Badan sudah sangat lelah, operasi membutuhkan waktu yang sangat lama. Jimmy memutuskan tidur di tempat istirahat dokter, harusnya bisa saja pulang dan menghabiskan waktu di ranjang kesayangannya. Memejamkan matanya mencoba istirahat seluruh syarafnya, semua terasa berat sebelum masuk ruang operasi tadi.
“Nyokap lo tuh.” Danu duduk tidak jauh dari Jimmy.Mengambil ponselnya, nama yang ada di layar tidak lain adalah maminya. Hembusan nafas panjang, tidak ingin mengangkatnya karena memang tubuhnya benar-benar sangat lelah.“Lo disini ternyata,” ucap Ruli yang tidak dihiraukan Jimmy.Jimmy tidak tahu apa yang dibicarakan kedua pria itu, mereka bertiga memang sudah berteman sejak pertama kali masuk di fakultas kedokteran. Kedekatan mereka bertiga sudah seperti saudara, sebenarnya masih ada lagi tapi teman mereka yang satunya mengambil spesialis berbeda yaitu obgyn.“Lo tahu nggak Tomo kemarin habis temani proses lahiran, tapi pas ka“Ada masalah?” sebuah suara mengejutkan Jimmy.Menatap sang sumber yang berjalan kearahnya dengan membawa minuman dingin di kedua tangannya, langkahnya semakin mendekat kearah Jimmy. Rooftop rumah sakit, tempat kesukaan Jimmy dalam menghabiskan waktu setelah menyelesaikan pekerjaannya. Menerima minuman dari tangan Febby, menarik tubuhnya dan memberikan ciuman singkat di bibir.“Bagaimana kerjaan kamu?” tanya Jimmy setelah melepaskan ciuman.“Lumayan, berjalan lancar. Kamu sendiri gimana operasinya? Aku dengar setemgahnya kamu yang selesaikan, benar?” Jimmy menganggukkan kepalanya “Aku nggak tahu kalau bakal di tes, pastinya ada papa kamu dan Prof. Markus disana yang lihat di layar.”“Kamu cepat sudah diberikan kesempatan, aku aja belum.” Febby mengerucutkan bibirnya.“Danu malah sudah dua kali, aku kalah sama dia. Ruli juga sama kaya kamu belum, tapi kayaknya nggak lama lagi.” Jimmy mencoba mengingat sahabatnya.
“Pagi semuanya.” Jimmy menyapa teman-temannya yang berada di ruangan.“Seharusnya kita tidak berada disini,” ucap Danu.“Bulan depan kita sudah berada di tempat masing-masing,” ucap Ruli yang menatap teman-temannya.Jimmy menatap isi di ruangan, tempat yang mereka tempati dari awal ditugaskan di rumah sakit ini. Tempat yang juga menjadi saksi bagaimana hubungannya dengan Febby, hembusan nafas panjang saat memikirkan Febby. Mengalihkan pandangan dimana kedua sahabatnya sedang berbicara serius, Jimmy menggelengkan kepalanya saat melihat bagaimana mereka berdebat.“Tomo dimana? Bukannya kita mau keluar bersama?” tanya Jimmy yang menghentikan pembicaraan mereka.“Masih ada pasien yang harus dilihat sama dia,” jawab Danu.“Melahirkan nggak bisa di prediksi sama sekali, inget nggak waktu kita kumpul baru beberapa menit Tomo langsung pergi soalnya ada pasien yang mau melahirkan.” Ruli mengingat pertemuan mereka di jam-jam si
Ruangan jantung anak selalu sepi, tidak banyak yang mengambil spesialis ini. Beberapa dari mereka memilih untuk pindah ke jantung dewasa, alasannya karena anak terlalu sulit Dan membutuhkan ketelitian.“Mereka pada keluar nggak kuat sama Prof Markus.” Danu membuka suaranya.Jimmy tidak menghiraukan sama sekali, fokusnya adalah membuat laporan tentang bayi yang baru lahir. Dua orang yang masih bertahan di angkatannya, Jimmy dan Danu. Dokter senior diatas mereka ada dua dan diatasnya ada tiga, disamping professor. Beberapa diantara mereka ada yang pindah ke rumah sakit lainnya, hanya mereka yang masih bertahan.“Kita jadi kumpul?” Danu mengeluarkan suaranya lagi.“Tergantung Tomo,” jawab Jimmy singkat.“Pria paling sibuk di dunia.” Danu menggelengkan kepalanya.Hening, mereka kembali mengerjakan tugasnya. Danu yang tadi operasi tetap harus membuat laporan mengenai kondisi bayi, mereka bekerja dalam diam dan tidak membuk
Melangkahkan kakinya kedalam rumah sakit milik papinya, bisa dilihat jika rumah sakit ini berbeda dengan rumah sakit pada umumnya. Beberapa kelas untuk kamar dengan harga paling murah sampai mahal, walaupun di rumah sakit lainnya juga ada yang seperti itu tapi pastinya disini berbeda, rumah sakit ini juga menerima mereka yang tidak bisa membayar sama sekali tapi dengan syarat menunjukkan bukti berupa surat tidak mampu. Jimmy tidak tahu bagaimana cara kerjanya karena memang tidak pernah terlibat sama sekali dengan hal-hal seperti itu.“Kamu disini?” suara Tania membuat Jimmy menatap kearahnya.“Gimana papi, mi?” tanya Jimmy langsung.“Ya begitu, tadi mengeluh dadanya sakit terus bawa sini.”Berjalan mendekati Wijaya yang terpasang beberapa alat, Jimmy menatap alat disamping Wijaya dengan serius. Tania duduk disamping Wijaya dengan menatap Jimmy dalam, hembusan nafas keluar dari bibir Jimmy dimana tampaknya tidak bisa berbuat apa-apa.
