Home / Romansa / Sleeping with my Friend / Bab 1 - Memukul Tunangan Jessie

Share

Bab 1 - Memukul Tunangan Jessie

Author: Zenny Arieffka
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Tiga bulan sebelumnya….

Kriiiiiingggggggggggggg

Suara jam weker yang berisik itu membuat Steve bangun seketika. Ingin sekali ia mengumpat keras karena merasa jika belum saatnya ia bangun. Tapi ketika sebuah jemari menjewer telinganya, ia baru sadar jika kini dirinya tidak sedang berada di dalam apartemennya sendiri.

“Hei, bangung, dasar pemalas!” seruan itu membangunkannya. Bahkan si pemilik suara tidak tanggung-tanggung menjewernya membuat Steve mengerang kesakitan.

“Jess, apa yang kau lakukan? Sial! Kau membuat pagiku sangat buruk.”

“Mr. Morgan, kau pun membuat hariku sangat buruk.” Jessie berkacak pinggang. “Apa kau lupa jika semalam kau datang kemari dalam keadaan mabuk? Lalu memuntahkan isi dalam perutmu diatas karpetku? Dan apa kau juga lupa jika saat ini kau sedang telanjang bulat di atas ranjangku? Bangun dan angkat bokongmu dari tempat tidurku.” ucap Jessie dengan nada marah.

Ini memang bukan pertama kalinya Steve melakukan hal tersebut. Lelaki itu tinggal di gedung apartemen yang sama dengan Jessie tapi berbeda lantai. Jika lelaki itu memiliki masalah, atau Jessie yang memiliki masalah, maka keduanya saling bertamu minum dan tidur bersama –hanya tidur bersama. Tidak ada seks dan sejenisnya. Tapi tadi malam, Steve sepertinya terlalu mabuk. Lelaki itu bahkan tidak minum di apartmen Jessie, tapi dengan begitu menjengkelkannya, lelaki itu datang ke apartemen Jessie, melucuti pakaiannya sendiri hingga telanjang bulat sebelum kemudian memuntahkan isi di dalam perutnya.

“Maaf, kepalaku masih sangat pusing.” Steve memijat pelipisnya. “Dan apa kita melakukan sesuatu tadi malam? Aku tidak berbuat yang aneh-aneh, kan?”

Jessie memutar bola matanya jengah. “Kau muntah di atas karpetku, semalaman aku sibuk membersihkan bekas muntahanmu, kau pikir apa yang bisa kuperbuat?”

“Jadi, tak ada seks?”

“Tidak! Yang benar saja. Sekarang cepat bangun dan mandilah. Aku mau membersihkan ranjangku.”

Sambil menutupi ketelanjangannya, Steve bangkit dan menuju ke arah kamar mandi. “Kau tidak kerja?” tanya Steve saat berjalan melewati Jessie.

“Ini minggu. Astaga, kau bahkan sudah tidak bisa mengingat hari. Berhentilah jadi pemabuk, Steve!”

“Baiklah, kau tidak perlu cerewet.” Setelah kalimatnya itu, Steve masuk ke dalam kamar mandi. Jessie menghela napas panjang. Astaga, sampai kapan hubungannya dengan Steve akan selalu seperti ini? Bagaimanapun juga, mereka adalah sepasang laki-laki dan perempuan yang sudah dewasa, jika terus-terusan seperti ini, maka pasti orang akan beranggapan lain tentang hubungan mereka, padahal, hubungan mereka memang hanya sekedar teman saja.

*****

Steve keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang sudah lebih segar dari sebelumnya. Meski rasa pening di kepalanya masih saja ia rasakan, tapi setidaknya ia sudah bisa berjalan sendiri tanpa terhuyung-huyung.

Steve berjalan menuju bar dapur apartemen Jessie, ia duduk di sana dan mengamati Jessie dari belakang.

“Kau yakin tadi malam tidak ada seks?”

“Ya, tentu saja. Henry saja tidak berani menyentuhku, apalagi kau? Sebelum kau macam-macam, akan kupastikan bahwa kau sudah kutendang dari apartemenku.”

