Beranda / Romansa / Sleeping with my Friend / Bab 4 - Dimabuk Gairah

Share

Bab 4 - Dimabuk Gairah

Penulis: Zenny Arieffka
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Kau hanya perlu bilang jika kau butuh minum, maka aku akan mengajakmu berpesta dengan wanita-wanita tadi.” Ucap Steve saat ia sudah mempersilahkan Jessie duduk di bar kecilnya dan menuangkan minuman beralkohol untuk Jessie.

“Kau gila? Aku tidak akan mau berpesta dengan kalian. Apalagi sampai melihat kalian telanjang satu sama lain.”

“Itu keterlaluan, Jess. Aku tidak mungkin telanjang di hadapanmu.”

“Tapi kau melakukannya kemarin.” Jessie menjawab cepat sembari menenggak minuman yang dituangkan Steve hingga tandas.

“Wow, wow, wow, Hei, apa yang terjadi denganmu, gadis biara? Kau tak pernah minum sampai seperti ini.”

“Aku benar-benar butuh minum, Steve.” Ucap Jessie lagi kali ini yang sudah menuangkan minuman kembali pada gelasnya. Secepat kilat, Steve menghalangi Jessie hingga mata Jessie menatap ke arah lelaki itu.

“Apa kau sudah gila? Apa yang terjadi denganmu?” tanya Steve dengan raut wajah seriusnya. Ia tak pernah melihat Jessie minum seperti ini. Mungkin mereka sering minum bir bersama tapi tidak dengan cara bar-bar seperti saat ini.

“Aku mengacaukan semuanya.” Jessie mendesah panjang.

“Apa maksudmu?” tanya Steve kemudian.

“Henry. Dia pergi setelah aku menolaknya. Astaga, kami bahkan sudah merencanakan malam ini.”

Steve kesal jika membahasnya, tentu saja. Tapi dia juga senang saat memikirkan bahwa Jessie dan laki-laki bajingan itu tidak jadi melakukan rencana mereka.

“Oke, aku tahu.” Steve mendekatkan kursinya pada Jessie, memutar kursi Jessie hingga wanita itu menghadap ke arahnya. “Sekarang katakan padaku, apa yang membuatmu menolaknya padahal kau sudah merencanakannya?”

“Aku tidak tahu.”

“Jess, masalah tidak akan selesai saat kau sendiri tidak tahu apa yang kau inginkan.”

Jessie kembali mendesah panjang. “Masalahnya, aku merasa belum siap. Dan astaga, aku takut mengecewakannya.”

Steve mendengus sebal. “Kan aku sudah pernah bilang padamu, kalau aku bisa membantumu.”

“Aku tidak sedang bercanda, Steve.” Mata Jessie menatap tajam ke arah Steve.

“Kau pikir aku sedang bercanda? Jika masalahnya adalah kepercayaan dirimu, maka kau bisa meminta bantuan padaku. Kau meragukan pengalamanku?”

Jessie berdiri seketika. “Sepertinya aku salah datang kemari.”

“Jess, Jess.” Steve meminta Jessie duduk kembali. “Oke, aku tidak akan mengatakan apapun tentang ide gila itu lagi.” Steve mengangkat kedua tangannya. “Maaf.” Ucapnya kemudian.

Jessie memutar bola matanya, ia kembali meminum minuman di hadapannya, sedangkan Steve, ia hanya mengamati temannya itu dari tempatnya duduk.

Jessie tampak kacau, tapi sialnya, hal itu tak mengurangi daya tarik dari wanita itu. Jika boleh jujur, bagi Steve, Jessie adalah wanita tercantik yang pernah ia lihat. Sebagai designer, pakaian Jessie tentu selalu fashionable, tapi saat santai di rumah, wanita itu selalu tampak sederhana. Make up yang dikenakan Jessie pun tergolong wajar. Tak seperti kebanyakan teman kencannya yang tampak terlalu tebal. Dan Steve juga berani jamin jika semua yang ada pada diri Jessie adalah asli. Tak mungkin ada silikon di hidung mancung wanita itu, dan tak mungkin juga payudara Jessie yang tampak padat menggoda itu berisi dengan implan-implan sialan seperti milik teman-teman kencannya.

