"Lepaskan!” pinta Aliesha.
Tangannya kesakitan karena genggaman Eros begitu kuat.
Sayangnya, Eros tampak tak peduli. Dia justru menarik gadis itu ke arahnya.
Noah hendak membantu Aliesha, tetapi kehadiran Ayah Aliesha membuatnya membatalkan niat.
“APA-APAAN INI?" teriak pria tua itu. Dia mencoba untuk melerai.
Namun, Eros masih saja mencengkram Aliesha dan menjambak rambutnya.
“Arrgh,” erang Aliesha kesakitan.
Tak terima, wanita itu pun mulai menggigit tangan pria tambun itu agar dilepaskan.
"ALIESHA!" Ayahnya pun berteriak dan menarik tubuh putrinya dari cengkeraman Eros.
Aliesha sendiri masih belum terima dengan apa yang dilakukan sang ayah dan tunangan.
"Ayah, lepaskan aku! Aku mau membalas memukul Eros dan menjatuhkannya ke lantai bawah. Biar aku tendang dia!"
Kalau dilihat-lihat, dia sudah seperti orang yang sedang kesurupan.
Dari kubu Eros, ada Papa dan Mamanya yang kini datang dan memegangnya agar tidak melanjutkan perang fisiknya dengan Aliesha.
"Sepertinya, acara harus dihentikan."
Papa Eros akhirnya mengambil kebijakan di saat suasana masih panas. "Ini sangat memalukan. Calon menantu yang seharusnya punya rasa malu, malah malu-maluin.”
“Eros, ayo kita semuanya pulang sekarang!" putusnya.
Segerombolan orang itu akhirnya pergi dan satu persatu menuruni tangga–meninggalkan Aliesha dan keluarganya.
Namun, Eros yang masih kesakitan terlihat kesal dan tidak terima karena merasa direndahkan. "Awas kamu, Aliesha! Akan aku balas nanti. Tunggu saja!"
Aliesha menatap tajam pria itu dan hendak membalasnya.
**
"Aku harus melakukan sesuatu!" gumam Aliesha pada dirinya sendiri.
Ucapan ayahnya tak main-main.
Beberapa hari ini dia tak ubahnya seperti tawanan. Makan, minum, tidur, bangun dan tidur lagi. Semuanya dilakukan dari dalam kamarnya.
Aliesha bahkan harus menjalani meeting secara online.
Sejauh ini, dia bisa beralasan pada bawahannya jika sedang menjalani masa karantina dan tak boleh ke mana-mana.
Tapi, harus sampai kapan dia begini?
"Hei...Psssst..."
Aliesha mendengar sesuatu dari balik jendela.
Karena penasaran, dia akhirnya dibukanya tirai jendela besarnya yang menghadap ke view kolam renang.
"ASTAGAA! NOAAH???"
Aliesha berteriak histeris mendapati sang sopir di sana.
Cepat-cepat dia membuka jendela dan menyuruh Noah masuk ke kamarnya.
Seumur-umur, ini adalah kali pertama seorang lelaki asing masuk menjamah tempat paling privat dalam hidupnya.
Di sisi lain, Noah sedang berusaha membuat nafasnya teratur kembali.
"Noah, apa yang kamu lakukan?" Aliesha bertanya sambil menyuruh sopirnya itu duduk di sofa.
Lalu dibawakannya air dalam botol yang kebetulan disediakan oleh pembantunya karena dia tak boleh ke manapun.
"Nona, kau tahu sendiri. Sudah tiga hari aku tidak bekerja. Aku bosan dan akhirnya mencoba menemuimu," katanya.
Aksi heroiknya memanjat balkon demi balkon hingga akhirnya menuju kamar Aliesha memang tidaklah mudah.
Kalau dia tadi sampai gagal, pasti akan terjatuh di kolam renang dan semua orang akan mendengarnya!
