“Noah, pesanku… jangan terbawa oleh hawa nafsu. Aku tahu kamu sudah bebas melakukan apapun pada istrimu. Tapi, ingatlah siapa dia dan siapa ayah serta kakeknya. Dan ingat apa yang telah mereka lakukan pada keluarga kita! Ingat itu.” Ucapan Ben yang barusaja dia dengar lewat telpon terus terngiang. Dirinya merasa diremehkan oleh keluarganya sendiri. Bagaimana bisa? Apa selama ini dia kurang loyal dan setia pada keluarganya! Bahkan, dia rela menerima tawaran menikahi Aliesha, salah satunya adalah untuk memuluskan semua rencana balas dendam besar keluarganya. “Hey! Kenapa melamun? Bagaimana dengan keluargamu?” Aliesha yang selalu bersikap manis, mengagetkannya. Dipandanginya wanita cantik yang sudah menjadi istrinya itu. Ada sedikit rasa bersalah di hatinya, kenapa Aliesha yang naïve harus ikut-ikutan terlibat di rencana ini! “Hmmm… mereka baik-baik saja. Kakekku hanya sedikit sakit karena kelelahan.” Noah mengambil handuk dan meletakkannya di hanger dekat kamar mandi. “Syukurlah
Aliesha memprotes, “Butuh privasi?” Itu memang betul. Tapi apakah dirinya harus diusir dari kamar yang sudah puluhan tahun dia tempati? “Hmm… memangnya kamu setelah menikah masih mau tinggal di sini? Di mana-mana istri itu kalau sudah menikah ikut suaminya…” sindir tajam ibu tirinya. Dia tak terima kalau Aliesha masih menunjukkan batang hidungnya sepulang honeymoon. Minimal dia harus keluar dari rumah induk. “Aliesha…” sang ayah tiba-tiba muncul. “Benar kata Mamamu, sebaiknya kamu kami berikan privasi agar bisa menjalankan pernikahan tanpa campur tangan kami.” Tanpa campur tangan atau memang mau mengusirku? Batin Aliesha geram dalam hati. “Tinggal saja di pavilion belakang, tempat Noah biasanya tidur. Sekarang sudah direnov oleh tukang kita. Kuharap kamu bisa menjadi contoh adikmu agar menjadi sosok mandiri.” Bulls**t. Ayah selalu memenangkan Aurelia. “Mau saya bawa ke bawah saja Nona, barang-barangnya?” karena sekarang sudah lengkap majikannya, dia berani bersuara. Aliesha m
Aurelia tak percaya dengan ide Mamanya. Perhiasan palsu? “Maksud Mama?” “Iya, perhiasan palsu. Terlihat asli tapi itu adalah tiruan. Saat dijual, tak akan bernilai apa-apa. Paling tidak ini akan membuat Aliesha ikut senang dengan pernikahanmu… toh dia tidak akan mengetahuinya.” Mamanya membuka-buka kembali katalog yang diberikan oleh desainer tadi. Sengaja dia meninggalkan beberapa sampel agar mereka bisa melihat-lihat lagi. “Lihatlah. Semua perhiasan mewah ini bisa ditiru agar menyerupai yang asli.” Dia menunjukkan beberapa item yang akan ditirunya. “Makanya Mama tadi meminta desainer lugu tadi untuk meninggalkan katalog private itu di sini.” Aurelia berdecak kagum pada ide Mamanya yang tak pernah habis. “Mama, aku tidak menyangka Mama bisa sehebat ini!” “Untuk mencapai tujuan hidupmu, tak selamanya semua dicapai dengan mudah Aurelia. Perlu otak cerdas dan eksekusi di waktu yang tepat.” Mamanya berpesan. Perjuangannya mendapatkan suami kaya seperti ayah Aliesha patut diacungi
