Dua hari kemudian…
Setelah pertikaian antara Daxon dan Lexy yang diakibatkan karena sebuah pengumuman sang laksamana di malam tahun baru kemarin selesai, keadaan pun sekarang menjadi sedikit berbeda.
Memang tak ada yang menyangka jalan pikiran seorang Dereck, seperti kata Lexy sebelumnya …, bahwa sang ayah akan melakukan apapun yang menurutnya terbaik untuk istri dan putrinya termasuk dalam hal pendamping hidup— walau ia berusaha menolak dengan halus. Namun, keputusan Dereck tetaplah mutlak. Bahkan Elizabeth yang menilai Lexy lebih menyukai adik dari Raven saja, tak bisa berkata banyak selain meminta putrinya untuk bersabar dengan sifat ayahnya.
Lantas Daxon, yang selama dua hari mencoba bersikap tenang di depan Raven, nyatanya ia tak bisa terus berpura-pura. Satu harian penuh Raven menceri
Uap yang mengepul di mangkuk membuat Lexy harus meniup-niupkannya sebelum menyuapi bayi besarnya. Daxon baru sadar kembali setelah Lexy mengompresnya selama satu jam dan suhu tubuh Daxon kembali normal."Bagaimana bisa kau tak memakan apapun sejak dua hari lalu? Dan semalaman kau malah minum alkohol!" tukas Lexy kesal. Mengetahui semua informasi itu dari informan terpercayanya di rumah Daxon."Darimana kau tahu? Angeline selalu membawakan makanan ke kamarku," ujar Daxon."Dan Angeline memberitahuku bahwa kau tak memakan semuanya!" tukas Lexy. Menyodorkan sesendok bubur ke mulut Daxon.Daxon terkekeh pelan. "Kini Angeline menjadi mata-matamu?" Daxon menerima suapan dari Lexy."Jangan mengalihkan, Daxie! Kau mengkhawatirkan. Di
Bandar Udara Militer, New YorkPukul 05.30 PMSuasana bandar udara khusus militer sudah sangat ramai begitu Raven dan Daxon tiba. Semuanya sudah memakai seragam lapangannya masing-masing dan berbaris rapi sesuai instruksi komandan. Termasuk seorang Dereck yang sudah hadir lebih dulu di sana. Tampak sedang memberikan perintah serta arahannya dengan wajah tegas dan suaranya yang lugas.Begitu sampai di barisan, kedua bersaudara itu langsung memberi hormat dan melapor atas kedatangan mereka, yang kemudian diterima dan setelahnya mereka ikut dalam barisan apel sore itu. Walau cuaca dalam kondisi dingin dengan turun salju yang lebat, tak ada satupun yang bisa mengeluh karena hal itu. Apalagi waktu liburan mereka terpotong karena harus kembali ke pangkalan, tanpa terkecuali.Setelah selesai dan barisan dibub
"Da- Dalmore?"Lexy segera melepas tangan Raven yang berada pada pinggangnya dengan cepat. Sayangnya mata Daxon sudah lebih dulu melihatnya. Hal tersebut membuat Lexy was-was— takut bila Daxon kembali salah paham, sedangkan Raven yang berada di belakang sedikit terkejut dengan gerakan spontan yang dilakukan oleh Lexy barusan, tetapi ia mengerti saat melihat ada Daxon di depannya. Mungkin Lexy malu, pikirnya.Namun, bukan mengeluarkan ekspresi marah atau cemburu seperti biasanya, Daxon dengan ramah tersenyum pada keduanya. Ia juga menyapa kakak dan si putri laksamana itu untuk kemudian disuruh masuk."Lexy mencari ayahnya. Ada sesuatu yang ingin ia berikan. Apa kau melihat paman Dereck?" Raven memberi tahu Daxon sambil mencari - cari keberadaan ayah Lexy."Pam
Pangkalan Angkatan Laut - US Navy Seal team 1Pearl Harbour || Hawaii, Honolulu • 23.30 PMSetibanya seluruh Marinir ke pangkalan. Para pemimpin pasukan segera menyusun strategi penyusupan untuk menyelamatkan seorang ilmuan dari CIA. Sementara itu para bawahan melakukan tugas masing - masing mempersiapkan segala kebutuhan untuk menjalankan misi penting tersebut.Semuanya berharap bisa menyelamatkan agen CIA tersebut tanpa harus melakukan gencatan senjata dari kapal yang siap tempur. Berharap situasi bisa dikendalikan sebisa mungkin tanpa harus melakukan peperangan di atas lautan."Kita memiliki empat pulau yang harus kalian singgahi. Memastikan di salah satunya adalah tempat penelitian ilegal terselubung, yang menyekap agen CIA." Dereck menunjukkan ke empat gambar pulau kecil yang mengelilingi kepulauan Hawai
