“Minuman Anda.” David meletakan secangkir kopi di atas meja kerja Axel, pria itu membungkuk dan hendak pergi. “David.” Langkah David terhenti, pria paruh baya itu segera berbalik lagi dan melihat Axel yang kini duduk termenung di kursi kerjanya. “Ya, ada yang bisa saya bantu, Tuan?” Axel menopang dagunya menatap serius komputer di hadapannya. Axel terlihat sedikit tidak nyaman karena terus teringat kejadian satu jam yang lalu di kamar Naomi, memang perlu Axel akui jika dia sudah bertindak berlebihan pada gadis itu. Axel menghela napasnya dengan berat, pria itu menegakan tubuhnya dan segera melihat David sepenuhnya. Axel-pun berkata, “Besok aku akan pergi keluar negeri dalam waktu dua sampai tiga hari, antar Naomi ke rumah sakit untuk memeriksa keadaan kakinya.” “Baik, Tuan.” Wajah Axel terangkat, pria itu menatap serius David. “Bagaimana keadaan Naomi?” David sempat terdiam tidak mengerti dan bertanya-tanya mengapa Axel menanyakan keadaan Naomi sementara kini mereka satu rumah
Ketika Naomi terbangun gadis itu dibuat kebingungan karena kakinya sudah terobati dan terpasang gips dengan baik lagi. Naomi tidak ingat apapun dengan kejadian semalam, dia terlalu pulas tidur. Naomi segera bersiap-siap dan setelah itu dia pergi turun untuk sarapan pagi. Kini Naomi tidak perlu meminta bantuan siapapun lagi karena Axel memberikan tongkat baru untuknya berjalan. “Selamat pagi Nona,” sapa David dengan senyuman lebar, dengan sigap David membantu menarikan kursi untuk Naomi. “Selamat pagi David,” balas Naomi dengan senyuman. Naomi mengedarkan pandangannya melihat ke sekitar, lalu berakhir melihat David yang berdiri di sampingnya. “David, apa semalam Anda mengobati kaki saya?” “Bukan, sepertinya tuan Axel. Semalam tuan Axel sempat ke kamar Anda.” Naomi terbelalak menatap tidak percaya, rasanya mustahil bisa dipercaya jika pria arrogant seperti Axel masuk kembali ke kamar dan membantu mengobati kaki Naomi. “Be-benarkah?” tanya Naomi terbata. “Benar,” jawab David meyak
Seharian penuh Roan mengantar Naomi bepergian, dibandingkan dengan pergi ke pusat perbelanjaan, Naomi memilih perg makan di beberapa restaurant terkenal. Sangat menyenangkan untuk Naomi karena Axel benar-benar memberinya kebebasan menggunakan uang. Naomi berpikir ini adalah keuntungan dari awal kerja sama pekerjaan yang akan Axel berikan kepadanya. Kini, setelah lelah bepergian, Naomi duduk di sebuah batu melihat keramaian dermaga dan kapal-kapal besar yang mengangkut muatan. Suasana North Emit yang ramai terasa sangat jauh berbeda dengan kota Andreas yang sebagian tempatnya masih hutan di hiasi bangunan-bangunan khas romawi kuno yang bersejarah. Naomi memutuskan untuk diam beristirahat setelah bosan pergi jalan-jalan. Axel memberinya uang yang banyak untuk berbelanja, namun belanja bukanlah hal yang Naomi sukai, dia hanya membeli pakaian yang benar-benar Naomi butuhkan. Naomi tumbuh sebagai anak pemilik pusat perbelanjaan, berbelanja dan melihat orang-orang yang belanja sudah cuku
“Aku tidak mengerti dengan sikapmu Jaden, jika kau sibuk dengan handponemu, sebaiknya jangan mengajakku bertemu,” protes Feira bersedekap tampak jengkel. Sejak bertemu setengah jam yang lalu, Jaden sibuk sendiri dengan handponenya. Feira banyak berbicara untuk membahas rencana pertunangan mereka, alih-alih menanggapi, Jaden membalasnya dengan gumaman tidak jelas dan tidak menanggapi ucapan Feira dengan serius. Mata Jaden tidak terlepas dari handpone di tangannya, pria itu terlalu sibuk menghabiskan waktu kosongnya untuk mencari keberadaan Naomi. Suara gebrakan di meja terdengar membuat Jaden mengangkat wajahnya dan melihat Feira. “Sialan kau Jaden, berhentilah sibuk dengan dirimu sendiri! Kau anggap aku ini apa?” geram Feira tidak dapat lagi menahan amarahnya. Jaden segera meletakan handponenya di atas meja. “Aku minta maaf Fei.” “Aku sudah sangat muak Jaden, berhenti memikirkan hal lain, fokuslah pada urusan kita.” Jaden tediam menatap lekat Feira, ada kilatan tidak suka di m