Steve tertawa lebar. “Ayolah, Jess. Kau seperti seorang gadis biara. Aku masih tidak percaya kau masih perawan diusiamu yang sudah Dua puluh tujuh tahun.”

“Karena kau selalu mengacaukannya saat aku ingin melakukannya.” Jessie memberikan Steve sepotong roti isi, tak lupa ia juga memberikan Steve obat pereda nyeri dan juga secangkir kopi.

“Benarkah aku yang mengacaukannya? Atau, itu hanya alasanmu saja?”

“Sebenarnya apa yang kau inginkan? Jika otakmu masih penuh dengan alkohol, lebih baik kau segera keluar. Henry sebentar lagi akan datang.”

“Untuk apa si gay itu datang kemari pagi-pagi buta seperti ini?”

Jessie berkacak pinggang. “Yang pertama, kami tentu akan berkencan. Ini minggu, kami akan menghabiskan waktu bersama. Yang kedua, Bung, ini sudah jam Dua belas siang. Dan yang ketiga, dia bukan Gay, jadi berhenti menyebutnya Gay.”

“Apa sebutan untuk laki-laki yang tidak berani menyentuh kekasih yang sudah dua tahun ia kencani? Jika dia bukan Gay, maka dia tidak tertarik denganmu.”

Jessie tersinggung, tentu saja. Cara diam Jessie membuat Steve sadar jika apa yang ia katakan memang sudah menyinggung temannya itu.

“Maaf, maksudku, kau menarik, tentu saja. Bahkan beberapa kali aku sempat bermain sabun dengan membayangkanmu.”

“Steve, cukup! Kau menjijikkan.”

Steve tertawa lebar. “Oke, aku bercanda. Tapi kau benar-benar menarik Jess. Maksudku, mungkin Henry tidak menyentuhmu karena dia tidak bisa melihat sisi menarikmu.”

“Jika boleh jujur, sebenarnya sudah sejak lama Henry menginginkannya. Tapi, aku yang menolak.”

“Kau yakin? Kenapa Jess?”

“Oh Steve. Aku malu. Kau tahu jika aku tak tahu apapun tentang ranjang. Aku takut dia meninggalkanku karena aku tidak mahir di atas ranjang.”

“Yang benar saja, kau bisa meminta bantuanku, Jess. Kau ingin aku melakukannya dulu?”

Jessie menatap Steve dengan kesal. “Lebih baik kau segera keluar dari apartemenku, sebelum peralatan dapurku melayang menimpa kepalamu.”

“Aku tidak bercanda, Jess. Kau tahu bukan bagaimana hubunganku dengan para gadis? Hampir separuh populasi wanita di New York pernah tidur denganku, seharusnya kau merasa terhormat dengan tawaranku.”

“Keluar!” Jessie sungguh-sungguh.

“Ayolah Jess.”

Jessie menuju ke arah Steve, lalu dengan sekuat tenaga ia menggelandang lelaki itu agar bangkit dari tempat duduknya, kemudian menyeretnya ke arah pintu apartemennya.

“Apa kau ingin aku mencuci otakmu yang mesum itu?” ucapnya dengan sesekli menjambak rambut Steve.

Steve mengaduh, tapi keduanya saling tertawa dengan Jessie yang masih sesekali menyeret Steve menuju ke pintu apartemennya. Saat Jessie membuka pintu apartemennya, saat itulah dia melihat seorang lelaki tampan berdiri di depan pintu apartemennya dengan seikat bunga mawar merah.

Jessie dan Steve menghentikan tawa mereka, sempat terkejut, tapi kemudian Jessie dapat mengendalikan dirinya. Ia segera menghambur ke arah lelaki itu sembari menyebutkan namanya.

“Henry…” Jessie memeluk tubuh Henry, pun dengan Henry yang ternyata segera membalas pelukan Jessie. Setelah itu keduanya berciuman dihadapan Steve, sangat mesra seakan saling melepas rindu.

Ada sebuah rasa kesal dalam benak Steve. Mungkin karena ia merasa Jessie mengabaikannya saat ini. Dan seharusnya ia tidak mempedulikan hal itu.

Jessie menghentikan kemesraan mereka, lalu bertanya “Kau sudah datang?”

