Home / Romansa / Sleeping with my Friend / Bab 2 - Bertengkar

Share

Bab 2 - Bertengkar

last update Last Updated: 2021-07-12 20:29:38

Emosinya tak dapat ia kontrol. Steve melayangkan pukulannya lagi dan lagi pada wajah Henry. Sungguh, Steve sebenarnya tak mengerti apa yang terjadi dengannya. Ia hanya tidak bisa membayangkan ketika Jessie akan melepas kehormatannya dengan laki-laki bajingan ini. Padahal Steve sadar, jika itu bukanlah urusannya.

Jessie sudah dewasa, jadi ia tidak bisa melarang Jessie untuk tidak melakukan hal tersebut.

Saat Steve tak juga berhenti memukuli wajah Henry, pada saat bersamaan pintu dibuka dan menampilkan Jessie yang baru kembali dari apartmen Steve dengan membawa baju ganti untuk lelaki itu.

Jessie sempat terkejut dengan apa yang terjadi. Ia melihat Henry terkapar diatas lantai dengan Steve yang berada di atasnya dan memukuli Henry berkali-kali. Jessie memekikkan nama Steve dan segera berlari menuju ke arah dua orang lelaki tersebut.

“Steve! Apa yang sudah kau lakukan?” Jessie menarik tubuh Steve agar lelaki itu bangkit meninggalkan Henry yang sudah terkapar di atas lantai.

Jessie menghampiri Henry, dan membantu lelaki itu agar bisa bangkit dan duduk sendiri.

“Henry, kau tidak apa-apa?” tanyanya. Mata Jessie menatap tajam ke arah Steve. “Apa yang kau lakukan, Steve?!” Jessie berseru keras kepada Steve. Sedangkan Steve hanya bisa menatap Henry dengan tatapan membunuhnya.

Kemudian, tanpa banyak bicara lagi, Steve meraih baju ganti yang dibawakan Jessie, kemudian ia masuk ke dalam kamar Jessie untuk mengganti pakaiannya tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

*****

Masih dengan kekesalan yang entah bersumber darimana, Steve mengenakan pakaiannya secepat mungkin. Ia tidak sudi berlama-lama berada di dalam apartmen Jessie ketika ada si bajingan itu di dalamnya.

Steve lalu menghela napas panjang. Sebenarnya, apa yang terjadi dengannya? Itu bukan urusannya, ketika Jessie akan memberikan kehormatannya pada lelaki itu malam ini, tapi entah kenapa memikirkan hal itu membuat Steve kesal setengah mati.

Setelah mengenakan pakaiannya, Steve segera keluar dari dalam kamar Jessie. Matanya lalu menangkap sepasang kekasih itu sedang berduaan di area dapur. Jessie tampak sedang mengobati memar-memar di wajah kekasihnya, dan itu kembali membuat Steve mendengus sebal.

Steve berjalan dengan cepat menuju ke arah pintu depan apartemen Jessie, melewati sepasang kekasih itu tanpa ingin menatapnya. Hal tersebut membuat Jessie menghentikan aksinya, lalu meninggalkan Henry dan menyusul Steve.

Bagi Jessie, bagaimanapun juga, Steve harus meminta maaf terhadap Henry karena lelaki itu sudah memukuli wajah Henry hingga babak belur. Lagi pula, apa masalah mereka? Jessie tidak pernah berpikir jika keduanya memiliki masalah serius hingga membuat keduanya baku hantam seperti tadi.

Jessie mengejar Steve, dan menghentikan temannya itu saat Steve baru saja membuka pintu apartmen Jessie.

“Hei, kau mau kemana?” Jessie menghentikan Steve dengan menepuk bahu lelaki itu.

“Keluar.”

“Kau belum meminta maaf padanya. Kau tidak lihat wajahnya babak belur karena ulahmu?”