“Tidak.” Siena memberikan jawaban singkat dengan nada datarnya, Jimmy dulu sangat mengenal wanita yang bersamanya saat ini. Gadis ceria yang akan selalu ada untuknya dan Rey, menemani dan selalu menjadi alasan setiap kali maminya bertanya ketika keluar.“Aku seperti tidak mengenalmu lagi,” ucap Jimmy kembali.“Ruangan kamu ini nantinya akan terhubung dengan asisten yang akan bekerja di ruangan samping.” Siena menjelaskan kembali tentang ruangan dan tidak menghiraukan perkataan Jimmy.“Kamu sendiri dimana ruangannya?” Jimmy mengikuti arah pembicaraan Siena.“Ruangan itu,” ucap Siena menunjuk salah satu ruangan.“Sendiri?” tanya Jimmy yang dijawab dengan anggukan Siena “Mbak Naila?”“Dia di sebelah tapi jarang karena lebih banyak di dapur.” Jimmy menatap ruangan yang dibuat untuk dirinya, tampak ruangan yang memang sesuai dengan dirinya, tapi ruangan ini tidak jauh berbeda dengan design ruangan W
Jimmy membaca beberapa berkas yang dibawa Siena, semua atas perkataan maminya yang meminta Siena membawa laporan yang akan dibahas nanti. Siena membawa beberapa tumpuk berkas, Jimmy membelalakkan matanya menatap apa yang dibawa Siena. Tanpa merasa bersalah berkas langsung diletakkan diatas meja depan Jimmy, sang mami pergi dengan Rifat untuk mengurus sesuatu atau apapun itu yang sebenarnya bisa dikerjakan oleh orang lain. Memanggil Siena kembali setelah kepergian Tania dengan meminta dalam bentuk singkat yang membuat Siena memutar bola matanya malas.“Apa ini akan dibahas nanti?” tanya Jimmy setelah selesai membaca dengan menatap Siena.“Harusnya itu, Pak Endi kemarin kasih ini ke saya.” Siena memberikan jawaban professional.Jimmy benar-benar tidak menduga sama sekali jika Siena akan berubah jika mereka membicarakan masalah pekerjaan, sikap professionalnya benar-benar terlihat dengan sangat jelas. “Apa tidak ada masalah?” tan
Satu per satu keluar dari ruangan rapat, setelah Siena memutuskan untuk mengakhiri dan Jimmy tidak menjawab pertanyaan mereka. Menghembuskan nafas panjang setidaknya sudah melewati satu tahapan yang membuatnya bernafas lega.“Tidak ada lagi yang harus kita bahas?” tanya Siena dengan suara pelannya yang hanya dijawab gelengan kepala Jimmy “Baik, kalau begitu saya permisi.”Menatap Siena yang keluar dari ruang rapat, lebih tepat hanya menatap punggung. Jimmy merasa Siena memberikan jarak dengan dirinya, tapi tidak dengan yang lain. Mencoba mengingat apa dirinya pernah melakukan kesalahan, menggelengkan kepalanya karena merasa tidak pernah melakukan apapun.“Apa merasa Siena misterius?” tanya Naila tiba-tiba yang membuat Jimmy menatap kearahnya “Dia memang seperti itu, tapi sebenanya perhatian sama orang-orang sekitarnya.” “Mbak tahu tentang Siena seberapa banyak?” tanya Jimmy hati-hati.“Nggak terlalu banyak.” Naila mengatakan de
“Tugas mulu, kapan kita dikasih waktu buat praktek?” keluh Danu sambil menatap layar.“Belum waktunya.” Jimmy menjawab singkat.Suasana di ruangan jantung anak memang selalu sepi, tidak banyak dokter yang berada di ruangan. Dokter senior sudah mempunyai tugas untuk praktek dan beberapa kali operasi bukan hanya di rumah sakit ini, tapi rumah sakit lainnya. Mereka akan bergantian untuk praktek di rumah sakit ini, atau bisa saja dokter paling senior yang hanya praktek. Jimmy memikirkan bagaimana dengan rumah sakit keluarganya, sistem praktek dan kerja yang mereka lakukan disana. Jimmy tahu jika Naila hanya fokus di rumah sakit itu, tapi dia juga memiliki pekerjaan lainnya di restoran, lalu bagaimana dengan yang lain.“HAH...PUSING!” teriak Jimmy yang membuat Danu menatap bingung.“Masalah Febby?” tembak Danu.Jimmy menatap bingung “Kenapa dengan Febby?” Danu menunjuk Jimmy “Kamu, tadi mengatakan kalau pusing