“Ya.” Henry menjawab. “Ini untukmu.” Lanjutnya sembari memberikan seikat bunga mawar merah untuk Jessie.

“Oh, kau tidak perlu repot-repot. Masuklah.” Ajaknya. Henry masuk, lalu Jessie menatap ke arah Steve, “Keluar.” Ucapnya pada Steve.

“Ayolah Jess, kau tidak mungkin mengusirku dalam keadaan seperti ini? Cody akan menertawakanku.” Cody merupakan si penjaga apartemen, keduanya memang cukup dekat dengan lelaki paruh baya itu, tapi tetap saja, Steve tidak ingin penampilannya yang selalu keren dan elegant akan ternodai dengan penampilannya saat ini yang sedang mengenakan piyama dengan motif bunga milik Jessie.

Jessie menghela napas panjang. “Baiklah, kau boleh masuk, aku akan ke apartemenmu mengambilkan pakaian ganti untukmu.” Ya, karena hanya Jessielah yang mengetahui password apartemen lelaki terebut, begitupun sebaliknya.

“Ohh, kau benar-benar yang terbaik.” Steve akan memeluk Jessie, tapi Jessie menolaknya.

“Kau tidak perlu memelukku. Masuklah, aku akan keluar sebentar.” Ucapnya dengan wajah datar.

Steve hanya melihat Jessie yang keluar kemudian menutup pintu apartemennya, meninggalkan dirinya hanya berdua dengan kekasih wanita itu.

Steve menatap ke arah Henry yang ternyata sedang mencari minum di lemari pendingin Jessie. Lelaki itu tampak menempatan diri seperti dirumahnya sendiri, dan seharusnya ia tidak ambil pusing dengan hal tersebut.

Meski sedikit risih, tapi Steve tetap bersikap seolah-olah cuek. Ia lalu duduk di sebuah sofa panjang di depan televisi, kemudian mulai menyalakan televisi di hadapannya meski ia tidak tahu harus menonton apa.

“Kemana dia?” Henry bertanya, lelaki itu sudah membawa segelas orange juice dan duduk di sofa yang berbeda dengan Steve.

“Ke apartemenku, mengambilkan baju ganti untukku.” Steve menjawab dengan tak acuh.

Henry baru sadar dengan penampilan Steve saat ini yang ternyata sedang mengenakan piyama milik Jessie. Rasa kesal ia rasakan begitu saja saat memikirkan jika mungkin saja ada hal-hal yang tidak-tidak terjadi diantara Jessie dengan Steve.

“Kau, menginap di sini lagi?” tanya Henry dengan nada tidak suka. Ya, ia memang tahu jika Steve sering menginap di apartemen Jessie, pun sebaliknya. Meski ia tidak suka dengan kenyataan itu, tapi Henry mencoba mengerti jika keduanya adalah sahabat sejak bayi, dan Henry mencoba mengabaikannya meski terkadang kecemburuan itu tumbuh untuk Steve.

“Ya, ada masalah?” Dengan santai Steve bertanya balik.

“Dengar Steve, kau tidak bisa seperti ini terus menerus, Jessie dan aku memiliki hubungan yang serius, kami akan menikah, kau tidak mungkin terus-terusan tidur dengan calon istriku.”

Steve tersinggug, tapi kemudian ia tertawa lebar menertawakan ucapan Henry. “Kau keberatan? Kau yang harus mendengarku, Walter! Hubungan kami lebih dari teman, dan tak ada yang bisa mengerti seberapa dekat ikatan kami berdua.”

“Steve, dia calon istriku.” Henry mengingatkan.

“Dia teman kecilku.”

“Sial! Kalian sudah dewasa. Apa kau tidak bisa melihatnya? Apa kau akan berada diantara kami saat kami bercinta?”

“Bajingan, kau!” Steve berdiri seketia. Jemarinya mengepal, ia tidak suka membayangkan saat dirinya berada diantara Jessie dan juga lelaki sialan itu saat mereka sedang berhubungan intim.

Henry tersenyum mengejek. “Akui saja, Steve. Kau ingin membawanya ke atas ranjangmu, bukan? Kau akan kalah, Steve. Karena malam ini, aku yang akan lebih dulu melakukannya.”