Steve hanya menatap Jessie dengan tatapan membunuhnya. Kemudian melanjutkan langkahnya keluar dari apartemen Jessie tanpa sepatah katapun.

“Hei, Steve! Apa otakmu masih terendam alkohol? Steve! Steven!” Jessie berseru keras, tapi Steve masih melanjutkan langkahnya seakan tak peduli dengan teriakan-teriakan Jessie.

Dengan kesal, Jessie kembali masuk ke dalam apartemennya, sambil menggerutu, ia menuju ke arah Henry kembali dan melanjutkan aksinya untuk mengobati memar-memar di wajah lelaki itu.

“Apa dia gila? Apa otaknya masih terendam dengan alkohol? Dasar tidak tahu diri.” Jessie masih menggerutu sebal, dan itu membuat Henry sedikit tersenyum melihat kekasihnya tersebut.

Ya, itulah yang disukai Henry dari Jessie, wanita yang ceria dan juga cerewet.

“Kau, kenapa kau malah tersenyum seperti itu?”

“Sudahlah, lupakan saja dia.”

“Aku masih tidak habis pikir, kenapa tiba-tiba dia memukulimu seperti itu? Kau tidak mungkin berbuat macam-macam dengannya, bukan?”

Henry sedikit salah tingkah. “Tidak, tentu saja tidak. Aku hanya bertanya, kenapa dia mengenakan piyamamu, lalu tiba-tiba dia menerjangku dan memukuliku.”

“Mungkin dia masih terpengaruh dengan alkohol.”

“Dia mabuk lagi?” tanya Henry. Ya, setahu Henry, Steve adalah seorang pemabuk. Playboy cap kakap, dan ketika lelaki itu memiliki masalah atau sedang mabuk, lelaki itu lebih memilih menghabiskan waktunya di apartmen Jessie, dan itu benar-benar membuatnya tidak suka.

“Ya, dia gila. Bahkan tadi malam dia telanjang bulat di hadapanku dan memuntahkan isi dalam perutnya di atas karpetku.” Ucap Jessie yang kini sudah kembali mengobati memar-memar di wajah Henry.

“Jess, jika boleh jujur, aku tidak suka melihat kedekatanmu yang tak wajar dengannya.”

Jessie menghentikan pergerakannya seketika. Ia menatap Henry dengan serius. “Apa maksudmu? Kami hanya teman, tak lebih.”

“Ya, tapi kalian sudah sama-sama dewasa. Aku cemburu melihatnya. Apa salah jika aku cemburu padanya?” pancing Henry.

Jessie tersenyum lembut. Ia menangkup kedua pipi Henry dan berkata. “Honey, kau tak perlu khawatir. Steve sudah seperti saudara bagiku. Kami tidak akan melakukan hal yang tidak-tidak.”

“Tapi aku tidak percaya padanya.”

“Dia tidak akan berani macam-macam denganku, jika dia berani macam-macam sedikit saja, maka akan kutendang bokongnya dari sini.”

Henry mencoba tersenyum. Ia bersikap seolah-olah percaya dengan apa yang dikatakan Jessie, padahal sebenarnya, Henry merasa jika dalam lubuk hatinya yang paling dalam, ia sangat cemburu dengan kedekatan yang terjalin antara Steve dan juga Jessie.

*****

Steve tak berhenti mendengus sebal. Hari ini, ia menghabiskan waktunya di rumah Hank, temannya. Bukan tanpa alasan, karena hanya Hanklah yang mungkin mengerti bagaimana perasaannya saat ini.

Biasanya, Hank adalah orang yang menasehati Steve, memberi masukan, bahkan terkadang dia adalah orang yang mengenalkan Steve dengan beberapa wanita yang pernah menjadi teman kencan semalamnya.

Kini, Steve memilih mengubur dirinya pada sofa panjang milik Hank sembari menonton televisi dengan sesekali meminum bir yang memang selalu tersedia di dalam rumah lelaki itu.

