“Tidur aja!”
Jimmy membuka matanya melihat keberadaan sahabatnya, Ruli. Menghembuskan nafas panjang, memilih tidak peduli dengan apa yang dilakukan Ruli. Baru saja selesai melakukan operasi, ralat bukan melakukan tapi menemani operasi jantung anak dan itu membuatnya lelah.“Operasi berapa jam?” tanya Ruli.“Sepuluh jam mungkin, nggak lihat jam juga.” Jimmy menjawab sambil lalu “Biarin aku tidur sepuluh menit lagi, habis ini aku mau cek kondisi dia.”Suasana hening menyambutnya, Jimmy memejamkan matanya dan Ruli tidak banyak bicara. Tidak lama kemudian tepukan ringan dirasakan Jimmy membuatnya membuka mata, menatap pelaku yang menatapnya tanpa dosa.“Kenapa lagi?” tanya Jimmy kesal pada Ruli.“Pasien lo detaknya sempat hilang.” Ruli menjawab santai.Jimmy membuka matanya langsung dan seketika rasa mengantuk hilang “Sejak kapan?”“Beberapa menit yang lalu, buruan nanti telat sama professor.”Jimmy langsung beranjak, masuk kedalam kamar mandi dengan mencuci wajahnya. Ruli memberikan jas dokter padanya, tidak mengucapkan kata hanya tepukan ringan sebagai ucapan terima kasih.Melangkah dengan langkah cepat menuju ruang ICU, tempat orang-orang yang baru saja keluar dari ruang operasi. Kedatangan Jimmy langsung disambut oleh perawat yang biasa menemaninya selama di ruang ICU, Yani. Memberikan catatan rekam medis padanya, langsung melakukan pekerjaannya dengan melihat beberapa hasil dari operasi yang mereka lakukan.“Tidak ada yang serius.” Jimmy membuka suaranya.“Profesor Yudi tadi datang kesini bersama Professor Markus melihat anak ini, hasilnya sama dengan apa yang dokter katakan.” Yani mengatakan dengan nada santai.“Mereka sudah datang?” tanya Jimmy dengan ekspresi terkejut.Yani menganggukkan kepalanya “Mereka tidak bertanya tentang dokter.”“Memang depan mbak nggak bertanya, tapi nanti....”“Dokter selalu bisa menaklukkan mereka.” Yani menepuk lengan Jimmy pelan yang masih cemberut “Sini laporannya, dokter akan disini melihat perkembangannya atau bagaimana?”Jimmy menatap pasien yang berbaring di ranjang pasien anak, pikirannya berjalan kemana-mana. Banyak yang harus dirinya lakukan terutama adalah istirahat atau lebih tepatnya tidur, tapi pastinya tidak bisa tidur dengan tenang.“Aku ke cafe dulu, beli kopi.” Jimmy mengatakan pada Yani yang hanya menganggukkan kepalanya.“Jangan kebanyakan kopi, lebih baik istirahat.” Yani memberikan peringatan.Jimmy hanya menganggukkan kepalanya, melangkah keluar dari ruangan dan langsung menuju cafe. Badannya memang sudah sangat lelah dan membutuhkan istirahat, tapi tugasnya masih banyak yang harus dikerjakan.“Belum istirahat?”Jimmy mengalihkan pandangan kearah samping “Kamu sudah selesai?”“Kebiasaan ditanya apa jawabnya apa.”“Aku kan perhatian.” Jimmy mengangkat alisnya membuat Febby mengerucutkan bibirnya “Kekasih yang baik harus membuat kekasihnya nyaman.”“Kekasih apaan? Playboy macam kamu mah...bikin ilfeel.”“Aku bukan playboy, tapi belum menemukan wanita yang tepat.” Jimmy memberikan alasan yang masuk akal “Kalau kamu terima aku pasti beda cerita.”“Kamu belum istirahat?” tanya Febby lagi dengan pertanyaan yang sama.“Kamu tahu sendiri aku habis operasi sama siapa, bokap lo kalau udah di ruang operasi bikin merinding. Apalagi kalau nanti aku melamar kamu.” Jimmy mengedipkan matanya dan mendapat pukulan ringan di lengan.“Kita udah sampai kantin, Ruli tu ada disana.” Febby memberi kode letak dimana Ruli.“Kamu nggak ke cafe?” tanya Jimmy yang dijawab gelengan kepala Febby “Ada operasi lagi?”Febby menggelengkan kepalanya “Aku baru datang, ini mau ke UGD ambil catatan orang yang masuk kemarin. Rencananya mau operasi besok, makanya mau dibaca dulu gimana hasil yang dokter UGD dapat.”