“Sialan!” Setelah ucapannya tersebut, Steve menerkam Henry hingga lelaki itu jatuh terseungkur ke lantai. Tanpa banyak bicara lagi, Steve mendaratkan pukulannya lagi dan lagi pada wajah Henry.

Steve tak dapat mengontrol emosinya. Ya, entah kenapa ia selalu merasa ingin marah saat membahas tentang Jessie dengan lelaki lain.

Apa yang terjadi denganmu, Steve? Apa yang kau lakukan? Dalam hatinya yang paling dalam, Steve bertanya pada dirinya sendiri.

-TBC-

Related chapters

  • Sleeping with my Friend   Bab 2 - Bertengkar

    Emosinya tak dapat ia kontrol. Steve melayangkan pukulannya lagi dan lagi pada wajah Henry. Sungguh, Steve sebenarnya tak mengerti apa yang terjadi dengannya. Ia hanya tidak bisa membayangkan ketika Jessie akan melepas kehormatannya dengan laki-laki bajingan ini. Padahal Steve sadar, jika itu bukanlah urusannya.Jessie sudah dewasa, jadi ia tidak bisa melarang Jessie untuk tidak melakukan hal tersebut.Saat Steve tak juga berhenti memukuli wajah Henry, pada saat bersamaan pintu dibuka dan menampilkan Jessie yang baru kembali dari apartmen Steve dengan membawa baju ganti untuk lelaki itu.Jessie sempat terkejut dengan apa yang terjadi. Ia melihat Henry terkapar diatas lantai dengan Steve yang berada di atasnya dan memukuli Henry berkali-kali. Jessie memekikkan nama Steve dan segera berlari menuju ke arah dua orang lelaki tersebut.“Steve! Apa yang sudah kau lakukan?” Jessie menarik tubuh Steve agar lelaki itu bangkit meninggalkan Henry yang sud

  • Sleeping with my Friend   Bab 3 - Teman Minum

    Jessie tidak bisa menghilangkan degup jantungnya yang semakin menggila. Masalahnya, hari ini ia sudah memutuskan untuk melepas kehormatannya dengan Henry, lelaki yang ia cintai. Disisi lain, ia merasa takut jika Henry akan kecewa dengan dirinya yang tak tahu apapun tentang seks.Jessie mencoba menenangkan diri dengan meminum anggur yang tadi memang dibawakan Henry untuk mereka. Saat ini, keduanya sedang menonton film bersama di ruang tengah apartmen Jessie. Tak ada suara diantara mereka. Henry tampak menikmati jalannya film yang sedang mereka putar, sedangkan Jessie tampak sedang berusaha mengendalikan dirinya agar tak tampak salah tingkah.“Sepertinya, kau sedang tidak nyaman.” Ucap Henry kemudian.“Maaf, aku hanya tidak bisa mengendalikan degup jantungku.” Jawab Jessie dengan jujur.Henry tertawa lebar. Jemarinya terulur mengusap lembut puncak kepala Jessie. “Kalau kau belum siap, aku tidak akan memaksa.”&ldqu

  • Sleeping with my Friend   Bab 4 - Dimabuk Gairah

    “Kau hanya perlu bilang jika kau butuh minum, maka aku akan mengajakmu berpesta dengan wanita-wanita tadi.” Ucap Steve saat ia sudah mempersilahkan Jessie duduk di bar kecilnya dan menuangkan minuman beralkohol untuk Jessie.“Kau gila? Aku tidak akan mau berpesta dengan kalian. Apalagi sampai melihat kalian telanjang satu sama lain.”“Itu keterlaluan, Jess. Aku tidak mungkin telanjang di hadapanmu.”“Tapi kau melakukannya kemarin.” Jessie menjawab cepat sembari menenggak minuman yang dituangkan Steve hingga tandas.“Wow, wow, wow, Hei, apa yang terjadi denganmu, gadis biara? Kau tak pernah minum sampai seperti ini.”“Aku benar-benar butuh minum, Steve.” Ucap Jessie lagi kali ini yang sudah menuangkan minuman kembali pada gelasnya. Secepat kilat, Steve menghalangi Jessie hingga mata Jessie menatap ke arah lelaki itu.“Apa kau sudah gila? Apa yang terjadi denganmu?&r