"Tapi, kamu kenapa ke sini malam-malam begini?" cemas Aliesha pada laki-laki muda yang sudah dianggapnya adik itu.
Namun, ucapan Noah selanjutnya–mengejutkan dirinya. "Yang namanya kangen, mau bagaimana lagi?"
"Hah?”
“Maksudku, aku ingin bertemu dan melihat keadaanmu. Kupikir Nona akan dijadikan satu kamar dengan Tuan Eros yang liar itu. Untunglah Nona dikurung sendirian di sini," ucap pria itu cepat.
"Noah, kamu benar-benar baik..." Aliesha pun akhirnya memeluknya spontan.
Noah sendiri tampak begitu menikmatinya.
Namun saat dia membelai punggung Aliesha, barulah dia menyadari kalau lady-boss itu hanya mengenakan tanktop tanpa pakaian dalam!
Cepat-cepat dia lepaskan pelukan itu.
Celaka! Ini akan berbahaya bagi kesadarannya. Dia harus pergi dari situ.
Sayangnya, cuaca yang tadinya terang oleh sinar rembulan harus berubah seketika dengan turunnya hujan.
Kilatan petir yang menyambar seakan menantang siapapun yang berani kepadanya.
Belum lagi, angin yang berhembus menambah suasana semakin mencekam.
"Noah." Suara Aliesha mendadak terdengar begitu manja di telinganya sekarang, "apa kamu turunnya nanti saja? Saat ini, hujan sangat lebat di luar."
Noah terdiam. Dia sebenarnya tidak tahu kira-kira manakah yang lebih aman, pergi keluar menantang hujan ataukah tetap tinggal di kamar sambil menahan gejolak jiwanya?
"Sepertinya harus segera pergi, Nona," putusnya.
Namun, Aliesha justru menggelengkan kepala tak setuju. "Apa kamu sudah gila? Kalau kamu keluar nanti, kamu bisa kesambar petir atau kepleset karena licin!"
Tanpa aba-aba, Aliesha beranjak mendekati jendelanya dan menutupnya kembali.
Namun, tak lama sebuah petir dengan bunyi yang sangat kencang menerpa.
Getarannya mengguncang kamar Aliesha dan seketika membuat lampu padam.
Sepertinya, memang aliran listrik dihentikan karena ada pohon tumbang atau menjaga keamanan lingkungan.
…..
"Noah, aku takut gelap!" Aliesha melompat ke sofa tempat Noah duduk.
Keduanya berpelukan karena sama-sama terkejut.
Sambaran petir beberapa kali membuat pelukan Aliesha mengerat.
Noah dapat merasakan gemetar tubuh wanita itu.
"Tidak apa-apa, Noah. Ada aku..." Pria itu pun kembali mengelus-elus punggung Aliesha meski merasa ini akan menjadi lebih berbahaya daripada keluar berlarian di saat cuaca buruk begini.
Tapi, apa daya...
"Nona, sebaiknya Nona tidur di atas ranjang. Biar saya di sofa sini saja..." bisik Noah ke telinga Aliesha.
Dia pun menggendong Aliesha dan menidurkannya di ranjang.
Hanya saja, saat Noah akan kembali ke sofanya tadi, Aliesha merintih.
"Noah, jangan pergi. Temani aku di sini! Temani aku, aku takut sekali..."
Duh!
Noah khawatir kalau-kalau ikut masuk ke dalam selimut itu, sesuatu yang menjadi malapetaka akan terjadi.
Namun, dia tak tega meninggalkan wanita cantik itu.
Dia pun masuk ke dalam selimut yang sama.
“Noah, kamu bukanlah lelaki yang memanfaatkan keadaan dalam kesempitan. Kamu punya dignity!” batinnya dalam hati mengingatkan.
Terlebih, kala tangan Aliesha kini malah memeluk tubuhnya.
Sampai kapan dia harus menahan diri begini?
“Dignity, Noah!” batinnya mengingatkan.
