Share

Bab 42 Menasihati Marwah

Penulis: Arumi Nazra
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Ammar?”

Aku seperti pernah mengenal nama itu, seperti nama pelatih pengemudiku dulu. Tapi, banyak orang yang memiliki nama seperti itu. Mungkin saja orangnya berbeda. Lagipula Ammar yang kukenal itu sepertinya bukan orang kaya, katanya waktu itu ia bekerja sebagai pelatih mengemudi untuk membiayai hidupnya yang sebatang kara.

“Tolong Kakak bicara sama Marwah, agar ia tidak keras kepala. Mamak tidak setuju jika dia menikah dengan pemuda itu, mungkin kalau kamu yang bicara, dia bisa melemah,” ujar mamak sendu. Aku tidak menyangka hanya karena cinta, Marwah sanggup bersikap dingin terhadap wanita yang telah berkorban nyawa demi ia bisa melihat dunia.

Aku pun setuju dengan mamak, adikku masih terlalu muda untuk bersanding di pelaminan. Aku harus menasihatinya. Apa lagi, posisiku dianggap sebagai kepala keluarga di sini. Aku yakin sedikit banyaknya ia pasti mau mengerti.

“Iya, Mak. Tenang aja, nanti aku bicarakan, pasti dia mau nurut,” hiburku pada mamak, aku tidak tega jika ia harus bers
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Story Adik Iparku di Akad Nikah Suamiku   Bab 43 Tanda Merah

    Aarggh ... aku benar-benar kecewa pada Marwah. Selain berani melawan, kini ia telah menjadi seorang pembohong. Semua demi pemuda yang bernama Ammar. Seperti apa sih, rupanya. Sehingga adikku begitu tergila-gila padanya. Ingin sekali aku memberinya perhitungan, agar segera pergi dari kehidupan Marwah. Aku yakin Marwah berubah seperti ini karena telah termakan bujuk rayu dari lelaki itu.Aku kembali berlari menggedor pintu kamarnya, ingin meminta penjelasan lebih darinya. Meninggalkan Nazwa yang masih menekuri perbuatan sang adik. Sedangkan Mamak tengah berjalan keluar pagar, menyapa tetangga yang lewat sembari menggendong Tabitha."Marwah, tolong buka pintunya. Kakak minta maaf." Aku memohon agar ia mau membuka pintu ini, menemuiku sekali lagi dan berbicara dari hati ke hati. "Marwah, Marwah, keluar dong, Dek!"Entah panggilan yang ke berapa kali. Barulah gagang pintu itu ditarik dari dalam. Marwah keluar dengan wajah yang masih sama. Marah."Dek, Kakak minta maaf, Kakak tarik kembali

  • Story Adik Iparku di Akad Nikah Suamiku   Bab 44 Penyesalan Marwah

    Lihai sekali adikku ini. Ia begitu sulit dikendalikan, seperti seekor belut sawah saja. Mataku yang tadinya cerah, kembali meredup. Tidak tahan untuk dipaksa membeliak. Akhirnya aku tertidur. Setelah meletakkan ponsel Marwah di dalam laci nakas. Aku harus segera istirahat, sebelum melakukan perjalanan panjang esok hari.**Subuh ini aku terbangun ketika mendengar suara ketukan dari balik kamarku. Kulihat jam di dinding masih berada tepat di angka empat. Aku pun bergegas membukanya dengan mata yang masih mengantuk, berulang kali aku kedipkan mata agar pandangan tidak lagi berkunang-kunang.Dengan tertatih, kubuka kunci dan melihat siapa yang sudah membangunkan aku di jam segini.Dahiku mengernyit, antara masih mengantuk dan ingin memastikan. Aku tidak salah, yang berdiri di hadapanku ini adalah Marwah, ia mematung dengan masih memakai piyamanya.Tatapannya menyiratkan sesuatu, sepertinya ia ingin bicara padaku."Marwah! Masuk, Dek." Tanpa bertanya tujuannya, aku membuka pintu lebih le

