Ervin Aditya POV 2 Minggu, ya 2 Minggu ini aku merasakan kembali rasanya jadi seorang lajang, bujang dan mungkin pertama kalinya menjadi 'duda'. Karena aku dan Luna sudah pisah kamar sejak kami tinggal di rumah pribadinya. Sejak awal aku sudah menduga kalo ini akan terjadi oleh karena itu, aku mengusulkan agar kami menyewa apartemen saja, dengan begitu aku akan tetap sekamar dengannya, berbagi tempat tidur, lemari, kamar mandi dan semuanya. Tapi usulku itu di tolak mentah-mentah oleh Luna, menurut Luna lebih baik uangku ditabung, dan jika sudah mencukupi lebih baik langsung membeli sebuah rumah. Gara gara usulku ditolak olehnya, kini hubunganku dan Luna laksana teman satu kontrakan daripada suami istri. Hubungan kami masih baik, namun tidak ada pelukan, ciuman, apalagi hubungan suami istri. Aku akui aku memang lebih sibuk saat ini dengan kedai kopi yang sudah mulai berjalan, bahkan sesekali aku harus pulang pergi Jogja Bali karena kontrak kerja yang aku tanda tangani dengan agensi
Kaluna POV Malam ini aku mengajak Ervin untuk hadir di acara lamaran Nada dan Juna. Ketika aku sampai di rumah Om dan Tanteku ini, aku melihat Ervin begitu takjub melihat dekorasi lamaran Nada yang sudah seperti orang nikahan ini saking mewahnya. Jika bukan karena aku menikah dengan Ervin secara dadakan, aku yakin dari acara lamaran hingga pernikahan pasti 11-12 dengan Nada dan Juna, apalagi aku seorang Wedding organizer. "Kamu santai saja, Vin. Keluarga aku orangnya nggak kaku." "Aku cuma sedikit minder saja, Lun dan itu manusiawi kalo lihat gimana keluarga kamu yang old money dan ningrat ini." Aku hanya menghela nafas panjang, kemudian aku lingkarkan tanganku di lengan kokoh Ervin. Mau bagaimanapun hubunganku dengan Ervin di depan semua orang aku harus tetap mesra dengannya. Apalagi penampilan Ervin malam ini, aku yakin cukup membuat para wanita meliriknya walau hanya beberapa detik. Ervin malam ini tampil dengan gagahnya menggunakan setelan resminya. Bahkan aku yakin sebagian
Ervin Aditya POV Sejak pulang dari rumah Tante Gendis dan bertemu dengan pria bernama Handi itu, Luna menjadi lebih pendiam dan seperti ada beban yang aku lihat di wajahnya. Bahkan di dalam mobil jika aku tidak mengajaknya untuk mengobrol, Luna lebih memilih untuk pura pura tidur. Ketika kami sampai di rumah, Luna langsung masuk ke rumah dan menuju kamarnya. Dengan perasaan yang sedikit kesal aku mengetuk pintu kamar Luna. Tok.... Tok..... Tok .... "Lun...." Tidak ada jawaban dari Luna, ketika aku coba buka pintu kamarnya, pintu kamar itu terkunci. Shitt!! Aku yakin ada sesuatu tentang Luna dan Handi yang tidak aku ketahui di acara tadi, karena mereka sempat mengobrol berdua cukup lama ketika sesi ramah tamah. Aku kemudian mencoba untuk mengetuk pintu kamar Luna lagi, namun tidak ada jawaban darinya. Dengan berat hati, aku tinggalkan pintu kamar Luna dan kembali ke kamarku. Karena aku masih memiliki pekerjaan untuk mengecek penjualan kedai kopiku hari ini juga stock bahan bah
