Melangkahkan kakinya kedalam rumah sakit milik papinya, bisa dilihat jika rumah sakit ini berbeda dengan rumah sakit pada umumnya. Beberapa kelas untuk kamar dengan harga paling murah sampai mahal, walaupun di rumah sakit lainnya juga ada yang seperti itu tapi pastinya disini berbeda, rumah sakit ini juga menerima mereka yang tidak bisa membayar sama sekali tapi dengan syarat menunjukkan bukti berupa surat tidak mampu. Jimmy tidak tahu bagaimana cara kerjanya karena memang tidak pernah terlibat sama sekali dengan hal-hal seperti itu.
“Kamu disini?” suara Tania membuat Jimmy menatap kearahnya.“Gimana papi, mi?” tanya Jimmy langsung.“Ya begitu, tadi mengeluh dadanya sakit terus bawa sini.”Berjalan mendekati Wijaya yang terpasang beberapa alat, Jimmy menatap alat disamping Wijaya dengan serius. Tania duduk disamping Wijaya dengan menatap Jimmy dalam, hembusan nafas keluar dari bibir Jimmy dimana tampaknya tidak bisa berbuat apa-apa.“Tidak.” Siena memberikan jawaban singkat dengan nada datarnya, Jimmy dulu sangat mengenal wanita yang bersamanya saat ini. Gadis ceria yang akan selalu ada untuknya dan Rey, menemani dan selalu menjadi alasan setiap kali maminya bertanya ketika keluar.“Aku seperti tidak mengenalmu lagi,” ucap Jimmy kembali.“Ruangan kamu ini nantinya akan terhubung dengan asisten yang akan bekerja di ruangan samping.” Siena menjelaskan kembali tentang ruangan dan tidak menghiraukan perkataan Jimmy.“Kamu sendiri dimana ruangannya?” Jimmy mengikuti arah pembicaraan Siena.“Ruangan itu,” ucap Siena menunjuk salah satu ruangan.“Sendiri?” tanya Jimmy yang dijawab dengan anggukan Siena “Mbak Naila?”“Dia di sebelah tapi jarang karena lebih banyak di dapur.” Jimmy menatap ruangan yang dibuat untuk dirinya, tampak ruangan yang memang sesuai dengan dirinya, tapi ruangan ini tidak jauh berbeda dengan design ruangan W
Jimmy membaca beberapa berkas yang dibawa Siena, semua atas perkataan maminya yang meminta Siena membawa laporan yang akan dibahas nanti. Siena membawa beberapa tumpuk berkas, Jimmy membelalakkan matanya menatap apa yang dibawa Siena. Tanpa merasa bersalah berkas langsung diletakkan diatas meja depan Jimmy, sang mami pergi dengan Rifat untuk mengurus sesuatu atau apapun itu yang sebenarnya bisa dikerjakan oleh orang lain. Memanggil Siena kembali setelah kepergian Tania dengan meminta dalam bentuk singkat yang membuat Siena memutar bola matanya malas.“Apa ini akan dibahas nanti?” tanya Jimmy setelah selesai membaca dengan menatap Siena.“Harusnya itu, Pak Endi kemarin kasih ini ke saya.” Siena memberikan jawaban professional.Jimmy benar-benar tidak menduga sama sekali jika Siena akan berubah jika mereka membicarakan masalah pekerjaan, sikap professionalnya benar-benar terlihat dengan sangat jelas. “Apa tidak ada masalah?” tan
Satu per satu keluar dari ruangan rapat, setelah Siena memutuskan untuk mengakhiri dan Jimmy tidak menjawab pertanyaan mereka. Menghembuskan nafas panjang setidaknya sudah melewati satu tahapan yang membuatnya bernafas lega.“Tidak ada lagi yang harus kita bahas?” tanya Siena dengan suara pelannya yang hanya dijawab gelengan kepala Jimmy “Baik, kalau begitu saya permisi.”Menatap Siena yang keluar dari ruang rapat, lebih tepat hanya menatap punggung. Jimmy merasa Siena memberikan jarak dengan dirinya, tapi tidak dengan yang lain. Mencoba mengingat apa dirinya pernah melakukan kesalahan, menggelengkan kepalanya karena merasa tidak pernah melakukan apapun.“Apa merasa Siena misterius?” tanya Naila tiba-tiba yang membuat Jimmy menatap kearahnya “Dia memang seperti itu, tapi sebenanya perhatian sama orang-orang sekitarnya.” “Mbak tahu tentang Siena seberapa banyak?” tanya Jimmy hati-hati.“Nggak terlalu banyak.” Naila mengatakan de