  • Story Adik Iparku di Akad Nikah Suamiku   Bab 45 Berbaikan

    Kemudian aku menyuruh Marwah untuk kembali ke kamarnya, sembari melihat keadaan sekitar. Sepertinya Mamak belum bangun, karena sejak aku di sini. Ia total tidak berjualan lagi. Aku pun sudah menyarankannya agar lebih baik beristirahat. Tidak perlu lagi berjualan sarapan karena akan menguras banyak tenaga. Ia pun setuju, apalagi sejak Marwah dan Nazwa sibuk mengurusi tokonya, Mamak juga mulai kelelahan sebab anaknya tidak lagi membantu pekerjaannya secara maksimal.Aku pun bergegas menutup pintu. Kembali merebahkan diri di atas ranjang, meskipun mata ini tidak bisa terpejam lagi. Selain karena hari yang mulai siang, juga karena isi kepalaku sedang bekerja untuk mencari alasan yang tepat untuk membawa Marwah ikut denganku.Kegiatan berpikirku terhenti saat mendengar suara berisik dari dapur. Lagi pula, setelah hampir satu jam terdiam, aku telah menemukan ide yang tepat untuk memboyong adikku pergi dari rumah ini. "Mamak sudah bangun?" Tanyaku sembari berjalan menghampirinya yang sedan

  • Story Adik Iparku di Akad Nikah Suamiku   Bab 46 Merubah Penampilan

    Kami pun memulai perjalanan pulang dengan perasaan masing-masing. Aku dengan segala macam pikiran, mulai dari butik, rumah, Mamak, dan Marwah. Ditambah lagi akan bertemu dengan mertuaku, Ibu Friska. Semoga kali ini tidak ada sikapnya yang membuatku kembali tidak nyaman."Apa kegiatanmu selama aku tidak di rumah, Mas?" tanyaku memecah kesunyian. Kami baru saja keluar dari kawasan perkampungan. Tidak banyak lagi yang mengenalku di sini, sehingga aku mulai menutup kaca mobil. Tidak seperti ketika masih di kampungku tadi, aku masih menyapa beberapa orang yang kukenal dari dalam mobil."Seperti biasa. Pergi bekerja dan beberapa kali mengecek butik. Sesuai laporanku di telepon," ucapnya kemudian tertawa. Selama berpisah, kami memang saling memberitahukan kegiatan. Terutama Mas Adnan, ia sering meneleponku sebelum tidur. Sekadar bertanya tentang aktivitasku dan Tabitha."Bagaiman dengan Ibu? Apakah kamu sudah membawanya ke dokter terapi?""Sudah, tapi bukan aku yang membawanya. Dia menyewa s

  • Story Adik Iparku di Akad Nikah Suamiku   Bab 47 Mencari Ammar

    "Sssttt, udah ah, aku juga bingung, kok penampilannya bisa berubah total gitu," ucapku sambil mengerlingkan mata ke arahnya.Mungkin Ibu ingin kembali menikmati hidup seperti masa muda dulu. Ketika masih cantik dan aktif. Tidak ada yang salah menurutku, sebab ia memang bergaya sesuai kantongnya.Aku dan Marwah menyiapkan nasi dan mie goreng untuk menu sarapan kami.Lula juga turut bergabung ketika mendengar suara bising dari peralatan dapur, membantu aku dan Marwah menyiapkan sarapan.Tidak susah bagi Marwah menyesuaikan diri di sini, karena ia juga sudah cukup mengenal Lula. Mereka sudah sering bertemu, namun tidak pernah seakrab ini sebelumnya. Lula juga terlihat nyaman berbicara dengan Marwah, mungkin karena usianya yang hampir sama. Kegiatan di dapur jadi lebih menyenangkan mendengarkan ocehan kedua pemudi ini.Suasana pagi di meja makan pun terasa hangat. Sebab Marwah dan Lula tidak henti-hentinya saling meledek dan bercanda satu sama lain. Sedangkan aku, Ibu dan Mas Adnan sesek