Sial! Kenapa juga ia berpikir tentang implan?

“Kau, benar-benar menyukainya?” tanya Steve kemudian.

“Henry? Jika tidak, aku tak mungkin menerima lamarannya.”

Steve menganggukkan kepalanya. Sedangkan Jessie masih meminum minumannya lagi dan lagi. Steve kembali menatap ke arah Jessie, wanita itu sedang sibuk menatap ke arah minumannya hingga tak sadar jika saat ini Steve sedang mengamati setiap inchi dari wajahnya.

“Kau tahu, Steve. Kadang aku merasa iri denganmu.” Ucap Jessie yang saat ini sudah menolehkan kepalanya ke arah Steve. Ia sempat terkejut saat mendapati Steve yang ternyata sedang mengamati wajahnya. Secepat kilat Jessie memalingkan wajahnya. Ia tak pernah melihat Steve menatapnya seperti itu.

“Apa yang membuatmu iri?” tanya Steve kemudian.

Entah perasaan Jessie saja atau memang ia mendengar suara Steve yang sudah terdengar parau di telingannya. “Kau, bisa melakukan apapun sesuka hatimu. Meniduri banyak wanita tanpa beban. Dan aku…”

“Semua itu pilihan, Jess. Lagi pula aku pria. Kau wanita. Aku tidak mau membayangkan jika kau sama bejatnya denganku.”

“Tentu saja aku tidak akan memilih jalan itu. Maksudku, kenapa kau bisa melakukan hal itu? Apa kau tidak merasa berdosa sedikitpun?”

“Tidak. Toh aku tidak tidur dengan perempuan baik-baik.”

Ya, Jessie tahu kenyataan itu. Pacar Steve biasanya bukan wanita baik-baik. Mungkin karena itulah Jessie bisa memaklumi keberengsekan temannya ini.

Jessie kembali meminum minumannya. Pikirannya melayang entah kemana. Ia masih sedih karena rencananya dengan Henry batal. Tapi disisi lain, ia merasa lega karena ada Steve yang menemaninya.

Kemudian Jessie melihat Steve berdiri, lelaki itu tiba-tiba saja membuka pakaiannya sendiri hingga bertelanjang dada. Jessie menelan ludah dengan susah payah. Ia memang sering melihat tubuh telanjang Steve, tapi entah kenapa malam ini ia merasa tubuh itu tampak indah dan menggairahkan.

Steve berjalan menjauhinya, menuju ke arah lemari pendingin. Membungkukkan tubuhnya entah mengambil sesuatu dari sana. Demi Tuhan! Baru kali ini Jessie melihat Steve tampak begitu berbeda.

Jessie merasakan pusat dirinya berkedut seketika. Apa ini ada hubungannya dengan minuman yang baru saja ia minum? Jessie megamati minumannya, berharap bahwa pemikiran kotor yang baru saja melintasi kepalanya segera hilang.

Tapi sialnya, itu hanya harapan Jessie saja. Saat Steve melangkah ke arahnya, pada saat itulah Jessie merasa jantungnya berdebar tak menentu. Ia tidak pernah melihat tubuh Steve setegap itu. Pikir Jessie, dada lelaki itu tidak sebidang saat ini. Jessie juga tak pernah melihat bahwa Steve memiliki otot-otot perut yang tampak menggoda, bahkan lengan lelaki itu, Oh, Jessie tiba-tiba berpikir bagaimana lengan kekar itu melingkari tubuh mungilnya.