Entah karena rasa frustasi dan lelah memanjat tadi, tanpa disadari, Noah pun mulai ikut memejamkan mata.
Dia tertidur di sana sampai teriakan ibu tiri Aliesha menggema ke seisi ruangan di pagi hari.
"Dasar bocah tengil! Berani-beraninya kamu di sini!"
Suara beberapa pembantu yang ikut menyaksikan pemandangan tak biasa itu membuat Noah dan Aliesha terusik.
Mereka pun akhirnya terbangun dengan sendirinya.
Betapa terkejutnya Aliesha saat dia membuka mata, kamarnya sudah penuh dengan orang-orang rumah.
Parahnya, dia tidur berpelukan dengan Noah!
"Tuan... " lirih salah satu pembantunya terkejut ketika Ayah Aliesha datang melihat dengan mata kepalanya sendiri.
Deg!
"Ayah, aku bisa jelaskan! Ini adalah salah paham. Ini tidak seperti yang kalian pikirkan..." Aliesha kini bersuara, tetapi tak seorangpun percaya.
Noah sendiri tak berani bicara karena takut malah memperkeruh keadaan.
"Aliesha! Kamu keterlaluan. Kemarin itu kamu berpelukan dengan dia saat kamu sedang bersama dengan tunanganmu.”
“Setelah semuanya kandas, kamu malah tidur satu ranjang dengannya! Aku sudah putuskan. Mulai sekarang, Noah-lah yang akan menikahimu. Titik!" seru Ayahnya.
"Tapi, Yah. Dia–" Aliesha berusaha mengelak, tetapi ucapannya justru dipotong oleh sang ayah.
"Aku tidak mau tahu. Yang jelas itu adalah keputusanku. Siang ini juga, kalian akan aku nikahkan!"
Tak lama, pria itu keluar ruangan dengan muka merah padam.
Di sisi lain, senyuman penuh kemenangan mendadak muncul di wajah ibu tirinya.
Rupanya semesta mendukung niatnya.
"Selamat, Aliesha. Kamu akhirnya mendapatkan ganti suami lebih cepat dari dugaanku," ucap wanita licik itu merendahkan Aliesha, "Memang, sopir itu terlihat lebih cocok untuk dirimu."
Pagi harinya, seperti yang sudah diultimatum oleh sang ayah, akad nikah berlangsung mendadak dan privat. Acara hanya dihadiri beberapa keluarga penting saja, tak ketinggalan para tante julid dan omnya.“Saya terima nikah dan kawinnya Aliesha Zhafira binti Martin Zhafir dengan maskawin seperangkat alat sholat dibayar tuunai.”Lantunan ijab qabul yang diucapkan Noah dengan lancar membuat seisi rumah mengucapkan kalimat ‘sah’ secara bersamaan.Bak di adegan film, prosesi diiringi oleh rasa haru dan lega, akhirnya Aliesha melepaskan masa lajang.Aliesha masih belum percaya Noah menikahinya. Apa yang mampu diberikan oleh seseorang yang berprofesi sebagai sopir selain keahliannya menyetir?Noah... bagaimanapun dia tak lebih dari seorang karyawan yang menggantungkan gaji dari keluarganya setiap bulan.Jangankan untuk memberikan hidup mewah bagi Aliesha, untuk hidup sehari-hari saja Noah itu menumpang pada keluarganya.Dia mendiami paviliun kecil di belakang rumah induk Aliesha, makan sehari-