Daxon meratapi punggung Raven yang melangkah menuju kapalnya. Ia mengembuskan napas gusar setelah mendengar ucapan Raven atas apa yang telah diduga sang kakak antara dirinya dan Lexy."Ini sungguh bencana. Raven sama sekali tak berubah!" rutuknya kesal.Lantas Daxon berdiam sejenak, memikirkan apa yang harus dilakukannya untuk mengembalikan fokus Raven. Kelemahan Raven satu - satunya yang sangat membahayakan, dan harus terjadi disaat genting seperti ini. Hell ya!Daxon kembali mendengkus kesal. Tak dapat menahan diri untuk menyembunyikan gerak geriknya dengan Lexy saat di depan Raven. Ia yakin sang kakak curiga dengan tatapan Lexy yang tertuju padanya sebelum berangkat tadi."Oh, C
Raven baru saja menginjakkan kakinya di bibir pantai, ketika keadaan di sekitarnya sudah banyak kepingan kapal yang berserakan, juga beberapa orang berseragam seperti miliknya ikut terseret arus hingga mendamparkan mereka ke pasir dalam keadaan yang terbilang tragis dan mengenaskan.Begitu juga dengan tim-nya yang sudah menerima mandat untuk melakukan penyisiran ke seluruh tepi pantai dan juga kondisi dalam hutan. Sekaligus mencari tahu mengenai kondisi pulau tersebut dan menjalankan misi mereka soal pencarian ilmuwan penting itu.Dalam keadaan yang campur aduk, Raven berlari ke sana - ke sini untuk mencari sang adik yang belum juga dapat ia temukan. Sebagiannya adalah kru Daxon yang naas tak dapat tertolong. Tak ada satupun yang selamat ia temui. Namun, tak menghentikan niat Raven untuk terus mencari. Walau fajar telah menyingsing dan keadaan langit mulai bend
Raven perlahan membuka kedua matanya yang terasa begitu berat. Mencoba menjemput kesadarannya yang dirasa sangat sulit didapat. Begitu juga dengan anggota tubuhnya yang lain, sangat susah baginya untuk bergerak sekarang. Bahkan mengangkat tangan pun ia susah.Masih di tempatnya, Raven tampak dalam kondisi yang bisa dikatakan kritis. Kepalanya terbungkus perban tebal, lehernya disokong alat, begitu juga masker oksigen yang menutupi hidungnya, dan selang infus yang tertancap di kedua tangannya, serta tubuh dengan luka bakar pada bagian punggung dan dada hingga mencapai wajahnya— walau tak begitu fatal, akan tetapi sanggup membuat seorang Raven tak bisa berkutik sama sekali.Bahkan saat ia mencoba bersuara, tenggorokannya seperti tercekat hingga yang keluar hanyalah suara seperti orang tercekik.Mencoba menggerak
Dereck mengusap kasar wajahnya. Ini adalah hari kelima pencarian yang dilakukan untuk menemukan ketiga marinirnya masih belum memiliki titik terang. Pulau tersebut cukup luas dan dalam serta memiliki banyak sela goa juga pepohonan tinggi nan lebat yang menutupi hampir sebagian pulau. Menyulitkan helikopter dan tim pencarian untuk menemukan titik keberadaan mereka."Lapor, Sir. Hampir di keseluruhan pulau ini telah kami lakukan penyisiran penuh. Dan hasilnya sangat disayangkan. Tak ada tanda kehidupan di dalam. Begitu juga dengan tim pencari, sudah banyak yang kelelahan. Banyak dari kami yang mengalami hipotermia."Dan beberapa yang mencapai ke bagian terdalamnya sejak hari pertama pencarian, hari ini baru bisa kembali itupun karena ditemukan tim kedua yang masuk. Mereka menga