  • Sleeping with my Friend   Bab 5 - Tanpa Pengaman

    Pagi sialan yang sangat canggung.Sebenarnya, Jessie ingin sekali pergi dari meninggalkan kamar Steve saat lelaki itu masih tidur pulas. Tapi nyatanya, lelaki itu seakan tak membiarkan dirinya pergi karena ketika Jessie bergerak, Steve seakan mengeratkan pelukannya pada tubuh telanjang Jessie.Kini, Jessie merasa terjebak dalam suasana sialan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Ia merasa sangat canggung saat berhadapan dengan Steve. Bayang-bayang panas kejadian semalam membuatnya tak dapat berkutik. Tapi kenapa Steve seakan tak canggung sedikitpun?Saat ini, Steve sedang sibuk membuat sesuatu di dapurnya. Lelaki itu bahkan tak malu bertelanjang dada di hadapannya.Malu? Ayolah Jess, bukankah kau tahu bahwa temanmu itu memang tak punya malu? Kau saja yang terlalu terbawa suasana.Jessie sempat berpamitan pulang tadi, tapi Steve memaksa dirinya untuk sarapan bersama sebelum pergi. Karena Steve begitu santai, maka Jessie tak bisa menolak d

  • Sleeping with my Friend   Bab 6 - Meminta Maaf

    Siang itu, Jessie menyibukkan diri di dalam butiknya. Hari itu akan ada seorang pelanggan yang memang dijadwalkan mencoba gaun pengantin rancangannya. Miranda, asisten peribadinya juga sibuk membantu Jessie, ketika tiba-tiba telepon di meja Jessie berdering.“Kau tidak mengangkatnya?” tanya Miranda pada Jessie yang sibuk memberi tanda pada gaun yang sedang ia benarkan.Jessie hanya menggelengkan kepalanya.Sudah dua hari berlalu, dan Miranda tak pernah melihat Jessie seperti saat ini. Atasannya itu tak berhenti bekerja jika tidak sedang waktunya makan siang atau pulang. Miranda tahu jika butik Jessie memang ramai pengunjung, tapi biasanya, Jessie hanya akan fokus pada rancangan-rancangannya, bukan menyibukkan diri dengan hal-hal yang bisa dikerjakan oleh bawahannya seperti saat ini.“Kau ada masalah, Jess?” tanya Miranda secara terang-terangan.Jessie memang meminta Miranda dan bawahannya yang lain untuk menganggapnya sebaga

  • Sleeping with my Friend   Bab 7 - Mengacaukan Pertemanan

    Jessie bersedekap dan bertanya “Untuk apa? Karena kau sudah ‘membaptisku’ malam itu? Atau karena kau tidak menggunakan kondom?” Jessie bahkan ikut menggunakan istilah itu untuk menyebutkan kejadian panas yang sudah mereka lakukan malam itu.“Untuk semuanya.” Ucap Steve dengan penuh sesal.“Kau bukan satu-satunya yang salah, Steve. Ingat, aku menggodamu.”“Tapi aku yang meluncurkan ide gila itu.”“Dan aku yang menyetujuinya.”“Tapi aku tak mengingatkanmu kembali tentang resikonya.”“Aku yang datang padamu, Steve! Astaga, apa bisa kita lupakan saja malam itu?!” Jessie berteriak frustasi. “Aku tidak suka melihat penyesalan dan rasa bersalahmu.”Steve berjalan satu langkah ke arah Jessie. “Aku tidak pernah menyesal.” Ucapnya penuh penekanan.Jessie menatap tepat pada mata Steve, dan lelaki itu benar. Tak

