Klik'Lampu menyala lagi dan …-"Pak Maxim?" Aayara mengerutkan kening, menatap ke arah suaminya dengan raut bingung bercampur terheran-heran. Maxim terlihat duduk di sebuah sofa dalam kamar mereka. Yeah, ini kamar,, dan mungkin karena panik Aayara tak bisa menebak kemana seseorang tadi membawanya. Suaminya tersebut duduk bossy di sopa, bersedekap sembari menatap datar ke arah Aayara. Entah apa tujuan Maxim melakukan hal tadi pada Aayara. Intinya Aayara panik bercampur takut. Harusnya dia bisa menebak siapa yang menyeretnya kemari. Biasanya Aayara bisa menebak aroma Maxim yang pekat, khas dan tercium dari jarak yang lumayan jauh. Namun, mungkin karena terlalu panik Aayara tidak fokus dan tidak kepikiran untuk mengendus aroma serta mencurigai Maxim. Ini semua disebabkan dua faktor. Pertama, ketika Maxim melakukan hal serupa seperti ini pada Aayara dahulu. Kedua, Aayara masih belum melupakan kejadian keji yang menimpanya beberapa hari lalu. Mengenai Hendra! "Kemari," panggil Maxim d
"Bermain true or dare.""Hah?!" bengong Aayara dengan air muka kaget bercampur gugup. Untuk apa Maxim mengajaknya bermain TOD?Hal mengejutkan kembali Aayara rasakan ketika Maxim mengeluarkan dua buah gelas yang diletakkan di atas meja. Kemudian dia membuka tutup botol minuman tadi lalu menuangnya ke dalam kedua gelas, hingga penuh. Satu gelas Maxim letakkan di depan Aayara. "Minum," ucap Maxim– membuat Aayara membelalak terkejut, reflek menggelengkan kepala secara kuat. "Aku tidak mau, Pak. I-- ini minuman yang mengandung alkohol," tolak Aayara, menutup mulut dan hidung karena tak tahan dengan aroma dari minuman yang Maxim letakkan di depannya. "Kau tidak punya pilihan selain meminumnya." Maxim berucap pelan, menatap nyalang dan menyala penuh intimidasi ke arah Aayara. "Silahkan minum," lanjutnya dengan nada arrogant dan bossy, tak menerima penolakan atau bantahan. Aayara kembali menggelengkan kepala. "Aku tidak bisa, Pak Maxim. Ak--aku tidak pernah mengonsumsi minuman yang menga
"Bercinta denganku.""Apa?!" kaget Aayara dengan mata membelalak lebar. Dia menatap cengang bercampur tak percaya pada suaminya tersebut. Dia menggelengkan kepala dengan cepat, menolak dare dari Maxim. Itu sangat gila! "Aku tidak mau," ucap Aayara gugup bercampur merinding disko. "Kau baru mengatakan jika kau suka bercinta denganku." Maxim berdecis geli, meneguk kembali vodka-nya sembari menatap penuh makna ke arah Aayara yang terlihat memucat dan menegang. Cute! Senang bisa menjebak perempuan naif satu ini. "I--iya. Tapi kan … aku--aku ingin ke bawah, Pak? Jadi tidak mungkin kita melakukannya sekarang," ucap Aayara, sangat berhati-hati agar tak menyinggung perasaan suaminya tersebut. "Kau ingin menemui mereka dalam keadaan seperti ini?" "Memangnya aku kenapa, Pak?" "Mengonsumsi alkohol dan mabuk," jawab Maxim sembari tersenyum manis. Aayara reflek mencium aroma tubuhnya, men cek apakah dia beraroma alkohol. Setelah itu dia juga mencek aroma napasnya. "Ini beraroma alkohol,
"Orang-orang di keluarga Pak Maxim baik semua yah," celutuk Jenny pada Aayara yang saat ini sudah di kantor dan sedang sibuk dengan pekerjaan mereka. "Pak Maxim dan Pak Rafael seperti kembar. Mereka sangat kompak sekali," tambahnya yang mendapat anggukan senang dari Aayara. "Aku sebenarnya juga ingin membahas keseruan kemarin. Tapi teman-teman, coba kalian buka grup Jurusan," timpal Yusuf tiba-tiba. Aayara dan Jenny buru-buru membuka handphone masing-masing untuk men cek grup per jurusan. "Hah? Gila bener kalau habis magang kita langsung KKN. AJG, ini namanya suka-suka kampus!" kesal Jenny, sudah membentur-benturkan kepala ke meja. Siapa yang tak frustasi ketika membaca info begini? Magang saja rasanya sudah seperti membunuh Jenny, lalu ditambah mereka langsung KKN? "Yeaaah … minimal istirahat kan yah selama beberapa Minggu. Jangan langsung KKN dong!" frustasi Jenny kembali. Sedangkan Aayara, dia memucat sendiri dengan jantung yang berdebar kencang. KKN? Dia punya dua pilihan, p
