleh ke arah belakang. Di atas sofa empuk sana suaminya tengah duduk sambil menyeruput kopi miliknya. Tatapan keduanya beradu, akan tetapi sepertinya Mathew enggan menjawab."Kau tidak dengar aku?" Kedua mata Sheilla memicing menatap Mathew."Dari banyaknya pertanyaan, jawabannya hanya satu."Sheilla menerjap, otaknya berusaha menelaah jawaban sang suami barusan. Diam buat jengkel, bersuara membuat otak lag. Itulah Mathew di mata Sheilla saat ini. Sheilla yang sejak tadi berdiri di depan jendela kini menghampiri dan duduk di samping Mathew."Apa yang kau risaukan, Sheilla? Kita pergi naik mobil, bukan naik motor apa lagi jalan kaki. Apa naik mobil tetap kehujanan?"Hari ini memang hujan mengguyur cukup lama. Sejak pukul lima, sampai sekarang hampir jam sembilan hujan tidak berhenti. Suasana dingin seperti ini cocok dipakai un
Pemeriksaan sudah berlangsung selama sepuluh menit. Selama sepuluh menit itu pula Sheilla menangkap raut wajah serta senyum lebar dari dokter yang kini sedang menyentuh perutnya. Sebelum melakukan USG, Sheilla memang habis melakukan tes darah serta urin terlebih dahulu. Sheilla tidak menyangka jika kontrol kehamilan memang sepanjang ini.Setelah serangkaian tes serta pemeriksaan usai, Sheilla dibantu Mathew turun dari atas kasur. Jujur saja saat ini Sheilla sangat kepo dengan apa yang akan dokter katakan. Karena sejak tadi dokter cantik itu terus mengumbar senyum manis penuh arti. Tentu Sheilla penasaran.Kini Sheilla dan Mathew duduk menghadap dokter yang sedang menulis sesuatu di kertas. Selagi menunggu, Mathew tidak melepaskan genggamannya pada tangan Sheilla. Mathew juga yakin jika buah hatinya baik-baik saja di dalam perut sang istri.Tok..tok..tok!"Silahkan masuk."Bukan hanya sang dokter, Sheilla serta Mathew pun ikut menoloh ke arah pintu. Di sana seorang perawat berdiri, dia
"Menjauh dan pergi dari hadapan saya.""Kasih saya waktu untuk bic–""NOW!"Bentakan tak terbantahkan itu menggema di ruang tamu. Akan tetapi walaupun begitu nyali Mathew tidak menciut. Walaupun hatinya sangat berat untuk ke sini dan bertemu Alexander, semua ini Mathew lakukan demi Sheilla yang akan melahirkan sore hari ini."Sheilla, putri anda, dia akan melahirkan sore ini. Persalinan normalnya batal karena ada beberapa kendala, maka dari itu dia harus melakukan caesar demi keselamatannya dan juga kedua anak kami. Sheilla ingin dan berharap anda datang. Setidaknya temuilah dia sebentar," ujar Mathew dengan penuh kesabaran. Untuk saat ini dia harus menghilangkan keegoisannya.Mendengar permintaan Mathew barusan Alexander tertawa. Masih dengan tatapan remehnya dia menjawab, "putri? Apa telinga saya tidak salah mendengar? Sejak dia ke luar dari rumah ini, dia resmi bukan putri saya! Dia sendiri yang mengambil keputusan itu, dan dia pula yang harus bertanggung jawab."Masih keras kepala
Hari masih terbilang masih pagi. Bagaimana tidak, matahari belum sepenuhnya terbit menyinari bumi. Tapi seperti biasa, Sheilla sudah terbangun karena tidurnya tidak nyenyak. Bahkan semalam Sheilla hanya bisa tidur satu jam paling lama. Posisi tidur yang serba salah, perut sakit, semua beradu menjadi satu. Andai bisa berteriak, mungkin mulutnya sudah menyuarakan kata nyarah puluhan kali.Sheilla menghembuskan napasnya perlahan. Sebelum beranjak dari tempat tidur wanita itu mengamati wajah suaminya yang masih terlelap. Mathew terlihat sangat damai, semalam juga dia ditemani pria itu begadang karena tidak bisa tidur. Maka dari itu Sheilla tidak ada niat membangunkan, biarkan saja suaminya tidur. Tangan Sheilla terulur mengusap pipi Mathew."Maaf ya kalau selama ini aku selalu ngerepotin. Makasih kamu masih mau memperjuangkan aku. Aku sadar belum bisa jadi istri yang baik, tapi akan selalu aku usahakan. Begitupun nanti, aku akan belajar jadi ibu yang baik untuk anak kita," ujar Sheilla pe