“Tugas mulu, kapan kita dikasih waktu buat praktek?” keluh Danu sambil menatap layar.“Belum waktunya.” Jimmy menjawab singkat.Suasana di ruangan jantung anak memang selalu sepi, tidak banyak dokter yang berada di ruangan. Dokter senior sudah mempunyai tugas untuk praktek dan beberapa kali operasi bukan hanya di rumah sakit ini, tapi rumah sakit lainnya. Mereka akan bergantian untuk praktek di rumah sakit ini, atau bisa saja dokter paling senior yang hanya praktek. Jimmy memikirkan bagaimana dengan rumah sakit keluarganya, sistem praktek dan kerja yang mereka lakukan disana. Jimmy tahu jika Naila hanya fokus di rumah sakit itu, tapi dia juga memiliki pekerjaan lainnya di restoran, lalu bagaimana dengan yang lain.“HAH...PUSING!” teriak Jimmy yang membuat Danu menatap bingung.“Masalah Febby?” tembak Danu.Jimmy menatap bingung “Kenapa dengan Febby?” Danu menunjuk Jimmy “Kamu, tadi mengatakan kalau pusing
“Luar biasa! Kamu melakukan operasi tanpa bantuan Dokter Albert.” Danu bertepuk tangan dengan penuh kebanggaan.“Memang operasi apaan?” tanya Tomo penasaran.“Pemasangan jantung bocor.” Danu menjawab dengan penuh antusias.Ruli bertepuk tangan yang diikuti Danu tidak lama kemudian, Jimmy hanya menikmati minuman yang ada di tangannya. Membiarkan kedua temannya bertepuk tangan, sedangkan dirinya hanya mencoba menyadarkan diri jika operasinya berhasil.Jimmy melakukan operasi beberapa hari lalu dengan perintah Albert yang harusnya melakukannya, dia bilang akan berada disampingnya dan akan memberitahukan apabila ada yang salah tapi nyatanya hanya diam bahkan sampai pada saat Jimmy melakukan jahitan. Keluar dari ruang operasi yang harus menyampaikan adalah Jimmy dengan Albert berada disampingnya, tentu saja tanpa mengeluarkan suara sama sekali.Perasaannya pada saat itu bercampur aduk, belum lagi harus memantau hasil operasinya yang
Jimmy memasuki kamar adiknya, Rey. Adik kecilnya yang sudah tidak kecil lagi dan sudah menjadi mahasiswa di salah satu universitas. Kedatangan Jimmy ke rumah untuk berbicara dengan Rey tentang Siena, rasa penasarannya pada Siena masih memenuhinya tapi tidak bisa mendapatkan informasi darimanapun.“Nggak udah masuk ke kamar.” Rey mengatakan dengan nada dingin.“Kamu banyak berubah.” Jimmy mengatakan tanpa peduli dengan kata-kata Rey.“Menurutmu kenapa aku berubah?” Rey menatap malas pada Jimmy.“Serius? Kamu masih kesal karena Mas Endi menikah sama Tere?” Jimmy menggelengkan kepalanya.“Kalau mami bilang dari awal aku bukan anak papi melainkan Om Rifat pastinya aku nggak akan dengan mudah kasih Tere ke Mas Endi.” “Mas Endi masih kakak kamu loh, jangan sampai masalah begini buat kamu jadi dendam sama dia.” Jimmy memperingatkan Rey.Rey mengerucutkan bibirnya mendengar kata-kata Jimmy, melihat itu membuat Jim
Seharian berada di rumah sakit mengecek pasien, kata-kata kakaknya selalu berputar di kepalanya. Jimmy memikirkan dengan dalam setiap kata-kata yang keluar, bagaimana mungkin jika dirinya tetap memutuskan bersama dengan Febby akan membuat keluarga mereka akan pergi selamanya. Hal yang sangat tidak mungkin terjadi, bukankah maut semuanya adalah rahasia Tuhan. Jimmy menggelengkan kepalanya mengingat kata-kata kakaknya yang sudah seakan-akan dirinya Tuhan, walaupun sebenarnya kenangan dulu masih teringat jelas tapi bukankah masalah mereka berbeda.Jimmy mencoba mengingat bagaimana Febby dan ayahnya, Yudi. Kedua orang ini sangat baik tidak mungkin melakukan hal gila, walaupun hubungan mereka tidak direstui dan memilih mengakhirinya bukan berarti ketika mereka memutuskan bersama akan terjadi hal yang dikatakan kakaknya.“Melamun aja,” ucap Danu menepuk bahu Jimmy.“Darimana kamu?” tanya Jimmy melihat penampilan Danu.“Mau temani Dok
“GILA!” Danu berteriak kencang.Beberapa jam mereka berada di ruang operasi menyaksikan bagaimana kedua professor bekerja sama menyelamatkan bayi dari zat berbahaya, bayi tadi sempat kehilangan denyut jantung karena menghirup udara yang sudah tercampur dengan zat berbahaya.“Mereka berdua memang hebat.” Jimmy mengakui kehebatan mereka berdua.“Prof Yudi bicara sama kamu?” tanya Danu dengan nada serius.Jimmy menganggukkan kepalanya “Aku tidak tahu dasar kamu mengambil keputusan itu, tapi aku akan mendukung apapun itu yang kamu ambil.”“Aku tahu kamu masih memiliki keinginan untuk tidak ada Sabi berikutnya, aku tidak jauh berbeda dimana tidak ingin ada bayi-bayi yang memiliki masalah jantung. Aku mengambil keputusan itu bukan karena kamu, walaupun juga memikirkan kamu didalamnya.” Danu membuka suaranya “Jangan berpikir yang negatif tentang keputusan yang aku ambil.”“Aku malah takut kamu mengambil keputusan karena aku