Setelah berbicara dan mengobrol banyak hal, Kevin dan Aayara memutuskan untuk kembali ke kantor. Lagipula Maxim sudah menghubungi Kevin, meminta agar kepercayaannya tersebut untuk segera membawa Aayara kembali ke kantor. Pada dasarnya Maxim possessive dan cemburu. Dia hanya menahan diri, mengingat jika Kevin butuh waktu untuk bisa berbicara hal penting pada adiknya sendiri. "Itu Jenner, Kak," ucap Aayara tiba-tiba, menunjuk ke arah bawah, ke arah seorang perempuan yang memakai topi dan juga kaca mata. Kevin mengerutkan kening, menoleh ke arah yang Aayara lihat. Hell! Bagaimana bisa Aayara melihat dan menemukan seseorang dari jarak jauh begini dan di antara kerumunan banyak orang?! Belum sempat Kevin menemukan di mana letak Jenner di antara kerumunan itu, Aayara kembali menyeru dan menunjuk seseorang lagi. "Itu Kak Serena dan Kak Aesya.""Di mana kau melihatnya?" celutuk Kevin, menajamkan penglihatannya dan berusaha mencari Serena atau Aesya dari lantai ini. Mereka berada di lantai
"Bagaimana jika aku tidak bisa hamil lagi, Rafael?" tanya Serena dengan nada sedih dan pelan. Selama satu minggu dia dirawat di rumah sakit, dan baru hari ini dia diperbolehkan untuk pulang. Serena sudah tahu jika Jenner yang telah mendorong dirinya saat di mall kemarin. Jujur saja, dia sangat membenci wanita itu untuk sekarang. Tidak! Bukan hanya sekedar membenci, tetapi sampai ditahap di mana Serena ingin menghabisinya dengan tangannya sendiri. Serena memiliki dendam pada wanita itu! Selama ini, ketika Jenner berusaha merebut Rafael darinya– entah sebelum menikah hingga sampai sekarang, Serena tidak pernah membalas perbuatan buruk wanita itu padanya. Serena memilih tabah dan sabar, mempercayai cinta Rafael padanya. Namun, sekarang wanita itu kelewatan batas. Anak dalam perut Serena-- kenapa harus bayinya?! Sayangnya, Jenner menghilang. Wanita itu kabur ke luar negeri, dia tahu jika dia telah ketahuan sebagai pelaku kecelakaan yang menimpa Serena dan membuatnya mengalami keguguran
Bug'Tanpa sengaja Aayara menabrak punggung suaminya. Maxim yang berjalan di depannya tiba-tiba saja berhenti melangkah, itu membuat Aayara yang tidak fokus menabrak punggung Maxim. Maxim menoleh dan berbalik memutar untuk menghadap Rachel, di mana istrinya tersebut terlihat mengelus kening dengan kuat. "Kau sedang apa?" tanya Maxim, menaikkan sebelah alis dengan menatap bingung bercampur aneh pada Aayara. Namun, raut bingungnya tersebut bisa ia sembunyikan di balik wajahnya yang flat. "Aku …." Aayara menoleh ke sana kemari, menyiapkan diri dan mengumpulkan keberanian untuk menanyakan apakah Maxim ingin mandi atau ingin istirahat lebih dulu. Karena ini pertama kali baginya, jadi Aayara tidak langsung lugas dan bisa. "Aku ingin izin mengikuti kegiatan KKN yang akan diadakan oleh kampus bulan depan, Pak," ucap Aayara, merutuki dirinya yang bodoh dan ceroboh. Cik, bukan ini yang ingin ia sampaikan pada Maxim. Tapi sudahlah. Dia memang bodoh! "Itu salah satu syarat lulus bagi mahasis
"Aku cuma ingin berterimakasih sama kamu, Aayara," ucap Serena tersenyum tipis ke arah Aayara yang saat ini terlihat gugup. "Mungkin keadaan Kakak bisa lebih buruk jika kamu tidak datang menyelamatkan Kakak," tambah Serena. Dia ingat sekali kejadian itu, di mana dia terjatuh dan berguling hingga ke tengah tangga eskalator yang terus berjalan. Semua orang kaget dan terlhat ketakutan, termasuk Aesya yang mematung karena syok. Serena kesakitan, darah mengalir dari bawah sana, dan tangga terus berjalan. Serena sudah pasrah jika hal buruk lainnya menimpa dirinya. Namun, saat perasaan putus asah dalam dirinya menyelimuti dan sudah pasrah jika mungkin tubuhnya terjepit dipangkal eskalator yang semakin dekat, tiba-tiba saja Aayara muncul–berlari secepat mungkin ke arahnya dan menolongnya. Aesya juga datang, eskalator mati, lalu disusul oleh orang-orang yang ikut membantunya. Aayara sangat berani, tak mengenal yang namanya resiko dan bahaya. "Sama-sama, Kak." Aayara menganggukkan kepala s