Jessie kembali menelan ludah dengan susah payah. Ia tak mengerti apa yang terjadi dengan dirinya. Kenapa reaksinya saat melihat Steve seperti itu membuat Jessie kalang kabut. Ini bukan pertama kalinya Steve bertelanjang di hadapannya, tapi kenapa Jessie merasakan perasaan seperti ini untuk yang pertama kalinya?

Segera Jessie memalingkan wajahnya yang sudah memerah karena kepanasan ke arah minumannya. Ia kembali menenggak minumannya, dan hal tersebut membuat Steve mengangkat sebelah alisnya.

“Kau, baik-baik saja, kan?” tanya Steve sembari mendaratkan telapak tangannya pada pundak Jessie.

Pada detik itu, Jessie merasakan aliran listrik bersumber dari telapak tangan Steve. Ia menolehkan kepalanya menatap ke arah telapak tangan temannya itu. Jessie lalu menatap Steve dengan tatapan anehnya.

“Kenapa kau menyentuhku?” tanya Jessie dengan spontan.

“Menyentuh?” tanya Steve tak mengerti. Steve menatap tangannya pada pundak Jessie, lalu mengangkatnya dengan spontan. “Aku tak mengerti apa maksudmu.” Ucap Steve bingung.

Steve melihat wajah Jessie sudah merah merona, seperti sedang kepanasan. Memangnya apa yang sedang terjadi? Steve kembali bangkit mencari remote AC untuk mendinginkan ruangan tengah apartmennya. Tapi saat Steve akan pergi, Jessie dengan spontan menggapai lengan Steve hingga membuat lelaki itu menatap ke arahnya penuh tanya.

Jessie tersenyum malu. “Kau tahu, Steve. Untuk sesaat, aku memikirkan tentang ide gilamu itu.”

“Maksudmu?” dengan spontan Steve bertanya.

Jessie mengangkat kedua bahunya. “Well, tidur bersama. Astaga, apa sih yang sedang kupikirkan?” Jessie akhirnya memalingkan wajahnya ke arah lain karena malu. Tapi secepat kilat Steve menangkup kedua pipi Jessie, memaksa wanita itu menghadap ke arahnya, kemudian tanpa banyak bicara lagi, Steve menyambar bibir ranum Jessie.

Oh, Steve tak pernah merasakan bibir selembut itu bahkan di dalam fantasinya. Ia merasakan Jessie membalas cumbuannya, wanita itu bahkan sudah ikut berdiri dan mengalungkan lengannya pada leher Steve.

“Ohh Jess,” Steve mengerang ketika gairahnya mulai terbangun dengan sendirinya.

“Steve… Steven…” Jessie pun ikut mengerang saat ia merasakan gairah yang sama dengan apa yang dirasakan Steve. Keduanya dimabuk oleh gairah, dibutakan oleh rasa primitif yang menghilangkan akal sehat mereka.

-TBC-

Bab terkait

  • Sleeping with my Friend   Bab 5 - Tanpa Pengaman

    Pagi sialan yang sangat canggung.Sebenarnya, Jessie ingin sekali pergi dari meninggalkan kamar Steve saat lelaki itu masih tidur pulas. Tapi nyatanya, lelaki itu seakan tak membiarkan dirinya pergi karena ketika Jessie bergerak, Steve seakan mengeratkan pelukannya pada tubuh telanjang Jessie.Kini, Jessie merasa terjebak dalam suasana sialan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Ia merasa sangat canggung saat berhadapan dengan Steve. Bayang-bayang panas kejadian semalam membuatnya tak dapat berkutik. Tapi kenapa Steve seakan tak canggung sedikitpun?Saat ini, Steve sedang sibuk membuat sesuatu di dapurnya. Lelaki itu bahkan tak malu bertelanjang dada di hadapannya.Malu? Ayolah Jess, bukankah kau tahu bahwa temanmu itu memang tak punya malu? Kau saja yang terlalu terbawa suasana.Jessie sempat berpamitan pulang tadi, tapi Steve memaksa dirinya untuk sarapan bersama sebelum pergi. Karena Steve begitu santai, maka Jessie tak bisa menolak d