  • Story Adik Iparku di Akad Nikah Suamiku   Bab 48 Benda di Kolong Ranjang

    "Oke, baiklah. Kami akan kembali dua hari lagi. Maaf telah mengganggu waktunya. Terima kasih!" Aku berbalik tanpa melihat wanita bernama Rara itu.Kemudian menarik paksa tangan Marwah yang sepertinya enggan beranjak dari tempat ini.Tak lupa, aku tadi sempat memberikan kartu namaku padanya. Berpesan agar ia menghubungiku, kalau saja Ammar sudah kembali lebih cepat.Kepalaku jadi pusing memikirkan tentang Ammar. Waktu itu dia bilang hanya pekerja di sana, tapi ternyata dialah bos di perusahaan penyedia jasa kursus dan rental mobil tersebut. Kenapa dia berbohong padaku? Dan apa tujuannya waktu itu, kenapa seorang bos harus berpura-pura menjadi instruktur di perusahaannya sendiri? Entahlah, aku mulai belingsatan karena ulah kekasih adikku itu. Walaupun sudah tahu jati diri Ammar sebenarnya, tapi aku masih saja belum yakin jika tidak bertemu langsung dengannya."Tuh, 'kan. Bener yang kubilang, Ammar itu tajir, Kak." Marwah terlihat sumringah. Seolah menunjukkan bahwa masih ada sisi baik

  • Story Adik Iparku di Akad Nikah Suamiku   Bab 49 Kabar Baik

    "Iya, Nak. Terima kasih, ya!" ungkapnya. Sorot matanya begitu teduh, namun sulit untuk diartikan.Kututup pintu pelan, mata ini masih menatap lekat ke arah mertuaku, ia masih tak bergeming, tetap pada posisinya.Aku melebarkan langkah menuju asal suara milik suamiku, memberikan senyum termanis untuk menyambut kepulangannya."Sudah pulang, Mas?" ucapku seraya meraih punggung tangannya untuk aku kecup. Ia sedang duduk bersandar di sofa ruang tamu."Sayang, tolong siapin air hangat, ya. Badan ini rasanya sangat pegal," pintanya sembari merentangkan sendi-sendinya, sehingga menimbulkan suara khas tulang yang direnggangkan.Sudah jadi aktivitas rutin bagi Mas Adnan untuk mandi air hangat jika tubuhnya sudah terlalu lelah bekerja."Iya, tapi kamu makan dulu, ya, Mas. Biar aku siapin makanannya," ucapku. Maksudku agar setelah mandi nanti ia langsung beristirahat.**"Mas, Ibu sekarang beda banget, ya," ucapku saat kami berbaring di atas kasur king size yang seusia dengan pernikahan kami. Saa

  • Story Adik Iparku di Akad Nikah Suamiku   Bab 50 Hari Bahagia

    "Mas ..." panggilku lembut. Mendatanginya untuk mencoba memberikan pengertian bahwa ia seharusnya turut bahagia demi sang Ibu."Biarkan Ibu dengan pilihannya, Mas. Seharusnya kamu mendukung keinginan Ibu," rayuku, mencoba meyakinkannya. Aku tak rela jika mereka memperselisihkan hal ini lagi."Zahira, kamu tidak mengerti, Sayang." Mas Adnan malah semakin gusar, ia menggaruk kepalanya yang tak gatal.Mulutnya mengeluarkan udara yang masuk dengan sekali hembusan."Mas, aku sangat mengerti. Tapi, Ibu juga berhak bahagia," balasku tak paham dengan keinginan suamiku. Ia yang biasanya penurut dan bersikap lembut pada Ibu, saat ini berubah menyebalkan."Zahira, aku melakukan ini demi menjaga perasaanmu.""Tak perlu mempertimbangkan perasaanku, Mas. Pikirkan saja tentang Ibu," jawabku mulai tersulut emosi. Kenapa Mas Adnan yang sekarang begitu keras kepala. Kemana ia letakkan baktinya pada sang Ibu?"Sudahlah, Adnan. Kalian tak perlu memperdebatkan hal itu. Biarlah ini menjadi urusanku." Sepe