“Kau, sebenarnya aku cukup muak melihatmu berada di sini.” Ucap Hank sembari melompat duduk tepat di sebelah Steve. “Ayolah, aku ada kencan, dan aku tidak mungkin meninggalkanmu di sini seperti orang gila.”

“Kalau begitu, ajak aku kencan.” Jawab Steve dengan wajah cueknya.

“Kau akan menggangguku, Steve.”

“Berengsek! Apa kau tidak bosan berkencan dengan Natalia? Kau bisa memutuskannya dan mencari wanita baru, Sialan!” Steve mengumpat kesal. Hank memang sangat berbeda dengan Steve. Jika Steve memilih hubungan satu malam dengan seorang wanita, maka Hank adalah sosok yang setia.

Entah sudah berapa tahun lamanya Hank menjalin hubungan dengan kekasihnya yang bernama Natalia tersebut.

“Steve, aku bukan kau yang tidak punya perasaan. Saat kau tak bisa berpaling dari seorang wanita, saat itulah kau sudah benar-benar jatuh cinta padanya.”

“Omong kosong tentang cinta! Bagiku, cinta adalah seberapa besar payudaranya.”

Hank tertawa lebar. “Berengsek. Otakmu benar-benar sudah parah. Lebih baik kau pergi dari sini. Aku benar-benar sedang ingin berkencan minggu ini.”

Steve bangkit seketika. “Aku masih bingung. Kenapa ada orang-orang yang membosankan seperti kalian?”

Hank mengangkat sebelah alisnya. “Kalian?”

“Ya, kau dan Jessie. Kalian benar-benar membosankan.”

Hank tersenyum, ia ikut bangkit dan menepuk pundak Steve. “Kau hanya iri pada kami, Steve. Kami memiliki orang yang mencintai kami, dan kau belum memiliki hal itu.”

“Sialan!” lagi-lagi Steve mengumpat kesal. Lalu Steve berjalan pergi keluar dari apartmen Hank.

“Steve, aku akan ke apartemenmu nanti malam.”

“Tak perlu, karena aku akan berpesta dengan beberapa wanita bayaran.”

“Ayolah Steve.” Sungguh, Hank merasa tak enak hati, tapi mau bagaimana lagi. Hari ini adalah hari dimana ia akan melamar kekasihnya. Jadi ia tak mungkin membatalkannya.

“Nikmati saja kencanmu yang membosankan itu.” Ucap Steve dengan nada kesal sembari meninggalkan apartemen Hank. Ya, Steve merasa sangat kesal. Tapi, kenapa juga ia merasa kesal? Apa benar yang dikatakan Hank, bahwa ia hanya merasa iri saja karena tak memiliki wanita yang ia sukai? Ya, mungkin saja.

-TBC-

Related chapters

  • Sleeping with my Friend   Bab 3 - Teman Minum

    Jessie tidak bisa menghilangkan degup jantungnya yang semakin menggila. Masalahnya, hari ini ia sudah memutuskan untuk melepas kehormatannya dengan Henry, lelaki yang ia cintai. Disisi lain, ia merasa takut jika Henry akan kecewa dengan dirinya yang tak tahu apapun tentang seks.Jessie mencoba menenangkan diri dengan meminum anggur yang tadi memang dibawakan Henry untuk mereka. Saat ini, keduanya sedang menonton film bersama di ruang tengah apartmen Jessie. Tak ada suara diantara mereka. Henry tampak menikmati jalannya film yang sedang mereka putar, sedangkan Jessie tampak sedang berusaha mengendalikan dirinya agar tak tampak salah tingkah.“Sepertinya, kau sedang tidak nyaman.” Ucap Henry kemudian.“Maaf, aku hanya tidak bisa mengendalikan degup jantungku.” Jawab Jessie dengan jujur.Henry tertawa lebar. Jemarinya terulur mengusap lembut puncak kepala Jessie. “Kalau kau belum siap, aku tidak akan memaksa.”&ldqu