  • Sleeping with my Friend   Bab 6 - Meminta Maaf

    Siang itu, Jessie menyibukkan diri di dalam butiknya. Hari itu akan ada seorang pelanggan yang memang dijadwalkan mencoba gaun pengantin rancangannya. Miranda, asisten peribadinya juga sibuk membantu Jessie, ketika tiba-tiba telepon di meja Jessie berdering.“Kau tidak mengangkatnya?” tanya Miranda pada Jessie yang sibuk memberi tanda pada gaun yang sedang ia benarkan.Jessie hanya menggelengkan kepalanya.Sudah dua hari berlalu, dan Miranda tak pernah melihat Jessie seperti saat ini. Atasannya itu tak berhenti bekerja jika tidak sedang waktunya makan siang atau pulang. Miranda tahu jika butik Jessie memang ramai pengunjung, tapi biasanya, Jessie hanya akan fokus pada rancangan-rancangannya, bukan menyibukkan diri dengan hal-hal yang bisa dikerjakan oleh bawahannya seperti saat ini.“Kau ada masalah, Jess?” tanya Miranda secara terang-terangan.Jessie memang meminta Miranda dan bawahannya yang lain untuk menganggapnya sebaga

  • Sleeping with my Friend   Bab 7 - Mengacaukan Pertemanan

    Jessie bersedekap dan bertanya “Untuk apa? Karena kau sudah ‘membaptisku’ malam itu? Atau karena kau tidak menggunakan kondom?” Jessie bahkan ikut menggunakan istilah itu untuk menyebutkan kejadian panas yang sudah mereka lakukan malam itu.“Untuk semuanya.” Ucap Steve dengan penuh sesal.“Kau bukan satu-satunya yang salah, Steve. Ingat, aku menggodamu.”“Tapi aku yang meluncurkan ide gila itu.”“Dan aku yang menyetujuinya.”“Tapi aku tak mengingatkanmu kembali tentang resikonya.”“Aku yang datang padamu, Steve! Astaga, apa bisa kita lupakan saja malam itu?!” Jessie berteriak frustasi. “Aku tidak suka melihat penyesalan dan rasa bersalahmu.”Steve berjalan satu langkah ke arah Jessie. “Aku tidak pernah menyesal.” Ucapnya penuh penekanan.Jessie menatap tepat pada mata Steve, dan lelaki itu benar. Tak

  • Sleeping with my Friend   Bab 8 - Bayangan Malam yang Panas

    Jessie belum pulang ketika waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Hal itu membuat Miranda menunda kepulangannya hingga sang bossnya itu pulang. Saat Jessie keluar dari dalam ruang kerjanya, ia melihat lampu butiknya masih menyala dan tampak Miranda sedang merapikan sebuah lemari yang penuh dengan renda-renda.Jessie mengerutkan keningnya dan berjalan menuju ke arah bawahannya tersebut. “Miranda? Kau belum pulang?” tanya Jessie sembari mendekat.“Ya. Kupikir kau butuh teman.” Miranda menjawab. Selama ini, mereka memang sudah seperti teman baik.“Tidak, aku baik-baik saja. Seharusnya kau sudah pulang sejak beberapa jam yang lalu.”“Aku tidak bisa membiarkanmu sendiri, Jess. Tidak setelah apa yang kulihat.”“Kau, melihatnya?” Tanya Jessie dengan sedikit malu. Jika yang dimaksud Miranda adalah pertengkarannya dengan Steve, maka Jessie benar-benar tak dapat menahan rasa malunya.&l