Kaluna Maharani Atmaji Putri POVAkhirnya aku memilih untuk jujur kepada Ervin malam ini. Karena aku merasa sudah tidak kuat menahan semuanya sendiri apalagi jika mengingat perkataan Handi kepadaku tadi ketika acara lamaran Nada dan Juna. Sebagai wanita yang pernah ia tinggalkan aku sudah memaafkannya, namun bila ia mencoba merendahkan harga diri suamiku yang aku tau pada kenyataannya memiliki kualitas diri lebih baik daripada dirinya sebagai seorang laki laki, aku tidak akan tinggal diam. Aku justru bersyukur karena aku tidak jadi menikahinya. Memang tak ada gading yang tak retak dan aku pun menyadari kekurangan Ervin itu hanya satu, masa lalunya. Masa lalu yang mungkin tidak semua orang bisa menerimanya dengan ikhlas, tanpa menghujat apalagi berpikiran miring tentang dirinya.Aku kira Ervin akan sakit hati dan memilih meninggalkan diriku yang jelas jelas tidak secantik Retno. Bahkan Retno mungkin akan rela membayarnya berapapun yang Ervin mau. Aku harus membuat diriku untuk tetap bi
Ervin Aditya POV Pukul sebelas aku dan Luna telah sampai di depan salah satu ruang ICU rumah sakit swasta besar di Jakarta. Di dalam ruangan itu, bisa aku lihat sudah banyak alat yang di pasang di badan ibuku yang aku tidak tau fungsinya untuk apa. Di depanku, duduk Jani yang sudah tertunduk lesu, sedangkan Ranu ia titipkan kepada tetangga, karena tidak mungkin mengajak Ranu ke rumah sakit. "Jan," sapaku ketika melihat Jani begitu tertunduk diam. "Iya, Mas," kini Jani menatapku dan mata Jani sudah merah bekas menangis sejak semalam. "Kamu pulang saja. Biar Mas sama Mbak Luna yang di sini." Jani menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, "nggak, Mas. Aku mau nungguin ibu. Bayu sudah aku telepon dan dia baru bisa dapat cutinya besok." "Kasian Ranu kalo kamu tinggal kelamaan. Nanti kalo ada apa-apa Mas telepon kamu," Aku masih berupaya membujuk Jani agar ia mau pulang. Bagaimanapun, aku takut jika Ranu terlalu lama di titipkan apalagi Jani seorang ibu menyusui yang mungkin keadaann
Kaluna Maharani Atmaji Putri POV Pagi ini aku membuka mataku lebih dulu daripada Ervin yang tidur di sebelahku. Aku masih merasakan pelukan tangan Ervin di pinggangku dan dada Ervin yang menempel pada punggungku. Sungguh aku tidak tega membangunkannya, apalagi setelah hampir seminggu ini adalah hari yang berat baginya. Namun bila aku merubah posisiku aku yakin Ervin akan bangun seperti biasanya. Untuk kali ini aku akan diam di posisiku hingga Ervin bangun dari tidurnya. Cupp.... Aku merasakan sebuah ciuman mendarat di keningku, aku hanya tersenyum kecil ketika mengetahui Ervin telah bangun dari tidurnya. "Good morning sweet heart." "Morning," sapaku pada Ervin, kemudian aku membalikkan badanku menghadap Ervin dan aku pegang pipinya. "Kamu tumben bangun lebih dulu dari aku?" Aku hanya meringis mendengar kata kata Ervin barusan. Karena sejujurnya aku bangun karena aku merasa tidak enak badan setelah seminggu ini aku di gempur dengan aktivitas yang amat sangat padat. "Bangun, sho
Ervin Aditya Pov Setelah Jani memberikan buku hitam itu kepadaku, aku langsung membawanya ke kamar dan aku buka buku itu. Ketika aku buka buku itu, di halaman pertama aku menemukan sebuah foto lama ibu dengan seorang pria asing yang wajahnya mirip sekali denganku. Aku balikkan foto itu dan terdapat tulisan tangan yang mulai usang. To : Farida Thank you for loving me. I will always love you till die end. From Your Love, Eric West. Rasanya jantungku seperti tertindas buldozer. Aku merasakan semua oksigen sudah di tarik dari dalam paru paruku. Sehingga aku merasa sesak nafas karenanya. Pelan-pelan aku buka halaman demi halaman buku milik ibu yang setiap lembarnya seperti sebuah letupan letupan kembang api, walau mengagetkan, namun ada yang bisa membuatku bahagia karena pada kenyataannya aku bukanlah seorang anak haram seperti apa yang dikatakan oleh orang orang. Ayah kandungku menikahi ibuku di Bali secara siri, kakekku sendirilah yang menikahkannya. Karena sejak ibu lulus SMA, ibu