    Last Updated : 2021-07-12
  • Sleeping with my Friend   Bab 4 - Dimabuk Gairah

    “Kau hanya perlu bilang jika kau butuh minum, maka aku akan mengajakmu berpesta dengan wanita-wanita tadi.” Ucap Steve saat ia sudah mempersilahkan Jessie duduk di bar kecilnya dan menuangkan minuman beralkohol untuk Jessie.“Kau gila? Aku tidak akan mau berpesta dengan kalian. Apalagi sampai melihat kalian telanjang satu sama lain.”“Itu keterlaluan, Jess. Aku tidak mungkin telanjang di hadapanmu.”“Tapi kau melakukannya kemarin.” Jessie menjawab cepat sembari menenggak minuman yang dituangkan Steve hingga tandas.“Wow, wow, wow, Hei, apa yang terjadi denganmu, gadis biara? Kau tak pernah minum sampai seperti ini.”“Aku benar-benar butuh minum, Steve.” Ucap Jessie lagi kali ini yang sudah menuangkan minuman kembali pada gelasnya. Secepat kilat, Steve menghalangi Jessie hingga mata Jessie menatap ke arah lelaki itu.“Apa kau sudah gila? Apa yang terjadi denganmu?&r

    Last Updated : 2021-07-12
  • Sleeping with my Friend   Bab 5 - Tanpa Pengaman

    Pagi sialan yang sangat canggung.Sebenarnya, Jessie ingin sekali pergi dari meninggalkan kamar Steve saat lelaki itu masih tidur pulas. Tapi nyatanya, lelaki itu seakan tak membiarkan dirinya pergi karena ketika Jessie bergerak, Steve seakan mengeratkan pelukannya pada tubuh telanjang Jessie.Kini, Jessie merasa terjebak dalam suasana sialan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Ia merasa sangat canggung saat berhadapan dengan Steve. Bayang-bayang panas kejadian semalam membuatnya tak dapat berkutik. Tapi kenapa Steve seakan tak canggung sedikitpun?Saat ini, Steve sedang sibuk membuat sesuatu di dapurnya. Lelaki itu bahkan tak malu bertelanjang dada di hadapannya.Malu? Ayolah Jess, bukankah kau tahu bahwa temanmu itu memang tak punya malu? Kau saja yang terlalu terbawa suasana.Jessie sempat berpamitan pulang tadi, tapi Steve memaksa dirinya untuk sarapan bersama sebelum pergi. Karena Steve begitu santai, maka Jessie tak bisa menolak d

    Last Updated : 2021-07-12
  • Sleeping with my Friend   Bab 6 - Meminta Maaf

    Siang itu, Jessie menyibukkan diri di dalam butiknya. Hari itu akan ada seorang pelanggan yang memang dijadwalkan mencoba gaun pengantin rancangannya. Miranda, asisten peribadinya juga sibuk membantu Jessie, ketika tiba-tiba telepon di meja Jessie berdering.“Kau tidak mengangkatnya?” tanya Miranda pada Jessie yang sibuk memberi tanda pada gaun yang sedang ia benarkan.Jessie hanya menggelengkan kepalanya.Sudah dua hari berlalu, dan Miranda tak pernah melihat Jessie seperti saat ini. Atasannya itu tak berhenti bekerja jika tidak sedang waktunya makan siang atau pulang. Miranda tahu jika butik Jessie memang ramai pengunjung, tapi biasanya, Jessie hanya akan fokus pada rancangan-rancangannya, bukan menyibukkan diri dengan hal-hal yang bisa dikerjakan oleh bawahannya seperti saat ini.“Kau ada masalah, Jess?” tanya Miranda secara terang-terangan.Jessie memang meminta Miranda dan bawahannya yang lain untuk menganggapnya sebaga

    Last Updated : 2021-07-12
  • Sleeping with my Friend   Bab 7 - Mengacaukan Pertemanan

