Putra bercedih, tidak usah ada sopan santun di antara mereka yang tidak baik hubungannya. Putra kesal diperlakukan seperti anak kecil, pemuda itu memilih mengabaikan dan melanjutkan perjalanan kembali ke kamar.
Saat lenyap dari netra, Robert dan Candy saling menjauh. Acara tarik menarik kembali berlanjut, pergelagan tangan yang dicengkram terlalu keras membuatnya merintih. “Sakit!”
Robert menulikan telinga, memaksa memasukkan Candy ke dalam mobil. Candy sudah cemas setengah mati memikirkan ke mana sang suami akan membawa dan ternyata tebakkannya sama sekali tidak meleset. Lagi-lagi sang suami membawanya ke club malam, tempat yang paling ia benci. Tempat yang telah memberinya pengalaman dan perasaan buruk.
Sementara itu, Bianca sudah menunggu di dalam. Duduk seorang diri di meja batender sembari mendengus sebel, menanti kehadiran seorang lelaki yang tidak datang tepat waktu. Seloki berisi cairan bening memabukkan, Bianca habiskan dalam satu kali teguk
“Yaampun …” Bianca terkekeh geli, sama sekali tidak menyangka Robert tega memperlakukan Candy seburuk itu. Haruskah ia puji Robert karena telah memberinya hadiah yang sangat menghibur hati? Bianca menikmati betapa sengsara dan takut ekpresi wajah Candy.“Kau suka hadiah dariku?” tanya Robert, suaranya begitu nakal memasuki indera pendengar.“Sangat suka,” jawab Bianca, gayanya tidak kalah menggoda. “Aku sangat menyukainya sampai aku ingin membawamu ke tempat yang sepi.” Bianca kembali menatap Candy sebelum melanjutkan, “Tapi Candy tidak melakukan apa pun, ini kurang menarik.”Robert menatap apa yang Bianca tatap dan ia setuju. Candy tak henti berusaha melarikan diri dari orang-orang yang melingkari. Candy menutup kedua telinga, otak seperti akan meledak dibuat bisingnya lagu DJ dan suara jeritan memuakkan.Gadis itu berusaha kabur dengan menerobos, malangnya tubuh harus tersungkur karena d
Candy menguatkan hati, tidak mau dilihat lemah. Gadis itu menggelap air mata yang membasahi pipi sebelum bangkit. “Akh!” Candy kembali terjatuh karena kaki yang berdenyut.“Kau baik-baik saja?” tanya Bianca dengan ekpresi yang dibuat cemas. Perempuan itu mencoba membantu, tapi tangannya ditepis kasar oleh Candy.“Auch!” rintih Bianca, terdengar jelas seperti dibuat-buat. “Kasar sekali,” sunggutnya.Menahan rasa sakit di pergelangan kaki kanan, Candy memaksa diri untuk bangkit. Candy bahkan tidak mau menatap Bianca, matanya berfokus hanya pada sang suami yang masih duduk dengan tenang. Dua menit ruangan itu seolah-olah hening, Candy memutuskan kontak mata dan berlari pergi begitu saja dengan tertatih-tatih, meninggalkan Robert dan Bianca.Robert menyaksikan seperti apa Candy berhenti untuk melepas heel dan membuangnya sembarang, gadis itu lenyap dari jangkuaan saat melewati pintu kaca. Robert tidak tahu apa y
Mata berkedip menyebabkan cairan bening yang sudah memenuhi pelupuk mata menetes. “Mandu,” panggil gadis itu pada pemuda yang ia kenali. Ingatan akan pakaian yang terbuka menyebabkan Candy reflek menutup bagian atas tubuh menggunakan lengan, kepala tertunduk karena malu.“Di mana Robert?” tanya Mandu sembari melepas jas dan menyampirkannya ke pundak Candy, gadis itu berhasil menutupi tubuh yang terbuka dengan kain tebal itu. “Mengapa kau sendiri di sini?”Candy tidak bisa menjawab dua pertanyaan yang Mandu lontarkan. “Berdirilah.” Mandu dengan hati-hati menarik Candy sampai berdiri, gadis itu kembali tenang kala menyadari panjang jas Mandu berhasil menutupi setengah pahanya yang sebelumnya tidak tertutup.“Mengapa kau ada di sini?” tanya Candy saat Mandu menuntunnya masuk ke dalam mobil. Mandu berlari ke bangku setir yang terletak di samping bangku Candy.Memasang sabuk pengaman sebelum menjawab,
Candy seharusnya tidak mengeluarkan keluhan itu, tapi Mandu yang terus memaksa menyebabkan hati tidak kuat menahan mulut dari tetap tertutup. “Aku terus memikirkannya dan aku mungkin memang layak dia benci.” Lagi-lagi air mata yang mengalir tanpa titah menyebabkan Candy merasa sangat tak berdaya.“Hari itu … aku-“ Candy terdiam, kalimat tidak dapat berlangsung karena dekapan hangat yang tiba-tiba mendarat. Harum bau parfum menyeruak indera penciuman, Candy menoleh untuk menatap dia yang sudah dapat dipastikan siapa.“Mandu …,” panggil Candy pelan, seolah-olah mempertanyakan untuk apa dekapan itu.“Kau tidak harus mengingat kembali hari buruk itu,” kata Mandu sembari mengelus lembut surai hitam Candy guna menenangkan. “Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi Candy, kau tidak pantas menyalahkan dirimu sendiri. ” Mandu melanjutkan, “Apa pun yang terjadi, aku yakin semua itu adalah ketidak