Setelah tiga hari berada di rumah sakit kini Sheilla sudah diperbolehkan untuk pulang. Selama di rumah sakit, Mathew lah yang setia menunggu serta merawat dengan tulus. Sheilla sendiri sampai detik ini masih bingung. Bingung ingin merespon apa. Mathew memang tidak membahas apapun soal kejadian di rumah ayahnya, tetapi tetap saja ada yang mengganjal.Infusan sudah dilepas, baju sudah ganti, kini Sheilla tinggal menunggu Mathew yang sedang mengurus administrasi serta mengambil obat. Sheilla turun dari tempat tidur, kakinya melangkah menuju jendela. Dari atas Sheilla bisa melihat kendaraan berlalu-lalang."Sudah bukan waktunya berfikir soal masalah kemarin. Itu sudah berlalu, sekarang fikirkan saja anak kita. Kau akan segera melahirkan, jadi jangan banyak fikiran. Aku di sini, bersamamu, selamanya. Iya, selamanya. Sudah aku bilang, apapun yang sudah menjadi milikku akan kembali pada tuannya. Sudahlah, lupakan ayahmu."Tubuh Sheilla berputar, dia menatap pria yang kini berdiri tepat ri de
"Jadi maksudnya ... ini semua?"Rasa kaget kini menyelimuti hati Daisy. Bukan hanya Daisy, tetapi Elena juga. Keduanya baru saja mendengar rekaman dari ponsel Mathew. Dalam rekaman itu sangat jelas disebut kaau dalang dari kekisruhan ini adalah Alexander."Iya, mantan suami anda.""Math, kamu serius?" Elena meraih tangan Mathew, menunggu jawaban detail dari mulut putranya sendiri.Bukan lagi rekaman, kini Mathew mengeluarkan kertas dari dalam sakunya. Kertas itu dia berikan kepada Elena agar kedua wanita di dekatnya membuka sendiri tanpa perlu dia jelaskan. Mathew sudah teramat lelah dengan semua drama ini, ingin rasanya dia cepat-cepat mengakhiri."Tapi saat ini Sheilla sedang menginap di rumah ayahnya. Mathew, kamu bisa hari ini juga jemput Sheilla. Mama akan dampingi kamu untuk ke sana. Ternyata semuanya benar. Ini semua ulah Alexander." Daisy berdecak tidak percaya. Padahal selama sebulan kebelakangan dia sudah menilai beda mantan suaminya itu.Akan tetapi semua dugaan baik Daisy
“Alexander!”“Alexander siapa yang kau maksud? Di dunia ini banyak nama Alexander. Maka dar—”“Alexander Harrvad Watson! Dia yang menyuruh saya untuk melakukan ini semua. Dia juga yang menyuruh serta membayar kalau saya berhasil menaruh bayi itu di depan rumah anda. Sungguh, apa yang saya katakana benar adanya. Tuan Alexander juga yang menyuruh saya pergi dari kota ini sebelum anda mencari tahu.”Mendengar itu Mathew sempat terdiam sesaat. Bukan kaget, justru yang ada di dalam hati Mathew diisi oleh kemarahan. Ternyata dugaannya beberapa hari ini benar adanya. Awalnya Mathew mengira dalang dibalik ini semua adalah Freya, tapi setelah berfikir ulang kecurigaan Mathew tertuju pada Alexander. Dan sial, ternyata semua benar adanya.“Sialan!” umpat Mathew.Semua informasi yang dia tunggu-tunggu sudah didapat. Tanpa mengatakan apapun Mathew berdiri meninggalkan wanita yang masih tersungkur di lantai. Sebelum benar-benar meninggalkan ruangan dia papasan dengan Arvel. Hanya dengan saling tata