    Jessie bersedekap dan bertanya “Untuk apa? Karena kau sudah ‘membaptisku’ malam itu? Atau karena kau tidak menggunakan kondom?” Jessie bahkan ikut menggunakan istilah itu untuk menyebutkan kejadian panas yang sudah mereka lakukan malam itu.“Untuk semuanya.” Ucap Steve dengan penuh sesal.“Kau bukan satu-satunya yang salah, Steve. Ingat, aku menggodamu.”“Tapi aku yang meluncurkan ide gila itu.”“Dan aku yang menyetujuinya.”“Tapi aku tak mengingatkanmu kembali tentang resikonya.”“Aku yang datang padamu, Steve! Astaga, apa bisa kita lupakan saja malam itu?!” Jessie berteriak frustasi. “Aku tidak suka melihat penyesalan dan rasa bersalahmu.”Steve berjalan satu langkah ke arah Jessie. “Aku tidak pernah menyesal.” Ucapnya penuh penekanan.Jessie menatap tepat pada mata Steve, dan lelaki itu benar. Tak

    Last Updated : 2021-07-12
  • Sleeping with my Friend   Bab 8 - Bayangan Malam yang Panas

    Jessie belum pulang ketika waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Hal itu membuat Miranda menunda kepulangannya hingga sang bossnya itu pulang. Saat Jessie keluar dari dalam ruang kerjanya, ia melihat lampu butiknya masih menyala dan tampak Miranda sedang merapikan sebuah lemari yang penuh dengan renda-renda.Jessie mengerutkan keningnya dan berjalan menuju ke arah bawahannya tersebut. “Miranda? Kau belum pulang?” tanya Jessie sembari mendekat.“Ya. Kupikir kau butuh teman.” Miranda menjawab. Selama ini, mereka memang sudah seperti teman baik.“Tidak, aku baik-baik saja. Seharusnya kau sudah pulang sejak beberapa jam yang lalu.”“Aku tidak bisa membiarkanmu sendiri, Jess. Tidak setelah apa yang kulihat.”“Kau, melihatnya?” Tanya Jessie dengan sedikit malu. Jika yang dimaksud Miranda adalah pertengkarannya dengan Steve, maka Jessie benar-benar tak dapat menahan rasa malunya.&l

    Last Updated : 2021-07-25
  • Sleeping with my Friend   Bab 9 - Orang yang Profesional

    Steve yang melihatnya dari belakang hanya bisa ternganga. Tubuh Jessie sangat indah jika dilihat dari belakang. Lekukannya menggoda, dan permukaan kulitnya tampak halus dan kencang. Dengan spontan, kaki Steve berjalan mendekati Jessie. Lengannya terulur begitu saja melingkari perut Jessie. Steve memeluk tubuh Jessie dari belakang, menyandarkan dagunya pada pundak Jessie, hingga mau tak mau membuat Jessie menghentikan pergerakannya seketika.“Kau sangat indah, Jess.” Steve berbisik dengan serak. Bahkan dengan berani, jemarinya sudah menggapai sebelah payudara Jessie. Jessie tak meronta, wanita itu bahkan tampak menahan kenikmatan, memejamkan matanya karena sentuhan Steve.Jessie melemparkan kepalanya ke belakang, hingga Steve dengan leluasa bisa menikmati leher jenjang wanita tersebut. “Ohh Steve…” dengan spontan Jessie mengerang, menyebutkan nama Steve dengan begitu merdu.Steve kemba

    Last Updated : 2021-07-25
  • Sleeping with my Friend   Bab 10 - Kencan yang Membosankan