  • Sleeping with my Friend   Bab 8 - Bayangan Malam yang Panas

    Jessie belum pulang ketika waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Hal itu membuat Miranda menunda kepulangannya hingga sang bossnya itu pulang. Saat Jessie keluar dari dalam ruang kerjanya, ia melihat lampu butiknya masih menyala dan tampak Miranda sedang merapikan sebuah lemari yang penuh dengan renda-renda.Jessie mengerutkan keningnya dan berjalan menuju ke arah bawahannya tersebut. “Miranda? Kau belum pulang?” tanya Jessie sembari mendekat.“Ya. Kupikir kau butuh teman.” Miranda menjawab. Selama ini, mereka memang sudah seperti teman baik.“Tidak, aku baik-baik saja. Seharusnya kau sudah pulang sejak beberapa jam yang lalu.”“Aku tidak bisa membiarkanmu sendiri, Jess. Tidak setelah apa yang kulihat.”“Kau, melihatnya?” Tanya Jessie dengan sedikit malu. Jika yang dimaksud Miranda adalah pertengkarannya dengan Steve, maka Jessie benar-benar tak dapat menahan rasa malunya.&l

  • Sleeping with my Friend   Bab 9 - Orang yang Profesional

    Steve yang melihatnya dari belakang hanya bisa ternganga. Tubuh Jessie sangat indah jika dilihat dari belakang. Lekukannya menggoda, dan permukaan kulitnya tampak halus dan kencang. Dengan spontan, kaki Steve berjalan mendekati Jessie. Lengannya terulur begitu saja melingkari perut Jessie. Steve memeluk tubuh Jessie dari belakang, menyandarkan dagunya pada pundak Jessie, hingga mau tak mau membuat Jessie menghentikan pergerakannya seketika.“Kau sangat indah, Jess.” Steve berbisik dengan serak. Bahkan dengan berani, jemarinya sudah menggapai sebelah payudara Jessie. Jessie tak meronta, wanita itu bahkan tampak menahan kenikmatan, memejamkan matanya karena sentuhan Steve.Jessie melemparkan kepalanya ke belakang, hingga Steve dengan leluasa bisa menikmati leher jenjang wanita tersebut. “Ohh Steve…” dengan spontan Jessie mengerang, menyebutkan nama Steve dengan begitu merdu.Steve kemba

Latest chapter

  • Sleeping with my Friend   EPILOG

    Jessie dan Steve sarapan dengan sesekali tersenyum satu sama lain. Sesekali menggoda hingga keduanya tidak sadar jika sepasang mata sedang mengawasi mereka dan tersenyum geli melihat kekelakuan keduanya.“Menggelikan sekali.” Akhirnya Frank tak kuasa berkomentar dengan apa yang ia lihat sejak tadi.Steve dan Jessie saling pandang, lalu keduanya tersenyum, menertawakan apa yang dikatakan Frank. “Kau hanya belum mengalaminya, Frank.” Steve yang menjawab.“Well, kau sudah seperti George saja. Semalaman dia menasehatiku, membuat telingaku panas karena mendengarkan tentang macam-macam wanita yang patut kunikahi versinya. Yang benar saja. Aku tak akan menikah.”“Kau sudah berjanji padaku, Frank.” George yang mendengarnya akhirnya menyahut. Lelaki paruh baya itu sedang sibuk membuat sesuatu di dapurnya.“Berjanji untuk memberikan keturunan, bukan menikah, Dad.”“Kau ta

  • Sleeping with my Friend   Bab 36 - 'Teman Hidup'

    “Tidak mungkin.” Kali ini giliran Steve yang menggelengkan kepalanya.“Aku emosi saat Donna berkata bahwa dia perempuan yang istimewa dimatamu, karena itu kau tidak ingin menyentuhnya sebelum kalian menikah. Maka dari itu, aku marah, aku ingin kau menyamakan posisi kami. Tapi saat kau pergi, aku tak bisa tidur memikirkanmu. Bagaimana jika kau benar-benar menidurinya? Bagaimana jika kalian benar-benar seintim itu? Aku benar-benar tak dapat berpikir dengan tenang.”“Jess.”“Tidak, Steve. dan tadi siang aku melihat dia datang ke kantormu, kalian tampak sangat dekat dan intim. Menurutmu, apa yang harus kulakukan? Aku sudah melihat akhir hubungan kita. Karena itulah aku pergi.”Secepat kilat Steve meraih tubuh Jessie kemudian memeluk erat tubuh istrinya tersebut. “Dasar bodoh. Seharusnya kau membahas dulu hal itu denganku.”“Aku tidak ingin membahasnya karena aku takut mendengar sesuatu y

  • Sleeping with my Friend   Bab 35 - "Aku Begitu Mencintaimu"

