"Aku akan laporkan kamu ke Pak Yudi! kamu pasti akan di pecat!" ancam Bram. Harry yang sudah sangat marah dengan kelakuan Bram dan Yudi sudah tak pedulikan ancaman Bram lagi."Laporkan saja. Saya tak takut!" Harry melepaskankan cengkalan tangannya, kemudian menggandeng Alena masuk ke dalam mobilnya.Tanpa mereka sadari, sosok dalam mobil hitam besar tengah memperhatikan mereka. Sosok itu adalah Yudi. Yudi memang mengatakan setuju dengan ide Bram, tapi hatinya tetap tak terima patner bisnisnya itu berusaha mendekati Alena. Dia menggunakan cara liciknya untuk menggagalkan rencana Bram. Dia yang membayar pereman untuk mencegat mobil orang-orang bayaran Bram. Dia juga yang menyuruh pereman untuk menghajar Bram hingga babak belur. Awal mulanya ia menikmati pemandangan yang ada di depannya, namun saat tiba-tiba istrinya memeluk Harry, moodnya berubah seketika.Setelah melihat istri dan sopirnya masuk dalam mobil, Yudi melajukan mobilnya. Dia kembali menuju kantornya menggunakan mobil yang
"Telepon pacarmu. Bilang saya tak jadi memecatnya!"Marni girang bukan main. Tapi tidak dengan Alena. Di satu sisi dia senang Harry akan kembali, tapi di sisi lain dia marah setelah mendengar pernyataan Marni."Terimakasih, Pak. Saya kedalam dulu. Saya akan langsung menelpon Harry sekarang juga!"Cepat-cepat Marni masuk untuk menghubungi Harry."Bik Marni dan Harry pacaran?" tanya Alena yang masih belum hilang rasa syoknya.Yudi mengangguk, "Iya. Kamu tahu, mereka diam-diam sering sekamar tanpa sepengetahuan kita. Lucu kan?" cerita Yudi sambil terkekeh.Suhu tubuh Alena panas dingin mendengar cerita suaminya, "Sekamar?"Lagi-lagi Yudi mengangguk, "Hari itu Mas sampai lihat banyak kissmark di dada Harry. Ternyata pembantu kita itu sangat ganas. Meski usianya terpaut sepuluh tahun dari Harry, Mas pikir mereka pasangan yang sangat serasi."Tangan Alena mengepal, menelan mentah-mentah ucapan suaminya tanpa mau bertanya kebenarannya terhadap Marni."Kamu kenapa, kok dengernya kaya engggak
Pov HarrySeperginya aku dari rumah Yudi, aku mulai disibukan dengan kegiatanku di empat butik milikku. Dua di jakarta dan dua lagi di Bandung. Karena ku tinggal cukup lama, stok baju banyak yang hilang. Aku harus mengecek CCTV demi menemukan pencurinya. Aku yakin salah satu pegawai di butikku ada yang tidak jujur.Karena harus mengurus banyak hal, aku menyuruh Bik Marni berbohong bahwa aku tidak bisa di hubungi. Aku terpaksa melakukannya demi membereskan masalahku.Ku cek CCTV di masing-masing butik dengan sabar, akhirnya setelah beberapa jam mengecek ku temukan sebuah kejanggalan. Di setiap hari minggu CCTV dalam butikku bermasalah. Itu terjadi setiap jam tujuh malam sampai tutup CCTV itu tidak menyala. Saat itulah aku curiga kalau ini di lakukan dengan sengaja oleh salah satu dari pegawaiku.Setelah menanyakan pada semua pegawai, ternyata ini ulah Agus, lelaki yang ku tunjuk sebagai supervisior di butikku. Dia sahabat sekaligus orang kepercayaanku. Dia yang menghandle semua butikku
Pov Author"Harry? kau sudah datang?" tanya Yudi sembari menarik kursi kemudian duduk diatasnya."Sudah, Pak. Maaf saya baru bisa bekerja lagi sekarang." jawab Harry."Kalau saya sih tidak masalah. Tapi Bik Marni itu loh, hari-hari ngeluh dan cemberut karena enggak ada kamu. Dampaknya ke makanan yang di masaknya. Rasa masakannya sesuram wajahnya tanpa kamu. Ngeri kan kalau hari-hari aku lihat wajahnya mengerikan seperti itu.""Hehe...Pak Yudi bisa saja becandanya." balas Harry sembari melirik Alena yang terlihat sangat cuek padanya."Aku enggak lagi becanda. Bik Marni kaya orang gila tanpa kamu. Kamu kemana saja sampai matiin ponsel selama ini? punya gebetan baru ya, sampai lupa sama yang lama?" goda Yudi sambil menyendok nasi ke piringnya."Gebetan baru? enggaklah, Pak. Menurut saya satu pacar saja sudah cukup.""Eleh...! jangan bohong kamu Har, pasti selain Bik Marni, kamu pacar lain kan. Ngaku!" Yudi masih terus menggoda sopirnya sambil mengunyah makanannya. Tiga istrinya hanya men