    Waktu berlalu cukup cepat. Setidaknya, itulah yang dirasakan oleh Jessie. Sepertinya baru beberapa jam yang lalu ia melihat Steve memotreti para modelnya dengan gaya yang tak biasa, tapi lelaki itu tentu selalu mempesona ketika bekerja. Ya, setidaknya itulah pendapat Jessie selama ini.Steve tampak sangat menarik saat lelaki itu konsentrasi pada objek tangkapan lensa kamerannya. Ketika lelaki itu memutar fokus lensanya, saat lelaki itu mengerutkan keningnya, saat lelaki itu tampak begitu serius mengambil gambar di hadapannya, Jessie menyukai saat melihat Steve yang seperti itu. Baginya, Steve tampak bertanggung jawab dengan pekerjaannya, tampak dewasa dengan ekspresi seriusnya. Tentu sangat berbeda dengan Steve yang selama ini ia kenal.Jessie tak memungkiri jika beberpa kali jantungnya berdebar tak menentu saat melihat Steve melakukan pekerjaannya dulu sebelum malam sialan itu terjadi. Meski begitu, Jessie tak akan pernah mengakui bahwa ia terpana ketika melihat Steve

    Last Updated : 2021-07-25

Latest chapter

  • Sleeping with my Friend   EPILOG

    Jessie dan Steve sarapan dengan sesekali tersenyum satu sama lain. Sesekali menggoda hingga keduanya tidak sadar jika sepasang mata sedang mengawasi mereka dan tersenyum geli melihat kekelakuan keduanya.“Menggelikan sekali.” Akhirnya Frank tak kuasa berkomentar dengan apa yang ia lihat sejak tadi.Steve dan Jessie saling pandang, lalu keduanya tersenyum, menertawakan apa yang dikatakan Frank. “Kau hanya belum mengalaminya, Frank.” Steve yang menjawab.“Well, kau sudah seperti George saja. Semalaman dia menasehatiku, membuat telingaku panas karena mendengarkan tentang macam-macam wanita yang patut kunikahi versinya. Yang benar saja. Aku tak akan menikah.”“Kau sudah berjanji padaku, Frank.” George yang mendengarnya akhirnya menyahut. Lelaki paruh baya itu sedang sibuk membuat sesuatu di dapurnya.“Berjanji untuk memberikan keturunan, bukan menikah, Dad.”“Kau ta

  • Sleeping with my Friend   Bab 36 - 'Teman Hidup'

    “Tidak mungkin.” Kali ini giliran Steve yang menggelengkan kepalanya.“Aku emosi saat Donna berkata bahwa dia perempuan yang istimewa dimatamu, karena itu kau tidak ingin menyentuhnya sebelum kalian menikah. Maka dari itu, aku marah, aku ingin kau menyamakan posisi kami. Tapi saat kau pergi, aku tak bisa tidur memikirkanmu. Bagaimana jika kau benar-benar menidurinya? Bagaimana jika kalian benar-benar seintim itu? Aku benar-benar tak dapat berpikir dengan tenang.”“Jess.”“Tidak, Steve. dan tadi siang aku melihat dia datang ke kantormu, kalian tampak sangat dekat dan intim. Menurutmu, apa yang harus kulakukan? Aku sudah melihat akhir hubungan kita. Karena itulah aku pergi.”Secepat kilat Steve meraih tubuh Jessie kemudian memeluk erat tubuh istrinya tersebut. “Dasar bodoh. Seharusnya kau membahas dulu hal itu denganku.”“Aku tidak ingin membahasnya karena aku takut mendengar sesuatu y

  • Sleeping with my Friend   Bab 35 - "Aku Begitu Mencintaimu"

    Jessie terbangun saat mendapati sebuah lengan memeluknya dari belakang. Bahkan sebuah telapak tangan menangkup dan mengusap lembut permukaan perutnya. Jessie bangkit seketika dan mendapati Steve berada di atas ranjang yang sama dengan dirinya.“Steve? apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya tak percaya. Jessie tidak percaya Steve berada di sisinya saat ini. dari mana lelaki itu tahu bahwa ia pulang ke Pennington? Apa Frank yang memberitahu? Apa ayahnya yang menghubungi Steve?“Hai. Aku tidur.” Jawab Steve sembari mengucek matanya seperti anak kecil.“Maksudku, darimana kau tahu aku berada di sini?”“Kembalilah, dan mari kita tidur lagi.” Ajak Steve. Steve ingin menikmati kebersamaannya dengan Jessie, ia tidak ingin membahas tentang masalah mereka terlebih dahulu.“Tidak. Katakan, kenapa kau berada di sini?” Jessie masih kukuh degan pendiriannya.Akhirnya, Steve menarik lengan Jessie