  • Sleeping with my Friend   Bab 9 - Orang yang Profesional

    Steve yang melihatnya dari belakang hanya bisa ternganga. Tubuh Jessie sangat indah jika dilihat dari belakang. Lekukannya menggoda, dan permukaan kulitnya tampak halus dan kencang. Dengan spontan, kaki Steve berjalan mendekati Jessie. Lengannya terulur begitu saja melingkari perut Jessie. Steve memeluk tubuh Jessie dari belakang, menyandarkan dagunya pada pundak Jessie, hingga mau tak mau membuat Jessie menghentikan pergerakannya seketika.“Kau sangat indah, Jess.” Steve berbisik dengan serak. Bahkan dengan berani, jemarinya sudah menggapai sebelah payudara Jessie. Jessie tak meronta, wanita itu bahkan tampak menahan kenikmatan, memejamkan matanya karena sentuhan Steve.Jessie melemparkan kepalanya ke belakang, hingga Steve dengan leluasa bisa menikmati leher jenjang wanita tersebut. “Ohh Steve…” dengan spontan Jessie mengerang, menyebutkan nama Steve dengan begitu merdu.Steve kemba

  • Sleeping with my Friend   Bab 10 - Kencan yang Membosankan

    Waktu berlalu cukup cepat. Setidaknya, itulah yang dirasakan oleh Jessie. Sepertinya baru beberapa jam yang lalu ia melihat Steve memotreti para modelnya dengan gaya yang tak biasa, tapi lelaki itu tentu selalu mempesona ketika bekerja. Ya, setidaknya itulah pendapat Jessie selama ini.Steve tampak sangat menarik saat lelaki itu konsentrasi pada objek tangkapan lensa kamerannya. Ketika lelaki itu memutar fokus lensanya, saat lelaki itu mengerutkan keningnya, saat lelaki itu tampak begitu serius mengambil gambar di hadapannya, Jessie menyukai saat melihat Steve yang seperti itu. Baginya, Steve tampak bertanggung jawab dengan pekerjaannya, tampak dewasa dengan ekspresi seriusnya. Tentu sangat berbeda dengan Steve yang selama ini ia kenal.Jessie tak memungkiri jika beberpa kali jantungnya berdebar tak menentu saat melihat Steve melakukan pekerjaannya dulu sebelum malam sialan itu terjadi. Meski begitu, Jessie tak akan pernah mengakui bahwa ia terpana ketika melihat Steve

  • Sleeping with my Friend   Bab 11 - Retak

    Kencan berakhir begitu saja setelah Steve mengantarkan Donna hingga sampai apartmen wanita itu. Donna mengundangnya masuk, tapi Steve menolak. Ia tidak sedang ingin meniduri wanita itu, jadi ia berpikir bahwa lebih baik ia pergi saja.Lagi pula, tujuannya menjalin hubungan dengan Donna adalah untuk menjalin sebuah pertemanan yang sangat dekat, bukan hanya dalam hal asmara. Ia ingin Donna mampu menggantikan sosok Jessie, ketika wanita itu nanti benar-benar pergi menghindar selama-lamanya, maka Steve tak perlu khawatir.Tapi sepertinya, semuanya gagal total. Donna tak pantas untuk menggantikan tempat Jessie, bahkan keduanya tak memiliki kemiripan sama sekali. Donna lebih asik dengan dunianya sendiri, lebih suka menceritakan tentang dirinya sendiri. sangat berbeda dengan Jessie yang tak akan membuka suara jika tidak ditanya apa yang sedang terjadi dengan wanita itu.Steve mengemudikan mobilnya cepat hingga sampailah ia pada gedung apartmennya. Ia mendapati Cody dud

