Putri : “Mas Soul akan asistensi besok. Jam 6:30 malam katanya. Gak ada penugasan.”
Reza : “ TUMBEN!”
Lesmana : “Alhamdulillah.”
Ryanho : “Mantap! [OK]”
Lesmana : “Yakin nggak ada tugas tambahannya, Dik Putri?”
Putri : “Iya mba.”
“Kamu tampak lelah,” komentar Mas Fath. Aku hanya menggelengkan kepala. Di depan mataku ada laptop yang masih ku pakai untuk menyelesaikan tugas-tugasku. Tugas mata kuliah Proyek Besar lumayan menguras tenaga, apalagi tugas ini dilakukan selama satu semester. Besok jam 9 adalah kelasnya dan teman-temanku sangat kacau dalam membuat rancangan sistem alat yang ingin kami buat. Oh, aku menyesal mempercayakan mereka untuk hal ini.“Biarkan dia Mas Fath, dapat kelompoknya ampas di gacha,” komentar si menyebalkan Arrow. Komentar itu langsung di balas oleh Reynald yang duduk di sebelahku. Mas Fath berlal
Putri : “Assalamu’alaikum, baru dapat kabar dari Mas Arrow kalau praktikum ke-4 asistensinya akan di urus oleh Mas Mpu. Mas Soul sedang di opname.”Reza : “MAMPUS.”Lesmana : “Innalillahi, bagaimana bisa Dik Putri?”Putri : “Nggak tahu mba. Saya belum dapat informasi apa-apa.”Alisa : “GWS Mas Soul.”Ryanho :
Praktikum ke-4 akan dimulai minggu depan. Aku mencatat hal itu di buku catatanku. Tidak terasa aku mencapai minggu ke-10 kuliah.“Nuriya, waktunya tidur,” ucap ibuku dengan lembut dari depan pintu.“Siap bu.”Aku menutup buku catatan itu, lalu pergi tidur.Pagi hari itu, angkatanku dipanggil oleh senior-senior kami. Biasanya, aku tidak pernah peduli dengan kegiatan-kegiatan konyol dari para senior seperti ini, namun kali ini mereka mendesak dengan berbagai ancaman omong kosong yang membuat teman-temanku yang rajin panik luar biasa. Dengan b
“Soul masuk rumah sakit?” tanya Abraham kepadaku. Aku hanya menganggukkan kepala. Malam di Enschede memang berbeda dengan malam di Indonesia. Salju berhamburan di seluruh kota ini. Kota yang berada dekat perbatasan dengan Jerman ini.“Kamu sudah mengerjakan tugas?” tanyanya lagi. Aku menganggukkan kepala.“Boleh pinjam? Aku mau cek aja,” tanyanya lagi. Aku serahkan satu kertas hasil pekerjaanku.“Terima kasih. Oh ya, mending kamu tidur aja. Ini dingin banget cuacanya,” komentar Abraham. Aku tetap memandang salju yang berjatuhan.“Tidak apa,&rdquo
Desa tempat kami berada dapat dibilang lumayan besar. 412 Kepala Keluarga. Penduduknya 2.029 orang seluruhnya. Anak-anaknya 1.035, itu dari usia 6-18 tahun. Tugas kelompokku, dan beberapa lainnya, adalah mengedukasi 5 anak setiap kelompok. Untuk yang diajarkan, kami diharapkan bisa mengajarkan keilmuan yang mereka ingin pelajari serta memberikan motivasi kepada anak-anak tersebut.Pagi itu, setelah makan pagi, kami pergi ke balai desa untuk mengajar anak-anak. Ada juga yang mengajar ibu-ibu, ada yang membantu bapak-bapak membersihkan desa dan seterusnya.Aku dan kelompokku bertemu dengan lima anak yang akan kami berikan ilmu. Tiga orang laki-laki, dan dua orang perempuan. Dari penampilannya, mereka sepertinya sekitar 11 hingga 13 tahun. Mereka tampak senang
Kami semua kembali kala minggu pagi tiba. Upacara penutupan tidak memiliki banyak kesan. Semua sudah berlalu.Hanya saja. Rasa ini terus membuncah, dan aku memutuskan untuk tidak mempedulikannya. Biarkan saja dia tenggelam dari hatiku, tidak pernah ada di sana.Dan tepat saat baru saja kami tiba di kampus, untuk pertama kalinya, aku melihat Mas Arrow yang langsung berlari seperti kesetanan. Dia segera mengambil motornya, dan aku lihat dia seg
Siang itu, matahari terik menembus kulit sawo matang serta rambut hitam panjang yang dibiarkan tergerai milik perempuan dengan tinggi 150 cm itu. Rencananya untuk tidur siang hari itu harus dia tunda karena adanya pertemuan teknis terkait lab program. Sebagaimana yang pernah dia dengar dari teman-teman satu fakultasnya, lab ini termasuk lab paling susah karena silabusnya seperti membuka jurang kehancuran. Jangan terkejut jika lab ini akan dihadapi sampai tiga kali selama kuliah, karena standar kelulusannya yang seperti langit dibandingkan lab yang lain di fakultasnya, fakultas elektro dan informatika.Tentu saja, itu membuatnya ragu untuk menjalani lab ini. Sebagai seorang mahasiswa salah jurusan, dia tentu ingin segera mengambil SBMPTN dan hengkang dari jurusan yang membuat pengalaman kuliahn
(Putri menambahkan Alisa, Nuriya, Ryanho, Phaelus, Aybe, Lesmana, Reza, dan Ilham ke obrolan)(Hari ini 19:24)Putri : Assalamu’alaikum.Alisa : Wa’alaikumussalam Mba.Nuriya : Wa’alaikumussalam Mba.Ryanho : Wa’alaikumussalam Mba.Lesmana : Wa&