Adegan yang baru saja dilihat oleh mata kepalanya, membuat Noah terkesima.Betapa kompleksnya kehidupan keluarga yang ditumpanginya ini. Noah masih tertegun dan memandangi rekaman video yang sudah aman di ponselnya.Dasar tidak tahu malu! Dua-duanya sama saja mesum!“Noah? Apa yang kamu lakukan di dekat ruang kerja Ayah?” Aliesha rupanya tadi mencari-cari keberadaan sopir yang kini sudah jadi suaminya.Dirinya terkejut karena tak menduga akan bertemu istrinya di sini. “Nona! Aku tadi hanya sedang berjalan-jalan agar tidak tegang.”Untunglah kedua pasangan tadi sudah berhenti membuat ‘suara’ yang memancing perhatian.Aliesha mengernyitkan dahi karena merasa janggal.Gerak-gerik Noah akhir-akhir ini sedikit aneh. Dia lebih sering menerima telpon dan panggilan mendadak.“Tadi, siapa yang hadir menjadi saksi dari pihak kamu?” tanya Aliesha yang masih berada di dekat Noah.“Mereka berdua adalah teman baik keluargaku.” Jawabnya sedikit gugup.Sebenarnya keduanya hanyalah pesuruh di rumah ke
Suasana bandara yang sudah cukup ramai, setidaknya membuat Aliesha merasa tidak spooky saat sepagi ini menunggu pesawat.“Noah, kamu sudah bawa semua barang-barangku, kan?”Setelah ijab qabul, Noah masih sama seperti dulu. Dia diperlakukan tak lebih baik dari seorang sopir atau asisten serba siaga.“Siap! Sudah semuanya, Nona.” Di tangannya sudah ada dua tiket yang siap jika sewaktu-waktu mereka check in. “Kuharap Nona tidak lupa membawa sunblock dan sunscreen. Di sana akan sangat panas sekali cuacanya.”“Kamu tidak usah banyak bicara. Ayo, segera check in!”Keduanya segera bersiap check in dan masuk ke kabin pesawat.Ayahnya sungguh tega saat memberikan tiket kelas ekonomi untuk perjalanan ke Pulau Gura-guri.Membayangkannya saja sudah membuat punggung Aliesha ngilu apalagi tempat duduknya tak seluas di kelas bisnis atau VVIP.“Nona, ayo duduklah. Silakan. Jangan buat penumpang lain macet gara-gara Nona tak segera duduk, mau di sini atau di dekat jendela?”Tanpa banyak bicara lagi, A
Selagi masih ada sinyal dan listrik di pulau Gura-guri, Noah memanfaatkannya untuk berkomunikasi dengan Ben dan keluarganya. “Sudah, nikmati saja dulu honeymoon kalian…” kelakar tawa yang diucapkan Ben sama sekali tidak membuat Noah lega. Dia terus-terusan digodai oleh rekannya itu. “Honeymoon apanya? Aliesha itu bukan wanita manja yang bisa menyenangkan lelaki. Dia itu batu!” rutuk Noah kesal. “Walau bagaimanapun, kamu tidak boleh rugi. Kamu sudah dijadikan mainan oleh mereka. Setidaknya, nikmatilah tubuhnya… hahahahaa…” Gurauan itu membekas di benaknya. Apa iya dia harus melakukan itu? Apa Aliesha akan menuruti apa maunya… itu jelas mustahil. “Noah, sepertinya pemadaman akan dimulai malam nanti.” Sudah hapal dengan tabiat istrinya yang takut gelap, diapun menenangkannya. “Tidak usah takut. Pihak resort sudah memastikan cadangan listrik aman. Lagipula mereka membagikan lilin cukup banyak jika terjadi hal yang tak diinginkan.” “Tapi…” “Sudahlah. Jangan berpikiran buruk. Setia
“Permainan apa itu?” Aliesha pura-pura tak mengerti.“Come on! Aliesha…” Noah mengejeknya. “Ini adalah permainan paling menyenangkan dan semua orang tahu...”Diambilnya sebuah botol air mineral yang masih terisi separuh. Diapun memutar-mutarnya.Botol mengarah pada Aliesha.“Ayo, Nona. Truth or dare!”Bosnya berpikir sejenak. “Truth?”Dia tak berani mengambil resiko jika dia memilih dare.