“Aku memang gila, sudah tergila-gila sama kamu sampai melakukan hal ini. Aku lelah. Sangat lelah!” Febby mengusap wajahnya kasar “Aku nggak fokus sama sekali karena memikirkan hubungan kita.”
Tidak tahu harus bereaksi apa, bertindak seperti apa atas apa kata-kata yang keluar dari bibir Febby. Tubuhnya sudah sangat lelah dan membutuhkan ranjang saat ini, mengusir Febby pastinya tidak bisa dilakukannya. Keadaan Febby sangat tidak mungkin untuk diusir yang semakin membuat Jimmy menatap lelah, menghembuskan nafasnya berkali-kali“Kamu lelah? Kalau gitu aku pulang dan datang lagi agar bisa membahas dengan kepala dingin.” Jimmy berdiri membuat Febby langsung memegang tangannya “Memang kenapa? Ada yang mau dibicarakan?”“Memulai hubungan kita lagi, apa bisa dilakukan?”“Jangan mengemis cinta sama aku, Feb. Kita sudah memutuskan apa yang sudah kita sepakati, masih banyak pria lain yang lebih baik dari aku, Feb.”“Kamu kenapa berubah? B“Sebenarnya aku sedikit penasaran tentang latar belakang kamu.” Albert membuka suaranya setelah mereka diam dalam beberapa waktu.Jimmy dipanggil Albert membicarakan tentang pasien mereka, sebagai asisten Albert artinya siap dengan apa yang terjadi termasuk mengambil keputusan atas nama Albert. Asisten harusnya Jimmy tidak mengambil libur atau mengganti jadwal seenaknya, semua itu karena kondisi papinya yang tidak bisa diprediksi.“Latar belakang saya yang bagaimana, Dok?” tanya Jimmy penasaran menutupi ketakutannya.“Hadinata? Apa kamu ada hubungan dengan pengusaha besar Hadinata?” Albert memberikan pertanyaan kembali dengan tatapan penuh selidik.“Ya,” jawab Jimmy akhirnya karena tidak mungkin membantah kembali.Albert menghembuskan nafas panjangnya “Aku sudah menebak, tapi tidak menyangka semua benar terjadi. Kenapa kamu malah disini bukan di rumah sakit itu?”“Aku mau memulai dari nol, kalau disana yang ada mereka
Tangannya hampir melempar ponsel saat melihat apa yang ada di layar, tatapan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, menggelengkan kepalanya berkali-kali dengan harapan semua yang dilihat hanya mimpi. Jimmy tidak tahu pria itu, bukan dokter atau pegawai yang bekerja di rumah sakit ini. “Bagaimana bisa dia melakukan ini semua?” Jimmy mengatakan sambil menggelengkan kepalanya, tepukan ringan di bahu membuat Jimmy terkejut “Ngapain lo kesini?” menatap tajam Danu yang menepuk bahunya dan langsung mematikan ponselnya.“Lo konsen lihat ponsel mulu, udah aku periksa jadwalnya dan memang pas banget gitu waktunya jadi kita bisa gantian.” Danu menjawab dan meminta Jimmy keluar.Paham dengan bahasa kode yang Danu berikan, Jimmy memutuskan keluar dengan melepaskan pakaian putihnya. Melangkah keluar dengan membicarakan masalah pasien, Jimmy tidak terlalu tahu banyak tentang pasien Danu begitu juga sebaliknya, mendengarkan cerita sedikit paham tentang keadaan p
Kabar buruk terjadi lagi, langkah Jimmy semakin lebar untuk segera sampai di tempat Wijaya. Harapan, tidak ingin berharap lebih tapi pastinya akan tetap selalu ada. Membuka pintu berharap apa yang berada dalam pikirannya tidak benar-benar terjadi, menahan nafasnya saat melihat pemandangan dihadapannya.“Bagaimana dengan papi?” Jimmy mendekati Tania dengan mencium pipinya singkat.“Siena baru saja datang sama Naila. Papi baru saja tidur setelah tadi bicara masalah kerjaan sama mereka berdua.” “Masih aja bicara pekerjaan.” Jimmy menggelengkan kepalanya “Om Rifat?”“Lucas minta kamu buat menjadikan satu usahamu dan Fransiska, Leo sudah setuju terus kamu gimana?” “Aku belum bicara sama Siena, Mi. Aku harus bicara dulu sama dia, bagaimanapun Siena sudah menjadi istri.”Tania mencibir kata-kata yang keluar dari bibir Jimmy “Kemarin nggak mau, tapi sekarang?” Jimmy memutar bola matanya malas “Kenapa sekarang perhatian sama