Setelah membereskan pecahan-pecahan gerabah itu, dia masuk kembali ke pavilion.Hatinya masih sakit saat dia terusir dari kamarnya sendiri, sekarang malah ditambah dengan pecahnya pernak-pernik yang dia beli.Tapi ia tak mau larut dalam kesedihan dan menghibur diri dengan mengeksplorasi interiornya.Tak lama setelah dia beres-beres, suaminya yang dua hari tidak pulang, muncul dari balik pintu.“Wah, baru berapa hari aku tidak pulang… kamu sudah menyulap pavilion kecil ini jadi tempat yang nyaman, Aliesha…” Noah memuji dan memberinya sebuah pelukan.Awalnya Aliesha masih risih dengan skinship yang sering dilakukan oleh Noah, akan tetapi lama kelamaan dia terbiasa.Dia ingat pesan salah satu bawahannya dulu, kalau lelaki memang tak jauh-jauh dari urusan itu isi otaknya.“Terima kasih…”“Dan asal kamu tahu, aku paling suka bagian tempat tidurnya. Kamu memberikan sebuah sentuhan warna biru tua yang aku sukai. Itu warna favoritku.”Aliesha semakin merasa melayang ke langit dengan segenap pu
Siapa sangka kalau seorang anak tiri keluarga Martin akan mendapatkan kesempatan untuk menikah secara mewah, sementara anak kandungnya hanya menikah sederhana saja? Noah memandangi dekorasi pernikahan Aurelia sambil sesekali mengecek jika ada yang kurang. Dalam hati, dia merasa kasihan pada istrinya. Meski mereka hanya menikah dalam waktu singkat saja nantinya. “Noah, tolong itu masukkan gulungan kabel yang tadi ke kotak ini.” Perintah salah satu pegawai rumah yang ikut mendekor halaman belakang. Kolam renang besar dan sekelilingnya kini sudah disulap menjadi area untuk wedding party Nona Aurelia, wanita yang paling berbahagia saat ini. “Baik, aku akan pindahkan. Lalu, bagaimana dengan bunga-bunga di depan yang baru diturunkan?” tanya Noah sambil menggulung kabel. “Itu akan jadi urusanku nanti. Kamu bereskan kabel dulu.” Semua orang sibuk dan tak punya banyak waktu. Aurelia bahkan berkali-kali memprotes pihak perancang
“Ada apa, Ma?” Aurelia bertanya pada sang mama yang berubah ekspresinya. “Tidak, itu di belakang kita lagi pada bergosip murahan…” ungkap mamanya. “Pada sirik soalnya kamu bisa menikahi Anthony.” “Biarkan saja, Ma. Aku sudah siap dengan konsekuensi apapun. Bagiku cinta Anthony adalah segalanya. Apalagi dia mau bertanggung jawab pada janinku ini.” Ungkap Aurelia yang masih bahagia layaknya putri raja semalam. “Betul, my baby. Kita harus bersyukur Anthony adalah gentleman yang mau bertanggung jawab.” Mamanya mengelus-elus perut anaknya. Setelah akad nikah selesai, dilanjutkan dengan resepsi yang akan digelar sebentar lagi. Para pelayan nampak sibuk dibantu dengan tim WO yang sejak tadi mengecek untuk memastikan tidak ada kendala teknis apapun. “Noah, kamu sudah memastikan listrik dan semuanya aman?” tanya seorang dari tim. “Sudah, Mas. Saya sudah cek dan pastikan listrik aman sampai nanti malam. Kalaupun ada pemadaman, genset kit
“Aku bisa jelaskan, Honey…” Tangan Soraya, ibu tiri Aliesha, memegangi tangan suaminya yang tampak tegang dan kaku. Dia murka setelah melihat tayangan adegan syur istri dengan mantan calon menantunya. “Itu tidak sengaja, aku dipaksa oleh Eros untuk melayaninya… huhuhu…” dengan air mata buaya, Soraya meyakinkan suaminya. “Aku tidak bisa melawan. Aku dipaksa jika tidak mau memenuhi keinginannya.” Suaminya tak menggubris sementara di luar para tamu undangan satu per satu pulang berpamitan. Beberapa di antaranya tampak terkejut dan ada yang senang karena ini akan menjadi bahan gunjingan di momen arisan sosialita. Gelegar suara suaminya bertitah, “Aku tak mau tahu. Kamu cepat kemasi barangmu dan angkat kaki dari sini…” “Sayang… aku bisa jelaskan. Aku melakukan ini semuanya demi Aliesha.” Alasan terakhir yang dia gunakan adalah anak tirinya. Dia tahu, meski Martin sangat menyayangi dirinya, namun di hatinya ma