“Dokter spesialis penyakit dalam memang rumit.” Jimmy membuka suaranya “Kamu spesialis dalam sedangkan aku jantung anak-anak, kita bersatu didalam tubuh agar manusia tetap hidup dengan menjadi satu kesatuan.”“Apaan sih? Rayunya nggak banget. Aku tinggal ya, jangan telat makan. Sana sama Ruli.” Febby menepuk lengan Jimmy pelan.“Kamu juga, aku tunggu di apartemen.” Jimmy membelai pipi Febby sebelum meninggalkan tempat mereka.Jimmy menatap Febby yang berjalan menjauhinya, mengalihkan pandangan kearah Ruli yang duduk dengan teman-teman satu bagian, mereka mengambil profesi yang berbeda. Ruli memilih mengambil bedah urologi, walaupun mereka berakhir di rumah sakit yang sama.“Ngopi aja.”Jimmy mengangkat alisnya melihat teman satu profesinya, Danu. “Habis darimana?”“Dipanggil dokter Markus, laporan beberapa hari lalu yang habis operasi. Anaknya sudah keluar dari ICU dan kondisinya baik-baik saja, tapi pagi tadi ngalamin serangan jantung. Hasil yang aku cek anak itu baik-baik saja, belum tahu kenapa ngalamin serangan itu.” Danu menjelaskan dengan rinci.“Sudah cek semuanya?” tanya Jimmy penasaran.“Sudah, semua normal.” Danu menjawab penuh keyakinan.“Obat yang diminum? Biasanya pasien yang sudah berada didalam kamar suka merasa jika dirinya sudah sehat total dan tidak konsumsi obat yang diresepkan. Kamu tahu bagaimana bahayanya jika telat minum, apalagi tidak minum sama sekali.” Jimny memberikan pendapatnya membuat Danu terdiam.“Kenapa nggak kepikiran.” Danu memukul pelan keningnya.Jimmy hanya menggelengkan kepalanya menatap kepergian Danu dengan membawa minumannya, kondisi mereka yang ada disini tidak jauh berbeda. Markus dan Yudi adalah professor yang memiliki ketegasan tapi juga perhatian, tidak ada yang tahu jika Yudi adalah mantan suami maminya, Tania. Yudi juga ayah dari Febby, wanita yang mengajak bicara Jimmy tadi.Hubungan mereka? Teman tapi mesra, bisa dikatakan begitu. Pastinya hubungan mereka sudah seperti pasangan kekasih, tapi Jimmy tidak mengatakan kalimat cinta pada Febby, semua berjalan begitu saja secara naluri. Febby, berbeda dengan wanita-wanita yang bersama dengannya.Para wanita itu tidak ada yang tahu tentang latar belakang keluarga Jimmy, nama belakang yang ada di namanya sering kali Jimmy beralasan, lebih tepatnya mencari alasan yang masuk akal.“Jangan terlalu sering melamun, lo tahu kan kalau disini ada penunggunya?”Jimmy memutar bola matanya mendengar kata-kata Ruli “Udah selesai sama mereka?”“Sudah, pembagian jadwal baru buat bulan depan.” Ruli menjawab malas “Lo shift apa?”“Gue belum bisa pulang, masih harus lihat kondisi anak tadi.”“Jangan kaya Bang Toyib yang suka lupa pulang, lo masih ingat keluarga lo kan?”“SIALAN! Gue cabut aja.”Jimmy berdiri dengan membawa minuman yang dipesannya meninggalkan Ruli sendirian di cafe, tapi nyatanya tidak karena Ruli mengikutinya dari belakang. Jimny tahu dan sangat tahu jika sahabatnya ini membutuhkan uang.“Gue tidur di apartemen lo ya.” Ruli membuka suaranya yang hanya diangguki Jimmy.Mereka berpisah dengan berjalan kearah yang berbeda, Jimmy melangkah kearah dokter jantung anak sedangkan Ruli ke bedah onkologi. Mereka memiliki pekerjaan berbeda, Jimmy harus menyelesaikan pekerjaannya yang akan dilaporkan ke Markus.“Jimmy.”Menghentikan langkah, menatap sumber suara yang memanggilnya. Yudi, professor yang menangani anak. Yudi berjalan kearah Jimmy yang membuatnya mengerutkan kening, tempat mereka memang berhubungan dan biasanya tidak pernah berbicara langsung tanpa adanya Markus.“Datang ke ruangan saya, membahas hasil operasi yang kamu lakukan dengan dokter Markus.”Menatap pesan dari Yudi dengan jantung berdetak kencang, berjalan sedikit cepat menuju ruangannya dan mulai mengerjakan apa yang dirinya ketahui selama proses. Yudi dan Markus suka memberikan tes dadakan seperti ini, mengerjakan dalam diam dan beberapa menit kemudian semua selesai.Melangkah ke ruangan Yudi dengan sedikit cemas, jantung berdetak semakin kencang. Mengetuk pintu yang tidak lama terdengar suara dari dalam, Jimmy memasuki ruangan mendapati Yudi membaca sesuatu.