“Okay, kamu harus menjawab jujur.” Lagi-lagi manik Noah tertuju pada Aliesha erat. “Pernahkah kamu menyukai seseorang sebelum menyukaiku?”Kesal dengan pertanyaan mengejutkan itu, Aliesha menjawab asal. “Pernah. Tentu saja. Tapi, aku tidak pernah dan tidak akan mencintaimu…”Aliesha puas setelah mengatakan itu.Selama ini mungkin saja Noah berpikir kalau dia mencintainya.“Katakanlah siapa orangnya!” Noah terus mendesaknya dengan pertanyaan lain.Dia merasa tersinggung ketika Aliesha mengaku tak akan pernah mencintainya.Sementara Noah punya seribu satu cara untuk membuatnya jatuh cinta!“Rahasia.”“
Noah tak mau mengurungkan niatnya lagi. Semua harus terjadi malam ini juga.Tangannya memegang hati-hati pipi Aliesha yang sudah bersemu kemerahan karena canggung dan malu.“Aliesha!” ia gunakan panggilan itu sebagai mantra pembius agar bosnya tak berkutik.Dalam hati dia juga sempat khawatir bagaimana jika Aliesha menolak dan rencananya akan gagal. Tapi dia sudah bisa mendeteksi kalau bosnya juga menginginkan ini.Ini semua hanya demi rencana besarku, tidak lebih.Noah mengingatkan dirinya sendiri. Tidak boleh ada perasaan terlibat. Ini semua murni hanya bisnis.“Noah… aku… aku belum…”“Pssst…” diletakkannya telunjuk kanan itu pada bibir Aliesha yang lembut. “Aku juga baru pertama melakukan ini. Tapi aku yakin, ini akan menjadi kenangan paling indah untuk kita.”Perasaan dan pikiran Aliesha sudah tak bisa sinkron lagi. Jantungnya terpacu lebih cepat.“Kamu benar-benar cantik…” Noah membisikkannya sehingga Aliesha mendengar pujian itu. “Bibirmu begitu penuh berisi… kuharap, kamu mengi
“Noah, pesanku… jangan terbawa oleh hawa nafsu. Aku tahu kamu sudah bebas melakukan apapun pada istrimu. Tapi, ingatlah siapa dia dan siapa ayah serta kakeknya. Dan ingat apa yang telah mereka lakukan pada keluarga kita! Ingat itu.” Ucapan Ben yang barusaja dia dengar lewat telpon terus terngiang. Dirinya merasa diremehkan oleh keluarganya sendiri. Bagaimana bisa? Apa selama ini dia kurang loyal dan setia pada keluarganya! Bahkan, dia rela menerima tawaran menikahi Aliesha, salah satunya adalah untuk memuluskan semua rencana balas dendam besar keluarganya. “Hey! Kenapa melamun? Bagaimana dengan keluargamu?” Aliesha yang selalu bersikap manis, mengagetkannya. Dipandanginya wanita cantik yang sudah menjadi istrinya itu. Ada sedikit rasa bersalah di hatinya, kenapa Aliesha yang naïve harus ikut-ikutan terlibat di rencana ini! “Hmmm… mereka baik-baik saja. Kakekku hanya sedikit sakit karena kelelahan.” Noah mengambil handuk dan meletakkannya di hanger dekat kamar mandi. “Syukurlah
Aliesha memprotes, “Butuh privasi?” Itu memang betul. Tapi apakah dirinya harus diusir dari kamar yang sudah puluhan tahun dia tempati? “Hmm… memangnya kamu setelah menikah masih mau tinggal di sini? Di mana-mana istri itu kalau sudah menikah ikut suaminya…” sindir tajam ibu tirinya. Dia tak terima kalau Aliesha masih menunjukkan batang hidungnya sepulang honeymoon. Minimal dia harus keluar dari rumah induk. “Aliesha…” sang ayah tiba-tiba muncul. “Benar kata Mamamu, sebaiknya kamu kami berikan privasi agar bisa menjalankan pernikahan tanpa campur tangan kami.” Tanpa campur tangan atau memang mau mengusirku? Batin Aliesha geram dalam hati. “Tinggal saja di pavilion belakang, tempat Noah biasanya tidur. Sekarang sudah direnov oleh tukang kita. Kuharap kamu bisa menjadi contoh adikmu agar menjadi sosok mandiri.” Bulls**t. Ayah selalu memenangkan Aurelia. “Mau saya bawa ke bawah saja Nona, barang-barangnya?” karena sekarang sudah lengkap majikannya, dia berani bersuara. Aliesha m