Mendengar kata-kata Jimmy, mereka semua memutuskan untuk berbicara tentang semuanya. Lucas meminta dokter yang merawat Wijaya juga ikut andil, tidak mau hanya Jimmy yang mengatakan semuanya.“Kenapa tiba-tiba?” tanya Siena ketika mereka berjalan bersama “Kamu nggak kasih tahu mami, kan?” “Aku harus, semua demi kebaikan papi.” Siena menghembuskan nafas panjang “Kamu sudah siap kehilangan papi selamanya?”“Siap nggak siap.”Tidak ada pembicaraan lagi, langkah mereka semakin dekat dengan ruang pertemuan yang disiapkan Siena dengan bantuan teman-temannya. Jimmy membawa Siena untuk bisa menenangkan dirinya, menggenggam tangannya erat karena masih tidak bisa menerima kenyataan, walaupun tadi berbicara dengan mami dan juga kedua kakaknya tetap saja tidak membuktikan dirinya kuat.Menatap satu per satu orang yang ada didalam ruangan, mengernyitkan dahinya melihat mereka semua, dalam hati bertanya siapa yang menggantikan mer
“Kamu nggak papa?” tanya Siena yang diangguki Jimmy.“Aku ajak kamu kesini, maaf. Jeno nggak papa itu sama Leo dan Fransiska?” “Jeno malah senang disana, apalagi Leo ngajak tinggal di hotel.” Siena mendekati Jimmy dengan memijat keningnya “Apa papi memang harus...”Jimmy menganggukkan kepalanya “Aku beberapa kali bicara tentang keadaan papi dengan tim dokter, makanya tadi mengatakan seperti itu ke mami biar sadar lagian mereka juga mau menikah nantinya.”“Bukannya begitu termasuk membunuh secara tidak langsung?” tanya Siena.“Bisa dikatakan begitu, tapi fungsi organ tubuhnya sudah tidak berjalan sebagaimana mestinya dan biasanya bukan sembarangan mengambil keputusan seperti itu.”Menyandarkan kepalanya di sofa dengan memejamkan mata, Siena sendiri duduk tidak jauh dari Jimmy. Suasana diantara mereka hanya suara musik yang Jimmy nyalakan saat masuk kedalam apartemen, musik yang sangat menenangkan pikiran dan hatinya.
“Anak baru?” Jimmy menatap beberapa anak yang ada di ruangan jantung anak “Duduk aja, kalau kursinya kurang bisa ambil itu yang numpuk.”Masuk kedalam kamar mandi, membersihkan tangan atau dirinya setelah visit melihat keadaan pasien. Jimmy belum melihat keberadaan Danu, pastinya saat ini berada di poli karena jam prakteknya. Menghitung jumlah anak koas yang ada didalam ruangannya, sekitar kurang lebih enam orang dan jumlah yang lumayan banyak untuk tempat mereka berdua.“Kalian minggu lalu dari? Saraf?” Jimmy menatap mereka dan duduk disalah satu kursi “Bagaimana disana?”Salah satu anak menjawab pertanyaan Jimmy dengan penuh keyakinan, sedangkan Jimmy hanya menganggukkan kepalanya. Meminta mereka memperkenalkan diri satu per satu, jika dihitung ada sekitar sepuluh anak yang ada di ruangan jantung anak. Jimmy memilih mendekatkan diri dengan bertanya tentang latar belakang mereka satu per satu, setidaknya mereka merasakan kenyamanan terlebih dahulu.
Tidak banyak yang tahu tentang kegiatan Jimmy lainnya, meminta bantuan salah satu pengawalnya untuk mencari tahu tentang mereka yang pernah menodai Siena. Jimmy seharusnya tidak perlu melakukan ini semua, Siena sendiri tidak mau membahas tentang masa lalunya dulu.Perbuatan Jimmy bisa saja membuat Siena trauma kembali, kejadian itu membuat Siena merasa kotor dan tidak mau bertemu dengan pria. Membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk menyembuhkan semuanya, pengobatan yang dilakukannya membuat Siena harus berhadapan dengan kenyataan yang ada.“Pria-pria itu sudah ditemukan.” Jimmy mengangkat alisnya mendengar kenyataan yang ada “Bagaimana kalian mendapatkan dengan mudah?”“Pak Wijaya sudah memberikan hukuman yang layak pada mereka.”“Papi?” Jimmy mengulang apa yang di dengarnya. “Benar, Pak Wijaya. Mencari keberadaan mereka tidak sulit, semua sudah diselesaikan dengan sangat baik oleh Pak Wijaya.”“Baik,
“Hi, Jim.” Jimmy menghentikan langkahnya ketika berpapasan dengan Febby, tersenyum kecil saat langkah Febby semakin dekat. Tidak mungkin menghindar dengan semua yang terjadi pada masa lalu mereka berdua, langkahnya semakin mendekat dan membuat Jimmy merasakan perbedaan dibandingkan dahulu.“Apa kabar? Lama kita tidak bertemu.” Jimmy membuka suaranya “Kamu mau kemana? Aku mau ke cafe selesai praktek.”“Bareng, sudah lama kita tidak berbicara.”Melangkah bersama tidak ada yang membuka suara, didalam hati Jimmy berharap bertemu dengan salah satu sahabatnya agar tidak hanya berdua. Langkah mereka semakin dekat dengan cafe, Febby langsung memesan apa yang menjadi kebiasaan Jimmy sebelum dirinya membuka suara. Memilih tidak mau berdebat, mengikuti semua yang dilakukan Febby untuk dirinya, perasaan pada Febby benar-benar sudah berubah tidak seperti sebelumnya.“Kamu semakin sibuk.” Febby membuka suaranya pertama kali setelah mereka du