Ada beberapa proses neurokimia yang terjadi bila seseorang sedang jatuh cinta. Di antaranya adalah, tubuh akan melepaskan beberapa hormon yang berkaitan dengan keseimbangan emosi dan juga rasa bahagia. Banyak yang beranggapan bahwa semua aktivitas yang menyebabkan rasa ketertarikan, jatuh cinta atau kasih sayang adalah sesuatu yang berasal dari hati. Namun faktanya, otak manusia-lah yang bertanggung jawab atas seluruh reaksi emosi tersebut.Dan bila berbicara tentang cinta, rasanya mustahil bagi Nevano jika tak menyangkut-pautkannya dengan logika. Hanya saja untuk saat ini, entah mengapa logika pemuda itu seperti sedang tidak berjalan. Lagipula, pepatah mengatakan bahwa cinta bukanlah sesuatu yang memerlukan logika, bukan? Cinta itu buta. Tidak ada yang pernah tahu atau bisa memilih kepada siapa ia akan dan harus jatuh cinta.Jadi jelas sejauh apapun nalar, otak, insting serta hormon kimiawi bekerja, urusan jatuh cinta tetaplah menjadi misteri yang tak bisa ditebak."Zora ...," bisik
"Selamat pagi, Tuan Rafianto!" sambut para pelayan begitu Rafianto menjejakkan kaki ke dalam istana megahnya setelah baru saja pulang dari perjalanan bisnisnya di Jepang.Sambil menatap sekilas para pelayan yang menyambut, pria berusia 55 tahun itu berjalan tegap menyusuri lorong yang membawanya ke tangga utama yang terletak di ruang tengah."Sudah pulang, Mas?" sapa Kinanti yang kebetulan baru saja turun dari lantai dua. Wanita itu serta-merta menyambut kedatangan suaminya dengan semringah. "Aku kira Mas sampe di Jakarta sore nanti.""Penerbangannya dipercepat. Lagipula urusan di sana juga sudah selesai," sahut Rafianto sementara Kinanti mencium tangannya sebagai tanda hormat. Pria itu menatap istrinya yang tampak rapi dalam balutan dress formal dengan dahi berkerut. "Apa kamu mau pergi ke suatu tempat?""Iya, Mas. Istri Tuan Raharja mengajak makan siang hari ini bersama ibu-ibu lain. Kebetulan dia mengundang aku untuk datang, jadi tidak enak rasanya kalau tidak ikut.""Kamu yakin ak
"Aku mencintaimu."Kalimat romantis yang terucap dari bibir sang aktor yang dramanya sedang Zora tonton saat ini, membuat perut gadis itu bergejolak. Nyaris saja Zora tersedak makanan yang baru ia telan detik sebelumnya jika tak cepat-cepat meneguk air putih di dekatnya."Kakak kenapa?" tegur Zia yang diam-diam memerhatikan tingkah aneh sang kakak dari atas brankar."Hmm?" Zora menoleh. Tangannya dengan cepat menekan tombol pause pada layar ponsel, lalu menggeleng. "Nggak papa. Cuma lagi nonton drakor, tapi dialog-nya cringe banget.""Drakor apaan, Kak?""Apa sih itu judulnya, lupa. Drakor yang lagi booming di sosmed. Katanya seru.""Oh, yang cerita CEO bucin itu ya, Kak?"Zora meringis. "Iya, yang itu. Kok kamu tahu?""Tahu dong. Kalo soal Korea, aku nggak bakal ketinggalan."Zora berdecak. "Korea mulu kamu."Zia terkekeh. "Tumben Kakak nonton drakor. Biasanya jarang-jarang.""Ya, lagi pengen aja," sahut Zora seraya melanjutkan makannya kembali. Namun, ia memilih berhenti untuk menon
"Apa dokter sudah menikah?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut seorang pasien lansia yang sedang Levi kunjungi.Namanya Nyonya Kusuma. Berusia 64 tahun. Pasien VIP yang menderita Penyakit Jantung Koroner atau istilah medisnya disebut Coronary Heart Disease (CDH). Pasien ini minggu lalu menjalani operasi bypass jantung atau Coronary Artery Bypass Grafting (CABG), yaitu prosedur bedah yang dilakukan akibat penumpukan plak dalam pembuluh darah yang menyebabkan arteri koroner menyempit sehingga membatasi aliran darah ke jantung.Saat ini Levi sedang memantau perkembangan kondisi Nyonya Kusuma pasca operasi. Kendati operasi bypass diyakini bisa memperpanjang usia pasien. Namun, prosedur bedah ini juga dapat menimbulkan beberapa risiko komplikasi."Apa ada keluhan hari ini, Nyonya?" tanya Levi mengabaikan pertanyaan bernada humor sang pasien, seraya menatap rekam medis yang ia pegang dengan saksama.Sebenarnya hari Minggu adalah jadwal Levi libur, tetapi ia lebih memilih untuk b