  • Sleeping with my Friend   Bab 12 - Hamil

    Jessie mengambilkan beberapa gelas untuk sampanye yang dibawakan oleh Frank, kakaknya. Sesekali matanya melirik ke arah ruang tamunya. Disana, Frank duduk dengan santai bersama Steve di sebelahnya, sedangkan Henry memilih duduk di sofa yang lainnya.Frank memang kurang akrab dengan Henry, karena Henry memang jarang bisa diajak kumpul bersama. Tentu saja karena pekerjaan lelaki itu yang tak bisa ditinggal begitu saja.Saat Jessie menuju ke arah ruang tengah dengan empat gelas dan juga seember es batu, saat bersamaan panggilan kerja Henry berbunyi. Sebuah benda kecil yang akan berbunyi jika ada pasien yang membutuhkan pertolongannya.Henry menatap Jessie dengan penuh penyesalan. Ia ingin menghabiskan waktunya dengan Jessie dan juga Frank tentunya, tapi apa daya, pekerjaan telah memanggilnya.“Kau akan pergi?” tanya Jessie kemudian.Henry berdiri dan menuju ke arah Jessie. “Maaf, sebenarnya aku ingin lebih lama lagi. Kau tentu tahu.&

Bab terbaru

  • Sleeping with my Friend   EPILOG

    Jessie dan Steve sarapan dengan sesekali tersenyum satu sama lain. Sesekali menggoda hingga keduanya tidak sadar jika sepasang mata sedang mengawasi mereka dan tersenyum geli melihat kekelakuan keduanya.“Menggelikan sekali.” Akhirnya Frank tak kuasa berkomentar dengan apa yang ia lihat sejak tadi.Steve dan Jessie saling pandang, lalu keduanya tersenyum, menertawakan apa yang dikatakan Frank. “Kau hanya belum mengalaminya, Frank.” Steve yang menjawab.“Well, kau sudah seperti George saja. Semalaman dia menasehatiku, membuat telingaku panas karena mendengarkan tentang macam-macam wanita yang patut kunikahi versinya. Yang benar saja. Aku tak akan menikah.”“Kau sudah berjanji padaku, Frank.” George yang mendengarnya akhirnya menyahut. Lelaki paruh baya itu sedang sibuk membuat sesuatu di dapurnya.“Berjanji untuk memberikan keturunan, bukan menikah, Dad.”“Kau ta

  • Sleeping with my Friend   Bab 36 - 'Teman Hidup'

    “Tidak mungkin.” Kali ini giliran Steve yang menggelengkan kepalanya.“Aku emosi saat Donna berkata bahwa dia perempuan yang istimewa dimatamu, karena itu kau tidak ingin menyentuhnya sebelum kalian menikah. Maka dari itu, aku marah, aku ingin kau menyamakan posisi kami. Tapi saat kau pergi, aku tak bisa tidur memikirkanmu. Bagaimana jika kau benar-benar menidurinya? Bagaimana jika kalian benar-benar seintim itu? Aku benar-benar tak dapat berpikir dengan tenang.”“Jess.”“Tidak, Steve. dan tadi siang aku melihat dia datang ke kantormu, kalian tampak sangat dekat dan intim. Menurutmu, apa yang harus kulakukan? Aku sudah melihat akhir hubungan kita. Karena itulah aku pergi.”Secepat kilat Steve meraih tubuh Jessie kemudian memeluk erat tubuh istrinya tersebut. “Dasar bodoh. Seharusnya kau membahas dulu hal itu denganku.”“Aku tidak ingin membahasnya karena aku takut mendengar sesuatu y

  • Sleeping with my Friend   Bab 35 - "Aku Begitu Mencintaimu"

    Jessie terbangun saat mendapati sebuah lengan memeluknya dari belakang. Bahkan sebuah telapak tangan menangkup dan mengusap lembut permukaan perutnya. Jessie bangkit seketika dan mendapati Steve berada di atas ranjang yang sama dengan dirinya.“Steve? apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya tak percaya. Jessie tidak percaya Steve berada di sisinya saat ini. dari mana lelaki itu tahu bahwa ia pulang ke Pennington? Apa Frank yang memberitahu? Apa ayahnya yang menghubungi Steve?“Hai. Aku tidur.” Jawab Steve sembari mengucek matanya seperti anak kecil.“Maksudku, darimana kau tahu aku berada di sini?”“Kembalilah, dan mari kita tidur lagi.” Ajak Steve. Steve ingin menikmati kebersamaannya dengan Jessie, ia tidak ingin membahas tentang masalah mereka terlebih dahulu.“Tidak. Katakan, kenapa kau berada di sini?” Jessie masih kukuh degan pendiriannya.Akhirnya, Steve menarik lengan Jessie