Extra part Kehebohan di kediaman D'Ryan di Hawaii membuat suasana tengah malam sangat berisik. Suara gaduh langkah kaki Daxon terdengar seolah sedang terjadi perang dunia kedua. Bagaimana tidak? Daxon seketika terkena serangan panik saat dikabari mertuanya -Elizabeth- untuk segera pulang dari pangkalan agar membawa istrinya ke rumah sakit. Kehamilan Lexy yang sudah genap akan usia kandungan untuknya melahirkan, membuat si ibu mengalami kontraksi cukup kuat saat ini. Tentunya Dereck juga mengalami serangan panik yang sama dengan Daxon. Memaksa untuk ikut dalam perjalanan menuju rumah sakit membuat Daxon menyetir seperti orang gila di tengah gelapnya jalan yang sepi. "Dalmore cepat sedikit! Aku tak mau melahirkan di dalam mobil!" erang Lexy di tengah rintihan rasa mulas di perutnya sambil memegangi perut itu
Setelah mendapat pujian dari Dereck di depan seluruh timnya. Daxon juga mendapatkan sebuah peringatan mengerikan dari si penguasa lautan Hawaii tersebut. Masih terbayang dalam benaknya saat ini. Dereck yang secara tiba-tiba memberikan pelukan dan tepukan kuat di punggungnya itu, membisikkan sebuah peringatan keras. Bukan sebuah nada perintah. Melainkan ancaman dari seorang ayah yang memintanya untuk melakukan tanggung jawab serius pada putri kecilnya yang ternoda, akibat kelancangan Daxon yang berani menghamili sang putri. “Kuakui kau telah sukses dalam karir marinir, tetapi restuku ... masih belum kau dapatkan!” Seiring dengan pelukan Dereck yang terlepas, seketika itu juga Daxon membeku di tempatnya. Sementara Dereck kembali memasang wajah biasa, terlebih saat seorang bawahan mereka memint
_The end_Setelah kepergian Hakuri, Raven kembali mengulang kegiatan melepas borgolnya. Beruntung dirinya sempat menyembunyikan kuncinya tepat sebelum komplotan Hakuri tiba di ruangan tersebut. Kini dengan tergesa Raven mengintai dari celah yang ada di pintu, ia memicingkan matanya untuk melihat dengan jelas keadaan di luar. Keadaan langit kembali menggelap dan tak terlihat ada penjaga di manapun.“Great! Ini kesempatanku, ” ujar Raven.Raven menatap ke sekeliling ruangan yang minim penerangan. Ia mencari benda yang bisa mendongkrak pintu yang terkunci dari luar. Beberapa perkakas ditemukan dalam tumpukan benda tak berguna lainnya. Ia menemukan linggis panjang lalu tersenyum dengan wajah penuh harap.
Part 30.2 - Raven is savedMiami, Florida.Raven menggeram kesal untuk kesekian kalinya. Entah sudah berapa lama dirinya di sekap dan selalu disuntikkan obat tidur saat ia memberontak ingin melepaskan diri dari sana.Bangunan gudang yang dikelilingi tumpukan badan truk pengiriman barang itu, tampak asing bagi Raven yang sudah lama berada di perairan Hawaii. Dia tak bisa mendeskripsikan di mana dirinya saat ini, karena hanya itu yang sempat dilihat Raven saat sekali percobaannya melarikan diri berujung kesia-siaan. Kini bukan hanya tangannya yang diborgol dengan rantai, kakinya juga mengalami nasib sama.Namun, para mafia itu tak tahu jika Raven adalah kapten yang begitu akrab dengan rantai kapal. Walau menggunakan benda tersebut, dirinya memiliki banyak cara untuk lepas dari jeratan rantai, a
"Daxon, tolong aku …" Raven merangkak tak berdaya sambil memegang kaki adiknya. Pria gagah itu berlumur darah hingga pada bagian wajahnya. "Aku tertembak." DORRR! __ Daxon terbangun dari tidurnya ia memegangi dadanya dan meraba seluruh tubuh sambil mengecek kondisinya saat ini. Dengan napas terengah dan butiran bening yang mengucur di pelipisnya, Daxon menatap sekitar. Seluruh pasukan tengah bersiap untuk ke luar dari pesawat. Dengan nyawa yang masih setengah sadar, ia memutar memorinya pada bayangan yang baru saja terjadi dan terasa sangat panjang itu. Apa aku hanya bermimpi? “Hei, Kap. sudah bangun dari mimpimu?” sapa Diego. Menepuk punggung kaptennya yang masih terlihat bingung. “Kau terlihat gusar dan tersenyum di dalam tidurmu, apa kau bermimpi buruk lalu berakhir bahagia?” Kali ini Walter menyahut dengan sedikit ejekan, sambil menurunkan peralatannya. Daxon yang masih merasa aneh, tak