💫"Jadi ini tempatnya?" tanya Nevano seraya menghentikan mobil di depan sebuah restoran bercat putih yang terletak di sudut kota.Zora mengangguk. "Iya, di sini."Nevano menatap sekali lagi bangunan yang di kelilingi dinding kaca tersebut dengan tidak yakin. "Tenang aja. Restoran ini beneran enak." Zora yang memerhatikan ekspresi ragu di wajah Nevano buru-buru berkata."Kamu yakin ini bakalan berhasil?" Nevano kali ini menatap Zora. Nada suaranya masih terdengar sangsi.Saat di perjalanan menuju tempat meeting mereka bersama calon investor tersebut, Zora mendadak memberikan usul dan meminta Nevano mengubah tempat meeting mereka ke restoran lain. Zora bilang, sebaiknya memperkenalkan product baru perusahaan dengan cara yang lebih persuasif dan inilah ide yang terpikirkan oleh gadis itu."Iya. Karena kupikir kalau kita cuma mengajukan proposal dan mengenalkan product hanya sebatas presentasi, rasanya itu terlalu biasa. Peluangnya pun masih fifty-fifty. Jadi ada baiknya kita juga menge
Pernah mendengar tentang benang merah takdir?Konon katanya, di jari kelingking setiap manusia terdapat benang merah tak kasat mata yang terhubung dengan jodohnya. Legenda ini bernama Unmei no Akai Ito dalam kepercayaan Jepang yang sebetulnya berasal dari Cina. Menurut legenda tersebut, Dewa mengaitkan benang merah di setiap jari para kekasih sejati agar suatu saat nanti pasangan itu dapat bertemu dan saling jatuh cinta.Benang itu bisa saja menjadi sangat panjang atau mungkin kusut karena beberapa hal. Namun, tidak peduli seberapa jauh jarak, seberapa banyak problematika menerpa, seberapa dalam perbedaan yang membentang, mereka yang telah terikat benang merah tetap akan dipertemukan oleh takdir dan takkan ada yang bisa memutus benang itu, kecuali maut.Dan dari semua hal yang terjadi dalam kehidupan seorang Zora Kaureen, bila memang legenda itu benar. Mungkin benang merah yang mengikat jari kelingking Zora tidak hanya terhubung pada satu orang, melainkan dua orang, yaitu Nevano dan j
"Zo-ra?" Suara itu menyentakkan pikiran Zora yang sejak tadi tertegun memandang Levi di hadapannya. Gadis itu mengerjap, lalu mengembuskan napas yang rasanya sudah sejak tadi ia tahan. Levi pun masih bereaksi terkejut yang sama. Kendati pemuda itu akhirnya berhasil mengucapkan namanya dengan terbata. Ada sorot kerinduan yang terpancar dari netra hitam Levi. Pemuda itu memang sudah beberapa hari ini ingin sekali menemui Zora. Namun, ia belum memiliki waktu luang. "Kak Levi kenal sama dia?" Evelina seketika bertanya penasaran. Ia menatap Levi dan Zora secara bergantian dengan kedua alis terangkat. Namun, sebelum Zora maupun Levi sempat menjawab, tiba-tiba Nevano datang dan mengatakan sesuatu yang membuat jantung Levi mencelos sampai ke dasar perutnya. "Sayang, kayaknya meeting kita sama calon investor itu hari ini batal, soalnya mereka tadi telepon dan bilang lagi ada trouble. Mereka minta meeting-nya diundur." Pemuda itu menghampiri meja mereka dan mendudukkan diri di sebelah Zora