  • Sleeping with my Friend   Bab 34 - Melarikan Diri

    Jessie sudah bulat pada keputusannya, bahwa ia akan pulang ke Pennington sementara waktu. Memang terlihat sangat kekanakan, tapi ia tidak bisa selalu memikirkan tentang Steve dan Donna Simmon lalu berakhir stress dan membahayakan kandungannya. Jessie ingin menenangkan diri di rumah Sang ayah.Tadi siang, setelah berperang dengan batinnya sendiri, Jessie berinisiatif untuk menemui Steve lebih dulu. Ia ke tempat kerja lelaki itu, dan di sana, Jessie mendapati Steve sedang menerima tamunya.Tamu istimewa tentunya.Jessie bahkan sempat melihat posisi wanita itu yang duduk dengan berani di meja kerja Steve, dengan jemari yang menggoda dada Steve. Tentu Jessie belum sempat mendengar apa yang mereka bahas, karena Jessie memilih untuk kembali pergi setelah membuka sedikit pintu ruang kerja Steve dan mendapati pemandangan tersebut.Mungkin, mereka baru saja membahas tentang malam panas mereka semalam, mungkin mereka sedang membahas waktu untuk berci

  • Sleeping with my Friend   Bab 33 - Tidak Tertarik

    “Katakan dengan jujur, maka aku akan menerimanya. Aku akan menerima perpisahan kita jika kau mengaku bahwa selama ini kau tidak mencintaiku.”“Tidak.” Jessie berkata cepat. “Aku mencintaimu. Sungguh.” Ya, Jessie jujur. Ia memang mencintai Henry. Karena itulah ia menerima lamaran lelaki itu.“Tapi rasa cintamu padaku tak sebesar rasa cintamu padanya, Jess. Tolong, berkatalah dengan jujur padaku.”Jessie hanya menundukkan kepalanya. Ia tidak tahu harus menjawab apa. “Aku… Aku…”“Kau mencintainya, kan?”Jessie memejamkan matanya frustasi. “Ya….” Desahnya.Kali ini giliran Henry yang memejamkan matanya frustasi. Henry sudah curiga dengan kenyataan itu. Sudah sejak lama. Dan dia baru berani mengutarakan kecurigaannya hari ini. saat hubungan mereka sudah benar-benar berakhir.

  • Sleeping with my Friend   Bab 32 - "Dia cinta pertamaku"

    Menjelang pagi, Steve baru pulang.Sebenarnya, Steve ingin pulang ke apartmennya sendiri, tapi hatinya tidak bisa berkompromi. Ia terlalu khawatir dengan keadaan Jessie. Akhirnya Steve memilih pulang ke apartmen Jessie.Masuk ke dalam, Steve mendapati Jessie tertidur di sofa ruang tengah. Kakinya melangkah dengan sendirinya menuju ke arah Jessie, berjongkok di hadapan wanita itu, lalu mengamatinya.“Sial! Apa kau tidak bisa melihat keberadaanku, Jess? Bagaimana mungkin kau meminta suamimu untuk meniduri perempuan lain? Apa aku begitu tak berarti untukmu?”Steve menatap Jessie dengan tatapan penuh luka. Baru kali ini ada seorang wanita yang membuatnya sakit hingga seperti ini. baru kali ini ia merasa tidak diinginkan oleh seorang wanita. Kenapa harus Jessie yang melakukannya? Kenapa harus wanita ini yang menyakitinya?Steve tahu, bahwa sampai kapanpun, ia tidak akan bisa membenci Jessie. Wanita ini akan selalu menjadi wanita istimewa di