“Bagaimana keadaan Naomi?” Pertanyaan itu menjadi hal pertama yang Axel ucapkan ketika dia sudah kembali ke rumah usai melewati perjalanan bisnis beberapa hari ini. Meninggalkan Naomi dengan sebuah pertengkaran konyol membuat Axel merasa tidak nyaman, karena itu beberapa hari berada di luar negeri Axel terus memikirkan gadis itu. David tersenyum simpul, pria paruh baya itu membantu menarikan koper Axel dan mengikuti langkahnya yang hendak masuk ke dalam rumah. Selama Axel pergi, David menyusun beberapa rencana sederhana melalui puteranya Roan. David membangun cerita lembut dan hangat mengenai diri Axel agar Naomi bisa jatuh hati kepada Axel. Semua cerita Roan tidak ada yang bohong, Axel memang sosok yang sempurna dan tegas di luar, namun jauh dilubuk hatinya, dia adalah pria yang kesepian dan lembut. David tidak sabar ingin tahu akan seperti apa sikap Naomi sekarang usai mendengar banyak cerita dari Roan. “Kenapa kau diam David? Apa sekarang kau bisu?” Suara dingin Axel yang me
Tiga hari lebih tidak bertemu Axel, Naomi tampak canggung untuk kembali bertemu dengan pria bermulut pedas itu. apalagi terakhir kali bertemu mereka sempat sedikit bertengkar.Naomi berjalan perlahan seraya mengayunkan tongkatnnya di setiap langkah yang dia ambil. Kini Naomi sedang menuju ke ruangan kerja Axel.Beberapa saat yang lalu David datang menemuinya dan meminta Naomi untuk pergi ke ruangan kerja Axel. Naomi tidak tahu apa tujuan Axel memanggilnya, yang jelas dia sedikit berharap jika ini menyangkut pekerjaan meski kondisi kakinya di katakan tidak begitu baik dan membutuhkan penyembuhan lebih lama.Begitu sudah sampai di depan pintu Naomi mengetuk pintu ruangan kerja Axel.“Masuklah.”Dalam satu dorongan Naomi membuka lebar-lebar daun pintu dan tidak menutupnya lagi, Naomi sengaja melakukannya agar jika nanti dia dan Axel kembali bertengkar, Naomi bisa pergi dengan cepat dan tidak perlu repot-repot membuka pintu lagi.Kedatangan Naomi yang masuk tidak lepas dari perhatian Axel
Axel menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. “Kau harus menjadi tunangan kontrakku.” Senyuman lebar penuh kesenangan di wajah Naomi hilang seketika, wajahnya berubah pias dan tubuhnya langsung kaku. “A-a-apa maksudmu? Kau tidak salah bicarakan?” tanya Naomi dengan tawa memaksakan. “Aku tidak salah bicara. Tugasmu sekarang adalah menjadi tunangan kontrakku, menjadi pasangan yang sempurna untukku,” jawab Axel menegaskan. Mendadak tubuh Naomi lemas tidak berdaya, gadis itu sampai kesulitan untuk berkata-kata karena terlalu kaget. “Bagaimana bisa?” bisik Naomi masih tidak percaya. “Tentu bisa, kau sudah tanda tangan.” “Aku menanda tanganinya karena tidak tahu pekerjaan yang akan kau berikan itu ini!” “Kau menandatanginya dengan sah tanpa pemaksaan apapun,” jawab Axel dengan senyuman sombongnya. “Aku tidak mau! Ini menjebakku!” Teriak Naomi dalam ketakutan, gadis itu berusaha berusaha bangkit dari duduknya dan mengambil tongkatnya lagi. “Brengsek kau menjebakku, aku tidak terima
Langkah Naomi kian lebar, begitu Axel berada dalam jangkauan, dengan tergesa Naomi menangkap lengan Axel dan memeluknya. “Aku mohon Axel, beri aku kesempatan,” rengek Naomi memohon kepada Axel. “Lepaskan Naomi.” “Beri aku kesempatan dulu,” jawab Naomi dengan teriakan, gadis itu terus memohon kepadanya agar segera mengiyakan permintaannya. “Berhenti menangis Naomi, kau sangat cerewet!” Protes Axel merasakan telingnya berdenging karena teriakan Axel. “Aku akan berhenti menangis jika kau melanjutkan kerja sama kita,” tuntut Naomi kian memeluk erat tangan Axel. Axel membuang napasnya dengan kasarnya, sudah saatnya dia menghentikan sikap berpura-puranya karena teriakan melengking Naomi akan mengundang banyak orang untuk melihat. “Baiklah, aku akan melanjutkan kerja sama kita jika kau berhenti menangis.” Dalam seperkian detik Naomi langsung berhenti menangis meski masih tersisa sisa-sisa segukannya. Pelukan gadis itu sedikit mengendur, kepalanya mendongkak menatap Axel dengan mata be