Beberapa tahun kemudian..."Aku sungguh bangga kepadamu!" Kakek menepuk pundak cucu kebanggaannya yang telah berhasil membuat perusahaannya menjadi semakin besar dan sukses hingga ke kancah internasional."Terima kasih, Kakek. Ini semua tak lepas dari bantuan Kakek serta Ricky juga." Ucap Noah sambil menepuk bahu sepupunya.Keduanya memang diberikan mandat untuk memegang perusahaan milik McLaren yang tak main-main asetnya kini."Sama-sama..." Ricky nampak tersenyum dan rupanya di sebelahnya sudah ada seorang wanita cantik bertubuh seksi yang menggamit lengannya."Apalagi sejak ada Cassandra, kamu semakin bersemangat bekerja, Ricky. Tidak sia-sia perjuanganku menjodohkanmu dengan dia..." Kakeknya tertawa."Kakek, terima kasih sudah memperkenalkan saya pada Ricky. Dia adalah lelaki terbaik dan sempurna yang pernah saya ketahui..." Cassandra mengucapkannya dengan tulus.Sedangkan Noah masiih nampak diam tak bereaksi saat orang di sekelilingnya menikmati perbicangan. Sudah hampir tiga tah
Masih dengan mulut yang terkunci rapat, Tuan Martin tak bisa merespon."Apa katamu?" Itu saja kalimat yang bisa dia katakan saat tahu Noah meminta maaf padanya.Dosanya terlalu banyak, dia harus memastikan Noah meminta maaf dalam hal apa dulu ini."Iya, saya minta maaf telah menuduh Om Martin sebagai penyebab Ben celaka dalam kematiannya itu. Saya mewakili keluarga meminta maaf yang sebesar-besarnya..." Kata Noah sambil menundukkan kepala.Tuan Martin mengamati pemuda itu. Tak ada unsur yang dibuat-buat apa lagi pura-pura. Dia terlihat sangat serius dan tidak main-main.Ini di luar ekspektasinya, jelas tak mungkin seorang searogan dan sesombong Noah mau merendahkan diri untuk meminta maaf."Aku sudah tak bisa percaya apapun yang keluar dari mulutmu, McLaren!" Bentak Tuan Martin.Anehnya, Noah tak bereaksi frontal meski Tuan Martin sudah memancing amarahnya dan bahkan menghina perilakunya saat meminta maaf begitu."Apa yang harus aku lakukan sehingga Om Martin mempercayaiku?" Noah namp
Noah mendengarkan apa yang dijelaskan oleh pihak kepolisian dengan seksama. Rasanya seperti tak percaya saja dengan apa yang mereka jelaskan.Betapa dia selama ini telah merasa bersalah karena meminjam mobil sepupunya itu sementara mobilnya dikenakan oleh Ben."Tidak ada hal yang mencurigakan selain memang proses perbaikan yang belum selesai." Kata polisi itu mengulangi penjelasannya."Lalu, apa sepupu saya tahu soal mobil yang belum selesai itu?" Noah masih penasaran. "Kata pihak bengkel mobil yang menjalankan pembenahan terhadap mobil itu, korban sudah diberi tahu soal pekerjaan yang belum selesai tapi tetap saja katanya ingin dipakai secepatnya dan dia tak bisa menunggu lebih lama lagi." Jawab polisi itu.Tuan Martin dan Noah saling berpandangan karena merasa saling tuduh satu sama lain. Mertua Ben itu masih mengira kalau Noah sengaja menjebak Ben dengan membiarkan mobil yang masih setengah selesai dikerjakan itu agar dikemudikan oleh menantunya.Padahal jelas-jelas hal itu memba