Kaluna POV Senin pagi aku akhirnya mengikuti keinginan Ervin untuk menemaninya ke notaris bersama Jani. Aku harus menghela nafasku dan menyingkirkan kemarahanku pada Ervin selama dua hari ini. Sejak Jani mengajak ke notaris, Ervin terus terusan memaksaku untuk mau menjadi pemilik baru atas rumah almarhumah ibu. Apalagi jika mengingat pembicaraan kami semalam. "Lun, besok kamu saja yang jadi atas nama buat rumah ini." "Ini kan rumah ibu yang di kasih ke kamu. Kok malah aku yang jadi atas namanya, Vin?" "Kamu kan istriku. Harta suami adalah harta istri. Jadi lebih baik diatas namakan kamu saja." "Nggak Vin. Aku nggak mau. Soalnya ini rumah kamu." "Lun, semua yang aku punya itu punya kamu. Sampai kapan pun semua aset yang aku miliki dan akan aku beli dengan nama kamu. Bukan nama aku." "Kenapa gitu?" tanyaku heran, sambil mulai merebahkan diri di ranjang. "Kalo aku macam-macam di dalam pernikahan kita, kamu sama anak kita besok tetap akan memiliki semuanya yang aku miliki dan aku
Kaluna Maharani Atmaji Putri POV Pagi ini aku bangun dengan badan yang lebih segar. Aku renggangkan kedua tanganku ke atas sambil pelan-pelan membuka mataku. Saat kedua mataku terbuka, aku menoleh ke sisi samping sebelah kiriku dan tidak aku temukan keberadaan Ervin di sana. Mataku langsung membelalak lebar. Pantas saja aku bisa bangun siang tanpa ada yang membangunkanku.Tanpa banyak bermalas-malasan di atas kasur, aku segera bangun dari atas ranjang. Sambil berjalan menuju ke arah kamar mandi, aku yg memanggil-manggil Ervin. "Vin.... Ervin.... Where are you?"Tidak ada tanggapan dari Ervin yang sama saja artinya dengan dia tidak ada di kamar ini. Rasa penasaran mulai muncul di dalam hatiku. Kini setelah aku selesai mencuci muka dan menggosok gigi, aku keluar dari dalam kamar. Sebelum keluar dari kamar, aku mengganti pakaian yang aku kenakan dengan kaos oblong berwarna putih yang oversize dan hotpants berwarna hitam polos. Selesai berganti pakaian, aku mencoba mencari Ervin di seki
Ervin Aditya POVSepertinya hidup memang tidak akan pernah lengkap tanpa adanya masalah yang hadir di dalamnya. Begitupula dengan kehidupan rumah tanggaku dan Luna. Aku bersyukur karena kehidupan rumah tangga kami berjalan lancar walau sesekali kami sering berbeda pandangan serta pendapat. Selama ini kami masih bisa menyelesaikan semua itu berdua dengan kepala dingin. Cobaan rumah tangga kami justru datang dari keluarga serta orang-orang disekitar kami. Mulai dari Papa Risnawan yang memutuskan menikah lagi, hingga aku harus berusaha membuat Luna tetap tegar menghadapi semua ini dan seperti informasi yang baru saja Jani kirimkan kepadaku.Jani : Mas, aku sudah enggak kuat rasanya. Mau nangis sekarang tapi air mataku sudah habis. Aku mengernyitkan kening ketika membaca pesan dari Jani malam ini. Selama ini aku berusaha untuk tidak pernah mencampuri rumah tangga Jani serta Bayu. Terlebih mereka sudah tinggal bersama sejak ibu meninggal dunia beberapa tahun lalu. Aku berpikir jika mereka