“Masuk dan langsung duduk.” Yudi membuka suaranya.Jimmy mengikuti apa yang dikatakan Yudi, duduk dihadapan tanpa menatap Jimmy sama sekali, masih sibuk dengan kertas-kertas yang ada dihadapannya.“Jadi bagaimana?” tanya Yudi membuka suara mulai menatap Jimmy.Jimmy mulai menceritakan semuanya termasuk apa saja yang barusan terjadi, Yudi mendengarkan dalam diam dengan tatapan lurus tepat di kedua mata Jimmy. Berusaha tenang selama menjelaskan pada Yudi, sedikit khawatir apa yang dijelaskan tidak sesuai dengan harap
“Kenapa kaget lihat mami datang?” Tania membuka suaranya dengan melangkah masuk.“Bukanmya mami harus nemani papi?” tanya Jimmy santai.“Papi kamu sudah baikan, sementara ini. Mami kangen sama kamu makanya minta abang temani kesini, siapa tahu sembunyiin cewek.”Jimmy menggelengkan kepalanya mendengar semua kata yang keluar dari maminya, pandangannya beralih pada Lucas yang hanya mengangkat bahu.“Kamu habis ada tamu? Cewek?” tembak Tania saat melihat tempat cuci piring.“Hanya makan nggak lebih, mi.” Jimmy memberikan alasan yang masuk akal.“Besok setelah praktek pulang kerumah, mami ingin bicara serius. Kalau nggak salah setelah itu kamu libur sebelum masuk malam.” “Mami gimana bisa tahu?” tanya Jimmy penasaran “Pengawalku yang kasih tahu?”“Mami jelas tahu semua tentang kalian.”“Datang tiba-tiba memang apa yang mau dibicarakan? Kenapa nggak sekarang aja?” tanya Jimmy menatap penuh curiga.Tania menggelengkan kepalanya “Kamu harus pulang ke rumah.”“Baiklah,” ucap Jimmy pasrah.“M
Keadaan rumah sakit yang penuh jadwal membuat Jimmy tidak mempunyai waktu berbicara dengan Febby, jangankan berbicara dengan Febby yang jaraknya jauh. Danu saja yang berada dalam satu ruangan saat mengerjakan laporan tidak berbicara sama sekali, mereka sama-sama sibuk.Visit ke pasien tidak hanya pada yang selesai operasi tapi juga belum operasi, Jimmy memastikan mereka melakukan apa yang dikatakannya dan perawat, memberikan kata-kata semangat pada mereka. Dokter inti atau kepala dokter hanya menemui pasien saat akan menjelang pulang, selebihnya adalah tugas dokter muda seperti Jimmy.“Kapan terakhir kita tugas bersama?” tanya Danu.Mereka berada di rooftop rumah sakit menikmati minuman dengan hembusan angin yang pastinya panas, menatap pemandangan rumah sakit dari atas memberikan suasana berbeda. Hembusan angin membuat Jimmy memejamkan matanya, tidak berbeda jauh dengan Danu yang ada disampingnya.“Empat pasien sebelum ini kayaknya.” Jimmy mencoba mengingatnya.“Sekarang kita bertuga
Duduk berdua dengan Siena di belakang rumah, mereka semua meninggalkan Jimmy agar bisa berduaan dengan Siena. Suasana diantara mereka menjadi hening, Jimmy tidak tahu harus berbicara apa dengan Siena, tidak memiliki topik pembicaraan sama sekali atau bisa jadi ada hanya saja tidak tahu memulai darimana.“Apa kabar?” tanya Jimmy yang langsung menyesali pertanyaannya.“Kamu sudah bertanya itu tadi.” Siena menjawab singkat “Tante bilang kamu di rumah sakit? Koas atau apa?”“Koas sudah selesai, spesialis juga selesai. Sekarang lagi mengumpulkan jam terbang untuk operasi.” Jimmy menjawab dengan menatap Siena.Jimmy menyadari jika Siena banyak perubahan, Siena yang dulu sangat tomboy. Sekarang kesan tomboy sudah tidak terlihat, penampilannya menjadi sedikit feminim dibandingkan dulu saat mereka masih berdekatan. Jimmy dulu selalu bersama dengan Siena membuat banyak yang berpikir jika mereka adalah sepasang kekasih, tidak tahu alasan yang sebenarnya saat Siena menjauh darinya.“Kamu banyak b