"Noah, apa yang terjadi?" Aliesha bertanya sambil merangkul sosok di depannya itu.Tangannya gemetar karena membayangkan hal yang tak diinginkan."Cepat jaga Nona Aliesha!" Noah mendengar suara beberapa orang yang berlarian di lantai dua namun dia belum berani membuka pintu."Nona Aliesha, ini kami. Jangan keluar dulu karena di luar masih berbahaya." Rupanya itu adalah pengawal ayahnya."Apa yang terjadi?" Noah bertanya dari balik pintu namun masih menjaga jarak agar tak langsung berada di depan pintu. Khawatir kalau-kalau terjadi hal yang tidak diinginkan."Orang yang dulu disuruh menembak mobilmu, Noah, dia membalas akan menembak Tuan Martin. Tapi beruntunglah tembakan itu meleset dan dia sudah ditembak di tempat oleh pengawal lain..." Jelasnya."Saat kami berdua naik ke atas tadi, dia memang akan melarikan diri ke sini, jadi kami berinisiatif untuk mengamankan Nona Aliesha..." Jawab yang lain."Baik, terima kasih. Kami baik-baik saja. Tolong jaga kami selagi... kami masih di dalam
"Kesalah pahaman bagaimana?" Noah mulai terlihat menegang. Dia tak yakin akan siap dengan apa yang akan dia dengar nanti."Saat itu seingatku memang Tuan Martin sudah mengincarmu..." Bi Lastri masih menunggu reaksi Noah.Jika dia rasa nanti Noah akan bereaksi hiper, maka Bi Lastri akan berhenti bercerita."Mengincar?" Noah bertanya namun terlihat kalau dia masih ingin mendengarkan cerita selanjutnya."Setidaknya itu yang bisa aku ceritakan padamu sekarang..." Bi Lastri masih belum mau menceritakan lebih lanjut.Sepertinya memang ada hal yang masih dia tutup-tutupi. Dia ingin tahu apa yang terjadi sebenarnya."Kumohon ceritakan saja sekarang, Bi. Aku tidak yakin apakah setelah ini kita memiliki waktu atau tidak untuk bertemu." Noah sengaaj menakuti Bi Lastri agar dia memang membuka semua yang ia tahu saat ini juga."Apa maksudmu? Apa setelah ini kamu mau pergi dari sini?" Bi Lastri tentu terkejut."Iya..."Langit yang tadi gelap kini sudah berubah lebih mencekam karena badai yang dira
Noah berjalan keluar dari kamar Aliesha.Pikirannya masih kalut dan berkabut. Antara diri dan nafsunya saling bertarung. Tak seharusnya di saat-saat berkabung begini dia mencari-cari kesempatan untuk mendekati adik iparnya itu."Noah, kamu belum tidur rupanya..." Bi Lastri tampak kaget ketika keluar dari kamar Tuan Martin dan bertemu dengan Noah yang juga baru saja keluar dari kamar Aliesha."Aku? Aku tidak mungkin tidur jam segini. Lagipula Aliesha sudah tertidur jadi aku pikir lebih baik aku keluar dan... sebenarnya aku ingin bicara denganmu!" Kata Noah.Bi Lastri langsung meletakkan telunjuknya di antara dua bibirnya."Sebaiknya jangan di sini. Ayo, kita turun ke bawah saja!"Bi Lastri mengajaknya untuk segera mencari tempat yang lebih privat untuk bicara. Noah tentu saja menurut dan mengikutinya.Setelah mereka sampai di pavilion bawah, Bi Lastri memastikan tidak ada orang yang mengikuti mereka.Lalu dia membuka dan masuk ke dalamnya."Aku sebenarnya ingin mengatakan sesuatu!" Bi