“Bukti apa?” Aliesha tentu ingin tahu pada bukti yang dimaksudkan oleh Noah. “Ya, bukti rekaman utuh videonya. Asal kamu tahu, ibu tirimu itu adalah ular berbisa yang tidak bisa dipercaya…” Noah memacu mobilnya hingga mereka telah keluar dari perbatasan kota. “Noah, jangan asal bicara. Dia memang jahat, tapi bisa jadi yang dia katakan itu adalah benar!” Aliesha tak ingin menuduh yang bukan-bukan. Setidaknya, ini menyangkut tentang dirinya juga. “Kamu terlalu naïve dan mudah dibohongi. Kamu tahu? Itu sebabnya kamu selama ini diperdaya oleh keluargamu sendiri…” Kalimat yang diucapkan suaminya itu terdengar sangat menyakitkan. Betapa seseorang yang beberapa minggu lalu masih berstatus sebagai sopir dan menurut padanya, kini berubah menjadi suami dan seseorang yang keras serta dictator. “Terserah apa yang kamu nilai tentangku, yang jelas aku tak akan percaya ucapanmu sebelum aku tahu buktinya.” Ser
Beberapa tahun kemudian..."Aku sungguh bangga kepadamu!" Kakek menepuk pundak cucu kebanggaannya yang telah berhasil membuat perusahaannya menjadi semakin besar dan sukses hingga ke kancah internasional."Terima kasih, Kakek. Ini semua tak lepas dari bantuan Kakek serta Ricky juga." Ucap Noah sambil menepuk bahu sepupunya.Keduanya memang diberikan mandat untuk memegang perusahaan milik McLaren yang tak main-main asetnya kini."Sama-sama..." Ricky nampak tersenyum dan rupanya di sebelahnya sudah ada seorang wanita cantik bertubuh seksi yang menggamit lengannya."Apalagi sejak ada Cassandra, kamu semakin bersemangat bekerja, Ricky. Tidak sia-sia perjuanganku menjodohkanmu dengan dia..." Kakeknya tertawa."Kakek, terima kasih sudah memperkenalkan saya pada Ricky. Dia adalah lelaki terbaik dan sempurna yang pernah saya ketahui..." Cassandra mengucapkannya dengan tulus.Sedangkan Noah masiih nampak diam tak bereaksi saat orang di sekelilingnya menikmati perbicangan. Sudah hampir tiga tah
Masih dengan mulut yang terkunci rapat, Tuan Martin tak bisa merespon."Apa katamu?" Itu saja kalimat yang bisa dia katakan saat tahu Noah meminta maaf padanya.Dosanya terlalu banyak, dia harus memastikan Noah meminta maaf dalam hal apa dulu ini."Iya, saya minta maaf telah menuduh Om Martin sebagai penyebab Ben celaka dalam kematiannya itu. Saya mewakili keluarga meminta maaf yang sebesar-besarnya..." Kata Noah sambil menundukkan kepala.Tuan Martin mengamati pemuda itu. Tak ada unsur yang dibuat-buat apa lagi pura-pura. Dia terlihat sangat serius dan tidak main-main.Ini di luar ekspektasinya, jelas tak mungkin seorang searogan dan sesombong Noah mau merendahkan diri untuk meminta maaf."Aku sudah tak bisa percaya apapun yang keluar dari mulutmu, McLaren!" Bentak Tuan Martin.Anehnya, Noah tak bereaksi frontal meski Tuan Martin sudah memancing amarahnya dan bahkan menghina perilakunya saat meminta maaf begitu."Apa yang harus aku lakukan sehingga Om Martin mempercayaiku?" Noah namp