Bab terbaru

  • Story Adik Iparku di Akad Nikah Suamiku   Bab 98 Tamat

    "Cih ... tidak ada hakmu satu rupiah pun. Dan ingat, aku bukan lagi ibumu!" Nyonya Friska berjengit, ia jijik kembali berhadapan dengan anak sambung yang tak tahu diri itu.Renita berdecak, di pandangnya sekilas foto-foto yang terpampang di dinding rumah itu. Terdapat potret baru pernikahan Marwah dan Dipo, juga Friska bersama almarhum ayahnya dulu.Senyum ayahnya tampak nyata dari sana, namun mewariskan belati tajam di sanubarinya. Bagaimana bisa Friska tidak lagi mengakui tentang dirinya, namun masih setia memasang potret ayahnya."Wanita tua brengsek! Dulu, kau sendiri yang memintaku agar memanggilmu ibu. Sekarang kau membuang ku karena ayahku telah tiada. Wanita macam apa kau itu? Status sosialmu tinggi namun sebenarnya kau rendahan!"Renita mengumpat bekas ibu sambungnya dengan kata-kata kejam. Nyonya Friska terhenyak dengan bola mata yang hampir keluar."Kau ... keterlaluan. Aku tidak punya tanggung jawab apapun lagi padamu! Aku telah menawarimu rumah dan uang tapi kau malah men

  • Story Adik Iparku di Akad Nikah Suamiku   Bab 97 Menuju Ending

    Sepasang mata tajam itu kemudian menatap wajah Renita dari gambar yang ia ambil secara diam-diam dari ponsel canggihnya. Jemari tangannya bergerak untuk memperbesar tampilan layarnya."Kena kau, Renita. Kau harus mempertanggung jawabkan perbuatanmu!" Pria itu berucap dengan geram, bibirnya menampilkan seringai penuh dendam."Tinggal satu langkah lagi, kau akan mendekam di penjara!" lanjutnya, gemeretak giginya mengisyaratkan panasnya bongkahan bara yang menghuni di dada.Pria berjambang yang sejak tadi mengintai dari dalam mobil itu tak akan lagi kehilangan jejak Renita. Ia akan segera menuntaskan dendamnya. Renita harus membayar semua rasa sakit atas kehilangan aset dan nyawa ibunya. Juga wanita pujaannya. ***Pagi itu, Renita merasakan dirinya yang baru. Perlahan, ia membuka mata setelah semalaman begadang bak seorang lajang. Ia habiskan malam panjangnya dengan dentuman keras dari irama diskotik langganan.Sejak melahirkan, ia tak pernah lagi hadir ke

  • Story Adik Iparku di Akad Nikah Suamiku   Bab 96 Kepergian Riswan dan Putranya

    "Gak, Mas. Silahkan kau pulang bersama ibumu tapi aku tidak akan ikut!" ucap Renita menyanggah ucapan sang suami. Sudah setengah jam mereka berdiskusi dan Renita masih terus kekeh dengan jawaban yang sama.Saat keduanya terbangun tadi pagi, Riswan telah mendapat maaf dari Masli atas kelakuan kasarnya semalam. Mereka berdua kembali berbaikan dan sempat menghabiskan sarapan bersama di meja makan. Walaupun suasananya agak berbeda, karena ada Tata dan suaminya.Renita tidak tahu jika kakak iparnya sudah tiba sejak semalam. Ia tidur semalaman sambil melewati hukuman yang diberikan Riswan."Ini demi masa depan kita juga, aku berjanji ini tidak akan lama. Jika sudah sukses nanti, aku akan membeli rumah di kota lagi," bujuk Riswan lagi. Ia masih berusaha merayu Renita dengan memberikan iming-iming berbagai hal. "Gak, Mas. Tidak ada yang namanya masa depan kalau di kampung!""Ck, sadar, Renita. Kita tidak boleh memaksakan diri seperti ini. Roda kehidupan itu berputar, mana tau rezeki kita ada