    Jessie terbangun saat mendapati sebuah lengan memeluknya dari belakang. Bahkan sebuah telapak tangan menangkup dan mengusap lembut permukaan perutnya. Jessie bangkit seketika dan mendapati Steve berada di atas ranjang yang sama dengan dirinya.“Steve? apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya tak percaya. Jessie tidak percaya Steve berada di sisinya saat ini. dari mana lelaki itu tahu bahwa ia pulang ke Pennington? Apa Frank yang memberitahu? Apa ayahnya yang menghubungi Steve?“Hai. Aku tidur.” Jawab Steve sembari mengucek matanya seperti anak kecil.“Maksudku, darimana kau tahu aku berada di sini?”“Kembalilah, dan mari kita tidur lagi.” Ajak Steve. Steve ingin menikmati kebersamaannya dengan Jessie, ia tidak ingin membahas tentang masalah mereka terlebih dahulu.“Tidak. Katakan, kenapa kau berada di sini?” Jessie masih kukuh degan pendiriannya.Akhirnya, Steve menarik lengan Jessie

  • Sleeping with my Friend   Bab 34 - Melarikan Diri

    Jessie sudah bulat pada keputusannya, bahwa ia akan pulang ke Pennington sementara waktu. Memang terlihat sangat kekanakan, tapi ia tidak bisa selalu memikirkan tentang Steve dan Donna Simmon lalu berakhir stress dan membahayakan kandungannya. Jessie ingin menenangkan diri di rumah Sang ayah.Tadi siang, setelah berperang dengan batinnya sendiri, Jessie berinisiatif untuk menemui Steve lebih dulu. Ia ke tempat kerja lelaki itu, dan di sana, Jessie mendapati Steve sedang menerima tamunya.Tamu istimewa tentunya.Jessie bahkan sempat melihat posisi wanita itu yang duduk dengan berani di meja kerja Steve, dengan jemari yang menggoda dada Steve. Tentu Jessie belum sempat mendengar apa yang mereka bahas, karena Jessie memilih untuk kembali pergi setelah membuka sedikit pintu ruang kerja Steve dan mendapati pemandangan tersebut.Mungkin, mereka baru saja membahas tentang malam panas mereka semalam, mungkin mereka sedang membahas waktu untuk berci

  • Sleeping with my Friend   Bab 33 - Tidak Tertarik

    “Katakan dengan jujur, maka aku akan menerimanya. Aku akan menerima perpisahan kita jika kau mengaku bahwa selama ini kau tidak mencintaiku.”“Tidak.” Jessie berkata cepat. “Aku mencintaimu. Sungguh.” Ya, Jessie jujur. Ia memang mencintai Henry. Karena itulah ia menerima lamaran lelaki itu.“Tapi rasa cintamu padaku tak sebesar rasa cintamu padanya, Jess. Tolong, berkatalah dengan jujur padaku.”Jessie hanya menundukkan kepalanya. Ia tidak tahu harus menjawab apa. “Aku… Aku…”“Kau mencintainya, kan?”Jessie memejamkan matanya frustasi. “Ya….” Desahnya.Kali ini giliran Henry yang memejamkan matanya frustasi. Henry sudah curiga dengan kenyataan itu. Sudah sejak lama. Dan dia baru berani mengutarakan kecurigaannya hari ini. saat hubungan mereka sudah benar-benar berakhir.

  • Sleeping with my Friend   Bab 32 - "Dia cinta pertamaku"

    Menjelang pagi, Steve baru pulang.Sebenarnya, Steve ingin pulang ke apartmennya sendiri, tapi hatinya tidak bisa berkompromi. Ia terlalu khawatir dengan keadaan Jessie. Akhirnya Steve memilih pulang ke apartmen Jessie.Masuk ke dalam, Steve mendapati Jessie tertidur di sofa ruang tengah. Kakinya melangkah dengan sendirinya menuju ke arah Jessie, berjongkok di hadapan wanita itu, lalu mengamatinya.“Sial! Apa kau tidak bisa melihat keberadaanku, Jess? Bagaimana mungkin kau meminta suamimu untuk meniduri perempuan lain? Apa aku begitu tak berarti untukmu?”Steve menatap Jessie dengan tatapan penuh luka. Baru kali ini ada seorang wanita yang membuatnya sakit hingga seperti ini. baru kali ini ia merasa tidak diinginkan oleh seorang wanita. Kenapa harus Jessie yang melakukannya? Kenapa harus wanita ini yang menyakitinya?Steve tahu, bahwa sampai kapanpun, ia tidak akan bisa membenci Jessie. Wanita ini akan selalu menjadi wanita istimewa di