“Kamu pacaran sama anak mantan suami mami?” Leo duduk disamping Jimmy.“Mami bilang?” Jimmy memutar bola matanya malas.“Kamu pernah bilang kalau perasaan mami nggak akan pernah salah, buktinya aku terus abang juga.” Diam, tidak membalas perkataan Leo yang memang benar. Melihat Leo dan Lucas membuat Jimmy iri, mereka mendapatkan wanita yang memang baik dan semua itu karena perasaan mami.“Memang dia cantik? Kamu sudah begituan sama dia?” Leo memberikan tatapan menggoda.“Apaan sih? Kepo banget!” Jimmy menatap jijik pada Leo.“Gen Hadinata yang memang tidak bisa dihentikan, jadi?” Leo mengedipkan matanya.“Rahasia.” “Pelit banget!” Leo cemberut mendengar jawaban Jimmy.“Istrimu tuh makin lama makin kelihatan cantik, nggak takut apa aktor-aktor dekatin dia?” goda Jimmy.“Buat apa takut? Fransiska akan tetap memilihku, karena kemampuan ranjangku yang bisa memuaskan dia.” Leo
Liburannya telah selesai, Jimmy memilih kembali ke apartemen terlebih dahulu baru rumah sakit. Berada di rumah tidak memiliki waktu berhubungan dengan Febby, tidak hanya Tania yang mengajaknya berbicara, tapi mendapatkan tugas mengantar jemput Siena yang membuat mereka semakin menjadi orang asing.Suara ponsel membuat Jimmy mengerutkan keningnya, harusnya memang dirinya sudah berangkat ke apartemen, tapi banyak yang harus dilakukan terutama berkaitan dengan kesehatan Wijaya. Membaca pesan dan langsung menghubungi Danu sambil menyiapkan barang-barangnya.“Mau kemana malam-malam?” suara Tania menghentikan langkah Jimmy.“Jimmy sudah bilang kalau bakal pulang,” jawab Jimmy lelah.“Besok kan bisa, keburu sekali harus malam ini.” Tania menatap penuh selidik dan nada tidak suka.“Pasien aku yang mau operasi besok ada masalah, mi. Aku harus kesana buat memastikan dan sudah dihubungi sama Danu juga.” Jimmy mengatakan dengan nada serius.
“Ahhh.....”Jimmy mendorong sampai masuk kedalam saat cairannya keluar, melumat bibir Febby sebelum melepaskan penyatuan mereka. Mengatur nafas masing-masing dengan Febby berada didalam pelukannya, tangan Febby melingkar di pinggang Jimmy erat.“Bagaimana usulku?” tanya Jimmy yang membuatnya mendapatkan cubitan kecil dari Febby.“Aku nggak mau.” Febby menjawab langsung.“Hm...baiklah, kalau begitu aku harus siap-siap.” Jimmy beranjak dan melepaskan pelukannya mencium kening Febby sebelum masuk kedalam kamar mandi.Ide dan rencana gila yang Jimmy katakan memang diluar rencana, semua keluar begitu saja terlebih saat mengingat maminya membahas Siena. Hembusan nafas dikeluarkan Jimmy saat membahas Siena, wanita yang menjadi temannya itu sudah jauh berubah dan masuk dalam kriterianya.Menggelengkan kepalanya, setidaknya harus menatap ke depan bukan masa lalu, lebih baik melupakan segala kenangan yang berhubungan dengan Sie
Badan sudah sangat lelah, operasi membutuhkan waktu yang sangat lama. Jimmy memutuskan tidur di tempat istirahat dokter, harusnya bisa saja pulang dan menghabiskan waktu di ranjang kesayangannya. Memejamkan matanya mencoba istirahat seluruh syarafnya, semua terasa berat sebelum masuk ruang operasi tadi.“Nyokap lo tuh.” Danu duduk tidak jauh dari Jimmy.Mengambil ponselnya, nama yang ada di layar tidak lain adalah maminya. Hembusan nafas panjang, tidak ingin mengangkatnya karena memang tubuhnya benar-benar sangat lelah. “Lo disini ternyata,” ucap Ruli yang tidak dihiraukan Jimmy.Jimmy tidak tahu apa yang dibicarakan kedua pria itu, mereka bertiga memang sudah berteman sejak pertama kali masuk di fakultas kedokteran. Kedekatan mereka bertiga sudah seperti saudara, sebenarnya masih ada lagi tapi teman mereka yang satunya mengambil spesialis berbeda yaitu obgyn.“Lo tahu nggak Tomo kemarin habis temani proses lahiran, tapi pas ka