  • Story Adik Iparku di Akad Nikah Suamiku   Bab 95 Sasaran Amarah

    "Masih belum diam juga?" ucap Riswan keheranan. Sudah cukup lama ia berada di luar, namun Renita masih belum bisa menenangkan putranya. Reisan masih terus menangis dalam dekapan sang ibu."Hhmmm, balik lagi, toh!" Bukannya merespon ucapan Riswan. Ia malah melirik tajam pada Bu Hayati dan menyindir kehadiran sang mertua.Ia bersyukur di dalam hati, sebab mertuanya masih ingin kembali. Ia jadi tak perlu repot, mengurus Reisan sendiri. Tanpa sungkan, ia berikan kembali Reisan pada neneknya. Lalu, memijit pelan bahunya bergantian akibat lelah menahan bayi dengan bobot enam kilogram tersebut."Gak konsisten, balik lagi, toh. Kenapa? Gak punya ongkos, atau takut tidur di pinggir jalan? Makanya kalau hidup masih numpang itu jangan sok-sokan!" gerutu Renita lagi. Wanita itu sudah melihat keduanya kembali melalui jendela kamarnya tadi. Lalu, bergegas turun untuk melontarkan kata-kata pedasnya pada sang mertua.Bu Hayati tak ingin menjawab, perasaannya masih kalut akibat pertemuan tidak sengaj

  • Story Adik Iparku di Akad Nikah Suamiku   Bab 94 Bertemu Mantan

    "Mau ke mana kamu, Mas? Jangan kamu kejar ibumu itu, biarkan saja!" sergah Renita sambil berusaha menghalangi kepergian Riswan. Sementara Reisan, ia biarkan di kamar sendirian."Kamu jangan halangi aku, aku akan mengantar ibu pulang. Urus saja Reisan, dia menangis sendirian," ucap Riswan sambil berlari menuju keluar rumah. Sayangnya, ia lupa jika kunci mobil masih dipegang Renita.Dengan terburu-buru, ia kembali ke kamar, menyusul Renita yang gusar karena mencoba menenangkan Reisan. Renita tak paham dengan keinginan bayi mungil di dekapannya, sebotol susu sudah ia sodorkan namun putranya masih tak ingin diam. Keadaan rumah yang kacau dan suara tangisan kencang memenuhi isi ruangan, membuatnya seketika merasa geram."Mana kunci mobilnya?" Riswan mengadahkan tangan, menunggu dengan perasaan risau."Gak ada!" Renita membuang pandang. Matanya memindai keluar jendela kamar, menyaksikan Bu Hayati berjalan sambil menyeret koper."Kok, gak ada? 'Kan kamu yang terakhir pakai mobilnya. Cepat b

  • Story Adik Iparku di Akad Nikah Suamiku   Bab 93 Perselisihan Menantu dan Mertua

    "Aaaarggghh ... apa kamu gak punya cara lain lagi, sih, Mas? Masa' kita harus keluar juga dari rumah ini? Mau tinggal di mana lagi kita?" sergah Renita begitu marah. Baru tiga bulan ia menempati rumah mewah bertingkat dua ini, ia beserta keluarganya harus merelakan rumah itu disita pihak Bank."Mau gimana lagi, Ren? Uangku gak cukup untuk bayar tunggakan bank. Kamu 'kan tahu, gajiku yang sekarang cuma cukup untuk makan dan kebutuhan sehari-hari aja. Sementara, tabungan sudah semakin menipis!" Riswan tertunduk lesu. Baru saja ia pulang bekerja, tapi malah disambut amukan oleh Renita. Mereka baru saja menerima surat peringatan untuk yang ketiga kalinya dari pihak bank. Mau tak mau, keluarga itu harus segera mengambil keputusan. Pergi mengosongkan rumah yang telah dianggunkan itu atau membayar semua tunggakan.Riswan sudah lama memikirkan hal ini. Keputusannya bulat untuk mengosongkan rumah ini saja dan membeli rumah sederhana di kampung halaman dengan uang yang masih ia punya. Akan tet