"Kau ingin mengancamku Sinta?" tanya Harry tak percaya. Dulu Sinta adalah wanita lembut dan sangat baik, Harry terkejut melihat Sinta bisa berubah selicik ini setelah putus darinya."Ya, aku sedang mengancammu. Nasib kalian berdua ada di tanganku sekarang. Jangan mencoba bermain-main lagi di belakangku. Mengerti?" ancam lagi Sinta.Harry terkekeh, "Kau tak punya bukti apapun, kau pikir bisa menjebakku dengan ancaman tak masuk akalmu?""Jika kau ingin aku mengumpulkan bukti, akan ku lakukan. Kau pikir ancamanku main-main, Harry?" kesal Sinta."Lakukan, Sinta. Lakukan apa yang ingin kamu lakukan! Aku sudah siap menghadapimu, juga Bram!" balas Santai Harry menanggapi ancaman Sinta. Dalam hatinya memang khawatir, tapi dia tak mau memperlihatkan kehawatirannya di depan Sinta. Dia tak mau tunduk dengan ancaman Sinta."Jadi kamu benar-benar menantangku Harry?" tantang Sinta, Harry hanya menanggapinya dengan senyuman menantang."Baiklah, kamu yang membuatku makin bersemangat membongkar hubung
"Bukan demi kebaikan kita, tapi demi kebaikan Mas sendiri. Maaf, Mas. Kali ini aku tak mau mengikuti perintahmu!" ucap tegas Alena.Plak!"Berlutut atau aku hajar kalian bertiga!" ancam Yudi. Lagi-lagi Sinta tersenyum penuh kemenangan melihat Alena di tampar Yudi."Hajar saja kami, Mas. Aku takan mau berlutut di depan wanita ini!"Yudi marah, kemudian menarik tubuh Alena dan menghempaskannya di depan Sinta. Tepat di depan kaki Sinta tubuh Alena kemudian terjatuh."Ayo minta maaf. Kalau kamu tak mau dua madumu aku seret juga ke sini lalu ku hajar di depanmu!" ancam Yudi."Cepatlah, Len. Kau sudah ada di bawah kakiku, tanggal minta maaf apa susahnya!" cibir Sinta.Aku akan meminta maaf, tapi tolong tinggalkan kami berdua dulu!" pinta Alena pada Yudi. Yudi menoleh kearah Sinta, Sinta memberi kode pada Yudi agar menyetujui permintaan Alena. Yudipun akhirnya pergi meninggalkan Alena dan Sinta, kemudian dia menuju ke kamar Dewi.Alena bangkit. Sinta menatap nyalang kearahnya."Siapa yang n
[Besok pagi, temui saya di coffe shop biasa.]Yudi menghela nafasnya setelah membaca pesan dari Bram. Dia lalu duduk memandangi Alena yang tidur membelakanginya."Apalagi mau Bram?" gumamnya sedikit merasa khawatir. Dia kemudian membelai rambut Alena yang sudah tertidur pulas."Seandainya saja aku tak pernah bertemu dengan wanita licik seperti Rani, aku tidak akan sampai kehilangan Alena." ucap Yudi sambil menatap sendu kearah Alena.Jam dua malam, Yudi baru bisa tertidur. Dia berharap, Bram belum akan menagih janjinya. Dia belum siap kehilangan Alena sekarang.Menjelang pagi, Yudi terbangun lagi. Dia tidak bisa nyenyak tidur, lalu dia turun untuk membangunkan Harry."Ya, Pak?" tanya Harry setelah membuka pintu kamarnya."Jam enam pagi, antarkan saya menemui pak Bram. Kamu bersiap-siaplah lebih awal dari biasanya.""Siap, Pak." ucap Harry. Yudi kemudian naik ke kamar Alena lagi. Dia mondar-mandir seperti orang bodoh, memikirkan cara agar bisa mengulur waktu jika seandainya Bram menagi
"Sin, maafin istri-istri Om. Maaf karena mereka sampai membuatmu babak belur seperti ini."Sinta tak menggubris ucapan Yudi, dia masih menatap nyalang tiga istri Yudi yang sedang mengobrol bersama Harry."Om, antarkan kamu pulang!" ujar Yudi sembari mengulurkan tangannya untuk meraih tangan Sinta."Aku bisa jalan sendiri Om." ucap Sinta sembari berjalan ke arah mobilnya."Aku bukan Mau pulang, Om belum membuktikan janji Om." lanjut Sinta setelah masuk dalam mobilnya."Tapi mereka bisa buat babak belur kamu lagi kalau sandiwara ini tetap nekad kita lanjutkan!" ucap Yudi, dia sudah cukup sakit kepala dengan keributan yang terus-terusan terjadi pada Sinta dan tiga istrinya."Mereka enggak akan sekurangajar ini jika Om bisa tegas pada mereka. Om harus menceraikan dan mengusir Alena di depanku, baru aku akan merasa puas!""Kamu punya dendam apa sebenarnya, sampai sebenci ini dengan Alena? Yang membuat babak belur kamu bukan cuma Alena, tapi kamu cuma dendam sama Alena."Sinta gelagapan me