Kaluna Maharani Atmaji Putri POV"Kita pulang yuk, Vin?" Ajakku kepada Ervin setelah rasanya kami sudah cukup lama berada di warung ini. "Masa langsung pulang sih, Lun. Kita jalan-jalan dulu lah mumpung masih di Bali.""Mau nyari apa lagi? Makan? Udah kenyang. Baju? Di lemari sudah banyak.""Ya pingin aja gitu jalan-jalan kaya orang pacaran."Nasib, oh, nasib....Beginilah jika punya pasangan seperti Ervin yang tidak bisa diajak duduk santai di rumah setiap kali sedang berlibur. Ervin adalah tipikal orang yang tidak akan menyia-nyiakan waktu untuk duduk di dalam villa atau hotel saja. Hanya sekali ia begitu sulit diajak jalan-jalan ketika kami berlibur berdua. Itu adalah ketika kami honeymoon ke Austria. "Ingat, buntut sudah ada satu, Vin. Aku aja rasanya kangen banget sama Eric.""Sama, Lun. Tapi kita memang butuh waktu untuk berdua dan menikmati kehadiran satu sama lain tanpa ada pengganggu. Jangan sampai kita kalah sama Papa dan Lolanya Eric."Aku tertawa di hadapan Ervin. Ya, te
Ervin Aditya POVMisi untuk mengajak Luna menikmati waktu kami berdua di Bali cukup sukses aku lakukan. Apalagi sejak sampai di Bali kami langsung aktif bersilaturahmi di atas ranjang. Tidak hanya di atas ranjang seluruhnya juga sih, lebih tepatnya kami melakukannya di seluruh penjuru kamar sejak siang sampai sore hari. Bahkan matahari yang mulai pulang ke peraduannya pun bisa aku lihat dari jendela kamar ini. Saat aku menoleh ke arah Luna, aku bisa melihatnya yang sudah tidur dengan mulut sedikit terbuka. Mulutnya bahkan telah membaut aliran air terjun hingga membentuk gugusan pulau baru di atas bantal yang ia tiduri. Aku tersenyum saat melihatnya. Sepertinya istriku cukup lelah dengan aktivitas bercinta kami berdua sejak sampai di villa ini. Kini aku memilih untuk bangun dari ranjang dan membiarkan Luna untuk menikmati waktu istirahatnya. Aku berjalan menuju ke kamar mandi dan melakukan mandi junub. Sudah saatnya melakukan kewajibanku di dunia ini sebagai seorang umat dari Tuhan.
Kaluna Maharani Atmaji Putri POVAku kembali menginjakkan kakiku siang ini di Bandara Ngurah Rai, Denpasar bersama Ervin. Ya, hari ini kami langsung terbang ke pulau Dewata ini sekedar untuk merasakan liburan kami berdua lagi tanpa kehadiran Eric. Tentu saja Eric kami titipkan kepada Mamaku. Walau sebenarnya aku paling tidak tega menitipkan Eric kepada Mama, namun Mama terlebih Eric terlihat senang-senang saja. Tentu saja Eric senang, apalagi Mama terlalu memanjakan dirinya sebagai seorang cucu tunggal."Hari ini rencananya kita mau ke mana, Lun?""Terserah kamu saja, Vin.""Jangan gitu dong, Lun. Soalnya aku paling enggak bisa kalo kamu bilang terserah. Nanti seenak udel aku bikin jadwal, kamu cemberut."Aku tersenyum ke arahnya dan aku gelengkan kepalaku."Enggak, tenang aja. Tapi aku rasa kita lebih baik pulang dulu ke villa-ku yang ada di Canggu."Aku tahu wajah Ervin tampak tidak bersemangat karena sebenarnya dirinya yang sudah membuatkan aku sebuah villa di Bali dengan hasil ker
Ervin Aditya POVAku sengaja mengajak Luna menuju ke kamar kami yang ada di lantai empat. Bukan tanpa alasan aku mengajaknya ke kamar. Tentu saja itu harus aku lakukan karena aku memiliki hal-hal yang sangat privasi untuk dibicarakan sedangkan tadi kami tidak memiliki tempat yang layak untuk melakukan itu. Saat kami sudah berada di dalam kamar hotel, Luna memilih untuk duduk di pinggiran ranjang berukuran king yang ada di dalam kamar kami. Aku memilih duduk di sampingnya. Saat aku duduk di sampingnya, Luna sudah menatapku dengan tatapan lembutnya. "Ada apa, Vin?""Enggak, cuma pingin ngobrol sama kamu aja."Luna mengernyitkan keningnya. Aku tahu jika aku terdengar sangat absurd dan konyol saat ini namun aku berusaha untuk mengabaikannya. "Ngobrolin apa?""Ngobrolin tentang ketakutan kamu ketika aku melihat gown yang dipakai sama Kimaya tadi."Aku melihat Luna terdiam, kemungkinan ia tidak menyangka jika aku bisa tahu tentang isi hatinya. Tentu saja aku bisa tahu, lebih dari lima t