  • Sleeping with my Friend   Bab 34 - Melarikan Diri

    Jessie sudah bulat pada keputusannya, bahwa ia akan pulang ke Pennington sementara waktu. Memang terlihat sangat kekanakan, tapi ia tidak bisa selalu memikirkan tentang Steve dan Donna Simmon lalu berakhir stress dan membahayakan kandungannya. Jessie ingin menenangkan diri di rumah Sang ayah.Tadi siang, setelah berperang dengan batinnya sendiri, Jessie berinisiatif untuk menemui Steve lebih dulu. Ia ke tempat kerja lelaki itu, dan di sana, Jessie mendapati Steve sedang menerima tamunya.Tamu istimewa tentunya.Jessie bahkan sempat melihat posisi wanita itu yang duduk dengan berani di meja kerja Steve, dengan jemari yang menggoda dada Steve. Tentu Jessie belum sempat mendengar apa yang mereka bahas, karena Jessie memilih untuk kembali pergi setelah membuka sedikit pintu ruang kerja Steve dan mendapati pemandangan tersebut.Mungkin, mereka baru saja membahas tentang malam panas mereka semalam, mungkin mereka sedang membahas waktu untuk berci

  • Sleeping with my Friend   Bab 33 - Tidak Tertarik

    “Katakan dengan jujur, maka aku akan menerimanya. Aku akan menerima perpisahan kita jika kau mengaku bahwa selama ini kau tidak mencintaiku.”“Tidak.” Jessie berkata cepat. “Aku mencintaimu. Sungguh.” Ya, Jessie jujur. Ia memang mencintai Henry. Karena itulah ia menerima lamaran lelaki itu.“Tapi rasa cintamu padaku tak sebesar rasa cintamu padanya, Jess. Tolong, berkatalah dengan jujur padaku.”Jessie hanya menundukkan kepalanya. Ia tidak tahu harus menjawab apa. “Aku… Aku…”“Kau mencintainya, kan?”Jessie memejamkan matanya frustasi. “Ya….” Desahnya.Kali ini giliran Henry yang memejamkan matanya frustasi. Henry sudah curiga dengan kenyataan itu. Sudah sejak lama. Dan dia baru berani mengutarakan kecurigaannya hari ini. saat hubungan mereka sudah benar-benar berakhir.

  • Sleeping with my Friend   Bab 32 - "Dia cinta pertamaku"

    Menjelang pagi, Steve baru pulang.Sebenarnya, Steve ingin pulang ke apartmennya sendiri, tapi hatinya tidak bisa berkompromi. Ia terlalu khawatir dengan keadaan Jessie. Akhirnya Steve memilih pulang ke apartmen Jessie.Masuk ke dalam, Steve mendapati Jessie tertidur di sofa ruang tengah. Kakinya melangkah dengan sendirinya menuju ke arah Jessie, berjongkok di hadapan wanita itu, lalu mengamatinya.“Sial! Apa kau tidak bisa melihat keberadaanku, Jess? Bagaimana mungkin kau meminta suamimu untuk meniduri perempuan lain? Apa aku begitu tak berarti untukmu?”Steve menatap Jessie dengan tatapan penuh luka. Baru kali ini ada seorang wanita yang membuatnya sakit hingga seperti ini. baru kali ini ia merasa tidak diinginkan oleh seorang wanita. Kenapa harus Jessie yang melakukannya? Kenapa harus wanita ini yang menyakitinya?Steve tahu, bahwa sampai kapanpun, ia tidak akan bisa membenci Jessie. Wanita ini akan selalu menjadi wanita istimewa di