Noah mendengarkan apa yang dijelaskan oleh pihak kepolisian dengan seksama. Rasanya seperti tak percaya saja dengan apa yang mereka jelaskan.Betapa dia selama ini telah merasa bersalah karena meminjam mobil sepupunya itu sementara mobilnya dikenakan oleh Ben."Tidak ada hal yang mencurigakan selain memang proses perbaikan yang belum selesai." Kata polisi itu mengulangi penjelasannya."Lalu, apa sepupu saya tahu soal mobil yang belum selesai itu?" Noah masih penasaran. "Kata pihak bengkel mobil yang menjalankan pembenahan terhadap mobil itu, korban sudah diberi tahu soal pekerjaan yang belum selesai tapi tetap saja katanya ingin dipakai secepatnya dan dia tak bisa menunggu lebih lama lagi." Jawab polisi itu.Tuan Martin dan Noah saling berpandangan karena merasa saling tuduh satu sama lain. Mertua Ben itu masih mengira kalau Noah sengaja menjebak Ben dengan membiarkan mobil yang masih setengah selesai dikerjakan itu agar dikemudikan oleh menantunya.Padahal jelas-jelas hal itu memba
"Noah, apa yang terjadi?" Aliesha bertanya sambil merangkul sosok di depannya itu.Tangannya gemetar karena membayangkan hal yang tak diinginkan."Cepat jaga Nona Aliesha!" Noah mendengar suara beberapa orang yang berlarian di lantai dua namun dia belum berani membuka pintu."Nona Aliesha, ini kami. Jangan keluar dulu karena di luar masih berbahaya." Rupanya itu adalah pengawal ayahnya."Apa yang terjadi?" Noah bertanya dari balik pintu namun masih menjaga jarak agar tak langsung berada di depan pintu. Khawatir kalau-kalau terjadi hal yang tidak diinginkan."Orang yang dulu disuruh menembak mobilmu, Noah, dia membalas akan menembak Tuan Martin. Tapi beruntunglah tembakan itu meleset dan dia sudah ditembak di tempat oleh pengawal lain..." Jelasnya."Saat kami berdua naik ke atas tadi, dia memang akan melarikan diri ke sini, jadi kami berinisiatif untuk mengamankan Nona Aliesha..." Jawab yang lain."Baik, terima kasih. Kami baik-baik saja. Tolong jaga kami selagi... kami masih di dalam
"Kesalah pahaman bagaimana?" Noah mulai terlihat menegang. Dia tak yakin akan siap dengan apa yang akan dia dengar nanti."Saat itu seingatku memang Tuan Martin sudah mengincarmu..." Bi Lastri masih menunggu reaksi Noah.Jika dia rasa nanti Noah akan bereaksi hiper, maka Bi Lastri akan berhenti bercerita."Mengincar?" Noah bertanya namun terlihat kalau dia masih ingin mendengarkan cerita selanjutnya."Setidaknya itu yang bisa aku ceritakan padamu sekarang..." Bi Lastri masih belum mau menceritakan lebih lanjut.Sepertinya memang ada hal yang masih dia tutup-tutupi. Dia ingin tahu apa yang terjadi sebenarnya."Kumohon ceritakan saja sekarang, Bi. Aku tidak yakin apakah setelah ini kita memiliki waktu atau tidak untuk bertemu." Noah sengaaj menakuti Bi Lastri agar dia memang membuka semua yang ia tahu saat ini juga."Apa maksudmu? Apa setelah ini kamu mau pergi dari sini?" Bi Lastri tentu terkejut."Iya..."Langit yang tadi gelap kini sudah berubah lebih mencekam karena badai yang dira
Noah berjalan keluar dari kamar Aliesha.Pikirannya masih kalut dan berkabut. Antara diri dan nafsunya saling bertarung. Tak seharusnya di saat-saat berkabung begini dia mencari-cari kesempatan untuk mendekati adik iparnya itu."Noah, kamu belum tidur rupanya..." Bi Lastri tampak kaget ketika keluar dari kamar Tuan Martin dan bertemu dengan Noah yang juga baru saja keluar dari kamar Aliesha."Aku? Aku tidak mungkin tidur jam segini. Lagipula Aliesha sudah tertidur jadi aku pikir lebih baik aku keluar dan... sebenarnya aku ingin bicara denganmu!" Kata Noah.Bi Lastri langsung meletakkan telunjuknya di antara dua bibirnya."Sebaiknya jangan di sini. Ayo, kita turun ke bawah saja!"Bi Lastri mengajaknya untuk segera mencari tempat yang lebih privat untuk bicara. Noah tentu saja menurut dan mengikutinya.Setelah mereka sampai di pavilion bawah, Bi Lastri memastikan tidak ada orang yang mengikuti mereka.Lalu dia membuka dan masuk ke dalamnya."Aku sebenarnya ingin mengatakan sesuatu!" Bi