  • Story Adik Iparku di Akad Nikah Suamiku   Bab 92 Mengambil Kunci

    Entah kenapa, hati kecil kedua sahabat itu seperti bersorai gembira setiap kali melihat Renita tersakiti. Seakan ada kepuasan tersendiri dan juga rasa sakit yang terbalaskan. Sebagai manusia biasa, keduanya masih menyimpan dendam dan ingin terus membalasnya.Bu Hayati tampak begitu acuh. Ia sama sekali tidak mempunyai keinginan untuk membela wanita yang telah memberinya seorang cucu laki-laki itu. Wanita yang ia bela mati-matian kemarin, saat kesuksesan masih dalam genggaman putra semata wayangnya.Begitu pun Riswan. Ia lebih tertarik untuk mengamati barang bawaannya ketimbang melerai pertengkaran dua wanita yang pernah mengisi hari-harinya. "Itu becaknya, Wan?" tanya Bu Halimah ketika di saat bersamaan mendengar deru mesin dari dua buah becak motor yang datang. Ia benar-benar tidak ingin ikut campur pada urusan kedua wanita itu. Lalu, mengambil Reisan dari gendongan Renita.Bayi laki-laki yang wajahnya sangat mirip dengan Riswan itu menggeliat lucu, kelopak matanya yang tertutup be

  • Story Adik Iparku di Akad Nikah Suamiku   Bab 91 Disentak Mertua

    Karena terus didesak, akhirnya Masli menuruti saran Zahira. Apalagi ini hari terakhir sahabat karibnya bisa pergi dengannya, setelah berjanji dengan sang mertua untuk tak lagi pergi keluar rumah. Selain itu, Zahira akan pulang kampung lusa, mereka akan berpisah lama sekitar sepekan lamanya."Iya, iya. Kita ke sana sekarang," ujar Masli meskipun sebenarnya ia tak lagi ingin melihat wajah Riswan. Cukuplah semalam itu yang terakhir baginya. Karena setiap kali menatap manik pria itu, kenangan manis mereka kembali muncul.Mereka berempat menuju mobil yang terparkir di halaman kantor Koh Yusuf, lalu melajukan kendaraan itu menuju perumahan Evergreen.Berbagai prasangka berputar seperti roda di dalam kepala Masli. Begitu pun tentang bayangan wajah Koh Yusuf, meskipun keberadaan mereka telah dikikis oleh jarak, namun raut rupawan itu seolah masih ada di hadapannya.Apakah ia salah jika memiliki setitik perasaan pada pria Tiong Hoa itu?Ataukah ia layak menaruh sedikit harapan pada pria mapan

  • Story Adik Iparku di Akad Nikah Suamiku   Bab 90 Sama-sama dikhianati

    Bukannya sombong atau pun memandang dengan sebelah mata, keduanya hanya tidak mengira jika orang yang dimaksud akan berpenampilan sesederhana ini. Apalagi bayangan yang sejak tadi menghantui pikiran Zahira selama diperjalanan. Mereke berdua menganggap jika Koh Aceng adalah sosok pria tua yang berpenampilan necis dan berkelas. Khas para pengusaha kakap di kota ini."Oh ... jadi Anda, Koh Aceng? Maafkan saya Koh, saya tidak menyangka jika Koh Aceng masih muda dan segagah ini," celetuk Masli. Meskipun ia dilanda rasa gugup dan bingung, namun wanita itu mencoba tetap tenang dan menetralisir degupan jantungnya yang seketika hendak melompat, ketika pria bersahaja yang ia abaikan kehadirannya adalah pria pemilik perusahaan ini.Apalagi, pria itu sempat mengatakan tentang kekacauan di perumahan Evergreen. Sontak membuat nyali kedua sahabat itu menciut sekaligus malu."Maaf, Koh! Saya juga tidak tahu kalau Anda adalah Koh Aceng. Mas Adnan banyak bercerita tentang Anda kepada saya, tapi dia tid

DMCA.com Protection Status