  • Sleeping with my Friend   Bab 31 - Emosi

    Setelah merasa cukup, Jessie memilih untuk segera mengajak Henry pulang. Hari sudah gelap, mungkin Steve akan khawatir terhadapnya karena belum pulang, atau mungkin sebaliknya, lelaki itu tak akan peduli dengan apa yang sedang ia lakukan.Masih saling berdiam diri, Henry mengikuti tepat di belakang Jessie. Membuat Jessie merasa nyaman, dan merasa lebih baik dengan kehadiran lelaki itu disekitarnya. Meski mereka tak melakukan apapun dan hampir tak membicarakan apapun, tapi kehadiran Henry cukup mengobati suasana hati Jessie yang sedang kacau karena kehadiran Donna Simmon.Setelah mematikan semua lampu dan mengunci butiknya. Jessie mengikuti Henry menuju ke arah mobil lelaki itu. Steve mungkin tak menjeputnya. Bahkan mungkin saja lelaki itu sedang sibuk dengan kesenangannya sendiri. memikirkan hal itu membuat Jessie kembali sedih.Astaga, kenapa jadi seperti ini?Percaya dengan Steve saat ini sudah menjadi hal yang sulit untuk Jessie. Pemikiran bur

  • Sleeping with my Friend   Bab 30 - Bertemu Donna

    Jessie masih tidak menyangka bahwa Henry akan datang kembali padanya setelah apa yang mereka bahas siang itu di apartmennya. Jessie mengira, bahwa Henry akan membencinya, dan menolak untuk bertemu lagi dengannya. Nyatanya, hati lelaki ini benar-benar seperti malaikat.Tadi Siang, Jessie cukup terkejut dengan kehadiran Donna Simmon, kekasih Steve, dan dan setelah wanita itu pergi, pikiran Jessie tak bisa lepas dari apa yang dikatakan wanita itu sepanjang siang di hadapannya.“Aku benar-benar tidak menyangka jika kau akan menggunakan cara selicik ini untuk mengikatnya, Summer!” Jessie melihat mata Donna yang penuh dengan kemarahan. Hingga detik ini, Jessie tidak tahu apa tujuan Donna datang kepadanya. Meski begitu, Jessie tetap menerima Donna sebagai tamunya dan mengurung diri mereka berdua di dalam ruang kerjanya.“Aku sendiri tidak mengerti apa yang kau maksud.”“Dengar, aku sudah tahu semuanya! Kau memb

  • Sleeping with my Friend   Bab 29 - Jatuh cinta?

    Menjelang pagi, Jessie bangung. Ia merasakan jemari Steve mengusap-usap perutnya dengan lembut, membuat Jessie dirayapi rasa geli yang bercampur dengan gairah.Astaga, semalaman mereka sudah bercinta dengan panas, tapi Jessie merasa masih kurang. Mungkin karena hormon yang mempengaruhinya. Tapi Steve seakan tahu apa yang diinginkan Jessie.Jessie bahkan sudah merasakan bukti gairah lelaki itu yang tegang menempel pada bagian belakang tubuhnya, membuat Jessie menggeliat dan menolehkan kepalanya ke belakang.“Steve, kau bangun lagi?”Steve tersenyum. “Tidak. Tidur saja. Aku ingin memeluk kalian.”Jessie sangat senang dengan kalimat terakhir Steve. Ia merasa sangat disayangi, bukan hanya fisiknya saja, tapi semuanya. Jessie memposisikan diri untuk tidur lebih nyaman lagi, dan tak lama, kesadarannya mulai menghilang.Pada saat itu, sama-samar Jessie mendengar ucapan Steve yang entah mengapa terdengar begitu manis dan memb

DMCA.com Protection Status