Tibalah waktu yang ditunggu. Waktu dimana dua hati akan saling menyatu di hadapan Tuhan. Tepat disaat senja, ketika matahari menenggelamkan dirinya di ufuk barat. Bersamaan dengan bayang bulan sebagai saksi, dan lautan luas ikut melingkupi— sebagai pertanda jika cinta keduanya tak terselam sedalam samudera, serta langit jingga adalah simbol dari kasih tiada tara karena mencakup semesta.Sungguh suatu momen yang akan selalu dikenang keduanya di hari tua kelak. Dimana mereka berharap sampai akhir hayat nanti keduanya akan terus berdampingan, karena mereka percaya; apa yang sudah dipersatukan oleh Tuhan, maka tak boleh dirusak oleh manusia, kecuali maut yang memisahkan dan campur tangan Yang Maha Esa tentunya.Apalagi pernikahan dua insan ini diadakan di sebuah kapal khusus angkatan militer laut. Di dekorasi sedemikian rupa hingga tampak ada perayaan suka cita di atasnya. Terutama di bagian dek paling atas kapal. Sebuah altar di ujung menghadap lautan luas sudah dib
Daxon menatap pantulan dirinya di depan cermin kamarnya. Merapikan penampilannya sejak setengah jam yang lalu. Mengalami kepanikan berlebih saat dirinya sudah siap dengan setelan jasnya. Ia justru menggantinya dengan yang lain, lalu menggantinya lagi dengan yang sebelumnya.Wajahnya memucat dengan butiran bening sebesar biji jagung bermunculan di sisi pelipis. Daxon sungguh gugup dan tak bisa tenang sebelum acara hari ini terlewati dengan lancar.Di ambang pintu telah berdiri Raven yang menyandarkan tubuhnya santai. Sang kakak bukannya segera membantunya bersiap, tetapi malah mengejeknya hanya dengan tatapan dan senyum menyebalkan yang sialnya malah membuat wajah tampan keturunan Rainer menguar."Berhenti menunjukan seringaian itu, Rav! Kau mirip dengan si kotak kuning di Bikini Bottom. Lebih baik kau bantu aku memilih jas," ujar Daxon menatap sang kakak dari pantulan cermin.Raven terkekeh dan beranjak dari posisinya mendekati Daxon yang sibuk membongkar
Daxon menyusuri koridor rumah sakit demi mempercepat langkahnya menuju ruangan dimana Raven dirawat. Kabar Raven telah tersadar dari koma, membuatnya bergegas melakukan penerbangan dari Hawaii menuju New York. Dirinya bahkan masih mengenakan seragam kemiliterannya, karena saat kabar tersebut diberitahukan, Letnan muda itu tengah melakukan bimbingan rutin pada para timnya. Segera ia pergi setelah mendapat izin dari sang laksamana, dan kini ia berhasil tiba di sana begitu cepat.Daxon yang baru saja tiba di ruangan tersebut, bergegas berhambur masuk dan berdiri di hadapan Raven. Samar-samar suara Raven terdengar sedang bicara dengan seseorang. Rupanya sudah terdapat Gizelle yang berada di sisi satunya dengan setia menjaga dan menemani Raven selama beberapa hari setelah insiden kedatangan Daxon yang membuat kegaduhan dengan membawa serta pasukannya.Setelah membicarakan segala penjelasan dengan cara baik-baik. Daxon dan Dereck akhirnya memahami Gabriella dan Gizelle, lalu
Bandar Udara Militer, New York. Tepat tengah malam ketika akhirnya pesawat khusus militer yang ditumpangi Daxon dan rombongannya itu mendarat di New York. Masih dalam cuaca yang dingin, mereka satu per satu keluar dan segera bergegas transit ke sebuah helikopter yang sudah siap sedia untuk mengudara mengantarkan ke tujuan selanjutnya. Terkecuali Lexy dan ibunya. Daxon mengantar kekasih dan calon ibu mertuanya itu ke sebuah mini van yang akan membawa mereka kembali ke rumah. Lebih tepatnya ke rumah keluarga Rainer, karena lebih baik mereka semua berkumpul bersama sekarang. Sembari menunggu kabar dari Daxon dan Dereck juga timnya yang akan segera kembali beroperasi dalam pencarian Raven. Setidaknya mereka bisa saling menguatkan dan menjaga satu sama lain. "Dax, berjanjilah kau akan baik-baik saja. Aku akan mendoakan kalian agar berhasil menemukan Raven. Kabari aku secepatnya, okay?" Lexy memeluk erat Daxon di depan pintu mobil yang akan m