Candy berhenti di tengah-tengah anak tangga untuk berbalik menatap, hal itu dia lakukan karena menyadari bahwa Mandu masih memperhatikan. Senyuman Mandu melebar, dia mengangkat tangan untuk melambai.“Selamat malam,” ucap Candy kembali. Dia berbalik dan melanjutkan acara berjalan sampai lenyap dari jangkauan Mandu.Hangat senyuman Mandu berubah menjadi secarik senyuman smirk. Entah apa yang dia pikirkan, tapi Mandu benar-benar baru tahu soal buruk hubungan Candy dan Robert. Mandu sebetulnya sudah curiga dari awal, tapi sama sekali tidak menyangka kalau mereka memang memiliki hubungan yang buruk. ‘Menikah karena balas dendam?’‘Tidak sia-sia mengikuti mereka.’ Kalimat itu membesit di benak. Mandu tidak mengarang cerita soal mengikuti karena cemas, namun ia juga melakukannya karena heran dibuat pakaian Robert dan Candy yang tidak sinkron. Ternyata dugaannya tidak salah, ia bahkan memutuskan sesuatu yang bagus yaitu terus menungg
Candy … tersenyum kecut, pedih hatinya dibuat segela racauan Robert yang terdengar sangat tersiksa. “Sejauh mana kau ingin aku merasa bersalah?” Suara gadis itu pelan. Ingin pertanyaannya dijawab, tapi juga takut Robert tersadar.“Maafkan aku,” bisik gadis itu lagi. Candy dengan pelan menarik lengan Robert sampai melonggar, dengan hati-hati bergerak menjauh dari dekapannya. Seandainya Candy bisa mengabaikan Robert dan langsung ke bawah ranjang untuk tidur, gadis itu merasa iba setelah segala kerinduan Robert yang terlontar tanpa sadar.Candy melepas kaos kaki abu-abu yang masih membungkus kaki Robert dan meletakkannya ke dalam sepatu, memindahkan alas kaki itu di pinggiran dinding. Candy kembali ke ranjang untuk menyelimuti tubuh Robert, memastikan bahwa sejuknya AC tidak akan menggangu tidur nyenyaknya.Robert tidak berencana untuk minum sebanyak itu, tapi kekesalan yang sulit dikendalikan berhasil mengambil alih. Lagi-lagi Robert
Candy mengerucutkan bibir singkat sebelum menanggapi, “Kau minum terlalu banyak, aku hanya … berpikir kau akan sakit kepala.”Itu bukan jawaban yang Robert harapkan dari pertanyaan yang dilontarkan. “Siapa yang memintamu untuk melakukannya?” tanya lelaki itu tajam, menampakkan jelas bahwa dia benci segala perhatian Candy. “Kau sedang mencoba mengambil hatiku?” singgungnya langsung pada apa yang ada di dalam benak, mulai mencurigai bahwa dugaan Bianca mungkin benar.“Aku tidak!” sangkal Candy segera. Bukan berbohong, tapi simpulan Robert memang tidak benar. Candy akui mengambil hati Robert adalah rencananya kemarin, tapi setelah tadi malam … Candy tidak lagi bisa, hatinya dipenuhi oleh iba. Hati itu berbisikan agar diri ini mau bertanggung jawab atas rasa sakit yang harus Robert tanggung.Candy tahu Robert tidak akan pernah menerimanya sebagai seorang istri, tidak ada maaf untuknya, tapi Candy tidak me
Mengeluh, mendengus dan mengerutu di sepanjang jalan. Mobil berhenti di perkarangan rumah, Robert beranjak keluar dari dalamnya dengan membanting pintu kembali sampai tertutup. Rumah yang Robert singgahi adalah milik Bianca, namun dia memiliki kunci untuk membukanya. Tentu Robert punya, rumah dua tingkat itu adalah hadiah darinya.Lagi-lagi pintu dihempas sangat kasar. Pintu rumah menuju pintu kamar, sang empu yang tinggal sendirian itu sukses dikejutkan. “Arrghh-siapa itu?!” Bianca mengerutu. Mata bahkan belum bisa terbuka dan seseorang sudah menarik selimutnya kasar sampai terlepas. Sejuknya AC menerpa kulit, menyebabkan perempuan itu tidak nyaman.“Pergi!” usir Bianca, menyentuh bagian kepala sang serasa sakit. “Aku tidak mau makan.” Lagi-lagi Bianca meracu, lelah meraba-raba selimut yang entah lari ke mana. Bianca berpikir, siapa yang mengambil kain itu adalah salah seorang maid.Namun, tidak mungkin seorang maid seberani