  • Sleeping with my Friend   Bab 31 - Emosi

    Setelah merasa cukup, Jessie memilih untuk segera mengajak Henry pulang. Hari sudah gelap, mungkin Steve akan khawatir terhadapnya karena belum pulang, atau mungkin sebaliknya, lelaki itu tak akan peduli dengan apa yang sedang ia lakukan.Masih saling berdiam diri, Henry mengikuti tepat di belakang Jessie. Membuat Jessie merasa nyaman, dan merasa lebih baik dengan kehadiran lelaki itu disekitarnya. Meski mereka tak melakukan apapun dan hampir tak membicarakan apapun, tapi kehadiran Henry cukup mengobati suasana hati Jessie yang sedang kacau karena kehadiran Donna Simmon.Setelah mematikan semua lampu dan mengunci butiknya. Jessie mengikuti Henry menuju ke arah mobil lelaki itu. Steve mungkin tak menjeputnya. Bahkan mungkin saja lelaki itu sedang sibuk dengan kesenangannya sendiri. memikirkan hal itu membuat Jessie kembali sedih.Astaga, kenapa jadi seperti ini?Percaya dengan Steve saat ini sudah menjadi hal yang sulit untuk Jessie. Pemikiran bur

  • Sleeping with my Friend   Bab 30 - Bertemu Donna

    Jessie masih tidak menyangka bahwa Henry akan datang kembali padanya setelah apa yang mereka bahas siang itu di apartmennya. Jessie mengira, bahwa Henry akan membencinya, dan menolak untuk bertemu lagi dengannya. Nyatanya, hati lelaki ini benar-benar seperti malaikat.Tadi Siang, Jessie cukup terkejut dengan kehadiran Donna Simmon, kekasih Steve, dan dan setelah wanita itu pergi, pikiran Jessie tak bisa lepas dari apa yang dikatakan wanita itu sepanjang siang di hadapannya.“Aku benar-benar tidak menyangka jika kau akan menggunakan cara selicik ini untuk mengikatnya, Summer!” Jessie melihat mata Donna yang penuh dengan kemarahan. Hingga detik ini, Jessie tidak tahu apa tujuan Donna datang kepadanya. Meski begitu, Jessie tetap menerima Donna sebagai tamunya dan mengurung diri mereka berdua di dalam ruang kerjanya.“Aku sendiri tidak mengerti apa yang kau maksud.”“Dengar, aku sudah tahu semuanya! Kau memb

  • Sleeping with my Friend   Bab 29 - Jatuh cinta?

    Menjelang pagi, Jessie bangung. Ia merasakan jemari Steve mengusap-usap perutnya dengan lembut, membuat Jessie dirayapi rasa geli yang bercampur dengan gairah.Astaga, semalaman mereka sudah bercinta dengan panas, tapi Jessie merasa masih kurang. Mungkin karena hormon yang mempengaruhinya. Tapi Steve seakan tahu apa yang diinginkan Jessie.Jessie bahkan sudah merasakan bukti gairah lelaki itu yang tegang menempel pada bagian belakang tubuhnya, membuat Jessie menggeliat dan menolehkan kepalanya ke belakang.“Steve, kau bangun lagi?”Steve tersenyum. “Tidak. Tidur saja. Aku ingin memeluk kalian.”Jessie sangat senang dengan kalimat terakhir Steve. Ia merasa sangat disayangi, bukan hanya fisiknya saja, tapi semuanya. Jessie memposisikan diri untuk tidur lebih nyaman lagi, dan tak lama, kesadarannya mulai menghilang.Pada saat itu, sama-samar Jessie mendengar ucapan Steve yang entah mengapa terdengar begitu manis dan memb

DMCA.com Protection Status