Seorang pelayan secara hati-hati menyusun satu demi satu piring berisi makanan serta minuman di atas meja. Hanya Evelina yang tampak begitu antusias, sementara yang lain cuma diam memandangi sajian makanan di atas piring masing-masing. "Kak Levi bener, rasa mienya memang enak," komentar Evelina ketika ia sudah mencicipinya sesendok. Levi cuma membalas dengan tersenyum. Tak ada lagi yang bicara setelah itu. Zora merasa seperti menelan butiran pasir setiap kali ia mencoba memakan mie tersebut. Sementara Nevano nyaris tak menyentuh makanannya sama sekali. Pemuda itu sejujurnya sudah kehilangan selera makan sejak kehadiran Levi di sini, apalagi mengingat fakta bahwa mie sagu merupakan makanan bersejarah bagi Levi dan Zora. Rasanya ia ingin sekali membalik meja di hadapan mereka. "Oh ya, Kak Levi sama Kak Zora pernah satu sekolah, 'kan?" Tiba-tiba suara Evelina kembali terdengar. Ia mengaduk-aduk mie di hadapan dan menatap kedua orang itu bergantian. "Apa kalian berdua pernah makan be
"Bagaimana kalau kita mencoba mengenalkan new product kita dengan mengusung tema healthy, smarty and friendly?" usul Zora saat Tim Perencanaan, Tim Marketing dan Tim Produksi meeting bersama untuk ke sekian kali di Rabu pagi hari itu.Meeting kali ini dilakukan untuk membahas pengembangan desain serta penyempurnaan uji coba new product yang sebentar lagi akan dirilis ke pasaran."Healthy, smarty and friendly?" ulang Tami, salah satu staff Divisi Marketing, yang duduk tak jauh dari Zora. Ia terlihat menimbang-nimbang usul tersebut.Zora menatap ke arah wanita berambut hitam legam itu dan mengangguk. "Iya, karena dari product concept yang sudah kita kembangkan, tema ini yang paling cocok. Terutama untuk mie sagu.""Bisa dijelaskan lebih rinci?" pinta staff yang lain."Oke." Zora bangkit dari duduknya, sementara rekan-rekannya di Tim Perencanaan menatap gadis itu takjub. Ya, selama meeting berlangsung, mereka tak menyangka Zora begitu antusias memberikan banyak ide ajaib yang amat sangat
RING DING DONG!RING DING DONG!Suara dering alarm dari jam weker digital di atas nakas terdengar beberapa kali berdering. Pemuda di balik selimut itu perlahan-lahan mengulurkan tangan ke atas nakas untuk mematikannya. Namun, karena tak berhati-hati ia malah menjatuhkan benda berbentuk segi empat itu hingga menimbulkan bunyi jatuh cukup keras.Levi mengerang kasar. Matanya yang masih terpejam, seketika terbuka. Disibak selimut yang masih membalut tubuhnya dan menegakkan badan. Rasa pusing tiba-tiba saja mendera dan pemuda itu tersentak kala menyadari bahwa ada jejak air mata yang membasahi kedua pipinya.Hell? Rupanya tanpa sadar, Levi sejak tadi menangis dalam tidurnya.Apa-apaan ini? pikir pemuda itu, heran sekaligus aneh. Kenapa ia bisa menangis seperti ini?Dengan napas yang terembus kasar, Levi pun mencoba mengingat-ingat. Dan pemuda itu langsung terhenyak kala menyadari apa yang menyebabkan dirinya menangis dalam tidur. Ternyata itu karena ia memimpikan Zora.Ya Tuhan! Apa sih y
Sepi.Tak ada apapun selain angin yang berembus menerbangkan dedaunan kering serta tapak sepatu beradu aspal hitam yang dipenuhi jejak hujan semalam. Matahari baru sejengkal menampakkan sinarnya di ujung cakrawala dan keheningan itu masih terasa sama seperti hari-hari sebelumnya.Namun, ada sesuatu yang rasanya janggal.Sesuatu yang menjadi alasan remaja laki-laki itu berdiri diam dengan alis bertautan. Menatap penasaran pada sosok gadis di balik pintu gerbang. "Zora?" Vokal itu datang dengan sedikit tertahan. Ada keterkejutan di ujung nadanya."Ada apa? Kenapa nggak kasih tahu mau kemari sepagi ini?"Gadis yang dipanggil Zora itu tak menjawab. Ia berdiri dengan kepala tertunduk serta kedua bahu bergetar, seolah-olah sedang menahan sesuatu yang mengguncang. Jejemarinya mengepal, mencengkram ujung seragam lusuh yang masih dikenakan, sementara rambut hitam panjangnya yang tergerai, tampak lembab dan kusut di beberapa bagian."Kenapa kamu masih pake seragam? Kamu nggak pulang ke rumah?