“Sialan!”BRAK!Umpatan yang dibarengi gebrakan meja membuat Arvel dan juga Calvin terlonjak kaget. Boleh saja keduanya kaget, pasalnya mereka sedang fokus menatap layar laptop yang menampilkan beberapa video. Calvin melirik Arvel, pria itu yang tahu kode sang sahabat langsung mendelikkan bahu. Toh dia juga sama-sama tidak tahu.“Lagi-lagi mengibarkan bendera perang,” ujar Mathew lagi.Arvel beranjak dari kursi menghampiri Mathew. Tepukan kecil dia sematkan di pundak sahabatnya itu. “Ada apa lagi, Math? Semua hampir rampung, sabar sedikit apa tidak bisa?”Tanpa menjawab Mathew memberikan ponselnya kepada Arvel agar pria itu melihatnya sendiri. Sambil menunggu apa respon Arvel, Mathew menghabiskan minuman sodanya yang tinggal setengah. Rasa tidak sabar kini bersemayam di dalam hati Mathew. Ingin rasanya dia segera menutaskan masalah yang ada lalu membawa Sheilla ke dalam dekapannya.“Siapa yang menaikkan berita ini, Math? Kenapa bisa tercium media?” tanya Arvel tanpa mengalikan tatapan
“Apa kau benar-benar sudah lupa denganku? Hufft, menyedihkan sekali hidupmu, Sheilla.” Tanpa menghentikan acara nyemil Sheilla manatap laptop di depannya. Entah dari mana asalnya, yang jelas kini sebuah berita terpampang nyata di matanya. Awalnya Sheilla ingin melewati berita tersebut, tetapi saat tidak sengaja membuka isinya Sheilla terdiam dengan isi otak yang bercabang. “Sangat serasi,” guman Sheilla melihat beberapa foto di depannya. Bukan lagi menonton drama apalagi melihat foto artis. Akan tetapi, yang sedang Sheilla lihat adalah berita berisikan nama serta foto Mathew dengan Freya. Berita itu memang memuat soal pekerjaan mereka, tetapi tetap saja Sheilla merasa ada yang aneh dengan hatinya saat ini. Apakah … ini cemburu? Sheilla sadar sudah cukup lama dia menutup diri dan juga komunikasi dengan Mathew. Tapi dibalik itu, hubungan Sheilla dengan sang ayah mulai dekat. Saking dekatnya Sheilla beberapa kali sempat menginap walaupun endingnya dijemput paksa oleh Daisy. Entah dal
"Kapan hasil tes DNA-nya keluar, Math?""Kemungkinan 2 hari lagi, Mah. Selagi nunggu, aku sedang menyelidiki siapa dalang dari semua kekisruhan ini. Aku ingin semua cepat terungkap agar bisa menjemput Sheilla. Karna tidak lama lagi dia akan melahirkan."Elena mengangguk. Dia paham apa maksud perkataan putranya itu. Memang sudah dua minggu lebih menantunya pergi dari rumah ini. Dan selama itu juga Mathew tidak tinggal diam. Hanya saja bukti yang pria itu dapat belum sepenuhnya."Mama doakan apapun langkah yang sedang kamu jalani saat ini. Pesan Mama hanya satu, Math, jaga dirimu baik-baik. Sebisa mungkin hindari apapun yang akan membahayakan dirimu. Ingat, tugasmu sekarang membawa Sheilla pulang." Tangan Elena terulur mengusap lembut punggung putranya.Tidak mau munafik, Elena sangat kagum melihat bagaimana putranya menyelesaikan masalah. Pria itu tidak gegabah, tetapi melakukannya secara struktur. Dan itu membuat Elena teringat dengan ... Hannon–mantan suaminya. Dari sisi manapun kedu
"Mama, perut aku sakit."Baru Daisy ingin menutup pintu kamar, rintihan Sheilla terdengar. Maka dari itu dia mengurungkan niat lalu menghampiri Sheilla yang sudah terbalut selimut tebal. Tanpa perlu penjelasan Daisy tahu rasanya menjadi Sheilla saat ini. Semua akan terasa serba tidak enak.Daisy duduk di tepi ranjang. Tangannya terulur mengusap kening Sheilla yang dipenuhi keringat. Suhu ruangan dingin, tetapi tidak berlaku untuk tubuh Sheilla."Mama, kenapa sakit sekali? Apa malam ini aku akan melahirkan? Benar-benar sakit!" Sheilla kembali berujar dengan suara gemetar. Kedua tangan di dalam selimut terkepal kuat merasakan sakit di perutnya.Daisy menggeleng seraya menjawab, "belum, belum waktunya kamu lahiran. Itu namanya kontraksi palsu, dan memang sering dan akan tetap terjadi sampai persalinan tiba. Tapi kalau memang sakitnya tidak bisa kamu tahan, kita bisa ke rumah sakit untuk priksa dan jaga-jaga. Tapi kalau kata Mama ya kontraksi palsu, dan pasti tidak perlu masuk rumah sakit