Setelah mendengar permintaan Aliesha untuk membiarkan Noah menemaninya di rumahnya, tentu saja Tuan Martin semakin meradang.Matanya melotot dan menunjuk-nunjuk anak perempuannya itu."Apa maumu? Kamu sudah memasukkan kembali racun dan duri ke dalam rumahku!" Tuan Martin tidak terima.Baginya kalau boleh memilih, hanya Benedict saja yang ia anggap sebagai menantu. Meski dia juga sama-sama berasal dari keluarga musuh bebuyutannya."Aku tidak salah dalam meminta, Ayah. Aku ingin Noah tinggal bersamaku di sini." Aliesha menyeret kopernya dan dibawanya masuk ke dalam dengan susah payah."Noah, kenapa kamu diam saja? Ikuti aku!" Noah hampir tak percaya dengan apa yang baru saja dia saksikan. Baru beberapa detik yang lalu Aliesha seolah menjadi singa yang kepalaran dan hampir mati dengan tak punya tenaga melawan.Kini, tiba-tiba mantan istrinya itu sudah menjelma seperti singa wanita yang pemberani dan siap melawan apapun yang menghadangnya.Noah melihat sekilas wajah Ayah Aliesha yang mas
Aliesha mengaitkan kedua lengannya dan melipatnya di depan dada.Ada rasa berat saat dirinya meninggalkan rumah ini sekarang. Dulu, dia bersikeras ingin segera pergi dari sini dan meneruskan hidupnya di rumah yang berhasil ia bangun dengan mimpinya sambil membesarkan usaha yang dia rintis.Kini, entah sejak kapan rasa memiliki itu mulai muncul.Rasanya berat saat Ben sudah tak ada lagi. Apakah dia masih bisa menyebut sebuah bangunan itu sebagai sebuah rumah? Rasanya tidak saat Ben tak ada lagi di dalamnya.Dan tempat terakhir yang Aliesha rasakan sebagai rumah adalah rumah Kakek, yang dirinya akhrinya terusir juga untuk pergi.Memang tak ada yang abadi di dunia ini.Aliesha tahu itu."Apa kamu baik-baik saja?" Suara Noah yang lagi-lagi membuatnya kembali menjejakkan angannya ke bumi.Wanita berbaju hoodie yang ukurannya oversize itu hanya mengangguk dan sorot matanya kosong.Saat ini, Noah juga sama-sama hancur tapi satu hal yang dia pegang yaitu kalimat Ben yang menitipkan Aliesha se
"Aku tidak mau tahu, suruh perempuan itu pergi dari ini!" Suara kakek menggelegar sehari setelah Ben dimakamkan.Tangannya sampai gemetaran saat mengucapkan hal itu pada pengawal dan beberapa orang pembantunya."Tapi, Tuan..." Itu kalimat yang ingin disampaikan oleh pembantu, tapi tetap saja dia tak berani berkata apa-apa karena majikannya lah yang menggaji setiap bulan.Untuk sementara dia harus berdiam diri dan tidak menyanggah apapun yang diperintahkan oleh sang majikan."Cepat kemasi barang-barangnya dan aku tidak mau melihatnya keluyuran di sini lagi!" Kakek semakin membabi buta dan marah sejadi-jadinya."Ba-baik Tuan, kami akan membawanya pergi dari sini.""Jangan sampai ada satu barangnya yang tertinggal. Aku tidak mau di rumahku bau keringat dan jejaknya tersisa di sini. Cepat lakukan!" Kakek bertitah dan kemudian masuk kembali ke ruang kerjanya untuk menyendiri.Baginya kehilangan Ben seperti kehilangan nyawanya sendiri. Seumur hidupnya, cucu yang satu ini teramat menurut dan