"Jadi Nevano membuat ulah lagi di kantor?" Rafianto menatap sekretaris pribadinya yang sedang berdiri di hadapannya dengan pandangan tajam."Ya, Pak. Saya mendengar dari sekretaris Tuan Nevano kalau Tuan Muda mencium gadis bernama Zora itu di kantor kemarin. Sepertinya Tuan Muda sengaja melakukannya untuk membuat kehebohan," sahut Pak Hendris seraya menganggukkan kepala.Rafianto mengepalkan buku-buku jarinya dan mendengkus kasar. "Anak brengsek itu kenapa selalu saja bertindak ceroboh?""Apa yang harus kita lakukan, Pak?"Pertanyaan itu membuat perasaan Rafianto berkecamuk."Apa Anda yakin ingin tetap menjodohkan Tuan Nevano dengan putri Adi Nugraha itu? Saya rasa ini tidak akan berjalan lancar.""Saya harus melakukannya," tegas Rafianto. "Saya tidak bisa membiarkan apa yang sudah saya bangun dengan susah payah harus runtuh begitu saja. Lagipula ini semua demi kebaikan Nevano juga. Dia adalah ahli waris utama keluarga Abraham saat ini. Jadi mencarikannya pendamping yang tepat adalah s
"Oh ya, Pak Septian mana?" tanya Zora seraya mengedarkan pandang. Baru tersadar kalau pria tangan kanan Nevano itu sejak tadi tak kelihatan batang hidungnya."Pak Septian udah pergi dari subuh tadi," jawab Nevano. Kali ini ia bergerak memecah beberapa butir telur dan mengocoknya di dalam wadah kecil untuk dijadikan omelet. "Ke mana?""Ke acara peringatan kematian bunda."Kalimat itu membuat Zora tersentak. "Kamu nggak pergi?"Nevano menoleh sekilas dan menggeleng. "Nggak.""Kenapa?""That's just waste of time." Pemuda itu tersenyum miris. "Aku lebih suka ziarah ke makam bunda secara langsung daripada ikut acara seperti itu."Jeda."Karena apapun yang mereka lakukan sekarang, nggak mengubah fakta kalau mereka dulunya juga ikut andil atas kematian bunda."Zora terdiam. Ia tidak tahu harus bereaksi bagaimana. Tetapi, ucapan itu juga turut membuat hati Zora merasa sedih."Nanti siang kita jadi ziarah ke makam bunda kamu, 'kan?" tanya Zora kemudian, menatap Nevano lekat.Yang ditatap refl
It's so sweet, knowing that you love me.Though we don't need to say it to each other, sweet...Knowing that I love you, and running my fingers through your hair.It's so sweet...(Sweet ~ Cigarettes After Sex)❣"Ayo, kita menikah, Zora."Kalimat itu terus terngiang-ngiang dalam benak Zora sepanjang hari itu. Sepanjang Zora membuka mata dan terbangun dari tidurnya.Gadis itu bahkan sudah membersihkan diri dalam bathub selama nyaris satu jam. Memasang instrumental klasik kesukaan pada speaker phone. Menghidu lilin aromatherapy yang ia bakar dan diletakkan di atas lemari nakas. Melihat bagaimana sinar mentari pagi menyusup masuk melalui jendela dan membias di langit-langit membentuk pola kristal temaram.Namun, Zora masih saja belum bisa mengenyahkan kalimat itu dari pikirannya.Oke, satu hal yang rasanya aneh.Sepanjang Zora mengenal Nevano, pemuda itu memang tipikal pribadi yang spontanitas, impulsif dan sulit ditebak. Namun, tak pernah terbayangkan Nevano bisa mengatakan kalimat ing