Kami semua kembali kala minggu pagi tiba. Upacara penutupan tidak memiliki banyak kesan. Semua sudah berlalu.Hanya saja. Rasa ini terus membuncah, dan aku memutuskan untuk tidak mempedulikannya. Biarkan saja dia tenggelam dari hatiku, tidak pernah ada di sana.Dan tepat saat baru saja kami tiba di kampus, untuk pertama kalinya, aku melihat Mas Arrow yang langsung berlari seperti kesetanan. Dia segera mengambil motornya, dan aku lihat dia seg
Desa tempat kami berada dapat dibilang lumayan besar. 412 Kepala Keluarga. Penduduknya 2.029 orang seluruhnya. Anak-anaknya 1.035, itu dari usia 6-18 tahun. Tugas kelompokku, dan beberapa lainnya, adalah mengedukasi 5 anak setiap kelompok. Untuk yang diajarkan, kami diharapkan bisa mengajarkan keilmuan yang mereka ingin pelajari serta memberikan motivasi kepada anak-anak tersebut.Pagi itu, setelah makan pagi, kami pergi ke balai desa untuk mengajar anak-anak. Ada juga yang mengajar ibu-ibu, ada yang membantu bapak-bapak membersihkan desa dan seterusnya.Aku dan kelompokku bertemu dengan lima anak yang akan kami berikan ilmu. Tiga orang laki-laki, dan dua orang perempuan. Dari penampilannya, mereka sepertinya sekitar 11 hingga 13 tahun. Mereka tampak senang
“Soul masuk rumah sakit?” tanya Abraham kepadaku. Aku hanya menganggukkan kepala. Malam di Enschede memang berbeda dengan malam di Indonesia. Salju berhamburan di seluruh kota ini. Kota yang berada dekat perbatasan dengan Jerman ini.“Kamu sudah mengerjakan tugas?” tanyanya lagi. Aku menganggukkan kepala.“Boleh pinjam? Aku mau cek aja,” tanyanya lagi. Aku serahkan satu kertas hasil pekerjaanku.“Terima kasih. Oh ya, mending kamu tidur aja. Ini dingin banget cuacanya,” komentar Abraham. Aku tetap memandang salju yang berjatuhan.“Tidak apa,&rdquo
Praktikum ke-4 akan dimulai minggu depan. Aku mencatat hal itu di buku catatanku. Tidak terasa aku mencapai minggu ke-10 kuliah.“Nuriya, waktunya tidur,” ucap ibuku dengan lembut dari depan pintu.“Siap bu.”Aku menutup buku catatan itu, lalu pergi tidur.Pagi hari itu, angkatanku dipanggil oleh senior-senior kami. Biasanya, aku tidak pernah peduli dengan kegiatan-kegiatan konyol dari para senior seperti ini, namun kali ini mereka mendesak dengan berbagai ancaman omong kosong yang membuat teman-temanku yang rajin panik luar biasa. Dengan b
Putri : “Assalamu’alaikum, baru dapat kabar dari Mas Arrow kalau praktikum ke-4 asistensinya akan di urus oleh Mas Mpu. Mas Soul sedang di opname.”Reza : “MAMPUS.”Lesmana : “Innalillahi, bagaimana bisa Dik Putri?”Putri : “Nggak tahu mba. Saya belum dapat informasi apa-apa.”Alisa : “GWS Mas Soul.”Ryanho :
“Kamu tampak lelah,” komentar Mas Fath. Aku hanya menggelengkan kepala. Di depan mataku ada laptop yang masih ku pakai untuk menyelesaikan tugas-tugasku. Tugas mata kuliah Proyek Besar lumayan menguras tenaga, apalagi tugas ini dilakukan selama satu semester. Besok jam 9 adalah kelasnya dan teman-temanku sangat kacau dalam membuat rancangan sistem alat yang ingin kami buat. Oh, aku menyesal mempercayakan mereka untuk hal ini.“Biarkan dia Mas Fath, dapat kelompoknya ampas di gacha,” komentar si menyebalkan Arrow. Komentar itu langsung di balas oleh Reynald yang duduk di sebelahku. Mas Fath berlal
Putri : “Mas Soul akan asistensi besok. Jam 6:30 malam katanya. Gak ada penugasan.”Reza : “ TUMBEN!”Lesmana : “Alhamdulillah.”Ryanho : “Mantap! [OK]”Lesmana : “Yakin nggak ada tugas tambahannya, Dik Putri?”Putri : “Iya mba.”
Praktikum ketiga dimulai hari ini. Tinggal sedikit lagi kami terbebas dari bencana Mas Soul. Semoga kami dikuatkan. Aku sudah selesai membuat laporan untuk praktikum ini, dan sekarang sedang duduk di kantin kampus bersama Alisa.“Kantin jauh lebih ramai,” komentar Alisa.“Sepertinya jurusan lain?” tanyaku setengah bergumam.“Sepertinya begitu, Nur,” jawab Alisa. Kami melihat
Pernahkah kamu merasa takut pada seseorang? Mungkin iya. Aku juga sering merasakannya. Namun, Mas Soul adalah orang pertama yang membuat nyaliku sangat ciut hingga berbicara saja seperti sebuah pisau akan lewat lehermu jika salah berkata. Hari itu, aku belajar ketakutan yang lebih menakutkan daripada saat dulu aku pernah di-bully.“Nuriya, sudah malam, ayo tidur,” ucap ibuku saat memasuki kamarku. Aku tersenyum sebelum menolehkan kepalaku kepada ibuku.“Nuriya masih mengerjakan tugas kuliah bu. Se