Kaluna Maharani Atmaji Putri POVHari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Hari ini adalah hari resepsi pernikahan Kimaya dengan Papa akan digelar. Tidak ada keluarga besar dari Mama yang mendapatkan undangan satu pun. Namun lucunya Kimaya justru meminta Mama untuk hadir di acara ini. Aku kira Mama akan menolaknya, ternyata aku salah, yang ada Mama justru menyanggupi untuk datang ke acara ini. Entahlah, aku sedikit tidak paham dengan jalan pikiran Mama ini. Kini aku memilih duduk di sofa yang ada di dalam kamar hotel tempat Mama menginap. Aku perhatikan wajah Mama yang tampak sudah bisa tersenyum kembali. Tidak seperti awal-awal ketika menerima kabar jika Papa akan menikah dengan Kimaya. "Lun, kenapa kamu diam aja? Kamu lagi ada masalah sama Ervin?""Enggak, Ma. Aku baik-baik aja sama Ervin.""Terus kenapa kamu diam saja seperti itu? Muka kamu kelihatan mirip orang yang lagi banyak masalah hidup."Aku tersenyum kecil dan menggelengkan kepalaku pelan. Mama masih diam dan menunggu
Ervin Aditya POV"Papa...," Suara teriakan Eric memanggil namaku membuatku tersenyum lebar. Cepat-cepat aku turun dari mobil Mama Kartika diikuti Luna setelahnya. Saat Eric sampai di dekatku dan langsung mendekap tubuhku, itu membuatku merasa terharu. Dari semua panggilan yang pernah aku terima, bagiku panggilan paling membuatku bahagia adalah panggilan dari Eric. Ia yang memanggil diriku dengan sebutan Papa merupakan panggilan yang paling indah di telingaku. Saat Eric mengurai pelukannya kepadaku, aku membungkuk untuk mengangkatnya. Saat ia sudah ada dalam gendonganku lalu menghujaniku dengan kecupan-kecupan kecilnya, aku memilih memejamkan mataku sambil tertawa kecil karena aku sedikit merasa geli. "Ric, biarin Papa masuk dulu." Suara Mama Kartika membuat Eric berhenti menghujaniku dengan kecupan-kecupan kecilnya. Saat aku membuka mataku, di hadapanku sudah ada Luna yang sedang memberi salam kepada Mamanya. Setelah ia selesai memberi salam kepada Mama Kartika, Luna membalikkan tu
Kaluna Maharani Atmaji Putri POVHari ini aku belum bisa pulang ke Jogja walau aku sudah ingin memeluk Eric kembali. Walau Ervin mengatakan jika ia juga merasakan hal yang sama denganku, namun aku tidak percaya dengan kata-katanya begitu saja. Kenyataanya semalam dia mengajakku bercinta kembali hanya karena tidak bisa tidur dan rindu untuk memeluk anaknya. Sungguh tidak nyambung, tapi aku tidak mau berdebat dengan dirinya. Mau tidak mau jika suami sudah meminta jatah nafkah batinnya, aku pun harus siap untuk melayaninya. Selain itu juga aku selalu berharap jika aku tak pernah menolaknya, maka itu akan memperkecil kemungkinan Ervin melakukan perelingkuhan dengan wanita lain di luar rumah. Walau pada kenyataannya pilihan untuk berselingkuh atau tetap setia kepada pasangan adalah pilihan yang bisa diambil orang itu sendiri. Bagiku tidak ada perselingkuhan itu karena khilaf. Tentu saja orang yang melakukan perselingkuhan sudah sadar serta tahu jika apa yang dirinya lakukan adalah salah d