  • Sleeping with my Friend   Bab 31 - Emosi

    Setelah merasa cukup, Jessie memilih untuk segera mengajak Henry pulang. Hari sudah gelap, mungkin Steve akan khawatir terhadapnya karena belum pulang, atau mungkin sebaliknya, lelaki itu tak akan peduli dengan apa yang sedang ia lakukan.Masih saling berdiam diri, Henry mengikuti tepat di belakang Jessie. Membuat Jessie merasa nyaman, dan merasa lebih baik dengan kehadiran lelaki itu disekitarnya. Meski mereka tak melakukan apapun dan hampir tak membicarakan apapun, tapi kehadiran Henry cukup mengobati suasana hati Jessie yang sedang kacau karena kehadiran Donna Simmon.Setelah mematikan semua lampu dan mengunci butiknya. Jessie mengikuti Henry menuju ke arah mobil lelaki itu. Steve mungkin tak menjeputnya. Bahkan mungkin saja lelaki itu sedang sibuk dengan kesenangannya sendiri. memikirkan hal itu membuat Jessie kembali sedih.Astaga, kenapa jadi seperti ini?Percaya dengan Steve saat ini sudah menjadi hal yang sulit untuk Jessie. Pemikiran bur

  • Sleeping with my Friend   Bab 30 - Bertemu Donna

    Jessie masih tidak menyangka bahwa Henry akan datang kembali padanya setelah apa yang mereka bahas siang itu di apartmennya. Jessie mengira, bahwa Henry akan membencinya, dan menolak untuk bertemu lagi dengannya. Nyatanya, hati lelaki ini benar-benar seperti malaikat.Tadi Siang, Jessie cukup terkejut dengan kehadiran Donna Simmon, kekasih Steve, dan dan setelah wanita itu pergi, pikiran Jessie tak bisa lepas dari apa yang dikatakan wanita itu sepanjang siang di hadapannya.“Aku benar-benar tidak menyangka jika kau akan menggunakan cara selicik ini untuk mengikatnya, Summer!” Jessie melihat mata Donna yang penuh dengan kemarahan. Hingga detik ini, Jessie tidak tahu apa tujuan Donna datang kepadanya. Meski begitu, Jessie tetap menerima Donna sebagai tamunya dan mengurung diri mereka berdua di dalam ruang kerjanya.“Aku sendiri tidak mengerti apa yang kau maksud.”“Dengar, aku sudah tahu semuanya! Kau memb

  • Sleeping with my Friend   Bab 29 - Jatuh cinta?

    Menjelang pagi, Jessie bangung. Ia merasakan jemari Steve mengusap-usap perutnya dengan lembut, membuat Jessie dirayapi rasa geli yang bercampur dengan gairah.Astaga, semalaman mereka sudah bercinta dengan panas, tapi Jessie merasa masih kurang. Mungkin karena hormon yang mempengaruhinya. Tapi Steve seakan tahu apa yang diinginkan Jessie.Jessie bahkan sudah merasakan bukti gairah lelaki itu yang tegang menempel pada bagian belakang tubuhnya, membuat Jessie menggeliat dan menolehkan kepalanya ke belakang.“Steve, kau bangun lagi?”Steve tersenyum. “Tidak. Tidur saja. Aku ingin memeluk kalian.”Jessie sangat senang dengan kalimat terakhir Steve. Ia merasa sangat disayangi, bukan hanya fisiknya saja, tapi semuanya. Jessie memposisikan diri untuk tidur lebih nyaman lagi, dan tak lama, kesadarannya mulai menghilang.Pada saat itu, sama-samar Jessie mendengar ucapan Steve yang entah mengapa terdengar begitu manis dan memb

DMCA.com Protection Status