"Lo nyari Nevano?" Kedua tangan Zora yang berada di sisi tubuh, mengepal sesaat. Gadis itu kemudian mengangguk sebagai jawaban.Laki-laki dengan tato bergambar mawar hitam di pergelangan tangan itu menilai sejenak penampilan Zora yang mungkin terlalu mencolok. Ya, mengingat gadis itu masih mengenakan seragam di hari menjelang petang dan di tempat para anak muda bermain billiard, tentu hal ini cukup menarik perhatian.Namun, laki-laki itu akhirnya mengendikkan kepala ke arah belakang punggungnya. "Dia ada di lantai dua. Masuk aja. Di meja paling ujung sebelah kiri.""Terima kasih," ucap Zora seraya menganggukkan kepala dan berjalan cepat menaiki tangga yang berada tiga meter dari laki-laki bertato itu.Hal pertama yang menyambut Zora ketika kakinya menjejak di lantai dua adalah bau asap rokok di mana-mana, dentuman keras musik punk serta gelak tawa dan suara geretakan bola-bola dipukul di atas meja pool.Pandangan Zora mengedar. Mencari sosok Nevano di antara para pengunjung yang nyar
"Zora, sudah berapa kali rasanya nilai ulanganmu turun drastis. Sebentar lagi kita akan ujian akhir kenaikan kelas. Kalau nilaimu begini terus, bisa-bisa beasiswamu terancam," tegur Pak Agung pada Zora yang tengah duduk di hadapannya.Saat ini sekolah sudah berakhir dan Zora secara khusus dipanggil oleh guru wali kelas XI IPA 1 itu. Membahas nilai Zora yang menurun beberapa minggu belakangan."Ini adalah nilai ulangan matematikamu kemarin. Bapak benar-benar tidak menyangka kamu bisa mendapat nilai di bawah 60 pada ulangan kali ini."Zora memandangi lembar ulangan miliknya dengan nanar. Angka 58 tertulis besar-besar di sana, membuat gadis itu menelan ludah. Ya, bila mengingat lagi ke belakang, ini adalah pertama kalinya Zora bisa mendapat nilai seburuk ini dalam sejarahnya bersekolah. Paling rendah nilai yang ia dapatkan setiap ulangan adalah 80. Jadi, kejadian ini tentu membuat wali kelasnya itu merasa kaget. "Apa terjadi sesuatu? Apa kamu sedang ada masalah?" Pak Agung menatap Zora
Haloo, berhubung update-an kali ini super duper molor, disarankan untuk membaca part sebelumnya biar gak lupa.Dan juga tiga bab ke depan akan menampilkan adegan flashback yaa.Terimakasih ❤Sembilan tahun lalu ketika rasa cinta itu belum bermekaran."Anjing!""Bangsat!""Mati aja lo sekarang!"Serentetan makian dan sumpah serapah mengiringi hantaman, tendangan serta pukulan bertubi-tubi pada sosok laki-laki bertubuh agak ringkih di pojokan teras rumah.Laki-laki itu adalah Gustian, ayah Zora. Ia hanya bisa mengerang serta meringkuk tak berdaya setiap kali menerima pukulan keras yang dilakukan oleh lima orang pria berwajah sangar yang mengelilinginya."Berani-beraninya lo kabur dan sembunyi setelah nipu kami semua! Lo pikir kami ini goblok, hah!?" seru pria berperawakan paling kekar di antara yang lain. Sepertinya pria itu merupakan pemimpin gerombolan preman-preman tersebut dan yang sejak tadi paling sadis menghajar Gustian."Mampus lo, anjing!"Satu tendangan lagi mendarat ke perut