Setelah mendengar permintaan Aliesha untuk membiarkan Noah menemaninya di rumahnya, tentu saja Tuan Martin semakin meradang.Matanya melotot dan menunjuk-nunjuk anak perempuannya itu."Apa maumu? Kamu sudah memasukkan kembali racun dan duri ke dalam rumahku!" Tuan Martin tidak terima.Baginya kalau boleh memilih, hanya Benedict saja yang ia anggap sebagai menantu. Meski dia juga sama-sama berasal dari keluarga musuh bebuyutannya."Aku tidak salah dalam meminta, Ayah. Aku ingin Noah tinggal bersamaku di sini." Aliesha menyeret kopernya dan dibawanya masuk ke dalam dengan susah payah."Noah, kenapa kamu diam saja? Ikuti aku!" Noah hampir tak percaya dengan apa yang baru saja dia saksikan. Baru beberapa detik yang lalu Aliesha seolah menjadi singa yang kepalaran dan hampir mati dengan tak punya tenaga melawan.Kini, tiba-tiba mantan istrinya itu sudah menjelma seperti singa wanita yang pemberani dan siap melawan apapun yang menghadangnya.Noah melihat sekilas wajah Ayah Aliesha yang mas
Aliesha mengaitkan kedua lengannya dan melipatnya di depan dada.Ada rasa berat saat dirinya meninggalkan rumah ini sekarang. Dulu, dia bersikeras ingin segera pergi dari sini dan meneruskan hidupnya di rumah yang berhasil ia bangun dengan mimpinya sambil membesarkan usaha yang dia rintis.Kini, entah sejak kapan rasa memiliki itu mulai muncul.Rasanya berat saat Ben sudah tak ada lagi. Apakah dia masih bisa menyebut sebuah bangunan itu sebagai sebuah rumah? Rasanya tidak saat Ben tak ada lagi di dalamnya.Dan tempat terakhir yang Aliesha rasakan sebagai rumah adalah rumah Kakek, yang dirinya akhrinya terusir juga untuk pergi.Memang tak ada yang abadi di dunia ini.Aliesha tahu itu."Apa kamu baik-baik saja?" Suara Noah yang lagi-lagi membuatnya kembali menjejakkan angannya ke bumi.Wanita berbaju hoodie yang ukurannya oversize itu hanya mengangguk dan sorot matanya kosong.Saat ini, Noah juga sama-sama hancur tapi satu hal yang dia pegang yaitu kalimat Ben yang menitipkan Aliesha se
"Aku tidak mau tahu, suruh perempuan itu pergi dari ini!" Suara kakek menggelegar sehari setelah Ben dimakamkan.Tangannya sampai gemetaran saat mengucapkan hal itu pada pengawal dan beberapa orang pembantunya."Tapi, Tuan..." Itu kalimat yang ingin disampaikan oleh pembantu, tapi tetap saja dia tak berani berkata apa-apa karena majikannya lah yang menggaji setiap bulan.Untuk sementara dia harus berdiam diri dan tidak menyanggah apapun yang diperintahkan oleh sang majikan."Cepat kemasi barang-barangnya dan aku tidak mau melihatnya keluyuran di sini lagi!" Kakek semakin membabi buta dan marah sejadi-jadinya."Ba-baik Tuan, kami akan membawanya pergi dari sini.""Jangan sampai ada satu barangnya yang tertinggal. Aku tidak mau di rumahku bau keringat dan jejaknya tersisa di sini. Cepat lakukan!" Kakek bertitah dan kemudian masuk kembali ke ruang kerjanya untuk menyendiri.Baginya kehilangan Ben seperti kehilangan nyawanya sendiri. Seumur hidupnya, cucu yang satu ini teramat menurut dan